• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN Colletotrichum capsici PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH (Capsicum annum L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMAMPUAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN Colletotrichum capsici PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH (Capsicum annum L."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN Colletotrichum capsici PENYEBAB ANTRAKNOSA PADA

CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

(CAPABILITY OF ARBUSCULAR MYCORRHIZAL FUNGY IN CONTROLLING Colletotrichum capsici CAUSING ANTRACNOSE ON RED

CHILLI PEPPER)

Marlina1, Susanna1, Cut Meurah Fitria Kausa2 1)

Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Unsyiah 2) Alumni Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Unsyiah

Banda Aceh

Abstract

A plastic house experiment to evaluate the ability of arbuscula mycorrhizal fungi in controlling of

Colletorichum capsici, was carried out at experimental station of Faculty of Agriculture Syiah

Kuala University. The experiment was conducted in completely randomized design with 3 replication. The treatment consisted of 4 levels mycorrhizal dosage i.e. 0 g plant-1, 5 g plant-1, 10 g plant-1, and 15 g plant-1. The result of research showed that mycorrhizal fungi treatment effected of incubation period and percentage of attack intensity of Colletorichum capsici. The incubation period was increased by application of 10 g tanaman-1 to 15 g tanaman-1 mycorrhizal fungi and decreased percentage of attack intensity.

Key words : mycorrhizal, antracnose, red chilli pepper

PENDAHULUAN

Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.,) umumnya dibudidayakan oleh petani di dataran rendah ataupun di dataran tinggi, di lahan sawah maupun ditegalan (Siswanto, dkk., 1995), demikian juga di Aceh. Cabai merah merupakan salah satu sayuran yang digemari masyrakat. Karena selain berguna untuk penyedap makanan, cabe merah juga mengandung zat gizi yang sangat berguna untuk kesehatan seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin A dan C, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti capsicum, flavonoid, dan minyak esensial (IPPTP Kalasey, 1997).

Rata-rata produksi cabe merah 3,5 ton ha-1 (Dir.Bina Program Tanaman Pangan, 1993). Hasil ini masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi hasil tanaman cabai merah yang dapat mencapai 10- 12 ton ha-1. Rendahnya produksi cabe merah selain

disebabkan oleh faktor agronomi, juga disebabkan oleh gangguan penyakit. Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting pada pertanaman cabai. Penyakit ini disebabkan oleh Colletorichum capsici yang dapat menyerang tanaman sejak dipersemaian sampai tanaman cabai berbuah terutama buah masak yang berakibat serius terhadap penurunan hasil (Syamsuddin, 2003). Umumnya serangan antraknosa pada tanaman cabai di Indonesia mengakibatkan kehilangan hasil panen sebesar 14-30% (Yani, 2008).

Upaya pengendalian penyakit antraknosa telah dilakukan dengan cara merendam biji dalam air panas (Seed Treatment) pada suhu 55°C selama 30 menit, perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazol dan pyrimidin (0,05 – 0,1 %) sebelum ditanam, serta memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, dan pergiliran tanaman yang tidak sefamili (Fajar, 2002). Pada kenyataannya upaya pengendalian penyakit antraknosa dengan cara-cara tersebut belum memberikan

(2)

hasil yang optimal. Terbukti dimana penyakit ini masih merupakan penyakit penting pada pertanaman cabai. Oleh karena itu perlu diupayakan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan fungi mikoriza arbuskula (FMA).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa FMA dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan penyakit dan dapat membantu mengurangi populasi patogen di sekitar akar dengan cara kompetisi, antibiosis dan ketahanan induksi sistemik.Menurut Yefriwati (2005), FMA dapat menginduksi ketahanan bibit pisang terhadap Ralstonia solanacearum dan dapat menunjukkan peningkatan pertumbuhan bibit pisang.

Penelitian mengenai penggunaan FMA untuk mengendalikan jamur C. capsici penyebab antraknosa pada buah cabai belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh FMA terhadap perkembangan panyakit antraknosa pada cabai merah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Plastik dan Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: benih cabai merah varietas lokal, tanah entisol, ayakan 4 mm,. polybag, media PDA, NaOCl 1%, mikoriza (mikofer) koleksi laboratorium Bioteknologi IPB, plastik transparan, dan bahan lain yang diperlukan untuk pembuatan rumah plastik.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas 4 taraf dosis mikoriza yaitu: m0 (tanpa mikoriza), m1( 5 g tanaman-1), m2 (10 g tanaman

-1

), dan m3 (15 g.tanaman-1). Setiap perlakuan diulang 5 kali dan setiap unut percobaan terdiri atas 4 polibag (pot percobaan) sehingga jumlah pot keseluruhn 4 × 5 × 4 = 80 pot. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam, dan dilanjutkan dengan uji BNT 0,05.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan media tanam

Penelitian ini menggunakan tanah jenis Entisol sebagai media tanam, yang diambil dari kebun ercobaan Fakultas Pertanian Unsyiah Kampus Darussalam Banda Aceh. Tanah diambil sampai pada kedalaman 30 cm, kemudian dikering anginkan, dihaluskan dan diayak, serta diaduk sampai homogen. Tanah dimasukkan ke dalam polybag seberat 10 kg polybag-1. Polybag berisi media tanam ini disusun sesuai dengan denah percobaan di dalam rumah plastik dengan jarak 20 x 20 cm dan jarak antar kelompok perlakuan 40 cm.

Persemaian dan Pembibitan

Persemaian dilakukan di seed bed dengan menggunakan media campuran tanah dengan pasir dengan perbandingan 2:1. lama persemaian 8 hari, kemudian dipindahkan ke pembibitan dalam polybag kecil. Media pembibitan merupakan campuran tanah dengan pupuk kandang ayam dengan perbandingan 3:1, lama pembibitan 3 minggu.

Penyediaan Isolat C. capsici

Colletotrichum capsici diisolasi dari buah cabai merah varietas lokal yang terinfeksi dan menunjukkan gejala antraknosa. Potongan jaringan buah yang menunjukkan gejala direndam dalam NaOCL 1 % selama satu menit, lalu dibilas dengan air steril dan dikeringanginkan pada kertas saring steril. Potongan bagian buah kemudian diinkubasi pada medium PDA dalam cawan petri. Koloni C. capsici di murnikan dalam media PDA. Semua kegiatan dilakukan dalam kondisi aseptik di laminar air flow.

Penanaman dan Aplikasi FMA

Penanaman pada media tanam dilakukan setelah bibit berumur 3 minggu di pembibitan. Untuk mendukung pertumbuhan bibit yang baik, diberikan pupuk dasar berupa NPK sebanyak 7 g tanaman-1 yang diberikan pada saat tanaman berumur 6 minggu setelah tanam. Mikoriza diberikan bersamaan waktu tanam ke dalam lubang tanam pada setiap polybag yang telah berisi tanah seberat 10 kg. Lubang tanam ditutup tipis dengan tanah,

(3)

kemudian bibit ditanam pada lubang tanam yang sama.

Inokulasi Patogen C. capsici

Inokulasi patogen C. capsici dilakukan pada buah-buah muda pertama yang panjang buah 5 cm, dengan kerapatan spora106 ml-1. Masing-masing buah cabai dilukai dengan menggunakan jarum pentul (satu tusukan). Pada bagian yang telah dilukai tersebut disemprotkan inokulum C. capsici dengan menggunakan hand sprayer pada tingkat pengenceran 10-3 ml dengan jumlah spora 106 ml-1. Buah cabai yang diinokulasi diambil 10 buah sampel, kemudian dibungkus dengan kantong plastik yang telah dilubangi bagian bawahnya untuk menjaga kelembaban. Dua hari kemudian isolasi dan kantong plastik dibuka.

Peubah yang Diamati Masa Inkubasi C. capsici

Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari sejak satu hari setelah inokulasi sampai tanaman memperlihatkan gejala pertama yang ditandai dengan terjadinya bercak-bercak hitam pada buah cabai.

Intensitas Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai

Pengamatan intensitas penyakit antraknosa menggunakan skoring atau skala intensitas serangan C. capsici sesuai dengan ketetapan Komisi Pestisida (1998) dalam Abadi (2003).

Tingkat keparahan penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% 100 . ) ( X N Z nxv I =

∑ (nxv) I = intensitas serangan

n = jumlah buah cabai dalam tiap katagori serangan

v = nilai skala tiap katagori serangan N = jumlah buah cabai yang diamati Z = nilai skala dari katagori serangan

tertinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masa inkubasi Colletotrichum capsici

Masa inkubasi C. capsici diamati setiap hari sampai munculnya gejala pertama pada

tanaman cabai merah yang diuji. Gejala C. capsici pertama muncul pada saat 9,37 hari stelah inokulasi (HSI). Dari ke empat takaran mikoriza yang di uji ternyata pemberian mikoriza sebanyak 10 g tanaman-1 hingga 15 g tanaman-1 yang mampu menunda terjadinya gejala serangan C. capsici dengan masa inkubasi 12 hari setelah inokulasi (HSI). Sedangkan perlakuan 5 g tanaman-1 tidak berbeda dengan kontrol yaitu 9,50 HSI.

Tabel 1. Rata-rata masa inkubasi C. capsici pada berbagai takaran mikoriza

Dosis FMA (g tanaman-1)

Masa inkubasi Colletotrichum capsici (Hari) 0 9,37 a 5 9,50 a 10 12,30 ab 15 12,20 b BNT 0,05 0,96 KK (%) 3,42

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Beda Terkecil (BNT) pada taraf 0,05.

Masa inkubasi gejala C. capsici yang lebih lama pada cabai merah yang diplikasikan dengan mikoriza menunjukkan bahwa fungi ini mampu menekan perkembangan C. capsici atau menginduksi ketahanan sistemik cabai merah terhadap C. capsici. Hal ini diduga bahwa mikoriza mampu mengakumulasi asam salisilat didalam tanaman cabai merah, dimana asam salislat ini berperan sebagai sinyal penginduksi yang akan mengekspresikan gen-gen pertahanan berupa pathogenesis-related (PR)-protein yang berfungsi sebagai anti mikroba, mencegah multiplikasi, penyebaran virus dan lokalisasi virus (Spiegel, dkk.,., 1989). Pendapat yang senada dikemukakan oleh Hoffland, dkk.,. (1996) bahwa induksi ketahanan sistemik terjadi karena adanya rangsangan FMA terhadap tanaman untuk menghasilkan dan mengakumulasi senyawa-senyawa seperti fitoaleksin, asam salisilat dan PR protein yang dapat menghambat penetrasi beberapa patogen secara sistemik.

Intensitas serangan antraknosa pada buah cabai

Pengamatan intensitas serangan C. capsici dilakukan pertama kali pada saat 9 hari

(4)

setelah inokulasi (masa inkubasi) dan dilanjutkan dengan interval 2 hari sampai 20 HSI. Intensitas serangan C. capsici pada tanaman cabai merah 9 HSI cukup tinggi, baik pada kontrol maupun yang diberi mikoriza. Intensitas serangan C. capsici pada cabai merah yang diaplikasikan dengan mikoriza 10 g tanaman-1 dan 15 g tanaman-1 berturut-turut sebesar 35,10% dan 22,30% (Tabel 2). Intensitas serangan C. capsici pada cabai merah semakin meningkat sampai 86,10% pada tanaman kontrol, dan 59,10% pada tanaman cabai yang diberi mikoriza sebanyak 5 g tanaman-1.

Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan penyakit antraknosa pada buah cabai

Dosis FMA (g tanaman-1)

Intensitas serangan (%)

Data Asli Data Trans Arcsin x

0 86,10 d 69,21 5 59,10 c 50,28 10 35,10 b 36,31 15 22,30 a 28,05 BNT 0,05 6,76 KK (%) 10,96

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak nyata berdasarkan Uji Beda Terkecil (BNT) pada taraf 0,05

Intensitas serangan C. capsici terus meningkat sampai pengamatan 20 HSI. Peningkatan intensitas serangan C. capsici terjadi pada semua tanaman cabai merah. Tingginya serangan C. capsici pada tanaman cabai merah menunjukkan tidak efektifnya takaran mikorza yang diuji dalam mengendalikan Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada cabai merah. Menurut Suganda (2000) aplikasi bahan penginduksi dengan perlakuan eksternal tidak mengakibatkan tanaman menjadi imun atau tidak terserang, namun hanya meningkatkan ketahanan yaitu dengan membatasi perkembangan patogen. Kemampuan mikoriza dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap C. capsici diduga berhubungan dengan meningkatnya serapan P pada tanaman yang bermikoriza. Menurut Gottstein and Kuch (1989) senyawa fosfat dapat meningkatkan aktifitas gen-gen

pertahanan tanaman mentimun terhadap serangan Colletotrichum lagenarium yaitu dengan meningkatkan aktifitas enzim kitinase dan ß-1,3 glukanase.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fungi mikoriza arbuskula mampu mengendalikan perkembangan Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada cabai merah. Aplikasi mikoriza sebanyak 10 g tanaman-1 dan 15 g tanaman-1 dapat menunda masa inkubasi dan menurunkan persentase serangan penyakit antraknosa pada cabai merah.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Cetakan Pertama. Bayumedia Publishing. Malang.

Direktorat Bina Prog. Tanaman Pangan. 1993. Luas panen, rata-rata hasil dan produksi tanaman hortikultura di Indonesia. Dir. Bina Prog. Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta. Fajar, H. 2002. Antraknosa.

http//iel.ipb.ac.id/agnmedia/modul/aplik asi/server cabai/penyakit.htm [diakses 20 Juni 2008].

Gottstein, D.H., and J.A. Kuch. 1989. Induction of systemic resistance to antraknose in cucumber by phosphates. Phytopathology 79 : 176-179.

Hoffland, E.,J.Hakulien., and J.A.Van Pelt. 1996. Comparison Of Systemic Resisten Induced by Avirulen and Non Patogenic Pseudomonas Spesies. Phytophatology. 86: 757-762

IPPTP Kalasey. 1997. Budiday cabai merah. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Kalasey. BPTP Biromaru. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Siswanto, A.B., K. Sudarman, dan S. Kusuma. 1995. Kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman cabai. Dalam Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

(5)

Spiegel, S., A. Gera, R. Solomon, B.Ahl. Harlap and G. Loebenstein. 1989. Recovery of inhibitor of Virus replication from inrerellular fluid of hipersensitive tobaco infected TMV and from unifected induced-resistance tissue. Phytopathology 79 : 258-262. Suganda, T. 2000. Induction of resistance of

red pepper against fruit antracnose by the of biotic and abiotic inducers. J. Agrik. 11: 72-78.

Syamsuddin. 2003. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih (seedborne diseases) pada Tanaman Cabai (capsicum annum L) Menggunakan Agen Biokontrol dan

Ekstrak Botani. http://tumoutou.net/ 702-07134/Syamsuddin.htm [diakses 2 juli 2008].

Yani, A. 2008. Penyakit Antraknosa pada Cabai dan Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. http:// lampung .litbang. deptan. go.id. [diakses 5 juli 2008]. Yefriwati. 2005. Mikoriza Dapat Menginduksi

Ketahanan Bibit Pisang Terhadap R. Solanacearum dan Dapat Menunjukkan Peningkatan Pertumbuhan Bibit Pisang Tertinggi. Prosiding, Seminar Nasional Dan Workhsop Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI). Jambi.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Cadangan Aktiviti Pembelajaran Hasil Pembelajaran Nota Perbendaharaan kata 4.4 Menghargai sumbangan sains dan teknologi dalam pembiakan manusia. Membuat kajian dan laporan

Setelah mengikuti PPL 2, praktikan lebih mengerti keadaan dunia pendidikan yang sesungguhnya. Banyak hal-hal yang menyempurnakan teori-teori yang telah

Tingkat ketergantungan pasien partial care sebesar 42,0% atau hampir setengahnya dengan jumlah 37 responden memiliki risiko dekubitus yang bervariasi, dari 37

Tabelle 2.1 ‘Denotation’ und ‘Konnotation’

Ketika arus eksitasi pada motor sinkron diatur sedemikian rupa sehingga melebihi arus nominalnya (over excitation), maka motor akan bekerja pada faktor daya leading

Denotative Bedeutung und Konnotative Bedeutung .... Der Begriff des

Hasil tersebut membuktikan bahwa penggunaan catheter mouth pada kelompok perlakuan lebih efektif dilakukan pada saat suction untuk mengurangi risiko terjadinya

Gambar 2.11 Diagram Fasor Motor Sinkron Dengan Faktor Daya Lagging Namun pada kenyataannya, saat motor sinkron dibebani tanpa pengaturan arus medan, motor sinkron akan beroperasi