• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Penelitian

1.1.1. Urbanisasi dan Pemanfaatan Lahan Marjinal

Masalah utama perkotaan yang dihadapi kota di seluruh dunia adalah pertumbuhan (kelahiran) dan pertambahan (urbanisasi) yang tidak terkendali. Tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar dari waktu. Jumlah penduduk Indonesia sendiri mengalami peningkatan yang cukup signifikan seperti tercantum pada hasil sensus penduduk tahun 1980 sebanyak 147.490.298 jiwa kemudian berkembang menjadi 237.641.326 jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2010). Hal tersebut tentunya disertai dengan meningkatnya jumlah kebutuhan akan tempat tinggal yang layak. Apabila menilik beberapa fakta tentang kesenjangan atau backlog penyedian perumahan di atas tentu saja jumlah dari

backlog ini akan semakin meningkat apabila jumlah pemenuhan kebutuhan perumahan tetap

dan jumlah permintaan terus meningkat.

Jumlah penduduk perkotaan saat ini sudah mencapai 50% dari total penduduk Indonesia. Pesatnya perkembangan penduduk perkotaan tersebut, yang umumnya berasal dari urbanisasi tidak selalu dapat diimbangi oleh kemampuan pelayanan kota sehingga telah berakibat pada semakin meluasnya perumahan dan permukinan kumuh. Kondisi ini dapat ditunjukkan melalui fakta bahwa luas perumahan dan permukiman kumuh pada tahun 2004 yang tadinya sebesar 54.000 ha telah berkembang menjadi sebesar 59.000 ha pada tahun 2009. Bahkan diperkirakan apabila tidak dilakukan penanganan maka luas perumahan dan permukiman kumuh akan tumbuh menjadi 71.860 ha pada tahun 2025 dengan pertumbuhan 1,37% per tahun. (PLP2K-BK, 2010)

Permukiman kumuh yang berkembang selama ini telah menjadi solusi cepat di dalam memperoleh tempat tinggal terutama bagi masyarakat miskin. Meluasnya perumahan dan permukiman kumuh di perkotaan telah menimbulkan dampak pada peningkatan frekuensi bencana kebakaran dan bajir, meningkatnya potensi kerawanan dan konflik sosial, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, menurunnya kualitas pelayanan prasaran dan sarana permukiman, dan lain sebagainya. Pertumbuhan kota yang serba cepat dan kompleks dalam hal pengembangan fungsi-fungsi sebagai pusat dari berbagai kegiatan yang kesemuanya belum

(2)

2

dapat tertampung secara semestinya di ruang-ruang yang diperuntukkan bagi perkembangan penduduk tersebut menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan.

Pertumbuhan yang tidak seimbang ini menyebabkan lahan di kota semakin sempit dan merupakan ajang perebutan bagi penduduknya untuk memanfaatkannya sebagai lahan hunian. Lahan marjinal pun tidak telelakkan sebagai lahan hunian. Lahan marjinal seperti tepi rel kereta api, daerah pembungangan sampah, dan bantaran sungai pun tetap dihuni asalkan bisa tinggal dekat dengan kota. Kondisi tersebut menyebabkan pembangunan fisik di perkotaan sangat cepat. Hal tersebut membuktikan bahwa kehidupan dan aktivitas masyarakat kota tidak pernah lepas dari alam yang ditinggalinya, baik di lahan marjinal maupun non-marjinal.

Pada lahan marjinal seperti daerah bantaran sungai yang notabene daerah rawan bencana, diperlukan penganan khusus, sehingga tidak mengancam keselamatan pemukim di lahan tersebut. Namun pada kenyataan di lapangan, di Indonesia masih banyak kawasan kota yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi untuk ditinggali. Salah satunya kawasan bantaran sungai yang memiliki topografi yang berlereng terjal sehingga memiliki resiko longsor dan banjir. Namun masyarakat kota tetap memanfaatkan alam semaksimal mungkin tanpa memperhitungkan kondisi alam yang semakin menurun dan secara tidak sadar mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan. Maka sudah seharusnya kawasan di tata kembali untuk mengatasi kerusakan lingkungan.

Kesimpulannya, pertambahan penduduk kota yang tidak terkendali ini (kelahiran & urbanisasi) akan menciptakan kebutuhan ruang huni yang tidak sedikit. Sehingga mereka yang tergolong masyarakat kelas bawah akan mencari altenatif lahan yang murah sehingga dapat mereka jangkau. Lahan marjinal seperti bantaran sungai merupakan lahan alternative indeal karena relatif murah dan memiliki sumber daya alam yang memadai, sehingga dapat meberikan penduduknya kebutuhan sehari-hari penduduknya. Selain itu, bantaran sungai yang berada di tengah kota dapat menawarkan lapangan pekerjaan yang lebih dekat dengan tempat tinggal.

1.1.2. Penggunaan Ruang Bantaran Sungai

Permasalahan pertumbuhan yang kini sedang dirasakan sebagaian besar kota-kota di Indonesia merupakan problem pertumbuhan banyak permukiman informal di kawasan pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan lahan bantaran sungai yang tidak jelas peruntukannya merupakan potensi besar untuk berkembang menjadi suatu lingungan permukiman informal bagi para pendatang selanjutnya.

(3)

3

Pertumbuhan permukiman di bantaran sungai berlangsung cepat terutama setelah pemerintah RI memperbolehkan warga negaranya menempati lahan-lahan kosong milik Negara pada tahun 1954 (Patton, 1988). Permasalahan terjadi kemudian dari pertumbuhan permukiman adalah permsalahan kelestarian lingkungan hidup, termasuk sungai dan bantarannya. Masalah permukiman di kawasan bantaran sungai lambat lain dianggap membuat permasalahan bagi wajah suatu kota, terutama terhadap kelestarian lingkungan hidup. Disatu sisi kawasan bantaran sungai merupakan kawasan ruang hijau sungai, disisi lain bantaran sungai merupakan kawasan bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai tempat hidup yang layak.

Bantaran sungai di kawasan perkotaan tidak luput dari incaran kaum urban, demi mencukup kebutuhan hidupnya, mereka merubah peruntukan lahan yang tidak semestinya untuk mencari nafkah, perumahan, maupun gedung komersil dengan menempati daerah bantaran sungai yang rawan bencana tahunan seperti longsor dan banjir. Proses tumbuhnya permukiman bantaran sungai pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmampuan para penghuni kota akibat arus urbanisasi yang baru untuk memiliki lahan secara legal, sehingga masyarakat cenderung menempati lahan kosong milik Negara (yang dalam sudut pandang penghuni dapat dimiliki secara pribadi), termasuk kawasan-kawasan bantaran sungai yang notabene dianggap tidak berpenghuni. Walaupun kondisi fisik lahan bantaran yang relatif terjal dan rawan terhadap banjir maupun tanah longsor, serta kondisi keberadaan gang-gang sempit yang rawan terhadap bahaya kebakaran, dan arus pendatang setiap waktunya semakin kuat.

Pertumbuhan permukiman menimbulkan permasalahan yang terjadi di kemudian hari. Permasalahan tersebut adalah permasalahan kelestarian lingkungan hidup, termasuk sungai dan bantarannya. Masalah permukiman di kawasan bantaran sungai lambat lain dianggap membuat permasalahan bagi wajah suatu kota, terutama terhadap kelestarian lingkungan hidup. Disatu sisi kawasan bantaran sungau merupakan kawasan ruang hijau sungai, disisi lain bantaran sungai merupakan kawasan bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai tempat hidup yang layak. Pemukim di daerah bantaran sungai kebanyakan merupakan kaum urban yang miskin dan tidak dapat menjangkau fasilitas kota yang layak, sehingga mereka mencari lahan-lahan yang sesuain dengan kemampuan terbatas mereka, salah satunya adalah daerah bantaran sungai.

Masyarakat Indonesia banyak tinggal di daerah bantaran sungai melakukan pengalihan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan. Seperti, pengalihan fungsi lahan bantaran menjadi permukiman padat yang tidak ramah lingkungan dan tidak sesuai syarat-syarat keamanan bangunan, sehingga mengganggu ekosistem lingkungan biotik dan abiotic

(4)

4

dan terbukti turunnya kualitas lingkungan dengan indikasi menurunnya kualitas dan mutu air sungai, kurangnya debit air pada musim kemarau dan pada musim hujan menimbulkan kerusakan hebat akibat naiknya permukaan rata-rata air sungai yang disebabkan endapan lumpur (sampah). Contoh modifikasi tepian sungai seperti taludisasi menyebabkan matinya ekosistem biotik tepian air dan menyebabkan bertambahanya kecepatan deras air sungai sehingga dapat menyebabkan banjir. Tertutupnya daerah bantaran sungai oleh permukiman padat juga dapat menyebabkan matinya mata air akibat berkurangnya luas daerah resapan air hujan.

Selain rekayasa tepian sungai dengan talud, dalam rangka menunjang kehidupan, maka masyarakat juga merekayasa kawasan sungai beserta tepiannya untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan ekonomi yaitu dengan membangun tempat usaha antara lain perikana, peternakan, industri, dan kegiatan rumah tangga yang menghasilkan limbah. Aktivitas tersebut tidak salah dilakukan, namun yang menjadi efek dari aktivitas tersebut yaitu menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan limbah secara langsung tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Hal ini perlu ada penganan khusus supaya perusakan lingkungan tidak berkelanjuan dan dapat ditata kembali sehingga dapat mengembaikan ekosistem sungai pada kondisi normal. Kesimpulannya, pemanfaatan lahan kosong Negara sebagai permukiman yang tidak direncanakan berefek pada buruknya kualitas permukiman di bantaran sungai. Rekayasa tepian sungai yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi sering menghasilkan limbah yang tidak memperdulikan lingkungan biotik dan abiotic sehingga rusaknya kelestarian alam menjadi tidak telekkan. Sehingga kegiatan masyarakat yang bersifat merusak tersebut perlu dihentikan dan diperbaiaki agar kondisi alam yang rusak tidak semakin parah, namun di sisi lain pembangunan di bantaran sungai masih perlu dilakukan dengan model bangunan yang bersifat memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan, sehingga tidak tertutup kemungkinan masyarkat tetap bias menggunakan kawasan sungai tanpa merusak lingkungan.

1.1.3. Aset-aset Penghidupan Masyarakat di Permukiman Bantaran Sungai Winongo

Latar belakang pemanfaatan lahan kosong ini memiliki dipicu adanya sumber-sumber penghidupan masyarakat sebagai sumber daya kehidupan sehari-hari. Sungai Winongo memiliki sumber daya alam sebagai aset utama penghidupan masayarakat permukiman di sekitarnya. Namun, melihat secara langsung dilapangan, sungai Winongo sebagai aset alam tidak dimanfaatkan secara baik dan maksimal oleh warganya. Sebaliknya, sungai Winongo hanya digunakan sebatas aset sekunder dalam pemenuhan aktivitas penghidupan.

(5)

5

Sungai Winongo banyak digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga, dan aktivitas MCK. Walaupun di beberapa segmen sungai Winongo terdapat pemanfaatan sebagai aset alam berupa tambak ikan, namun belum jelas perencanaannya sehingga merusak ekosistem eksisting sungai Winongo itu sendiri. Permukiman bantaran sungai Winongo seakan-akan menempati wilayah tersebut hanya bermotifkan lahan yang terjangkau dari sisi finansial dan keterjangkauan geografis (urban).

Selain sungai Winongo sebagai aset alam, permukiman bantaran tersebut memiliki aset-aset penunjang mataharian. Aset-aset-aset tersebut antara lain aset-aset ekonomi, aset-aset sosial, aset-aset budaya, dan aset fisik (infrastruktur). Aset-aset ini berupa tempat (place) yang tidak terkelola maupun dikelola oleh individu atau kelompok masyarakat. Aset tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar maupun warga luar permukiman bantaran sungai Winongo. Aset tersebut pula yang menjadi bibit keterikatan warga terhadap lokasi bantaran sungai Winongo.

Masalah-masalah di atas berkaitan dengan keterikatan tempat (attachment to place), yakni sejauh mana masyarakat daerah bantaran sungai Winongo terikat dan membutuhkan daerah aset tersebut sebagai sumber penghidupan masyarakat. Selain itu masalah fisik juga dapat memengaruhi faktor keterikatan tempat (attachment to place) lainnya yakni keterpaduan permukiman yang direncanakan atau tumbuh dengan sendirinya.

1.2. Perumusan Masalah

Pelaksanaan penelitian ini yang pada pendahuluan dan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, disimpulkan beberapa masalah pada wilayah yang diajukan dalam penelitian ini. Sehingga dilakukan identifikasi untuk mendapatkan rumusan dari masalah agar pertanyaan penelitian dapat diajukan untuk mencari dari tujuan dan manfaat penelitian.

Dilihat dari sudut pandang urban design, ada beberapa kategori masalah yang sangat dominan dan penting di kawasan tepian sungai Winongo. Permasalahan utama adalah Sungai Winongo yang merupakan aset alam justru tidak dimanfaatakan secara maksimal dan hanya menjadi sarana pendukung penghidupan masyarakat warga permukiman bantaran. Aset-aset selain sungai Winongo sebagai sumber daya alam, justru terlihat lebih dominan. Selanjutnya, apakah motif utama keterikatan masyarakat terhadapt permukiman bataran sungai Winongo adalah pemanfaatan sungai Winongo itu sendiri sebagai aset alam.

Permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang timbul di kawasan bantaran sungai Winongo, sehingga diperlukan penelitian mengenai keterikatan tempat masyarakat terhadap aset-aset (urban livelihood). Penelitian ini akan menelusuri persepsi mengenai aset-aset yang

(6)

6

berada di bantaran sungai Winongo, seberapa jauh manfaat yang diberikan aset tersebut kepada masayarakat, dan pola intesitas kunjungan masyarakat terhadap masing-masing aset tersebut. Hal ini bertujuan agar dapat memahami pola keterikatan masyarakat terhadap aset penghidupan masyarakat tersebut, sehingga diperoleh formula untuk mengembangkan sungai Winongo sebagai pusat aset penghidupan masyarakat.

1.3. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana pola keterikatan (attachment to place) masyarakat terhadap aset-aset penghidupan masyarakat (urban livelihood) di daerah bantaran sungai Winongo?

b. Bagaimana potensi pengembangan aset-aset penghidupan masyarakat (urban livelihood) tersebut?

1.4. Tujuan

a. Mengetahui pola keterikatan aset (attachment to place) permukiman bantaran sungai Winongo.

b. Mendapatkan arahan perencanaan aset-aset tersebut yang sesuai dengan potensi aset penghidupan (urban livelihood) masyarakat bantaran sungai Winongo.

1.5. Sasaran

a. Mengidentifikasi pola pemanfaatan aset dengan cara pemetaan aset yang berada di daerah tepi sungai Winongo maupun yang mempengaruhi masyarakat tepi Sungai Winongo.

b. Mengidentifikasi perilaku pengguna aset dengan memilih satu aset yang paling mewakili dan melakukan wawancara mendalam namum terstruktur terhadap pengguna, pengunjung, maupun pengurus aset.

c. Merumuskan perencanaan aset-aset yang sesuai dengan kebutuhan pengguna aset dengan standar yang telah ditentukan teori-teori ilmu perkotaan (urban design) sehingga terbentuk simbiosis yang baik aset-aset penunjang kesejahteraan masyarakat dengan alam yang mewadahinya, dalam penilitian ini alam tersebut merupakan bantaran sungai Winongo.

(7)

7

1.6. Manfaat

a. Mendapatkan pemahaman mengenai pola pemanfaatan aset-aset yang dimiliki bantaran sungai Winongo.

b. Mendapatkan arahan perencanaan aset yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sungai Winongo.

c. Secara umum pemahaman mengenai aset-aset permukiman di lahan marjinal (pada khususnya bantaran sungai Winongo) dapat menjadi referensi untuk memahami permukiman di lahan marjinal lainnya.

d. Hasil ini dapat menjadi saran dalam perencanaan pengembangan daerah bantaran sungai Winongo.

1.7. Sistematika Pembahasan a. Bab I Pendahuluan

Berisi mengenai pendahuluan penelitian yang akan menjelaskaan mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, sasaran penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, dan state of the art.

b. Bab II Tinjauan Teori

Tinjauan teori ini berdasarkan teori-teori normative yang terkait dengan lingkup pembahasan yang akan menjadi kerangka teori penelitian. Pada penelitian ini menggunakan grand theory yang terdiri dari dua bagian, yaitu teori utama dan teori pendukung. Formulasi teori utama tersebut akan digunakan untuk menjawab dua pertanyaan penelitian.

Teori yang akan dijadikan landasan dalam penelitian sehingga diambil dua teori utama yaitu keterikatan tempat (attachment to place) dan aset penghidupan masyarakat lingkungan perkotaan (urban livelihoods). Teori pendukung yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu setting fisik dan peraturan-peraturan terkait tepian air. Kemudian dari keseluruhan teori akan disusun kerangka teori sehingga terbentuk variabel dan indikator penelitian untuk menjadi alat pengumpulan data.

c. Bab III Metode Penelitian

Bab ini diawali dengan penjelasan mengenai batasan penelitian, dan alat-alat penelitian. Kemudian, deskripsi mengenai variable penelitian, parameter penelitian, dan sampel yang

(8)

8

berasal dari kerangak teoretik. Selanjutnya diakhiri dengan penjelasan mengenai tahap-tahap penelitian dan kerangka berfikir.

d. Bab IV Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Bab ini memberikan penjelasan profil lokasi penelitian, secara makro dan meso. Penjelasan deskriptif mengenai kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan fisik, serta potensinya sumber daya alam.

e. Bab V Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini membahas hasil penelitian yang berasal dari observasi lapangan. Hasil

penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik. Kemudian data-data tersebut dianalisa untuk menjawab pertanyaan penelitian.

f. Bab VI Kesimpulan dan Arahan Desain

Bab ini memberikan berisi mengenai kesimpulan dari temuan-temuan yang dihasilkan pada bab V. Kesimpulan tersebut kemudian akan menjadi acuan dalam menyusun arahan desain terhadap aset-aset permukiman bantaran sungai Winongo.

1.8. Keaslian Penulisan

No Aspek Keterangan

1 Peneliti Aziz Yon Haryono Judul &

Tahun Publikasi

Pola dan Strategi Peningkatan Kualitas Bantaran Sungai Winongo

Deskripsi Fokus Pola Kawasan Bantaran Sungai

Permasalahan Bagaimana pola permukiman bantaran sungai Winongo mempengaruhi kegiatan masayarakat.

Tujuan Menentukan strategi pengembangan kualitas bantaran sungai Winongo.

Lokus Sungai Winongo di Kota Yogyakarta

Metode Teori Bahasa Pola (Christoper Alexander), Pola Permukiman Hasil Untuk menentukan pola dan strategi peningkatan kualitas bantaran

Sungai Winongo dipengaruhi pola ruang sirkulasi, pola tatanan massa, dan ruang untuk kegiatan masyarakat (ekonomi dan sosial).

2 Peneliti Deni Putro Arystianto Judul &

Tahun Publikasi

Pola dan Strategi Konsolidasi Permukiman Pada Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2010.)

(9)

9 Permasalahan Bagaimana pola oermukiman di kawasan bantaran sungai Brantas?

Bagaimana strategi pola penataan permukiman bantaran sungai yang sesuai dengan konsep TRIDAYA (pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan lingkungan dan pemberdayaan manusia)?

Tujuan Mengetahui pola permukiman di kawsan sungai Brantas serta mendapatkan strategi pola penataan permukiman bantaran sungai yang sesuai dengan konsep TRIDAYA (pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan lingkungan dan pemberdayaan manusia).

Lokus Kawasan Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang Metode Rasionalistik-Kualitatif

Hasil Pola dan strategi konsolidasi dipengaruhi oleh kondisi fisik kawasan seperti pola pertumbuhan, pola geometris permukiman, dan pola spasial (sirkulasi, pola ruang terbuka, pola sebaran sarana & prasarana utilitas) dan pola non fisik seperti bantuan pemerintah/swasta dan ruang pemberdayaan masyaraakat (ekonomi, sosial, budaya) pada Sungai Brantas.

3 Peneliti Ageripa Yanudara Krismani Judul &

Tahun Publikasi

Strategi Konsolidasi Pemanfaatan Ruang Terbuka Tepian Air Sungai Winongo Yogyakarta. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2011.)

Deskripsi Fokus Karakter Kawasan dan Pemanfaatan Bantaran Sungai

Permasalahan Bagaimana karakteristik pemnfaatan ruang terbuaka tepian sungai Winongo.

Tujuan Penataan spasial guna meningkatkan karakter ruang bantaran sungai Winongo.

Lokus Tepian Sungai Winongo Metode Rasionalistik – Deduktif

Hasil Karakter sangat penting dalam konsolidasi pemanfaatan kawasan tepian air Sungai Winongo. Karakter dapat dikembangkan melalui penataan spasial (pola tata guna lahan sirkulasi, dan sebaran ruang terbuka publik, dan penyediaan ruang aktivitas masyarakat (sesuai kebutuhannya baik ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan). 4 Peneliti Widi Cahya Yudhanta

Judul & Tahun Publikasi

Hubungan Konfigurasi Ruang dan Aksesibilitas Jalan Kampung Sebagai Ruang Publik Di Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code, Menggunakan Space Syntax. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2011).

Deskripsi Fokus Hubungan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang publik.

Permasalahan Bagaimana Hubungan konfigurasi ruang dan aksesibilitas jalan sebagai ruang Publik? Bagaimana arahan perancangan yang dapat dilakukan guna meningkatkan fungsi ruang jalan sebagai penunjang ruang publik di pemukiman?

Tujuan Mendapatkan hubungan konfigurasi Ruang dan aksesibilitas jalan kampung sebagai ruang Publik. Mendapatkan arahan perancangan yang dapat dilakukan guna meningkatkan fungsi ruang jalan sebagai penunjang ruang publik di pemukiman.

Lokus Kawasan Kampung Jogoyudan, Kali Code Yogyakarta. Metode Space Syntax

Hasil Dari hasil analisis di ruang-ruang jalan pemukiman Jogoyudan, terdapat ruang-ruang yang mempunyai integrasi dan visibilitas kuat yaitu jalan yang mempunyai pola linier menerus dan terletak dekat dengan jalan luar kawasan dan Jalan yang mempunyai integrasi dan visibilitas lemah yaitu jalan yang mempunyai pola linier berliku dengan letak ruang di dalam pemukiman sehingga sulit dijangkau dari luar kawasan. Ditemukan terdapat 2 model aktivitas yang menempati ruang- tersebut yaitu aktivitas cluster yaitu aktivitas yang melibatkan warga satu kampung dalam satu ruang dan kegiatan blok yaitu kegiatan dalam 1 ruang dalam satu penggal jalan yang hanya

(10)

10 melibatkan warga dari blok itu saja. Terdapat hubungan yang kuat antara konfigurasi dan aksesibilitas dalam pemanfaatan sebuah ruang jalan sebagai tempat aktivitas warga kampung. Di mana nilai integrasi sebuah ruang selalu berbanding lurus dengan nilai visibilitas sehingga memacu sebuah ruang jalan dimanfaatkan sebagai tempat aktivitas. 5 Peneliti Budi Prayitno

Judul & Tahun Publikasi

An Analysis of Consolidation Patterns of Kampung Alley Living space in Yogyakarta, Indonesia (Journal of Habitat Engineering and Design 2013, Volume 5, Number 1, 98-111)

Deskripsi Fokus Pola Konsolidasi Ruang Gang Kampung

Permasalahan Bagaimana perbandingan antara kampung susun bentuk konvensional dan dari kampung city block inovatif yang mengadaptasi gang kampung.

Tujuan Menemukan hasil perbandingan antara kampung susun bentuk konvensional dan dari kampung city block inovatif yang mengadaptasi gang kampung.

Lokus Kampung Jogoyudan, Kawasan Tepi Sungai Code, Yogyakarta Metode Pendekatan Konfigurasi Ruang (Space Syntax)

Hasil Koridor pada kampung susun konvensional semata hanya berfungsi sebagai ruang sirkulasi yang menghubungkan unit-unit hunian. Kampung city block yang inovatif mengadaptasi bentuk gang dengan pocket space dan sistem ruang pertahanan dari tempat tinggal vernakular, yang juga berbentuk klaster, dapat meningkatkan nilai integrasi visual. Meningkatkan nilai visual integrasi koridor akan menaikkan penggunaan koridor sebagai sirkulasi, ruang bersama, dan juga menjaga privasi dan keamanan unit-unit hunian terhadap aktivitas di koridor.

6 Peneliti Deni Putra Arsytianto Judul &

Tahun Publikasi

Pola & Strategi Konsolidasi Permukiman Pada Kawasan Bantaran Sungai Brantas di kota Malang. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2010)

Deskripsi Fokus Pola fisik dan non-fisik bantaran sungai Brantas

Permasalahan Permasalahan yang terdapat di kawasan permukiman sungai Brantas dikelompokkan pada aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, aspek lingkungan fisik dan aspek citra.

Tujuan Mengetahui pola permukiman di kawasan sungai Brantas dan mendapatkan strategi pola penataan bantaran sungai yang sesuai dengan konsep TRIDAYA (pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan lingkungan, dan pemberdayaan manusia).

Lokus Bantaran Sungai Brantas di Kota Malang, Jawa Timur Metode Paradigma, Teori Bahasa Pola

Hasil Pertumbuhan permukiman dimulai dari atas bantara (tepi akses kota) kemudian berkembang menuju ke bawah, mendekati sungai yang masih berupa RTH. Motivasi utama perkembangan permukiman bukan sungai, melainkan akses kota sehingga dapat menyediakan jasa tenaga kerja di perkotaan kawasan tidak memiliki sempadan sungai yang seharusnya sebesar 15 meter dari tepi sungai. Masih ditemukan potensi sempadan sungai berupa RTH sehingga perlu penerapan system RTH sebagai pelestarian ekosistem sungai.

7 Peneliti Sidhi Pramudhito Judul &

Tahun Publikasi

Optimasi Livabilitas Ruang Terbuka Publik Pada Bantaran Sungai Winongo di Kampung Bangunrejo Kelurahan Kricak Yogyakarta. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2013.)

Deskripsi Fokus Livabilitas ruang terbuka publik

Permasalahan Faktor ekonomi yang mendorong urbanisasi menyebabkan pertumbuhan penduduk yang cepat di lahan kota yang terbatas, diikuti pemanfaatan ruang yang tidak tertata mengakibatkan kualitas dan kuantitas ruang terbuka public menjadi rendah. Kondisi ruang yang terabaikan berakibat turunnya nilai livabilitas.

(11)

11 Tujuan Menidentifikasi kondisi (tipologi) livabilitas ruang terbuka public di

sepanjang Sungai Winongo di kampung Bangunrejo. Mendapatkan arahan perancangan ruang terbuka public dengan simulasi space syntax sehingga memiliki optimum livability.

Lokus Bangunrejo, Kricak, Yogyakarta

Metode Analisis space syntax. Kerangka penelitian simulasi dan deskriptif. Hasil Variasi keragaman bentuk runag terbuka mempengaruhi nilai

livabilitas ruang terbuka tersebut. Nilai perfoma runag cenderung dipengaruhi aspek fungsi, persepsi, dan kultur. Dalam system kawasan kampungm keberadaan runag khususnya ruang terbuka saling tergantung satu sama lain. Agar kondisi livabilitas ruang terbuka public menjadi optimal dibutuhkan keseimbangan antara factor fisik dan non-fisik, namun kondisi yang terjadi space syntax hanya mampu mendukung melalui perfoma spasial/ruang sehingga nilai ekologo sering lebih rendah dibandingkan aspek lainnya karena tidak mampu terbaca.

8 Peneliti Wiwien Prasasti Barada Judul &

Tahun Publikasi

Kajian Simulasi Space Syntax Konsolidasi Ruang Huni Kampung Kota Di Yogyakarta. (Laporan Tesis Universitas Gadjah Mada, 2013.)

Deskripsi Fokus Konfigurasi Ruang dengan Space Syntax

Permasalahan Seberapa besar tingkat performa ruang yang terjadi pada konsolidasi ruang huni permukiman padat berdasarkan usulan dinilai dari pola konfigurasinya? Bagaimana bila dibandingkan dengan tingkat performa ruang pada kondisi eksisting permukiman padat?

Tujuan Menemukan perbandingan tingkat performa ruang antara kondisi eksisting obyek permukiman padat kampung kota dengan yang terjadi pada usulan konsolidasi ruang huni permukiman padat berdasar pada pola konfigurasi ruangnya

Lokus Bantaran Sungai-sungai di Kota Yogyakarta Metode Space Syntax

Hasil Model konsolidasi ruang permukiman padat pada kampung kota menggunakan konsep Kampung City Block yang mengadopsi ruang gang dan pocket space khas kampung serta disesuaikan dengan modul rumah susun untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan, pada penelitian yang mengambil 3 lokasi tapak di kawasan tepi Sungai Gajah wong, Kota Yogyakarta, dinilai secara garis besar dapat meningkatkan performa ruang. Baik dari segi konektivitas ruang global, integrasi ruang global, kedalaman rata-rata global dan tingkat kejelasan ruang global secara signifikan.

9 Peneliti Muhammad Kholif Lir Widyo Putro Judul &

Tahun Publikasi

Keterikatan Aset Permukiman Bantaran Sungai Winongo Kota Yogyakarta (Tesis Master Desain Kawasan Binaan, Universitas Gadjah Mada, 2016)

Deskripsi Fokus Kajian pola pemanfaatan aset-aset permukiman bantaran sungai Winongo kota Yogyakarta.

Permasalahan Pola keterikatan ruang (place attachment) dilihat dari aset permukiman, dan potensi-potensi aset tersebut di masa depan. Tujuan Mengetahui pola pemanfaatan aset yang kemudaia mempengafactor

keterikatan ruang yang mempengaruhi setting ruang di kampung Notoyudan, kemudian ditranformasikan menjadi kriteria ideal yang sesuai untuk pengembangan ruang di kampung Notoyudan.

Lokus Permukiman bantaran sungai WInongo

Metode Grand Theory, Metode Kualitatif, Purposif Sampling, Random Sampling

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Sumber: Olahan Penulis, 2016

(12)

12

1.9. State of The Art

Penelitian ini memiliki fokus terhadap masalah yang dihadapi oleh kota-kota padat di Indonesia. Keterikatan tempat (attachment to place) merupakan tantangan besar dan tidak ada habisnya untuk dikaji, sampai saat ini belum memiliki pemecahan yang solutif untuk beberapa pihak, oleh masyarakat (LSM)-pemeritah-akademisi. Penelitian atau kajian ini merupakan salah satu proses pembangunan solusi (berupa perencanaan) dari pola keterikatan tempat (attachment to place).

Gambar 1.1. Alur Penelitian Sumber: Olahan Penulis (2016)

Gambar

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian  Sumber: Olahan Penulis, 2016
Gambar 1.1. Alur Penelitian  Sumber: Olahan Penulis (2016)

Referensi

Dokumen terkait

carlett Whitening merupakan brand lokal perawatan kecantikan asal Indonesia yang didirikan pada tahun 2017 oleh artis Indoneisa yang bernama Felicya

Ketiga tesis di atas secara substantif memang meneliti tentang pemasaran pendidikan di sebuah lembaga, baik pada sekolah tingkat menengah maupun sekolah tinggi. Akan

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis uraikan dalam pembahasan mengenai kesesuaian penetapan tersangka korupsi oleh KPK tanpa bukti permulaan yang cukup dengan asas due of

Skripsi berjudul “PENGARUH RASIO KERENGGANGAN KATUP ISAP DAN KATUP BUANG TERHADAP UNJUKKERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

manual, namun salah. Pilih ulang jenis jaringan berdasarkan jenis SIM/USIM card yang digunakan. Terkoneksi ke Internet, namun tidak bias membuka halaman website apa pun.