• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh: La Ode Santiaji Bande1), Bambang Hadisutrisno2), Susamto Somowiyarjo2), dan Bambang Hendro Sunarminto2)

ABSTRACT

Phytophthora capsici Leonian is the pathogen foot rot disease black pepper and it has many

variance. The incidence of this disease has increased in recent years in the South East Sulawesi. This study was conducted to differentiate the isolates of P. capsici from black pepper based on morphology characteristics and virulence. Samples of stem root of black pepper were collected from Konawe Selatan, Konawe, and Kolaka Districts, South East Sulawesi. Characteristic morphological evaluated i.e. length and width of sporangium, type of colony. The variation of their virulence was observed by inoculating the hypha of each isolate on detached leaves of black pepper, betel, pepper, lemon, and durian that incubated in box in room conditions. The results indicated, those morphological characteristics of the isolates were vary in size, shape, and colony pattern, which those characteristics were belong to P. capsici. The culture produced sporangia, average 14,8-46,2 µm in length and 12,9-34,6 in width, the some typical shapes of the sporangia produced is ovoid, obpyriform, globose, ellipsoid, and distorted. The colony types were stelate, cottony and rosaceous. The virulence of the tested isolate of P.

capsici were very high to leaves of black pepper, betel, and durian.

Key words: foot rot disease, P. capsici, morphology characteristics, virulence

PENDAHULUAN

Lada di Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan tanaman perkebunan unggulan setelah kakao dan jambu mete dengan luas mencapai 12.153 ha pada tahun 2008 dan secara nasional telah menempati urutan keempat setelah Lampung, Bangka-Belitung dan Kalimantan Timur (Ditjenbun, 2009). Sentral pertanaman lada di Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan. Produksi lada dari tahun ke tahun terus menurun walaupun luasannya terus meningkat. Penurunan produksi lada terutama disebabkan penyakit busuk pangkal batang lada yang disebabkan oleh Phytophthora capsici Leonian (Kasim dan Prayitno, 1979; Wahyuno dan Manohara, 1995; Manohara et al., 2004; Lee dan Lum, 2004).

Luas serangan P. capsici di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 67% dari luas pertanaman lada (Ditlinbun, 2006). Di Provinsi

Sulawesi Tenggara, intensitas penyakit ini bervariasi dari ringan sampai berat (Sahara dan Sahardi, 2005) dan saat ini menjadi penyakit utama yang paling merugikan petani. Patogen penyebab busuk pangkal batang lada mempunyai variabilitas yang tinggi. Menurut Wahyuno et al. (2007) dalam kelompok P.

capsici terdapat variasi karakteristik yang besar

sehingga perlu dilakukan analisis variasi patogen. Dalam epidemiologi, adanya variabilitas ini menyulitkan penyusunan strategi pengendalian penyakit yang tepat.

Petani lada di propinsi Sulawesi Tenggara mengusahakan tanaman lada sebagian berdampingan dengan tanaman kakao atau ditanam pada lahan bekas tanaman kakao. Pada tanaman kakao terdapat patogen P. palmivora yang menyebabkan penyakit busuk buah dan kangker batang, sedangkan pada lada terdapat patogen P. capsici. Kedua patogen ini mempunyai kesamaan morfologi (Tsao et al., 1985) dan merupakan patogen terbawa tanah

(2)

lama di dalam tanah. Patogen P. capsici maupun

P. palmivora merupakan spesies heterotalik

yang mempunyai tipe kawin A1 dan A2 sehingga interaksi keduanya dapat menghasilkan oospora (Motulo et al., 2007; Wahyuno et al., 2007). Keberadaan dua patogen dalam dalam area yang sama memungkinkan terjadinya persilangan yang akan menghasilkan spesies yang lebih virulen dengan variasi genetik yang berbeda. Silver et al. (2006) telah melaporkan adanya fusi zoospora antara

Phytophthora capsici dengan P. nicotiana di

laboratorium dan fusi miselium P. capsici dengan P. palmivora. Berdasarkan hal ini maka ada kemungkinan adanya keragaman spesies di dalam P. capsici, penyebab penyakit busuk pangkal lada di Sulawesi Tenggara. Keragaman spesies akan menyebabkan kesulitan dalam penentuan strategi pengendalian penyakit. Karena itu, perlu diketahui variasi morfologi dan virulensi berbagai isolat P. capsici dari Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi morfologi P. capsici isolat

Sulawesi Tenggara dan mengetahui virulensinya pada berbagai tanaman.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung sejak Juni sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akar tanaman lada yang sakit busuk pangkal batang, jus V8, agar, dextrosa, alkohol, antibiotik (Pimaricin 10 ppm, Ampicilin 250

ppm, Rifampicin 10 ppm,

Pentachloronitrobenzen 100 ppm, dan hymexazol 25 ppm). Alat yang digunakan yaitu gelas ukur, cawan petri, gelas piala, tabung reaksi, mikroskop (Optilab Digital Microscope),

laminer air flow, autoclave.

Phytophthora capsici diisolasi dari pangkal batang lada yang menunjukkan gejala busuk pangkal batang dari berbagai daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara (Tabel 1). Bagian tanaman sakit yang telah diambil di lapangan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan isolasi. Tabel 1. Sumber isolat P. capsici dari lada di Provinsi Sulawesi Tenggara

Isolat Bagian Tanaman Desa/Kelurahan/Kecamatan Kabupaten

KS-1 Pangkal batang Lamonea/Konda Konawe Selatan

KS-2 Pangkal batang Amohalo/Konda Konawe Selatan

KW-1 Pangkal batang Hopa-Hopa/Wawotobi Konawe

KW-2 Pangkal batang Onembute/Onembute Konawe

KL-1 Pangkal batang Tawainalu/Tirawuta Kolaka

KL-2 Pangkal batang Woiha /Tirawuta Kolaka

Bagian tanaman lada yang bergejala busuk pangkal batang dibersihkan dengan air steril kemudian dikeringkan dengan kertas tisu dan didisinfektan dengan alkohol 70%. Isolasi dilakukan dengan cara memotong kecil-kecil bagian tanaman antara yang sehat dan sakit. Potongan tersebut diletakkan pada media seletif V8 (Agar Bacto 1,5%, V8 Juice 200 ml yang dimurnikan dengan CaCO3 3 g, dan aquades

steril 1 liter) ditambah antibiotik (Pimaricin 10 ppm, Ampicilin 250 ppm, Rifampicin 10 ppm, Pentachloronitrobenzen 100 ppm, dan hymexazol 25 ppm) dalam cawan petri secara aseptik. Koloni yang tumbuh diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Isolat kemudian ditumbuhkan pada media V8 miring sebagai biakan murni.

(3)

Karakterisasi morfologi dengan mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh Erwin & Ribeiro (1996). Karakteristik morfologi yang diamati adalah tipe koloni, bentuk sporangium, panjang-lebar sporangium, rasio panjang-lebar sporangium, tipe percabangan, sporangiofor, dan papilla yang dilakukan di bawah mikroskop. Sporangium didapatkan dari kultur berumur 6-10 hari yang ditumbuhkan dalam media agar V8. Dari tiap isolat diambil 5 potongan agar (5 mm diameter) dan tiap potongan diamati dengan mengambil gambar sporangium dengan menggunakan Optilab Digital Microscope. Total sporangium setiap isolat yang diamati berjumlah 25 sporangium. Selanjutnya foto ditransfer ke Optilab ImageRaster untuk digitasi panjang dan lebar sporangium, dan panjang sporangiofor.

Uji virulensi isolat P. capsici dilakukan dengan menginokulasi potongan hifa P. capsici pada daun lada varietas Petaling-1 (Piper

nigrum L.), daun cabai besar (Capsicum

annuum L.), daun lemon (Citrus jambhiri), daun

durian (Durio zibethinus), dan daun sirih (Piper

betle L.) secara in vitro. Isolat Phytophthora capsici yang digunakan ditumbuhkan pada

media V8 jus agar di cawan petri selama enam hari pada suhu kamar. Inokulasi dilakukan dengan cara meletakkan potongan koloni (berdiameter +5 mm) pada permukaan daun perlakuan, kemudian diinkubasi dalam kotak yang bawahnya dilapisi tisu lembap pada suhu

kamar selama empat hari. Daun yang digunakan merupakan daun ketiga atau keempat dari ujung tanaman dan setiap isolat diinokulasikan pada tiga daun sebagai ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil isolasi dari pangkal batang lada yang sakit diperoleh 6 (enam) isolat

Phytophthora capsici. Sebagai pembanding

bentuk sporangium digunakan isolat Yogyakarta. Hasil pengamatan tipe koloni disajikan pada Gambar 1. Koloni semua isolat

P. capsici yang diamati mempunyai 3 macam

pola koloni yaitu mawar (rossaceous), bintang (stelate), dan kapas (cotton) dengan penampakkan koloni bulat tipis sampai tebal dan berwarna putih. Masing-masing isolat membentuk pola koloni yang tidak stabil, kadang-kadang dalam satu isolat ditemukan lebih dari satu pola koloni. Hal ini sama dengan yang di laporkan oleh Wahyuno et al. (2007) bahwa P. capsici asal lada mempunyai pola koloni tidak stabil dan sangat bervariasi mulai dari halus tidak berpola hingga yang tebal membentuk pola seperti bunga. Menurut Appiah (1999), pada umumnya P. capsici mempunyai pola koloni rossaceous berbentuk bunga mawar atau bintang sedangkan P. palmivora berbentuk stelate. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pola koloni ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengenalan spesies Phytophthora.

Tipe rossaceous Tipe stelate Tipe cotton

Gambar 1. Tipe koloni P. capsici asal lada di Sulawesi Tenggara Isolat P. capsici asal Sulawesi Tenggara

secara mikroskopis bervariasi dalam bentuk dan

ukuran sporangiumnya pada tiap lokasi. Hasil pengamatan bentuk sporangium di sajikan pada

(4)

Gambar 2. Bentuk sporangium yang ditemukan yaitu ovoid, obpyriform, globose, ellipsoid dan distorted.

Sporangium isolat KS-1 dan KS-2 (Konawe Selatan) umumnya berbentuk ovoid, distorted, ellipsoid, dan obpyriform (Gambar 2A), isolat KW-1 (Konawe) umumnya berbentuk globose dan ovoid (Gambar 2B), isolat KW-2 (Konawe) berbentuk ovoid, obpyriform, dan mango (distorted) (Gambar 2C), isolat KL-1 dan KL-2 (Kolaka) berbentuk ovoid dan obpyriform (Gambar 2D), dan isolat

Yogyakarta berbentuk ovoid. Menurut Kasim dan Prayitno (1980), bentuk sporangium P.

capsici asal lada dari Lampung mempunyai

bentuk elipsoidal, obovoid dan ovoid, sedangkan dari Bangka mempunyai bentuk selain sama seperti isolat Lampung juga mempunyai bentuk fusiform atau pyriform. Variasi bentuk sporangium juga ditemukan pada

P. palmivora asal durian yaitu mempunyai

bentuk ovoid, ellipsoid, obpyriform, ovoid-obpyriform dan spherical (Pongpisutta dan Sangchote, 2004).

A

B

Gambar 2A,B. Bentuk sporangium dan sporangiofor Phytophthora capsici. A: isolat KS-1 dan KS-2 (KS-1. ovoid, 2. distorted, 3. ellipsoid, 4. obpyriform; B: isolat KW-1 (1. globose, 2. ovoid, 3. sporangiofor simple sympodium).

1 2 3 4 1 2 3 papila pedisel

(5)

C

D

Gambar 2C,D. Bentuk sporangium dan sporangiofor Phytophthora capsici. C. Isolat KW-2 (1.ovoid, 2. mango (distorted), 3. obpyriform); D. isolat KL-1 dan KL-2 (1. ovoid, 2. obpyriform, 3. sporangiofor simple sympodium).

Sporangium yang diamati dari berbagai isolat semuanya mempunyai papilla yang jelas (Gambar 2). Hasil pengamatan ukuran sporangium P. capsici dari berbagai isolat

disajikan pada Tabel 2 dan mempunyai kisaran panjang 14,8 – 46,2 µm dan lebar 12,2 – 38,7 µm.

Tabel 2. Karakteristik sporangium P. capsici isolat Sulawesi Tenggara

Isolat Tipe Koloni Sporangium Tipe Cabang Panjang (rerata) (µm) Lebar (rerata) (µm) Ratio P:L Sporangiofor (µm) Bentuk KS-1 Rossaceous -Stelate 24,5-46,2 (32,7) 17,1-38,7 (22,4) 1,2-2,3 20,6-130,0 Ovoid, ellipsoid, obpyriform dan distorted Sederhana KS-2 Stelate 17,1-38,7 (30,9) 12,5-27,7 (22,6) 1,1-1,8 20,8-110,8 Ovoid, ellipsoid, obpyriform dan distorted Sederhana KW-1 Cotton 14,8-32,7 (26,0) 12,9-23,3 (19,4)

1,1-1,7 21,5-62,5 Globose dan ovoid Sederhana

KW-2 Cotton 28,3-42,1 (34,4) 18,2-34,6 (25,0) 1,2-1,9 22,3-72,4 Ovoid, obpyriform, dan distorted Sederhana KL-1 Cotton-Stelate 15,0-44,1 (30,3) 12,2-27,0 (20,3) 1,2-1,8 14,9-135,0 Ovoid dan obpyriform Sederhana KL-2 Stelate 18,3-43,2 (30,2) 14,3-26,9 (20,5) 1,2-2,0 17,2-119,3 Ovoid dan obpyriform Sederhana 1 2 3 1 2 3

(6)

Berdasarkan Tabel 2 di ketahui ukuran sporangium P. capsici dari isolat KS-1 adalah panjang 24,5 - 46,2 µm (rerata 32,7 µm) dan lebar 17,1 – 27,6 µm (rerata 22.4 µm) dan isolat KS-2 mempunyai panjang 17,1 - 38,7 µm (rerata 30,9 µm) dan lebar 12,5 – 27,7 µm (rerata 22,6 µm). Sporangium isolat KW-1 mempunyai panjang 14,8-32,7 µm (rerata 26,0 µm), dan lebar 12,9-23,3 µm (rerata 19.4 µm) dan isolat KW-2 mempunyai panjang 28,3-42,1 µm (rerata 34,4 µm), dan lebar 18,2-34,6 µm (rerata 25,0 µm). Sporangium isolat KL-1 mempunyai panjang 15,0-44,1 µm (rerata 30,3 µm), dan lebar 12,2-26,0 µm (rerata 20,3 µm), sedangkan isolat KL-2 mempunyai panjang 18,3-43,2 µm (rerata 30,2 µm), dan lebar 14,3-26,9 µm (rerata 20,5 µm). Sporangium isolat Yogyakarta mempunyai panjang 16,6-20,6 µm (rerata 18,7 µm), dan lebar 13,7-15,2 µm (rerata 14,8 µm). Rasio antara panjang dan lebar sporangium isolat KS-1 yaitu 1,2-2,3, isolat KS-2 yaitu 1,1-1,8, isolat KW-1 yaitu 1.1-1,7, isolat KW-2 yaitu 1.9, isolat KL-1 yaitu 1,2-1,8, dan isolat KL-2 yaitu 1,2-2,0. Ukuran sporangium P. capsici dalam pengamatan ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pengamatan yang dilakukan oleh Wahyuno et

al. (2007) yaitu panjang sporangium berkisar

antara 20,8-88,8 µm dan lebar 17,5-55,0 µm. Perbedaan bentuk dan ukuran sporangium ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, nutrisi media (Erwin & Ribeiro, 1996) dan suhu (Noveriza, 1997).

Percabangan pada hifa dari P. capsici yang diamati semuanya menunjukkan tipe sederhana (simple simpodial) yaitu setiap sporangiofor keluar dari suatu tempat dan sporangium dibentuk pada ujung-ujungnya (Gambar 2B-3 dan 2D-3). Panjang sporangiofor bervariasi dari isolat yang sama maupun isolat yang berbeda. Panjang sporangiofor isolat KS-1 adalah 20,6-130,0 µm (rerata 60,7), isolat KS-2 mempunyai panjang 20,8-110,8 µm (rerata 58,2), isolat KW-1 mempunyai panjang 21,5-62,5 µm (rerata 40,4 µm), isolat KW-2 mempunyai panjang 22,3-72,4 µm (rerata 51 µm), isolat KL-1 mempunyai panjang 14,9-135,0 µm (rerata 65,9 µm), dan isolat KL-2

mempunyai panjang 17,2-119,3 µm (rerata 62,7 µm).

Virulensi dari isolat P. capsici yang diperoleh diuji dengan menginokulasikan potongan hifa pada daun cabai, sirih, lemon, durian, dan lada secara invitro. Hasil uji virulensi yang diamati pada hari ke empat setelah inokulasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Virulensi P. capsici isolat Sulawesi Tenggara

Isolat Diameter bercak pada daun (cm) Lada Sirih Cabai Durian Lemon

KS-1 3.3 2.4 - 1,7 -KS-2 3.3 2.0 - 1,7 -KW-1 3.1 2.2 - 1,2 -KW-2 2.9 2,2 - 1,3 -KL-1 3.2 2,0 - 1,3 -KL-2 2.7 2,1 - 1,6

-Keterangan: - = tidak terinfeksi

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa semua isolat yang diperoleh hanya mampu menginfeksi daun sirih, daun durian dan daun lada, dan tidak mampu menginfeksi daun cabai besar dan daun lemon. Bercak (nekrosis) pada daun lada mulai terbentuk pada hari ke dua, pada daun sirih dan daun durian mulai terbentuk pada hari ke tiga setelah inokulasi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh mempunyai virulensi yang cukup tinggi pada daun lada, sirih dan durian. Menurut Silvar et al. (2006), P. capsici dari isolat cabai dan lada mempunyai beberapa variasi virulensi dan menurut Noveriza (1997), isolat P. capsici mempunyai patogenisitas yang berbeda dan isolat tipe perjodohan A1 lebih tinggi patogenisitasnya dibandingkan isolat tipe perjodohan A2. Kemampuan P. capsici asal lada menginfeksi daun durian menunjukkan bahwa patogen tersebut mempunyai kisaran inang yang luas. Sebaliknya isolat P. palmivora asal durian juga dilaporkan mampu menginfeksi daun lada dan karet (Pongpisutta & Sangchote, 2004).

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan P. capsici asal lada dari Sulawesi Tenggara mempunyai variasi dalam pola koloni, bentuk sporangium, dan ukuran sporangium, dan mempunyai virulensi yang tinggi terhadap lada, sirih dan durian. Pola koloni yang terbentuk yaitu mawar (rossaceous), bintang (stelate), dan kapas (cotton). Bentuk sporangium terdiri dari ovoid, obpyriform, globose, ellipsoid, dan distorted. Panjang sporangium berkisar antara 14,8-46,2 µm dan lebar antara 12,9-34,6 µm serta rasio panjan-lebar 1,1-2,3.

Perlu penelitian karakteristik lebih lanjut dari P. capsici isolat Sulawesi Tenggara berdasarkan karakteristik molekuler dan dibandingkan dengan P. palmivora asal kakao.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional atas bantuan dana dari penelitian ini melalui Penelitian Hibah Disertasi Doktor Tahun Anggaran 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Appiah AA, Bridge PD, Flood J, Archer SA. 1999. Variability, pathogenicity and resistance to Phytophthora species causing black pod disease of cocoa. Proceedings of the 5 International Conference on Plant Protection in the Tropics, 15-18 March 1999, Kuala Lumpur Malaysia. p.301-306.

Ditjenbun, 2009. Statistik Perkebunan Tahun 2006-2008. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Ditlimbun, 2006. Grafik Luas Serangan OPT

Tanaman Lada Triwulan 1 Tahun 2005.http://database.deptan.go.id/ditlinbu

n/WebPages/InfoPerlinbun/opt2005/ grafik_serangan_opt_lada_tw12005.htm.

Diakses tanggal 3 Februari 2009.

Erwin, D.C. & O.K. Ribeiro, 1996.

Phytophthora Disease Worldwide. APS.

St Paul Minnesota.

Kasim R. & Prayitno S., 1979. Pengujian Patogenitas Beberapa Macam Cendawan pada Tanaman Lada. Pembr. L.P.T.I. 34: 57-61.

Kasim R. & Prayitno, 1980. Penelitian Isolat Phytophthora Lada asal Lampung dan Bangka. Pembr. L.P.T.I. 37: 73-80.

Lee, B.S & K.Y. Lum, 2004. Phytophthora Diseases in Malaysia. In: Drenth A and Guest D.I (Eds). Diversity and Managements of Phytophthora in Southeast Asia. Australian Centre for Internastional Agricultural Research. Canberra. 60-69.

Manohara, D., K. Mulya, A. Purwantara, & D. Wahyuno, 2004. Phytophthora capsici on Black Pepper in Indonesia. In: Drenth A and Guest D.I (Ed.. Diversity and Managements of Phytophthora in Southeast Asia. Australian Centre for Internastional Agricultural Research. Canberra. 132-135.

Motulo, H.FJ, Meyti S. Sinaga, Alex Hartana, Gede Suastika, & Hajrial A., 2007. Karakter Morfologi dan Molekuler Isolat

Phytophthora palmivora Asal Kelapa dan

Kakao. Litri. 13(3): 111-118.

Noveriza R., 1997. Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan Sepuluh Isolat

Phytophthora capsici dan Uji

Patogenitasnya. Pros. Kongs. Nasional XIV PFI. Yogyakarta. 311-317.

Pongpisutta R. & Sangchote S., 2004. Morphological and Host Range Variability in Phytophthora palmivora from Durian in Thailand. In: Drenth A and Guest D.I (Eds). Diversity and Managements of Phytophthora in Southeast Asia. Australian Centre for Internastional Agricultural Research. Canberra. 53-58.

(8)

Sahara, D. & Sahardi, 2005. Efisiensi Faktor Produksi Lada pada Pola Usahatani Integrasi dan Pola Tradisional di Sulawesi Tenggara. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 8(2):242-249.

Silvar C., Merino F, & Diaz Z., 2006. Diversity of Phytophthora capsici in North Spain: Analysis of Virulence, Metalaxyl Response and Molecular Characterization. Plant Disease. 90: 1135-1142.

Tsao, P.H., R. Kasim, and I. Mustika. 1985. Morphology and identity of black pepper

Phytophthora isolates in Indonesia. FAO

Plant Protection Bulletin 33:61-66.

Wahyuno D. & D. Manohara, 1995. Pembentukan Oospora Phytophthora capsici pada Jaringan Lada. Hayati. 2(1):

46-48.

Wahyuno D., D. Manohara, & D. N. Susilowati, 2007. Variasi Morfologi dan Virulensi

Phytophthora capsici Asal Lada. Plasma

Gambar

Gambar 1. Tipe koloni P. capsici asal lada di Sulawesi Tenggara Isolat P. capsici asal Sulawesi Tenggara
Gambar 2.  Bentuk sporangium  yang ditemukan  yaitu  ovoid,  obpyriform,  globose,  ellipsoid  dan  distorted
Gambar  2C,D.  Bentuk  sporangium  dan  sporangiofor  Phytophthora  capsici. C.  Isolat  KW-2  (1.ovoid, 2

Referensi

Dokumen terkait

Ketika dorongan tersebut muncul, informan biasanya mulai melakukan gerakan-gerakan yang bisa menimbulkan rangsangan terhadap lawan jenisnya (istri). Seperti, mencium,

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan budidaya papaya adalah tindakan untuk mengembangkan atau memperbanyak hasil panen buah papaya varietas california (IPB-9) mulai

Dokumen ini merupakan pedoman bagi pemrakarsa dan instansi/lembaga yang terkait dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan serta sebagai pedoman

Analysis of data used qualitative analysis techniques of Miles and Huberman models.The results of the study revealed that the evaluation of component context of schools

Tässä tutkimuksessa koulun sosiaalityötä ja kuraattorien asiantuntijuutta tarkastellaan lisäksi systeemiteoreettisesta näkökulmasta, jossa kaikki vaikuttaa kaikkeen

Selain itu, diharapkan Kepala Sekolah dapat membantu siswa mengembangkan potensinya secara prima, salah satu persoalan penting yang harus dipikirkan adalah

Penelitian dan pengembangan tentang pengembangan media pembelajaran berbasis flash tema tempat tinggalku subtema keunikkan daerah tempat tinggalku pembelajaran 5. Tujuan

yang diprogram untuk mengatur pengamanan pintu, sehingga user membutuhkan passkey untuk dapat membuka pintu [4]. Penelitian [5] bertujuan membuat rancang bangun purwarupa berbasis