• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus AML

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus AML"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK USIA SEKOLAH

DENGAN LEUKEMIA ACUTE

DI RUANG ANAK RSUD DR. SOETOMO

SURABAYA

DI SUSUN

OLEH :

SUBHAN

NIM 010030170 B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN

SURABAYA

2002

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA AKUT

DEFINISI LEUKEMIA AKUT

Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran ke organ-organ lain. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

ETIOLOGI

Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :

1. Genetik a. keturunan

a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom

Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy

sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985;

Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

a.2. Saudara kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).

b. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson, 1991).

2. Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.

Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada

(3)

sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah

Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan a. Bahan Kimia

Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)

Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

b. Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,

fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum

tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998). 4. Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

5. Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut

Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk

diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

(4)

PATOGENESA LEUKEMIA AKUT

Blastosit abnormal gagal berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalam fungsi sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut. (Cawson, 1982).

KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT

Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous

Leukemia (AML).

ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni : - L1

Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak.

- L2

Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.

- L3

Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.

AML terbagi menjadi 8 tipe :

(5)

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal.

- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan

Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula

dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.

- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30– 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.

- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya

Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan

granula-granula abnormal ini .

- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )

Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.

Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien– pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.

- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

(6)

promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

- M6 ( Erythroleukemia )

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.

- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )

Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 ).

MANIFESTASI KLINIS LEUKEMIA AKUT Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :

- Anemia : pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

- Leukopenia (karena penurunan fungsi) : infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan gejala panas badan (Demam) dan penurunan keadaan umum.

- Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat- tempat lain. Akibat infiltrasi ke organ lain :

- Nyeri tulang.

- Pembesaran kelenjar getah bening. - Hepatomegali dan splenomegali

(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like

syndrome ) yang merupakan manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang

sampai koma (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS MEDIS LEUKEMIA AKUT

Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada

(7)

anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus.

Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal.

Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah.

Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita Jr, 1993). Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi (Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).

Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993).

Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).

Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu dijumpai blastosit abnormal. Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal, sistem hemopoitik normal terdesak.

(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).

Diagnosis Medis

 Bila ditemukan kumpulan gejala : anemia, perdarahan, pembesaran kelenjar getah bening dan hepatosplenomegali, pemeriksaan darah tepi.

 Bila dari pemeriksaan darah tepi ada kecurigaan akan leukemia, periksalah sumsum tulang.

KELAINAN RONGGA MULUT YANG BERHUBUNGAN DENGAN LEUKEMIA AKUT

Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan – kelainan yang timbul pada rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :

PEMBENGKAKAN GUSI

Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi. Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut (Nugroho, 1991; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami infiltrasi sel leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa

(8)

sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995). Gejala ini ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia (Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan mielomonositik akut (Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis kronis derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis (Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).

PERDARAHAN

Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut yang disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit (Widmann, 1995). Trombosit merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit. Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit yang menutup robekan pembuluh darah. Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995). Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat. aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli. Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan pembuluh darah kapiler ruptur (Wiernik, 1985). Kebersihan rongga mulut yang buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi penyebab lain dari perdarahan rongga mulut (Wezler, 1991; Nugroho 1998). Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan berakibat mudah terjadi perdarahan . ULSERASI

Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).

Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz , 1995,

(9)

Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto, 1986).

LIMFADENOPATI

limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus. Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang, terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik mempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta mendesak sel-sel normal. Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang . Pembesaran ini mampu mencapai ukuran sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992) .

INFEKSI

Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995). Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di sekelilingnya. Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi

(10)

jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan keradangan pada pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesi hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa

angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993). Infeksi bakteri

gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida, 1987)

PENATALAKSANAN MEDIS Perbaiki keadaan umum :

- Anemia : transfusi sel darah merak padat (PRC) 10 ml/kg BB/dosis, hingga Hb 12 g/dl.

- Perdarahan hebat : transfusi darah sesuai jumlah yang hilang, bila perlu dapat diberi transfusi trombosit (biasanya diperlukan bila jumlah trombosit < 10.000/mm3).

- Infeksi sekunder : bila dapat lakukan biakan kuman (dari bisul, air kemih, darah, cairan serebro spinal) dan segera mulai dengan antibiotika spektrum luas/dosis tinggi, sesuai dengan dugaan kuman penyebab.

- Status gizi perlu diperhatikan/diperbaiki. Pengobatan sfesifik :

- Protokol untuk LLA :  Fase Induksi remisi.

Berikan kombinasi 1 + 2 + 3a atau 1 + 2 + 3b.

1. Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu I. V. selama 6 minggu.

2. Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi tiga dosis, setiap hari selama 6 minggu.

3. a. Daunomisin 45 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau Adriablastin 40 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau 3. b. Asparaginase (protokol khusus).

 Fase pencegahan penyebaran ke sistem syaraf pusat.

Metotreksat intratekal 10 mg/M2/dosis, 1 kali seminggu, selama 5 minggu.

(11)

 Fase pemeliharaan Berikan kombinasi

1. 6 merkaptopurin 75 mg/M2/dosis per oral 1 kali sehari.

2. Metotreksat 20 mg/M2/minggu per oral, dibagi 2 dosis (Senin + Kamis). Pengobatan diteruskan hingga 2 – 3 tahin.

- Protokol untuk LMA :

Untuk jenis LMA, protokol yang dipakai bervariasi, terdiri dari bermacam-macam kombinasi obat, seperti :

 Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin.

 Prednison + vinkristin + metotreksat + merkaptopurin.

KOMPLIKASI

Penyulit yang paling sering didapatkan adalah :  Perdarahan.

 Sepsis.

PROGNOSIS

(12)

PENGKAJIAN

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang tuanya.

b. Faktor Hormonal ; banyak hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang paling berperan adalah Growth Hormon (GH).

c. Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.

d. Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan psikososial.

Teori kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud meliputi tahap a. Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b. Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c. Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun d. Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun e. Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson. a. Bayi (oral) usia 0 - 1 Tahun

b. Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun c. Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun d. Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun e. Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih f. Remaja akhir dan dewasa muda g. Dewasa

h. Dewasa akhir

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak a. Faktor keturunan (genetik)

Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-lain tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak kromosom, yang dimiliki oleh setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma maupun ovum masing masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan sperma

(13)

bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang kemudian akan terus smembelah untuk memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk janin, bayi. Setiap kromosom mengandung gen yang mempunyai sifat diturunkan pada anak dari keluarga yang memiliki abnormalitas tersebut. b. Faktor Hormonal

Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise dari pusat tulang panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme terjadi gejala-gejala anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal sebaliknya terjadi pada hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan linear serta gigantisme bila terjadi sebelum pubertas. Hormon lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.

c. Faktor Gizi.

Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang baik.

d. Faktor Lingkungan

− Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara segar, sanitas, polusi, iklim dan teknologi

− Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan dan tumbuhan. Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan.

− Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang keluarga, hubungan keluarga.

(14)

− Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan sosial keluarga.

− Faktor politik serta keamanan dan pertahanan; keadaan politik dan keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang seorang anak.

Teori Kepribadian anak Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud

Kepribadian ialah hasil perpaduan antara pengaruh lingkungan dan bawaan, kualitas total prilaku individu yang tampak dalam menyesuaikan diri secara unit dengan lingkungannya.

Tiori kpribadian yang dikemukakan oleh ahli psikoanlisa Sigmund freud (1856 - 1939). Meliputi tahap-tahap

a. Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun

b. Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun

c. Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun d. Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun e. Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun

2. Tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson.

Erikson mengemukakan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan manusia mengalami 8 fase yang saling terkait dan berkesinambungan

TUGAS PERKEMBANAGAN BILA TUGAS

PERMKEMBANGAN TIDAK TERCAPAI Bayi (0 - 1 tahun)

− Rasa percaya mencapai harapan,

− Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah kecil

− Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda dari diri sendiri.

− Tidak percaya

Usia bermain (1 - 3 Tahun)

− Perasaan otonomi.

− Mencapai keinginan

− Memulai kekuatan baru

− Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan

− Malu dan ragu-ragu

Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun)

− Perasaan inisiatif mencapai tujuan

− Rasa bersalah.

(15)

− Menyatakan diri sendiri dan lingkungan

− Membedakan jenis kelamin. Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun)

− Perasaan berprestasi

− Dapat menerima dan melaksanakan tugas dari orang tua dan guru

Rasa rendah diri

Remaja ( 12 tahun lebih)

− Rasa identitas

− Mencapai kesetiaan yang menuju pada pemahaman heteroseksual.

− Memilih pekerjaan

− Mencapai keutuhan kepribadian

Difusi identitas

Remaja akhir dan dewasa muda

− Rasa keintiman dan solidaritas

− Memperoleh cinta.

− Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.

− Belajar menjadi kreatif dan produktif.

− Isolasi

Dewasa

− Perasaan keturunan

− Memperoleh perhatian.

− Belajar keterampilan efektif dalam berkomunikasi dan merawat anak

− Menggantungkan minat aktifitas pada keturunan

− Absorpsi diri dan stagnasi

Dewasa akhir

− Perasaan integritas

− Mencapai kebijaksanaan

− keputusasaan

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL DAN RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :

• Tidak adekuatnya pertahanan sekunder

• Gangguan kematangan sel darah putih

• Peningkatan jumlah limfosit imatur

• Imunosupresi

(16)

Hasil yang Diharapkan : Infeksi tidak terjadi, Rencana tindakan :

1. Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi. Rasional : Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi.

2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi. 3. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan

pengobatan chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi.

Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.

4. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.

Rasional : Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/ pneumonia.

5. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.

Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.

6. Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap

Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapi.

7. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik

Rasional : Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.

8. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.

Rasional : Aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah trombosit lanjut.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan :

• Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan

• Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.

Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.

Rencana Tindakan :

(17)

1. Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.

Rasional : Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal.

2. Timbang BB tiap minggu.

Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal. Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk / obstruksi ginjal.

3. Awasi Tekanan Darah dan frekuensi jantung.

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi).

4. Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.

Rasional : Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.

5. Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.

Rasional : Indikator langsung status cairan / dehidrasi.

6. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.

Rasional : Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.

7. Berikan diet halus.

Rasional : Dapat membantu menurunkan iritasi gusi. 8. Berikan cairan IV sesuai indikasi.

Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.

9. Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan.

Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.

(18)

3. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :

• Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan sel leukaemia.

• Agen kimia ; pengobatan antileukemia. Rencana Tindakan ;

1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah.

Rasional : Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan ketidakefektifan intervensi.

2. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress. Rasional : Meingkatkan istirahat.

3. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal.

Rasional : Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi.

4. Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut. Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi. 5. Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres.

Rasional : Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat. 6. Berikan obat sesuai indikasi.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas

Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Matondang, Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2, PT. Sagung Seto. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Rendle John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6. Binapura Aksara. Jakarta. Santosa NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Depkes RI. Jakarta. Santosa NI. (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarg. Depkes RI. Jakarta. Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.

Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sumijati M.E, dkk, (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. PERKANI. Surabaya.

Wahidiyat Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Info Medika, Jakarta. (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.

(20)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK N DENGAN ACUTE MYELOGENOUS LEUKEMIA

DI RUANG ANAK RS DR. SOETOMO

I. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS KLIEN

Nama Lengkap Anak : An. Hendra Irawan Nama Panggilan : Hendra

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir: Magetan, 6 Juli 1993

Umur : 7 tahun

Anak ke : I (Pertama) Nama Ayah : Tn Parman Nama Ibu : Ny. Rimayani Pendidikan Ayah : SD

Pendidikan Ibu : SD Pekerjaan Ayah : Swasta Pekerjaan Ibu : Swasta

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat Rumah : Dusun Jompong Desa Kedung Panji RT 10 RW 05 Kecamatan Lembayan Kabupaten Magetan

Taggal MRS : 12 Juli 2002

Diagnosa Medis : Acute Myelogenous Leukemia Sumber Informasi : Orang tua klien

Pengkajian tanggal : 15 Juli 2002.

2. RIWAYAT KEPERAWATAN / DATA MEDIK Riwayat Keperawatan Sekarang

Keluhan Utama

Pucat sejak 5 hari sebelum Masuk Rumah Sakit. Panas badan naik turun mulai 4 minggu sebelum masuk RS.

Klien datang atas rujukan Puskesmas Lembayan ke bagian hematologi RSUD DR Soetomo dan didiagnosa ALL.

(21)

Riwayat Keperawatan Sebelumnya : Riwayat Kelahiran Anak:

Prenatal : (-). Natal :

Lahir cukup bulan ( 9 bulan ) dengan bantuan vakum ekstratum oleh dokter karena ketuban pecah dini 1 jam dan ibu kehabisan tenaga untuk meneran. Anak lahir langsung menangis kuat dan spontan, dengan BBL 3400 gram.

Post-Natal : (-). Tumbuh Kembang:

Tahap tumbuh kembang anak usia sekolah : 6 – 12 tahun Tahap pertumbuhan

Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya adalah :

Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x 7

Klien seorang anak perempuan berumur 10 tahun dengan berat badan 25 Kg. Menurut keluarga, klien adalah anak yang cukup rajin, prestasi di sekolah cukup baik, klien memiliki banyak teman, baik disekolah maupun dirumah. Ketika klien diajak bicara oleh tim kesehatan, baik perawat maupun dokter serta tenaga kesehatan lainnya, klien mau menjawab dan tampak tidak merasa takut. Ketika akan dilakukan suatu tindakan pertama klien merasa takut tetapi kemudian setelah diberikan penjelasan klien mau dilakukan tindakan, walaupun rasa takut masih tampak.

Tahap perkembangan

Menurut Teori Psikososial Erik Erikson :

Anak usia 6 – 12 tahun termasuk tahap : Industry Versus Inferioritas (Rendah diri).

Berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (membuat sesuatu sampai selesai). Anak memperoleh kesenangan dari penyelesaian tugasnya atau pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk usahanya.

Jika anak tidak mendapat penerimaan dari teman sebayanya atau tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, akan merasa rendah diri, kurang menghargai dirinya untuk dapat berkembang.

Umur (tahun) x 7 - 5 2

(22)

Jadi fokus pada anak sekolah adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian dari keluarganya, guru dan temas sebaya. Perkembangan adalah pengertian dari persaingan/kompetisi dan kerajinannya.

Menurut Teori Perkembangan Intelektual oleh Piaget : Termasuk tahap : Konkrit Operasional.

(1) Anak mempunyai pemikiran logis terarah, dapat mengelompokkan fakta-fakta, berfikir abstrak.

(2) Anak mulai dapat mengatasi masalah secara nyata dan sistematis. Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud :

Termasuk fase : Laten (5 – 12 tahun).

(1) Anak masuk ke permulaan fase pubertas.

(2) Anak masuk pada periode integrasi, dimana anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, contoh : hubungan kelompok, pelajaran sekolah, dll. (3) Fase tenang.

(4) Dorongan libido mereda sementara. (5) Zona erotik berkurang.

(6) Mulai tertarik dengan kelompok sebaya (peer group).

Pertumbuhan anak seperti layaknya anak lain normal, tidak ada kelainan dan tidak suka sakit-sakitan.

Imunisasi : Sudah lengkap sampai dengan usia 9 bulan yaitu campak.

Status Gizi :Selama bayi selama satu tahun anak mendapat ASI dan setelah ASI diganti dengan PASI Lactogen sampai usia 2 tahun dan diganti dengan makan nasi. Ibu klien mengatakan bahwa klien sangat sulit makannya, serta minum susu juga sangat sulit, kadang-kadang klien mau minum susu hanya susu coklat dan tidak setiap hari. Ibu klien mengatakan bahwa sudah membeikan vitamin untuk nafsu makan tetapi tetap makannya sangat sulit. Kadang-kadang tidak mau makan. Kalau sudah tidak mau makan ibu klien tidak pernah memaksakan untuk makan. Ibu klien mengatakan bahwa sudah berusaha menawarhan makanan yang disukai. Sejak MRS klien sulit makan, klien mengeluh mual dan merasa ingin muntah.

Lainnya :Sebelumnya anak pernah MRS di RS Madiun dengan penyakit yang sama pada bulan Maret tahun 2002.

(23)

Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan

Anak didiagnosa AML dan MRS di RSUD DR. Soetomo. Sebelumnya anak sering sakit-sakitan, flu, panas, diare.

Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit anak besekolah di salah satu SD Negeri kelas I. Aktivitas harian anak sepulang sekolah mengaji dan bemain. Saat ini anak cenderung pendiam, bermain bila ada adiknya saja, waktu luang lebih banyak nonton TV. Untuk pemenuhan kebutuhan harian dibantu sebagian oleh orang tua.

Tidur dan Istirahat.

Keadaan sebelum sakit anak biasa tidur siangselama kurang lebih2 jam dan malam hari tidur jam 9 sampai jam 5.30.

Keadaan anak saat ini : anak bila akan tidur harus ditemani oleh ibunya, malam hari mulai tidur jam 20 dan bangun pagi pukul 5.30

Ekspresi wajah tidak mengantuk, palpebrae inferior tidak berwarna gelap. Persepsi Kognitif.

Menurut ibu anak tahu bahwa ia mengidap sakit Leukemia. Tetapi, ibu tidak menjelaskan apa itu penyakit leukemia karena masih terlalu kecil.

Peran dan Hubungan dengan Sesama.

Anak H merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Saat ini ibunya sedang mengndung anak ketiga. Anak H mengharapkan adiknya itu adalah perempuan, karena bisa diajak bermain.

Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap stress

Menurut ibu, semenjak anak H didiagnosa AML, anak menjadi sensitif, mudah marah dan cepat menangis. Bila ada yag tidak disenagai atau masalah anak biasanya cerita kepada ayahnya.

Sistem Nilai Kepercayaan

Keluarga adalah keluarga Islam yang taat beragama. Ibu memakai jilbab. Setiap kali orang tua sholat, anak ikut-ikutan sholat walaupun belum tahu doa-doanya.

(24)

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK (PENGKAJIAN BODY SYSTEM) 1. Sistem Respirasi :

Pergerakan napas simetris, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, pd saat pengkajian tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas tambahan tidak terdengar.

2. Sistem Cardiovaskuler :

TD : 100/60, Nadi : 106x/menit, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda cyanosis, capiler refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-tanda petikhie spontan tidak terlihat. Perfusi pembuluh perifer Baik kurang dari 3 detik.

3. Sistem Neurosensori :

Tidak ada kelainan. Kesadaran : Compos Mentis. 4. Sistem Genitourinary :

BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu untuk diukur. 5. Sistem Gastrointestinal :

Sebelum sakit anak biasanya makan satu hari 2-3 kali, tergantung keinginan anak, tidak ada keluhan mual, muntah, ataupun alergi makanan. Makanan kesukaan anak adalah bakso.

Saat ini selama dirawat anak rutin makan 3 kali sehari, tetapi kadang anak tidak mau makanan dari RS, karena tidak berselera, orang tua menggantikan dengan makanan dari rumah atau beli di luar. Anak mendapat diet 1800 kalori dengan makan iga kali dan susu dari RS sebanyak 3 kali.

BB : 17 kg Rongga mulut bersih

Gusi : Tidak terjadi perdarahan Tidak terjadi pembesaran KGB

Gigi Geligi : Lengkap, geraham belakang belum tumbuh, missing tidak ada, gigi seri karies

Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak icterus. Abdomen

Inspeksi : Bentuk terlihat agak membesar, terdapat bayangan vena, Auskultasi : Peristaltik usus 8 kali/ menit

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada Hepar : Teraba membesar 4 x 3 x 1,5 Lien : tidak teraba

(25)

Perlusi : tanda asites tidak ada.

BAB tidak ada kelainan, tidak terjadi diare, malam hari frekuensi berkemih 2-3 kali. Peristaltik usus 8 kali/menit. Palpasi supra pubika : kosong, Nyeri ketuk ginjal negatif.

6. Sistem muskuloskeletal :

Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.

7. Sistem Integumen :.

S : 372 C0turgor baik, tidak ada luka, tidak terdapat perdarahan spontan pada kulit. 8. Sistem Endokrin :

Tidak ada kelainan.

DIAGNOSTIC TEST / PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah lengkap tanggal : 12 Juli 2002

- Hb : 4,6 mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl). - Leukosit : 6.000 (4000 – 11.00). - Trombosit : 23.000. - Hitung jenis : Eo (-) Baso (-) Batang (3) Seg (54) Limfo (43) Mono (-) - Hapusan : Anisositosis : ⊕ Poikilositosis : (-) Polikromasi : (-) Hipokromia : ⊕ / (-)

(26)

- Hasil Sumsum tulang : Hiperseluler

Aktifitas sistem eritropoetik terdesak Aktifitas sistem granulopoetik terdesak Megakaryosit tidak ada

Sumsum tulang didominasi mononucleus dengan inti menepi Cytoplasma tebal kebiruan didapati adanya bourrod

Kesan Acute Myelogenous Leukemia. PROGRAM TERAPI Vinkristin : 1,6 mg IV bolus GMP 1 X 62,5 mg (PO). MTX : 12 mg (PO). Oradexon 8 mg. Prednison 5 – 5 – 5 – 5.

Vitamin B Komplek dan C 3 x 1 tablet. Vitamin E 1 x 1 tablet.

Diet TKTP 1500 Kcal + 40 gr protein 3 x / hari. Susu 2 x / hari

(27)

ANALISA & INTERPRETASI DATA

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

DS : -DO : Laboratorium tgl 12 Juli 2002 Hb : 4,6 mg/dl Leukosit : 6.000. Trombosit : 23.000. Hitung jenis : Eo (-) Baso (-) Batang (3) Seg (54) Limfo (43) Mono (-) Penurunan (tidak adekuatnya) pertahanan tubuh sekunder

Resiko tinggi terhadap infeksi DS : DO : Minum hanya + 1000 cc/24 jam. Jumlah urine+ 1000 cc/24 jam.

Warna urine kuning pekat.

Hipermetabolik dan kurangnya intake. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh DS :

Anak mengatakan merasa nyeri DO : Agen kimia ; pengobatan antileukemia. Nyeri ( akut ) DS :

Ibu mengatakan anaknya takut bila akan diberi obat intra thekal.

DO : Anak menangis pd saat akan diberi obat IT Anak menolak diberi obat Anak minta ditemani ibu.

Tindakan pengobatan Ketakutan

DS : DO : Jadwal pemberian Chemoterapi Vinkristin : 1,6 mg IV bolus GMP 1 X 62,5 mg (PO). MTX : 12 mg (PO) Pengobatan chemoterapy Resiko injury

(28)

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan (tidak adekuatnya) pertahanan tubuh sekunder

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Hipermetabolik dan kurangnya intake.

3. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan Agen kimia ; pengobatan antileukemia. 4. Ketakutan berhubungan dengan prosedur tindakan chemoterapi / pengobatan. 5. Resiko tinggi terjadi injuri berhubungan dengan proses tindakan Chemoterapi.

(29)

II. INTERVENSI & RASIONAL KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN

KRITERIA HASIL

INTERVENSI RASIONAL

6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan (tidak adekuatnya) pertahanan tubuh sekunder.

Tujuan :

Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil :

Tanda2 vital dlm batas normal Tidak terjadi leukosistosis

1. Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas.

3. Awasi suhu tubuh. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi.

4. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk. 5. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut

secara periodic. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.

6. Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap.

7. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik. 8. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin

1. Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi.

2. Mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi.

3. Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.

4. Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/ pneumonia.

5. Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.

6. Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapi.

7. Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.

8. Aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah trombosit lanjut.

(30)

7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Hipermetabolik dan kurangnya intake.

Tujuan :

Volume cairan tubuh adekuat.

Klien menunjukkan keseimbangan cairan.

Kriteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi: Vital sign normal.

Mukosa normal. Turgor kulit bagus. Capilarry refill normal.

Jumlah urine output normal /urine seimbang dengan asupan.

Suara tidak parau.

1. Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.

2. Timbang BB tiap minggu.

3. Awasi TD dan frekuensi jantung.

4. Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.

5. Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.

6. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.

7. Berikan diet halus.

8. Berikan cairan IV sesuai indikasi.

9. Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan.

1. Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal. 2. Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai

fungsi ginjal. Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk / obstruksi ginjal.

3. Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi).

4. Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.

5. Indikator langsung status cairan / dehidrasi.

6. Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.

7. Dapat membantu menurunkan iritasi gusi.

8. Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.

9. Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.

(31)

8. Nyeri (akut) berhubungan dengan Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah.

2. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress.

3. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal.

4. Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.

5. Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres.

6. Berikan obat sesuai indikasi.

1. Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan ketidakefektifan intervensi.

2. Meingkatkan istirahat.

3. Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi. 4. Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi

sendi.

5. Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.

4. Ketakutan berhubungan dengan prosedur tindakan chemoterapi / pengobatan.

Tujuan :

Ketakutan anak berkurang : Kriteria hasil :

Anak mau dilakukan tindakan.

Anak melaporkan secara verbal kesiapan dalam tindakan.

1. Persiapkan anak untuk dilakukan prosedur, jelaskan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman.

2. Kenali ketakutan yang muncul yang berhubungan dengan prosedur tindkan.

3. Libatkan orang tua dalam pelaksanaan prosedur. 4. Jelaskan pada anak bagian mana yang akan dilakukan

prosedur, dan kemungkinan anak melihat, merasakan atau mendengarkan selama proedur dilakukan.

5. Perkenalkan alat-alat yang akan digunakan, ijinkan anak untuk memegang alat yang akan digunakan. 6. Jawab setiap pertanyaan yang mungkin detanyakan

anak dan jelaskan tujuan tindakan.

1. Mengurangi ketakutan dari tindakan yang tidak diketahui dan kemungkinan kerjasama anak selama prosedur.

2. Memastikan intervensi yang tepat. 3. Support sistem yang efektif bg anak. 4. Meningkatkan kontrol rasa pada anak.

5. Memungkinkan kerjasama anak dan meningkakan coping.

6. Pengetahuan akan prosedur tindakan akan mengurangi ketakutan pada anak.

5. Resiko tinggi terjadi injuri berhubungan dengan proses tindakan Chemoterapi.

Tujuan :

1. Berikan obat-obatan chemoterapi sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.

2. Observasi tanda-tanda infiltrasi pada tempat penusukan IV : nyeri, kemerahan dan rasa panas. 3. Segera hentikan jika ditemui adanya tanda-tanda

1. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. 2. Sebagai pengobatan atas terjadinya infiltrasi. 3. Mencegah terjadinya anaphylactic

(32)

Resiko / komplikasi chemoterapi tidak terjadi.

infiltrasi.

4. Berikan perawatan daerah yang terjadi infiltrasi sesuai kebijakan RS.

5. Kaji riwayat alergi yang diketahui.

6. Hentikan infus atau obat dan bila dengan normal saline jika terjadi reaksi.

7. Persipkan perlengkapan emergency (khususnya monitor tekanan darah, dan resusitasi manual : bag and mask) dan obat-obatan emergency (khususnya O2, epineprine, aminophiline, cortikosteroid dan vasopresor).

shock.Pencegahan / persiapan jika terjadi komplikasi.

(33)

III. IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)

1. Menempatkan anak pada ruang khusus. 2. Membatasi pengunjung sesuai indikasi.

3. Memberikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas.

4. Mengawasi suhu tubuh. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi. 5. Mengobservasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi.

6. Mengdorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk. 7. Menginspeksi membran mukosa mulut.

8. Membersihkan mulut secara periodic.

9. Menggunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.

10. Mengawasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap. 11. Memberikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik.

12. Menghindari antipiretik yang mengandung aspirin

S :

O : Infeksi tidak terjadi :

Tanda2 vital dlm batas normal. Tidak terjadi leukosistosis A : Tujuan tercapai sebagian. P : Intervensi dilanjutkan.

1. Mengawasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.

2. Menimbang BB tiap minggu.

3. Mengawasi Tekanan Darah dan frekuensi jantung.

4. Menginspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.

5. Mengevaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.

6. Mengemplementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.

7. Memberikan diet halus.

8. Memberikan cairan IV sesuai indikasi.

9. Memberikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan.

S :

O : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : Vital sign normal.

Mukosa mulut basah normal. Turgor kulit bagus.

Capilarry refill normal.

Jumlah urine output normal / urine seimbang dengan asupan.

Suara tidak parau.

A : Tujuan tercapai sebagian. P : Intervensi dilanjutkan.

(34)

1. Mengawasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah. 2. Memberikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress.

3. Menempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal. 4. Merubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.

5. Memberikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres. 6. Memberikan obat sesuai indikasi.

S :

O : Anak mengatakan bahwa rasa nyeri mulai berkurang.

A : Tujuan tercapai. P : Intervensi dihentikan. 1. Mempersiapkan anak untuk dilakukan prosedur, jelaskan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan

usia dantingkat pemahaman.

2. Mengenali ketakutan yang muncul yang berhubungan dengan prosedur tindkan. 3. Meliibatkan orang tua dalam pelaksanaan prosedur.

4. Menjelaskan pada anak bagian mana yang akan dilakukan prosedur, dan kemungkinan anak melihat, merasakan atau mendengarkan selama proedur dilakukan.

5. Memperkenalkan alat-alat yang akan digunakan, ijinkan anak untuk memegang alat yang akan digunakan.

6. Menjawab setiap pertanyaan yang mungkin ditanyakan anak dan jelaskan tujuan tindakan.

S :

O : Ketakutan anak berkurang : Anak mau dilakukan tindakan.

Anak melaporkan secara verbal kesiapan dalam tindakan.

A : Tujuan tercapai. P : Intervensi dihentikan. 1. Memberikan obat-obatan chemoterapi sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.

2. Mengobservasi tanda-tanda infiltrasi pada tempat penusukan IV : nyeri, kemerahan dan rasa panas. 3. Memberikan perawatan daerah yang terjadi infiltrasi sesuai kebijakan RS.

4. Mengkaji riwayat alergi yang diketahui.

5. Mempersipkan perlengkapan emergency (khususnya monitor tekanan darah, dan resusitasi manual : bag and mask) dan obat-obatan emergency (khususnya O2, epineprine, aminophiline, cortikosteroid dan vasopresor).

S :

O : Resiko / komplikasi chemoterapi tidak terjadi.

A : Tujuan tercapai. P : Intervensi dihentikan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari uji rata-rata dua kelompok berpasangan didapatkan P = 0,044 ( P &lt; 0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai Nilai Kapasitas

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian ini sebagai objek adalah bank campuran dan bank asing, sedangkan penelitian Abustan

Hal ini ditunjukan pada temperatur 1200°C, dengan reduktor arang kayu dan waktu reduksi 2 jam menghasilkan sponge iron dengan persen metalisasi sebesar 97,43% lebih tinggi dibanding

mereka dapat hidup dalam kondisi yang kering sama sekali, yang tidak.. mereka dapat hidup dalam kondisi yang kering sama sekali, yang

Tatalaksana pada intoksikasi ben#odia#epin adalah air$ay support &amp;bila ter!adi depresi napas', supporti%e care dan monitoring !ika obat diminum kurang dari + !am dapat

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemic di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu diDataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi

Jika hasil kali ketiga bilangan tersebut adalah 216, suku pertama dan suku ketiga barisan tersebut berturut-turut adalah.. E-book ini hanya untuk