• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi 2.1.1. Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan untuk melindungi jalan nafas (Ballenger JJ ,1993)

2.1.2. Struktur Rangka Laring

Os hyoid terdiri dari korpus, dua kornu mayor dan dua kornu minor. Permukaan posterior superior hyoid merupakan tempat perlekatan membran hyoepiglotik dan tirohyoid, karena itu hyoid membentuk batas anterosuperior ruang praepiglotik dengan valekula yang berada diatasnya. Perlekatan os hyoid ke mandibula dan tengkorak oleh ligamentum stilohyoid dan otot-otot digastrikus, stilohyoid, milohyoid, hyoglosus, dan geniohyoid akan mempertahankan posisi laring pada leher dan mengangkat laring selama proses menelan dan fonasi. Perlekatan m. Sternohyoid dan m. Omohyoid pada os hyoid penting untuk gerakan laring bagian inferior (Ballenger JJ, 1993).

Kartilago tiroid merupakan tulang rawan hialin dan yang terbesar di laring. Terdiri dari dua ala atau sayap yang bertemu di anterior dan membentuk sudut lancip. Sudut bervariasi menurut jenis kelamin, 90 derajat pada pria dewasa dan 120 derajat pada wanita. Pada pria, bagian superior sudut tersebut membentuk penonjolan subkutan disebut Adam’s apple atau jakun. Bagian atas ala dipisahkan dengan lekukan yang dalam , insisura tiroid superior. Setiap ala berbentuk segi empat dan pada setiap sudut posterior terdapat penonjolan atau kornu. Kornu superior adalah perlekatan ligamentum superior tirohyoid lateral. Kornu inferior

(2)

berhubungan dengan permukaan postero-lateral krikoid membentuk sendi krikotiroid (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.1 Tulang dan Kartilago-Kartilago Laring Sumber:http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/ElectricAirway/AnatIm ages/LarynxGrossAnatomy.jpg

Kartilago krikoid adalah tulang rawan hialin, tidak berpasangan dan berbentuk cincin. Dibentuk oleh arkus anterior yang sempit dan lamina kuadratus yang luas dibagian posterior. Tulang rawan ini berbentuk kubus dengan dimensi sama pada arkus posterior, diameter antero-posterior dan diameter lateral. Aspek postero-lateral setiap sisi kecil, agak tinggi dan berartikulasi dengan kornu inferior tiroid. Permukaan antero-superior lamina kuadratus mempunyai dua sisi, dengan sumbu panjang sejajar terhadap garis lamina. Ini merupakan bidang sendi dengan tulang rawan aritenoid (ballenger JJ, 1993).

Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk daun dan fibroelastik. Tulang rawan ditembus oleh beberapa foramen dibawah perlekatan ligamen hyoepiglotik. Bagian epiglotis ini membentuk dinding posterior ruang praepiglotik yang merupakan daerah penting pada penyebaran karsinoma laring. Tidak seperti perikondrium tulang rawan hialin, perikondrium epiglotis sangat melekat. Oleh karena itu, infeksi cenderung terlokalisasi jika

(3)

mengenai epiglotis, sedangkan infeksi akan menyebabkan destruksi luas tulang rawan hialin manapun, karena terlepasnya perikondrium(ballenger JJ, 1993) .

Kartilago aritenoid merupakan tulang rawan hialin yang berpasangan, berbentuk piramid, bersendian dengan tulang rawan krikoid. Permukaan sendi mendatar pada sumbu longitudinal atau sumbu panjang dan cekung. Pada sumbu horisontal atau sumbu pendek. Permukaan aritenoid mempunyai ukuran panjang dan lebar yang sama (5,8 mm pada pria dan 4,5 mm pada wanita). Ligamentum vokalis meluas dari prosesus vokalis menuju tendon komisura anterior. Di posterior, ligamentum krikoaritenoid posterior meluas dari batas superior lamina krikoid menuju permukaan medial kartilago aritenoid. Kedua ligamentum terletak pada garis yang menghubungkan kedua aritenoid pada keadaan adduksi, oleh karena itu ligamen tersebut berfungsi sebagai kawat pemandu, pada pergerakan posterolateral ke anteromedial selama adduksi. Dasar piramid mempunyai dua penonjolan. Prosesus muskularis untuk perlekatan m. Krikoaritenoid mengarah ke posterolateral. Prosesus vokalis mengarah ke anterior dan berbeda dengan korpus, dibentuk oleh tulang rawan elastik. Batas posterior superior konus elastikus melekat pada prosesus vokalis (ballenger JJ, 1993).

2.1.3. Ligamentum dan Membran

Membran tirohyoid berhubungan dengan batas superior kartilago tiroid pada batas posterosuperior os hyoid, dan mungkin dipisahkan dari batas inferior os hyoid oleh bursa (ballenger JJ, 1993).

Bagian-bagian membran ada yang menebal membentuk ligamentum tirohyoid medial dan lateral. Membran membentuk sebagian besar dinding anterior ruang praepiglotik arteri laring superior, ramus internus n. laring superior dan pedikel limfe supraepiglotik menembus membran pada titk 1 cm diatas dan anterior terhadap pertemuan kornusuperior dan ala kartilago tiroid (ballenger JJ, 1993).

(4)

Gambar 2.2 Ligamen dan Membran pada Laring Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.8, fig.1.7

Ligamentum hyoepiglotik berhubungan dengan permukaan anterior epiglotis dan permukaan posterior os hyoid, membentuk atap ruang praepiglotikdan dasar valekula (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.3 Ligamen dan Membran pada Laring Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.8, fig.1.7

(5)

Konus elastikus merupakan membran fibroelastik yang muncul dari batas superior arkus kartilaho krikoid. Di anterior melekat pada tepi inferior kartilago tiroid dan menebal, membentuk ligamentum krikoid medial atau membran krikotiroid. Di anterior, membran tersebut melekat pada permukaan dalam kartilago tiroid, keatas sampai tuberkulum vokalis. Di posterior, konus elastikus meluas dari krikoid ke prosesus vokalis aritenoid. Batas atas yang bebas menebal dan membentuk ligamentum vokalis. Konus elastikus dipisahkan dari ala kartilagotiroid oleh otot-otot intrinsik laring (ballenger JJ, 1993).

Membran kuadrangular dari jaringan elastik longgar meluas dari tepi lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulatum. Di bagian inferior membran meluas sampai pita suara palsu. Membran tersebut membentuk bagian dari dinding bersama antara bagian atas fosa piriformis dan vestibulum laring. Membran kuadrangularis dan konus elastikus dipisahkan oleh orifisium ventrikel Morgagni yang lonjong (ballenger JJ, 1993).

2.1.4. Otot-otot

Ektrinsik. Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor. Kelempok otot depresor terdiri dari mm. tirohyoid, sternohyoid dan omohyoid yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelempok otot elevator terdiri dari mm. digastrikus anterior dan posterior, stilohyoid, geniohyoid dan milohyoid yang dipersarafi oleh nervus kranial V, VII, IX. Kelompok otot ini penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring di bawah dasar lidah (ballenger JJ, 1993).

Mm. konstriktor media dan inferior serta m. Krikofaring dari faring, juga merupakan otot ekstrinsik laring yang penting. M. Konstriktor media melekat pada kornu mayor os hyoid. M. Konstriktor inferior melekat pada garis oblik di kartilago tiroid pada ikatan fibrosa yang menghubungkan ruang krikotirooid di sisi lateral, pada m. Krikotiroid dan pada tulang rawan krikoid (ballenger JJ, 1993).

(6)

Gambar 2.4

Otot-otot ekstrinsik laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.11,fig.1.10

Intrinsik. Otot intrinsik laring semuanya berpasangan, kecuali m. Interaritenoid. Fungsinya mempertahankan dan mengontrol jalan udara pernapasan melalui laring, mengontrol tahan terhadap udara ekspirasi selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama proses menelas. M. Krikotiroid dipersarafi oleh ramus eksterna n. laring superior dan semua otot intrinsik laring lainnya dipersarafi oleh n. laring rekuren (ballenger JJ, 1993).

M. krikotiroid terletak di permukaan depan laring, antara sisi lateral krikoid dan kartilago tiroid. Serat-serat ototnya menyebar ke belakang dan ke atas, dipersarafi oleh ramus eksternus n. laringus superior, otot ini berfungsi untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dengan menjungkit kartilago tiroid dan krikoid melingkari fulkrum sendi krikotiroid (ballenger JJ, 1993).

(7)

Gambar 2.5 Otot-otot intrinsik laring

sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.13, fig.1.13

M. krikoaritenoid posterior berasal dari fosa yang lebar pada permukaan posterior lamina kuadratus kartilago krikoid, otot ini ditutupi oleh membran mukosa laringofaring. Kontraksi otot ini membawa prosesus muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral. Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama pita suara dan juga membantu menunjang kartilago aritenoid dalam hubungan kedudukannya degan krikoid (ballenger JJ, 1993).

M. krikoaritenoid lateral adalah oto segi panjang kecil yang berasal dari tepi superior dan lateral bagian posterior arkus arkus krikoid, lateral terhadap perlekatan dengan konus elastikus. Otot ini berjalan ke belakang dan ke atas, berinsersi ke permukaan anterior prosesus muskularis aritenoid dan melakukan gerak adduksi pita suara (ballenger JJ, 1993).

M. tiroaritenoid adalah otot yang berasal dari permukaan dalam ala tiroid dan konus elastikus. Terbagi menjadi dua bagian, m. Vokalis atau tiro aritenoid interna, berinsersi pada pinggir bebas konus elastikus dan batas lateral prosesus vokalis. M. Tiroaritenoid eksterna berinsersi pada aritenoid antara prosesus vokalis dan perlekatan krikoaritenoid lateral. Otot ini bekerja untuk adduksi pita

(8)

suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi bebas pita suara (ballenger JJ, 1993).

M. interaaritenoid merupkan otot yang tidak berpasangan dan terdiri dari serat-serat transversal dan oblik yang menghubungkan kedua korpus kartilago aritenoid. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n. laring rekuren, karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n. laring rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan motorik dari n. laringius superior (ballenger JJ, 1993).

M. ariepiglotik merupakan lanjutan dari bagia oblikm. Interaritenoid ke pita suara palsu dan berinsersi ke membran kuadrangularis dan tepi epiglotis. Otot ini bekerja untuk menutup sfingter laring superior, tetapi bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi jika fungsi pita suara palsu menggantikan fungsi pita suara asli (ballenger JJ, 1993).

Tabel 2.1 Kerja otot intrinsik laring 1. Abduktor M. krikoaritenoid posterior

2. Adduktor M. krikoaritenoid lateral M. interaritenoid

M. tiroaritenoid eksterna (lemah)

3. Tensor M. tiroaritenoid eksterna (atau m. Vokalis), mengurangi tegangan

M. krikotiroid (adduktor lemah), meninggikan tegangan

2.1.5. Persendian Laring

Persendian krikotiroid merupakan sendi-sendi sinovial kecil anatara kornu inferior kartilago tiroid dan bagian postero-medial kartilago krikoid. Tiap permukaan sendi krikoid merupakan daerah yang agak menonjol dengan lekukan

(9)

sentral yang sesuai dengan permukaan yang agak cembung pada sendi bagian tiroid. Tiap sendi ditunjang oleh tiga ligamen, ligamentum krikotiroid anterior, inferior dan posterior (ballenger JJ, 1993).

Gerakan sendi merupakan gerak rotasi hanya pada bidang sagital. Sendi ini merupakan titik tumpu fungsi m. Krikotiroid, karena itu destruksi atau fiksasi sendi akan mengurangi efek m. Krikotiroid pada peregangan pita suara (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.6 Persendian pada laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.6, fig.1.5

Masing-masing kartilago krikoaritenoid membentuk sendi dengan permukaan bentuk elips pada batas postero superior cincin krikoid. Permukaan sendi krikoaritenoid berbentuk pelana dan terletak pada sudut siku-siku dengan permukaan krikoid. Persendian ditunjang oleh kapsul sendi yang diliputi oleh sinovium, dan kapsul tersebut diperkuat di posterior oleh ligamentum krikoaritenoid yang kuat (ballenger JJ, 1993).

(10)

2.1.6. Bagian dalam Laring

Batas superior laring ditandai oleh pinggir bebas epiglotis, plika ariepiglotik, kartilago kornikulatum, dan batas superior daerah interaritenoid. Batas inferior adalah pinggir inferior kartilago krikoid (ballenger JJ, 1993).

Vestibulum laring adalah bagian di atas pita suara. Dinding anterior supraglotis dibentuk oleh epiglotis yang meruncing ke inferior, batas bawahnya ditandai oleh suatu penonjolan, yaitu tuberkulum epiglotikum, yang terletak 1 sampai 1,5 cm diatas komisura anterior (ballenger JJ, 1993).

Ada penonjolan dua masa yang lunak ke dalam vestibulum, yaitu plika ventrikularis atau pita suara palsu yang di anterior melekat pada epiglotis dekat tangkai dan di posterior bersatu dengan mukosa di permukaan aritenoid (ballenger JJ, 1993).

Glotis dibentuk oleh bagian membran pada dua pertiga anterior dan tulang rawan pada sepertiga posterior. Bagian membran termasuk pita suara, yang dibentuk medial oleh penebalan batas superior konus elastikus (yaitu ligamentum vokalis) dan di lateral oleh m. Vokalis yang merupakan bagian dari m. Tiroaritenoid. Di anterior, pita membran saling bertemu dan berbentuk V dan bergabung membentuk tendo komisura anterior yang melekat pada bagian dalam perikondrium tiroid dan tulang rawan. Di posterior, pita membran melekat pada prosesus vokalis, yang bersama korpus inferior aritenoid membentuk bingkai tulang rawan untuk glotis (ballenger JJ, 1993).

Pita suara asli dan palsu dipisahkan oleh sulkus yang mengarah ke lateral, yang disebut ventrikel. Bentuknya meluas ke lateral hampir sampai ala tiroid yang dibatasi oleh mukosa dan serat otot. Dasarnya dibentuk oleh permukaan superior pita suara yang datar. Ventrikel selain meluas ke lateral, juga meluas ke vertikal, lateral terhadap membran kuadrangularis (ballenger JJ, 1993).

Untuk kepentingan klinis, fossa piriformis biasanya dianggap sebagai bagian dari hipofaring inferior, tetapi secara anatomi merupakan bagian laring.tiga perempat bagian fossa piriformis dikelilingi oleh ala kartilago tiroid. Tiap fossa

(11)

terletak di vestibulum laring. Letaknya di antara membran tirohyoid dan ala tiroid di lateral dan plika ariepiglotik, aritenoid dan kartilago krikoid superior di medial (ballenger JJ, 1993).

2.1.7. Histologi

Epitel yang menutupi laring terdiri dari epitel gepeng tanpa keratinisasi atau epitel torak berlapis semu bersilia. Bagian atas epiglotis, plika ariepiglotik dan fossa piriformis ditutupi oleh epitel gepeng. Bagian bawah pita suara palsu, ventrikel dan daerah infraepiglotik ditutupi oleh epitel berlapis semu bersilia (ballenger JJ, 1993).

Mukosa laring mengandung banyak kelenjar seromukus, terutama banyak di pita suara palsu dan ventrikel dan kemungkinan menjadi tempat kista retensi. Kelenjar mukosa banyak di laring, tetapi tepi pita suara asli seluruhnya tidak mengandung kelenjar (ballenger JJ, 1993).

Di bawah epitel laring terdapat membran basalis yang jumlahnya dan sifatnya bervariasi pada berbagai lokasi laring. Jaringan submukosa berisi stroma longgar dan fibrosa, kecuali pada permukaan laring epiglotis dan pita suara, di mana epitelnya melekat erat. sebaliknya, mukosa relatif banyak dan longgar pada permukaan anterior epiglotis, plika ariepiglotis dan subglotis, sedangkan di bagian laring lebih dalam relatif sedikit (ballenger JJ, 1993).

2.1.8. Pendarahan Laring

Pendarahan laring berasal dari a. Laringius superior, a. Laringius inferior, dan a. Krikotiroid. A, tiroid superior berasal dari bagian bawah a. Karotis eksterna atau a. Karotis komunis (15%). Arteri keluar jauh di dalam lapisan otot pengikat dan bercabang ke a. Laringius superior dekat tempat asalnya. A. Laringius superior terbagi menjadi dua cabang, a. Infrahyoid dan a. Krikotiroid sebelum memasuki laring melalui membran tirohyoid bersama n. laringius internus (ballenger JJ, 1993).

a.krikotiroid berjalan menuju inferior, bersama ramus eksterna n. laringius superior. Arteri ini berjalan jauh di dalam otot pengikat pada waktu menempel

(12)

pada m. Konstriktor inferior dan akhirnya memasuki laring melalui membran krikotiroid sedikit lateral dari garis tengah (ballenger JJ, 1993).

a. tiroid inferior merupakan cabang dari trunkus tiroservikal dari a. Subklavia (ballenger JJ, 1993).

Gambar 2.7

Sistem Arteri pada Laring

Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.12,fig.1.12

a. tiroid inferior memberikan cabang a. Laringius inferior sewaktu menyilang n. laringius rekuren (ballenger JJ, 1993).

Aliran balik vena laring dibawa oleh v. Laringius superior, v. Tiroid superior dan media, yang semuanya akan bermuara di v. Jugularis interna (ballenger JJ, 1993).

2.1.9. Aliran Limfe Laring

Aliran limfe terdiri dari dua sistem besar: superfisial dan profunda. Sistem superfisial (intramukosa) mempunyai hubungan bebas antara sisi kanan dan kiri laring. Sistem limfe profunda (submukosa) yang lebih penting pada penyebaran

(13)

tumor. Aliran limfe laring dibagi dalam empat kelompok: satu di atas dan satu di bawah pita suara asli, dan sistem llimfatik kanan dan kiri . aliran limfe akan mengalami regresi dengan bertambahnya umur (ballenger JJ, 1993).

Limfe supraepiglotik termasuk plika ariepiglotik dan pita suara palsu, mengalir ke saluran superior mengikuti a. Tiroid superior, selanjutnya berkumpul sebagai pedikel di ujung anterior plika ariepiglotik, berjalan ke antero-lateral menuju dinding anterior piriformis dan keluar dari laring dengan berkas neurovaskular superior. Selanjutnya menembus membran tirohyoid untuk bermuara pada kelenjar limfe servikal profunda superior yang terletak dekat percabangan a. Karotis komunis dan v. Jugularis interna (98%). Kadang-kadang beberapa saluran limfe bermuara ke rantai servikal bawah dan kelenjar servikal assessorius (2%). Aliran limfe ini mengalir ke kepala (ballenger JJ, 1993).

Aliran limfe infraglotik mempunyai dua aliran inferior: aliran yang menembus membran krikotiroid media (pedikel media) menuju kelenjar limfe yang terletak di depan trakea, yang kemudian menuju kelenjar servikal profunda media. Bagian dari kelempok inferior berjalan melalui kelenjar limfe yang mengikuti a. Tiroid inferior dan menuju kelenjar subklavia, para-trakea dan trakeo-esofagus. Aliran limfe subglotik dekat krikoid dan di dalam membran krikotiroid mempunyai saluran yang mengumpulkan aliran dari kedua sisi laring dan saluran limfe yang keluar dari situ menuju kelenjar servikal pada kedua sisi. Pengamatan ini menunjukkan bahwa karsinoma subglotik mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menyebar ke kontralateral (ballenger JJ, 1993).

Kurangnya hubungan langsung limfe antara leher bagian bawah dan mediastenum, merupakan barier untuk penyebaran limfatik. Hal ini mempunyai arti penting dalam membatasi karsinoma sel skuamosa laring dan sistem organ epitel lain di daerah leher dan kepala, dalam waktu yang panjang tetap terbatas di leher (ballenger JJ, 1993).

(14)

2.2. Fisiologi Laring

Laring merupakan sebuah katup yang mengatur terbukanya saluran nafas bawah. Bersuara dan berbicara adalah fungsi sekunder daripada laring . pita suara mengabduksi untuk membuka saluran nafas dan mengadduksi untuk menutup saluran nafas. Pinggiran pita suara dilapisi oleh mukosa yang sangat khusus untuk bervibrasi, dengan struktur berlapis dari submukosa. Suara dihasilkan ketika udara menekan keluar dari paru-paru sehingga mengadduksi laring (Lee KJ, 2008).

Mekanisme perlindungan jalan napas oleh laring mempunyai tingkatan perlindungan pertama melalui elevasi daripada laring. Laring bergerak ke atas dan ke depan, epiglotis bergerak ke bawah dan ke belakang, pita suara palsu dan asli menyempit (Lee KJ, 2008).

Batuk juga merupakan mekanisme perlindungan jalan napas oleh laring. Batuk adalah ekshalasi yang kuat dan melawan goltis yang tertutup sehingga terbuka secara tiba-tiba. Batuk mempunyai 3 fase pada laring, pertama abduksi laring selama fase inspiratori, penyempitan laring selama fase kompresif, dan abduksi yang luas ketika fase ekspulsif (Lee KJ, 2008).

2.3. Tumor Laring

2.3.1. Tumor Jinak Laring

Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring.

Tumor jinak laring dapat berupa :

1. Papiloma laring (terbanyak frekuensinya) 2. Kondroma

3. Neurofibroma

4. Mioblastoma sel granuler 5. Adenoma

(15)

Papilloma laring

Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis:

1. Papilloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa

2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker

2.3.1.1. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan laring langsung, biopsi serta pemeriksaan patologi-anatomik (FK UI, 2007).

2.3.1.2. Terapi

- Ekstirpasi dengan bedah mikro atau juga dengan sinar laser

- Tidak dianjurkan memberikan radioterapi, oleh karena dapat berubah menjadi ganas (FK UI, 2007).

2.3.2. Tumor Ganas Laring 2.3.2.1. Definisi

Kanker laring merupakan pertumbuhan sel ganas pada laring dimana lebih dari 95% dari kanker laring merupakan karsinoma sel skuamous (Vasan, 2008). 2.3.2.2 Insidensi

Insidensi kanker laring diperkirakan 1-2% kasus baru di dunia. Pada tahun 2007 terhitung 11.300 kasus baru didiagnosa kanker laring di Amerika Serikat dan 3660 kematian dikarenakan kanker laring (Lee KJ, 2008).

2.3.2.3. Epidemiologi

Perbandingan pria dan wanita adalah 3-5 : 1, risiko terjadinya kanker laring pada wanita dikarenakan meningkatnya faktor risiko merokok (Lee KJ, 2008). Dalam periode 6 tahun (tahun 1980-1985), di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 144 penderita karsinoma laring dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebanyak 7:1. Karsinoma laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 50-60 tahun.

(16)

Di RSUP H. Adam Malik Medan, dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun.

2.2.2.4. Etiologi

Penyebab kanker laring sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok dan peminum alkohol memiliki risiko tinggi terhadap kanker laring. Analisis internasional menunjukkan kurang lebih 89% terjadinya kanker laring disebabkan dampak kombinasi merokok dan konsumsi alkohol (Hasbie et al,2008). Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker laring pada pekerja-pekerja yang terpapar asbes dan debu kayu (Rushton,2010).

2.3.2.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati dan cenderung makin lama makin berat. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau atau langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomik. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga diperlukan pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (FK UI, 2007).

2.3.2.6. Klasifikasi

Klasifikasi tumor ganas laring berdasarkan AJCC 2006, sebagai berikut : Tumor Primer

(17)

1. Supraglotis

T1 : Tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal.

T2 : Tumor menginvasi > 1mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (misalnya : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.

T4a : Tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya ; trakea, muskulus ekstrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau stuktur mediastinum.

2. Glottis

T1 : Tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal. T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara asli.

T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara asli.

T2 : Tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

3. Subglottis

(18)

T2 : Tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli.

T4a : Tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (misalnya : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

T4b : Tumor menginvasi ruang prevertebra sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)

N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 : Metastase satu kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter ≤ 3 cm.

N2a : Metastase satu ke kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter 3≤x<6 cm.

N2b : metastase ke multipel kelenjar limfa inspilateral, dengan ukuran diameter <6 cm

N2c : Metastase ke bilateral atau kontralateral kelenjar limfa, dengan ukuran <6 cm.

N3 : Metastase ke single/multipel kelenjar limfa, dengan ukuran ≥6 cm.

Metastasis jauh (M)

M0 : Tidak dijumpai metastasis jauh. M1 : Dijumpai metastasis jauh. Staging (Stadium) 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0

(19)

T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1 2.3.2.7. Terapi

Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan tinfakan yang akan diambil sebagai penanggulangannya.

Ada 3 cara penanggulangan yan lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatik ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.

Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau untuk mendapatkan radiasi.

Jenis pembedahan adalah laringektomia totalis atau pun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan lokasi diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher.

Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk.

(20)

2.3.2.8. Prognosis

Tumor laring mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal. 2.4. Karsinogenesis

Kanker terjadi ketika sel-sel pada bagian tubuh kita mulai tumbuh secara tidak normal atau diluar kendali. Ada banyak jenis kanker, tetapi semuanya ada karena pertumbuhan yang tidak tekendali dari sel-sel yang abnormal. Pertumbuhan sel kanker berbeda dengan pertumbuhan sel normal. Bukannya mengalami kematian sel, sel-sel kanker terus tumbuh dan mempunyai bentuk yang baru, sel-sel abnormal. sel kanker juga bisa menginvasi jaringan lain, suatu proses yang tidak bisa dilakukan sel yang normal. Tumbuh tidak terkendali dan menginvasi jaringan lain itulah yang membuat sel normal menjadi sel kanker (American Cancer Society, 2014).

Sel-sel menjadi sel kanker dikarenakan kerusakan pada DNA. DNA terdapat pada semua sel dan mempunyai peranan yang sangat penting. Pada sel normal, ketika DNA mengalami kerusakan maka sel akan memperbaiki kerusakan atau menjadi sel mati. Pada sel-sel kanker, DNA yang rusak tidak diperbaiki dan juga tidak mati seperti seharusnya. Bahkan, sel ini terus membuat sel-sel baru yang tidak dibutuhkan tubuh. Sel-sel yang baru ini akan terus mengalami kerusakan DNA yang sama seperti yang terjadi pada sel pertama yang rusak. Seseorang bisa mengalami kerusakan DNA, tetapi kebanyakan kerusakan DNA disebabkan oleh kesalahan yang terjadi ketika sel normal membelah atau oleh sesuatu yang ada di lingkungan. Terkadang penyebab kerusakan DNA karena sesuatu yang jelas, seperti merokok. Tetapi sering dikarenakan penyebab yang belum diketahui (American Cancer Society, 2014).

Pada kebanyakan kasus sel-sel kanker, sel-sel kanker dapat membentuk sel tumor. Sel kanker sering menyebar ke bagian lain dari tubuh, dimana sel kanker mulai tumbuh dan membentuk tumor baru yang pindah ke jaringan normal. Proses ini disebut metastsis. ini terjadi ketika sel-sel kanker menyebar ke

(21)

aliran darah atau pembuluh limfe pada tubuh kita. Tidak semua tumor adalah sel-sel kanker. Tumor yang bukan sel-sel-sel-sel kanker disebut tumor jinak. Tumor jinak bisa menyebabkan masalah karena dapat menekan organ-organ sehat sekitarnya. Sel tumor tidak bisa tumbuh atau menginvasi jaringan lain dan juga tidak bisa mengalami proses metastasis (American Cancer Society, 2014).

2.5. Faktor-Faktor Risiko Kanker Laring

Faktor risiko adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit, seperti kanker. Setiap kanker mempunyai faktor risiko yang berbeda-beda. Beberapa faktor risiko seperti merokok dapat diubah. Lainnya, seperti umur seseorang atau riwayat keluarga tidak dapat diubah. Menurut American Cancer society ada beberapa fakor risiko untuk terjadinya kanker laring, yaitu : konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, infeksi HPV, sindrom genetik, paparan tempat kerja, jenis kelamin, umur , ras, penyakit gastroesofageal reflux (American Cancer Society, 2014).

2.5.1. Konsumsi Alkohol

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol meningkatkan risiko kanker rongga mulut, faring, dan laring . Baan et al, menemukan bahwa minum 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan dengan non-peminum.

2.5.2. Penggunaan Tembakau

Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya kanker leher dan kepala (temasuk kanker laring dan hypofaring). Risiko untuk terjadinya kanker ini jauh lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan non-perokok. Kebanyakan penderita kanker laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara lain (American Cancer Society, 2014).

(22)

2.5.3. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)

Human Papilloma Virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe 16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker. Kekuatan untuk menggunakan informasi tentang HPV ini masih kurang jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang beragam. Almadori et al mengungkapkan bahwa sepertiga dari tumor laring ditemukan adanya DNA HPV, tetapi Ha dan Califano berpendapat bahwa HPV menpunyai mekanisme untuk memicu perkembangan tumor. Clayman et al menemukan bahwa 24 diantara 57 spesimen dari kanker laring merupakan pasien yang positif HPV. Studi mereka mengungkapkan bahwa HPV bisa ditemukan pada tumor yang mengalami kelainan biologis dengan prognosis yang buruk (Cummings, 2005).

2.5.4. Paparan pada Tempat Industri

lama terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang digunakan pada industri metal, minyak, plastik, dan textil juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2014). 2.5.5. Jenis Kelamin

kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4 kali lebih sering dibandingkan dengan wanita. Ini dikarenakan faktor risiko utama, merokok dan konsumsi alkohol, yang sering pada pria. Tetapi pada tahun-tahun terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat (American Cancer Society, 2014).

(23)

2.5.6. Usia

Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi kanker laring jarang ditemukan pada orang-orang muda. Lebih dari setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker pertama kali didiagnosis (American Cancer Society, 2014).

2.5.7. Ras atau Suku

Kanker laring lebih sering ditemukan pada ras Amerika-Afrika dan orang kulit putih dibandingkan dengan ras Asia dan Latin (American Cancer Society, 2014). Insidens terjadinya kanker laring dua kali lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih di Amerika (Wasfie T, 1988 dalam Cummings CW, 2005).

2.5.8. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah naiknya asam lambung ke esofagus. GERD dapat menyebabkan heartburn dan meningkatkan terjadinya kanker pada esofagus. Studi-studi sudah dilakukan untuk melihat jika ini meningkatkan risiko kanker pada laring (American Cancer Society, 2014). Koufman melaporkan bahwa 31 pasien kanker laring, didokumentasikan 84% dijumpai reflux. Berbeda dengan penelitian kebanyakan, hanya 58% pasien adalah perokok (koufman JA, 1991 dalam Cummings CW, 2005).

Gambar

Gambar 2.1 Tulang dan Kartilago-Kartilago Laring  Sumber : http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/ElectricAirway/AnatIm ages/LarynxGrossAnatomy.jpg
Gambar 2.2 Ligamen dan Membran pada Laring  Sumber: Harry M. Tucker, The Larynx, Thieme 1987, p.8, fig.1.7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis siswa dilakukan untuk melihat karakteristik siswa meliputi kemampuan akademik, motivasi dan kemampuan berfikir kritis siswa. Hasil analisis dapat dijadikan

Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, gapa, pilar

Grafik Pasang Surut Bulan April 2017 di Kota Serang, Banten ... Grafik Pasang Surut Bulan Mei 2017 di Kota Serang,

Penerapan sebuah strategi tidak bisa diterapkan tanpa adanya perhitungan keuangan, operasional dan sumber daya manusia dikarenakan peralatan-peralatan baru yang

Pertama agama Adam adalah agama yang dianut oleh Wong Sikep (sebutan orang Samin).. Agama Adam adalah agama yang penuh misteri karena agama Adam tidak bisa sepenuhnya

Di sini muncul daerah warna warna Ungu dikarenakan bahwa pada campuran ini menggunakan Oksigen murni sehingga reaksinya menjadi sangat reaktif ssehingga daerah

Hal ini terlihat dari rata-rata nilai aktivitas pembelajaran siswa sebesar 56,40, Selanjutnya pada siklus I setelah pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi

Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subjek dari kelompok yang mempunyai