• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 96% DAUN

SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)

TERHADAP KUALITAS SPERMA PADA TIKUS

JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY SECARA IN

VIVO DAN AKTIVITAS SPERMISIDAL SECARA IN

VITRO

SKRIPSI

NURHAFIZA

1111102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 96% DAUN

SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees)

TERHADAP KUALITAS SPERMA PADA TIKUS

JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY SECARA IN

VIVO DAN AKTIVITAS SPERMISIDAL SECARA IN

VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NURHAFIZA

1111102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Nurhafiza Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

Daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai agen antifertilitas. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Ekstrak etanol 96% daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) diberikan secara oral selama 48 hari yang terdiri dari 25 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley dan dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol (Tween 80 2%), kelompok perlakuan dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB serta satu kelompok untuk uji spermisidal secara in vitro. Parameter antifertilitas yang diuji adalah bobot testis, motilitas spermatozoa, diameter tubulus seminiferus dan aktivitas spermisidal. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji LSD jika hasil dari uji one way ANOVA dan Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05). Dari hasil analisis bobot testis tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05) antara kelompok perlakuan dosis dengan kelompok kontrol negatif. Motilitas spermatozoa terdapat perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05) antara kelompok perlakuan dosis dengan kontrol negatif. Diameter tubulus seminiferus menunjukkan penurunan pada ketiga kelompok perlakuan dosis, namun yang mengalami perbedaan secara bermakna (p ≤ 0,05) terhadap kelompok kontrol negatif hanya pada kelompok perlakuan dosis 200 mg/kg BB. Konsentrasi efektif minimum yang dapat mematikan 100% sperma dalam waktu 20 detik adalah 200 mg/mL. Semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar efek spermisidalnya. Berdasarkan data diatas ekstrak etanol 96% daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) berpotensi sebagai agen antifertilitas yang dapat dikembangkan sebagai bahan kontrasepsi.

(7)

Major : Pharmacy

Title : Study of Activity of 96% Ethanol Extract of Sambiloto

Leaves (Andrographis paniculata (Burm.f)Nees) Against Sperm Quality inMale Sprague-Dawley Rats by In Vivo Method and Spermicidal Activity by In Vitro Method

Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness is known as antifertility agent. This was an experimental research. The 96% ethanol extract of sambiloto leaves (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) was given orally for 48 days. This research used 25 rats which were divided five groups such as control (Tween 80 2%), 100, 200, 400 mg/kgBW, and spermicidal activity by using in vitro method. Each group consisted of five male Sprague-Dawley rats. Antifertility parameters that were being examined are testes weight, sperm motility, semniferous tubule diameter, and spermicidal activity. Data was analyzed by using ANOVA, Kruskal-Wallis and LSD. The result of testes weight was not significant compared to the control group (p ≥ 0,05). Sperm motility result showed significant difference between treatment groups and control group (p ≤ 0,05). The semniferous tubule diameter did not significantly decrease at 100mg/kgBW and 400mg/kgBW, but it signficantly decreased at 200mg/kgBW against control group (p ≤ 0,05). Minimum effective concentration (MEC) which could be lethal to 100% of sperm within 20 seconds was 200 mg/mL. The greater concentration of the extract had the greater effect of spermicidal. Based on the results, the 96% ethanol extract of sambiloto leaves (Andrographis paniculata (Burm.f) Ness) is a potential antifertility agent which can be developed as contraception material.

(8)

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan judul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)

Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro.”

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimkasih kepada :

1. Dr. Azrifitria M. Si., Apt dan Syaikhul Aziz M. Si., Apt sebagai dosen

pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan,

bimbingan dan dukungan kepada penulis.

2. Drs. Arif Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ayahanda tercinta Dasrul dan ibunda tercinta Rita Herni yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, dukungan baik moril maupun materi serta semangat yang tak terhingga di setiap langkah penulis.

5. Kakakku tersayang Nofita, Nova Mardian, Desi Yanti dan adikku

tersayang Nurul Fadhilah yang telah memberikan do’a dan dukungan kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Dosen Matematika bapak Suhendra yang telah membantu dalam

menjelaskan cara analisis menggunakan SPSS kepada penulis.

(9)

9. Teman-teman yang sudah membantu selama proses penelitian dan

skripsi Sry Wardiyah, Brasti Eka P., Fitri Apriani, Athiyah, Evi, Sheila,

Sutar, Rhesa Ramadhan, Dini Fauzana, Rizky Hidayanti Rambe, Rahmi

Sertiana, Ageng, Ices, Elsa Elfrida, Charinna Agus P., dan Khoirunnisa

Robbani.

10. Teman – teman Farmasi 2011 atas persaudaraan, kebersamaan telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun

selama di bangku perkuliahan.

11. Kakak kelas ku Mayta Ravika, Jaga Pramudita, dan Nisfit yang telah

memberikan bantuan dan pengetahuan tentang penelitian antifertilitas

kepada penulis.

12. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

mempersipkan alat dan bahan selama penelitian.

13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian

skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua

bantuan, dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang

membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin Ya Rabbal’alamiin.

Jakarta, Juni 2015

(10)
(11)

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAAN ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... viiii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... xi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Hipotesis ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tinjauan Botani Sambiloto ... 5

2.1.1. Sejarah Sambiloto ... 5

2.1.2. Nama Lokal dan Nama Asing ... 5

2.1.3. Klasifikasi Tanaman... 5

2.1.4. Deskripsi Tanaman ... 6

2.1.5. Kandungan Kimia Daun Sambiloto ... 7

2.1.6. Khasiat dan Kegunaan ... 8

(12)

2.3.2. Ekstraksi ... 11

2.4. Tinjauan Hewan Percobaan ... 13

2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih ... 13

2.4.2. Karakteristik Tikus Putih (Rattus norvegicus) ... 13

2.5. Sistem Reproduksi Tikus Jantan ... 15

2.5.1. Spermatozoa ... 17

2.5.2. Spermatogenesis pada Tikus ... 18

2.5.3. Hormon yanng Mengontrol Spermatogenesis ... 20

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.2. Alat dan Bahan ... 23

3.2.1. Alat Penelitian ... 23

3.2.2. Bahan Penelitian... 23

3.2.3. Bahan Kimia ... 24

3.2.4. Hewan Uji ... 24

3.3. Rancangan Penelitian ... 24

3.3.1. Besar Sampel ... 24

3.3.2. Dosis Perlakuan ... 24

3.4. Kegiatan Penelitian ... 25

3.4.1. Pembuatan Ekstrak ... 25

3.4.2. Penapisan Fitokimia ... 26

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ... 28

3.4.4. Uji Kualitatif Andrographolide ... 29

3.4.5. Persiapan Hewan Uji ... 29

3.4.6. Pemberian Perlakuan ... 30

3.4.7. Pembuatan Preparat ... 30

3.4.8. Pengukuran Parameter ... 30

3.5. Analisis Data ... 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

(13)

4.1.3. Penapisan Fitokimia Ekstrak ... 33

4.1.4. Pengujian Parameter Ekstrak ... 34

4.1.5. Uji Kualitatif Andrographolide dengan KLT ... 35

4.1.6. Pengukuran Bobot Testis ... 37

4.1.7. Perhitungan Motilitas Spermatozoa ... 39

4.1.8. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 40

4.1.9. Pengujian Aktivitas Spermisidal ... 42

4.2. Pembahasan ... 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(14)

Tabel Halaman

2.1. Karakteristik Tikus Putih ... 15

3.1. Rancangan Percobaan ... 25

4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto ... 34

4.2. Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak ... 34

4.3. Rerata Bobot Testis ... 37

4.4. Rerata Motilitas Spermatozoa ... 39

4.5. Rerata Diameter Tubulus Seminiferus ... 41

4.6. Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal ... 42

5.1. Hasil Uji Normalitas Bobot Testis Tikus Jantan ... 77

5.2. Hasil Uji Homogenitas Bobot Testis Tikus Jantan ... 78

5.3. Hasil Uji ANOVA Bobot Testis Tikus Jantan ... 79

5.4. Hasil Uji Normalitas Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan ... 80

5.5. Hasil Uji Homogenitas Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan ... 81

5.6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan ... 82

5.7. Hasil Uji LSD Motilitas Spermatozoa Tikus Jantan ... 81

5.8. Hasil Uji Normalitas Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Jantan ... 83

5.9. Hasil Uji Homogenitas Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Jantan ... 84

5.10. Hasil Uji ANOVA Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Jantan ... 85

5.11. Hasil Uji LSD Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Jantan ... 85

(15)

2.1. Pohon, Bunga, Buah dan Daun Sambiloto (Andrographis paniculata) ... 6

2.2. Penampang ventral sistem urogenital tikus jantan ... 16

2.3. Sperma tikus Sprague-Dawley pada pembesaran 400 kali ... 17

2.4. Tahapan siklus sel dalam spermatogenesis tikus ... 18

4.1. Kromatogram Lapis Tipis ekstrak etanol 96% daun sambiloto ... 36

4.2. Profil TLC Scanner ... 37

4.3. Grafik bobot testis ... 38

4.4. Grafik motilitas spermatozoa ... 39

4.5. Grafik diameter tubulus seminiferus ... 41

4.6. Grafik aktivitas spermisidal ekstrak etanol 96% daun sambiloto ... 43

5.1. Tanaman sambiloto ... 72

5.2. Serbuk daun sambiloto ... 72

5.3. Proses maserasi daun sambiloto ... 72

5.4. Proses penyaringan maserat ... 72

5.5. Hasil penyaringan maserat ... 72

5.6. Pemekatan ekstrak dengan vacum rotary evaporator ... 72

5.7. Ekstrak kental ... 72

5.8. Ekstrak yang telah diemulsikan ... 72

5.9. Hewan uji ... 72

5.10. Penimbangan hewan uji sebelum disonde ... 72

5.11. Penyondean ekstrak ... 72

5.12. Penimbangan pakan yang akan diberikan ... 72

5.13. Hewan uji dikorbankan ... 72

5.14. Pembedahan hewan uji ... 72

5.15. Kauda (kiri) dan testis (kanan) ... 72

(16)

5.19. Kauda epididimis ... 73

5.20. Pembukaan kauda epididimis dengan spuit ... 73

5.21. Pengeluaran sperma dari kauda epididimis ... 73

5.22. Sperma diteteskan di atas Neubauer hematositometer ... 73

5.23. Pengamatan motilitas spermatozoa dengan perbesaran 40x10 ... 73

5.24. Bilik hitung Neubauer ... 73

5.25. Kauda epididimis ... 74

5.26. Pembukaan kauda epididimis dengan spuit ... 74

5.27. Pengeluaran sperma dari kauda epididimis ... 74

5.28. Seri konsentrasi ekstrak ... 74

5.29. Pengmatan motilitas spermatozoa dengan perbesaran 40x10 ... 74

5.30. Bilik hitung Neubauer ... 74

5.31. Testis yang akan digunakan dibuat preparat ... 74

5.32. Testis dalam formalin 10% ... 74

5.33. Histologi testis dilihat di bawah mikroskop ... 74

(17)

1. Hasil Determinasi Tanaman ... 64

2. Alur Penelitian ... 65

3. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Sambiloto ... 67

4. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto ... 69

5. Perhitungan Rendemen, Kadar air, dan Kadar Abu ... 71

6. Gambar Kegiatan Penelitian ... 72

7. Hasil Pengukuran Berat Badan ... 75

8. Hasil Analisis Data Bobot Testis ... 77

9. Hasil Analisis Data Motilitas Spermatozoa ... 80

10. Hasil Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 84

(18)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Population Data Sheet (2013; 2014) jumlah penduduk

Indonesia pada tahun 2013 mencapai 249 juta jiwa, dan tahun 2014

mencapai 251 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa

jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

Pertambahan jumlah penduduk ini merupakan salah satu masalah yang

dihadapi Indonesia dalam pembangunan nasional dan akan berdampak luas

terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, serta ketersediaan pangan.

Pertambahan penduduk yang terjadi secara terus menerus akan memicu

terjadinya kasus kemiskinan yang semakin tinggi dan akan berdampak pada

pemenuhan gizi bayi serta meningkatnya angka pengangguran (Fitria,

2010). Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan

pertambahan jumlah penduduk tersebut adalah menurunkan angka kelahiran

melalui program keluarga berencana (KB) yang sudah dilaksanakan sejak

tahun 1970. Melalui program ini angka kelahiran dapat dikendalikan. KB

memiliki dua program, yaitu KEI (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) dan

pelayanan kontrasepsi (Sulistio et al, 2010).

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat disebabkan oleh

rendahnya partisipasi suami dalam pelaksanaan program KB baik dalam

praktik KB, mendukung istri dalam pelaksanaan kontrasepsi, sebagai

motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak (Budisantoso,

2009). Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Juli 2014, jumlah partisipasi baru penggunaan KB di tahun 2014

yaitu pria 6,32% dan wanita 93,68%. Berdasarkan data tersebut dapat

terlihat bahwa partisipasi suami dalam melakukan KB masih rendah

daripada partisipasi istri. Hasil data di atas bila dibandingkan dengan

negara-negara islam lainnya, seperti Bangladesh dan Malaysia angka

partisipasi suami di Indonesia sebagai akseptor KB tersebut masih terbilang

rendah, Bangladesh sebesar 13,9% tahun 1997, dan Malaysia sebesar 16,8%

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rendahnya kesertaan atau partisipasi pria dalam praktik KB

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keterbatasan penerimaan dan

aksesibilitas (keterjangkauan) pelayanan kontrasepsi pria, serta adanya

anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih

cenderung menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri

atau perempuan (Budisantoso, 2009). Jenis kontrasepsi pria yang tersedia

sangat terbatas juga menjadi alasan rendahnya partisipasi pria dalam

melaksanakan KB. Hal tersebut menjadi landasan mengapa perkembangan

teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada pria. Bahan atau alat

kontrasepsi pria yang masih sangat terbatas, yaitu kondom dan vasektomi.

Upaya peningkatan keikutsertaan pria dalam program KB perlu dilakukan

melalui penelitian obat antifertilitas yang dapat digunakan oleh kaum pria

(Kaspul, 2007).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok

kerja untuk mencari dan mengembangkan pengaturan kesuburan pria yang

aman, efektif, dan dapat diterima. Strategi penelitian yang dilakukan oleh

kelompok kerja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui

bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif

yang bersifat antifertilitas (Yurnadi et al., 2002). Obat antifertilitas atau alat

kontrasepsi yang ideal untuk pria harus dapat mencegah terjadinya fertilitas,

aman, mempunyai kinerja cepat, tanpa efek samping, dan tidak

mempengaruhi libido. Para peneliti terus melakukan riset agar dapat

menemukan metode kontrasepsi ideal tersebut. (Priastini, Rina, 2007).

Tumbuhan obat sebagai kontrasepsi (KB) telah lama dikenal

masyarakat terutama di beberapa daerah di Indonesia, namun penelitian

mengenai obat tradisional atau bahan kimia yang berkhasiat sebagai obat

kontrasepsi untuk pria relatif belum berkembang. Usaha untuk meneliti dan

mengembangkan obat kontrasepsi pria diantaranya dengan meneliti khasiat

obat tradisional atau bahan dasarnya yang diduga mengandung zat yang

dapat digunakan sebagai kontrasepsi yang efektif (Susetyarini, 2009;

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu

bahan alam yang mempunyai khasiat antifertilitas. Sambiloto mengandung

tiga komponen utama diterpen lakton yaitu andrographolide,

neoandrographolide, dan 14-deoxyandrographolide. Ketiga komponen aktif

tersebut, senyawa andrographolide merupakan senyawa paling banyak

terdapat pada daun sambiloto dan paling berperan dalam pengobatan.

Senyawa yang diduga berperan sebagai antifertilitas adalah

andrographolide (Jadho et al, 2014). Menurut Akbarsha, M. A., dan P.

Murugaian (2000) andrographolide dapat mempengaruhi spermatogenesis

dengan mencegah terjadinya sitokinesis pada sel spermatogenik yang akan

membelah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Santra, et al (2013) dengan

pemberian ekstrak air daun sambiloto kepada tikus rumah pada dosis 250

mg/kg berat badan selama 30 dan 45 hari dapat menurunkan diameter

tubulus seminiferus dan sel Sertoli secara signifikan, jumlah sperma kauda

epididimis berkurang, dan terjadi abnormalitas sperma. Berdasarkan

penelitian tersebut perlu adanya dilakukan penelitian sambiloto yang

tumbuh di Indonesia dan penelitian ini di Indonesia sendiri belum banyak

dilakukan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), pelarut yang

diperbolehkan untuk ekstrak tumbuhan obat adalah air dan etanol. Penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Kumoro, et al (2009), andrographolide yang

terdapat dalam daun sambiloto lebih banyak tertarik dengan pelarut metanol

dan etanol serta sedikit larut dengan air. Semakin tinggi konsentrasi pelarut

yang digunakan maka andrographolide yang dihasilkan semakin banyak.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian daun sambiloto terhadap antifertilitas

ini dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak etanol 96%

daun sambiloto digunakan dengan variasi dosis yaitu 100, 200, dan 400

mg/kg berat badan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis

untuk melihat pengaruhnya terhadap penurunan bobot testis, motilitas

sperma, dan diameter tubulus seminiferus secara in vivo serta aktivitas

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat

diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% daun

sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees.) terhadap

kualitas sperma yang dinilai dari penurunan bobot testis, motilitas

sperma dan diameter tubulus seminferus, pada tikus jantan galur

Sprague-Dawley secara in vivo?

2. Apakah ekstrak etanol 96% daun sambiloto (Andrographis

paniculata (Burm.f) Nees.) mempunyai aktivitas spermisidal pada

tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vitro?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menguji ekstrak etanol 96% daun

sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees.) terhadap kualitas

spermatozoa yang dinilai dari penurunan bobot testis, motilitas sperma dan

diameter tubulus seminferus, pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara

in vivo dan aktivitas spermisidal secara in vitro.

1.4. Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol 96% daun sambiloto (Andrographis

paniculata (Burm.f) Nees.) dapat berpengaruh terhadap kualitas

spermatozoa yang dinilai dari penurunan bobot testis, motilitas sperma dan

berkurangnya diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur

Sprague-Dawley secara in vivo serta mempunyai aktivitas spermisidal secara in vitro.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah memberikan informasi kepada masyarakat

luas tentang manfaat daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f)

Nees.) sebagai agen antifertilitas yang telah dibuktikan dan memberikan

informasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu reproduksi yang

(22)

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Botani Sambiloto

2.1.1. Sejarah Sambiloto

Sambiloto merupakan salah satu tanaman diantara 20 jenis marga

Andrographis yang tumbuh di Asia tropika (Rahayu, et al, 1996).

Tanaman ini bukanlah tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari

India. Menurut data spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense di

Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893. Di India, sambiloto

adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri,

diare, atau malaria (Widyawati, 2007).

2.1.2. Nama Lokal dan Nama Asing

Di Indonesia sambiloto mempunyai berbagai macam nama lokal

seperti ampadu tanah (Minang), pepaitan (Melayu), sambiloto, bidara,

sadilata, takila (Jawa), ki oray, ki peurat, takilo (Sunda) (BPOM, 2012).

Sementara itu, nama-nama asing sambiloto diantaranya chuan xin

lian, yi jian xi, dan lan he lian (Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India),

xuyen tam lien dan congcong (Vietnam), quasabhuva (Arab),

nainehavandi (Persia), green chiretta dan king of bitter (Inggris)

(Widyawati, 2007).

2.1.3. Klasifikasi Tanaman

Secara taksonomi, sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plant

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Acanthaceae

(23)

Spesies : Andrographis paniculata Ness

(Zein, 2009., Harianja, 2011)

Gambar 2.1. a) Pohon, Bunga dan Buah Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan)

b) Pohon Sambiloto (Koleksi pribadi) dan Daun Sambiloto (Jarukamjorn et al, 2008)

2.1.4. Deskripsi Tanaman

Habitus : Herba, terna semusim, tinggi dapat mencapai 90

cm

Batang : Berkayu, pangkal bulat, masih muda bentuk segi

empat dengan rusuk yang jelas, menebal di bagian

buku-buku batnag, setelah tua bulat, percabangan

monopodial, hijau.

Daun : Tunggal, bulat telur, bersilang berhadapan,

(24)

pangkal dan ujung runcing, tepi rata, panjang 3-12

cm, lebar 1-3 cm, pertulangan menyirip, panjang

tangkai 0,2-0,5 cm, permukaan atas hijau tua,

bagian bawah hijau muda.

Bunga : Majemuk malai rata, di ujung batang atau di ketiak

daun di bagian atas, kelopak bunga berlekatan

terbagi menjadi 5 helai, daun mahkota 5 berlekatan

membentuk tabung mahkota bunga, panjang

tabung 6 mm, panjang helai daun mahkota lebih

dari panjang tabung mahkota, 2 helai daun

mahkota di bagian atas (bibir atas) berwarna putih

dengan garis kuning di bagian ujungnya, panjang

helaian 7-8 mm, bibir bawah terdiri atas 3 helaian

daun mahkota, putih atau putih disertai warna

ungu, tangkai sari 5 ukuran tangkai sari sepanjang

mahkota bunga, tangkai sari melebar di bagian

pangkal, tangkai putik panjang, melebihi panjang

mahkota bunga. Berbunga sepanjang tahun.

Buah : Berbentuk kapsul, berkatup dan berisi 3-7 biji

berwarna coklat tua.

Biji : Kecil, bulat, masih muda putih kotor setelah tua

coklat.

Akar : Tunggang, putih kecoklatan.

(BPOM, 2012., Syafiati, 2007)

2.1.5. Kandungan Kimia Daun Sambiloto

Kandungan kimia herba sambiloto adalah saponin, flavonoid, tanin

serta senyawa aktifnya yaitu Andrographolide (Syafiati, 2007). Menurut

Tri widyawati (2007) kandungan yang dijumpai pada tanaman sambiloto

diantaranya diterpene lakton, dan glikosidanya, seperti andrographolide,

deoxyandrographolide, 11,12-didehydro-14-eoxyandro-grapholide, dan

(25)

tanaman ini. Daun dan percabangannya lebih banyak mengandung lakton

sedangkan komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya, yaitu

polimetok-siflavon, androrafin, panikulin, mono-0-metilwithin dan

apigenin-7,4 dimetileter.

Selain komponen lakton dan flavonoid, pada tanaman sambiloto ini

juga terdapat komponen alkana, keton, aldehid, mineral (kalsium, natrium,

kalium), asam kersik dan damar. Di dalam daun, kadar senyawa

andrographolide sebesar 2,5-4,8% dari berat keringnya. Ada juga yang

mengatakan biasanya sambiloto distandarisasi dengan kandungan

andrographolide sebesar 4-6%. Senyawa kimia lain yang sudah diisolasi

dari daun yang juga pahit yaitu diterpenoid viz,

deoxyandro-grapholide-19β-D-glucoside, dan neo-andrographolide.

Aktivitas terapi sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)

berhubungan dengan senyawa aktif diterpen lakton yang dikandungnya.

Setiap senyawa menunjukkan aktivitas farmakologi yang berbeda.

Andrographolide memiliki akivitas antiinflamasi dan antikanker dengan

efek antikanker nya lebih kuat dari pada

14-deoxy-11,12-didehydroandrographolide dan 14-deoxyandrographolide.

14-deoxy-11,12-didehydroandrographolide efek hipotensinya lebih kuat dan

aktivitas antiplateletnya lebih tinggi dari pada andrographolide.

Neoandrographolide juga memiliki aktivitas antimalaria dan efek

hepatoprotektif terhadap karbon tetraklorida. 14-deoxyandrographolide

merupakan antagonis yang efektif dari proses platelet activating factor

mediated pada neutrofil sapi melalui efeknya terhadap kanal kalsium.

2.1.6. Khasiat dan Kegunaan

Menurut Harianja (2011) daun sambiloto memiliki beberapa khasiat,

diantaranya untuk mengatasi hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri

basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), abses paru,

radang paru (pneumonia), radang saluran napas (Bronkitis), radang ginjal

(26)

manis (diabetes melitus), tumor trofoblas (trofoblas ganas), serta tumor

paru, batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma), darah tinggi (hipertensi).

Selain itu sambiloto juga memiliki khasiat dan kegunaan sebagai

antiinflamasi, antitrombotik, antimalaria, immunostimulant, antioksidan,

antihiperglikemi, analgesik dan antipiretik serta antifertilitas pria dan

wanita (Anju, et al., 2012; Halim, 2004). Menurut Akbarsha et al (1990)

dalam Akbar (2011) pemberian serbuk daun sambiloto ke tikus putih

jantan (20 mg per hari selama 60 hari) dapat menghambat

spermatogenesis, mengalami perubahan degeneratif di tubulus seminiferus,

regresi pada sel Leydig, dan mengalami perubahan regresif dan/atau

degeneratif di epididimis, vesikula seminalis, prostat ventral, dan kelenjar

koagulasi. Pemberian andrographolide juga memberikan hasil yang sama

ketika diberikan secara oral pada tikus putih jantan galur Wistar selama 48

hari yaitu dapat menurunkan jumlah dan motilitas sperma serta terjadinya

abnormalitas sperma.

2.2. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,

berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979 ).

Untuk memperoleh simplisia berkualitas, maka harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

1. Kadar air

Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di

dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi,

destilasi, atau gravimetri. Kadar air bertujuan untuk memberikan

batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di

dalam bahan. Nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan

terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Depkes RI, 2000).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang

Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama (2009), kadar air

ekstrak kental herba sambiloto tidak lebih dari 10%. Menurut

(27)

2. Kadar abu

Kadar abu bertujuan memberikan gambaran kandungan

mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai

terbentuk ekstrak. Kadar abu total ekstrak kental herba sambiloto

tidak lebih dari 1,0% (Menkes RI, 2009).

3. Kadar abu tidak larut asam

Jumlah benda anorganik asing dalam simplisia dinyatakan

sebagai kadar abu yang tidak larut asam. Herba sambiloto memiliki

kadar abu tidak larut asam yaitu tidak lebih dari 1,7%. Ekstrak

kental herba sambiloto memiliki kadar abu tidak larut asam yaitu

tidak lebih dari 0,1% (Menkes RI, 2009).

4. Kadar sari larut air

Kadar sari larut air ini menunjukkan banyaknya senyawa di

dalam simplisia yang larut dalam air (Pratiwi, 2010). Herba

sambiloto memiliki persyaratan kadar sari larut air yaitu tidak

kurang dari 15,7% (Menkes RI, 2009). Dan menurut Materia

Medika Indonesi (1995), kadar sari larut air herba sambiloto tidak

kurang dari 18%.

5. Kadar sari larut etanol

Kadar sari larut etanol ini merupakan faktor utama yang

menentukan mutu simplisia. Kadar ini menunjukkan adanya

kandungan zat yang berkhasiat dalam simplisia (Manoi, 2006).

Selain itu, kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui

kandungan terendah zat yang larut dalam etanol tetapi mungkin

tidak larut dalam air (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang

Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama (2009), herba

sambiloto memiliki kadar sari larut etanolnya yaitu tidak kurang

dari 9,2%. Sedangkan menurut Materia Medika Indonesia (1995)

(28)

Jika kadar sari larut etanol dan air tinggi, hal ini menunjukkan bahan

aktif yang terkandung dalam simplisia tidak banyak yang hilang selama

proses pengeringan. Secara umum daun herba dan bunga dapat dikeringkan

antara suhu 20oC – 40oC, sedangkan untuk kulit batang dan akar pada suhu 30oC – 65oCC (Manoi, 2006).

2.3. Ekstrak Dan Ekstraksi

2.3.1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagaian besar ekstrak dibuat

dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat

biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan,

agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes RI,

1995).

2.3.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia

dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan

biasanya bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan

pada derajat kehalusan tertentu (Sinaga, 2009).

Menurut Departemen Keshatan RI (2000), Ekstraksi adalah kegiatan

penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan

yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi juga merupakan

penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan

menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut.

Adapun beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu :

1. Ekstraksi Cara Dingin

a) Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara

(29)

pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan

secara terus menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan yang

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

b) Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut

yang selalu baru sampai terjadinya penyarian sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi

terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan.

2. Ekstraksi Cara Panas

a) Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan

menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

b) Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan

kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan,

yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

c) Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan

pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet

sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan

(30)

d) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96 – 98 oC selama waktu tertentu (15 – 20 menit).

e) Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan

pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit (Sinaga,

2009).

Menurut istiqomah, 2013 dekokta adalah infus pada waktu

yang lebih lama (suhu lebih dari 30oC) dan temperatur sampai

titik didih air.

2.4. Tinjauan Hewan Percobaan

2.4.1. Klasifikasi Tikus Putih

Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : norvegicus

2.4.2. Karakteristik Tikus Putih

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang

sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model

guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu

dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium (Hau dan Hoosier Jr,

(31)

Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap

suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibandingkan dengan

mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan

juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus

hanya 2 – 3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.

Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat

dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih

cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium

adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang

asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup sehingga

memudahkan untuk pengamatan.

Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan

dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pas umur empat minggu

beratnya 35 – 40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galur.

Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam

penelitian. Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley,

Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur

Sprague-Dawley, yang merupakan galur tikus yang paling besar diantara

galur yang lain. Berdasarkan The Laboratory Rats 1st Edition ukuran

minimum luas kandang tikus adalah :

1. Satu tikus dewasa ditempatkan secara individu : 350 cm2

2. Peternakan hewan : 800 cm2

3. Group (kelompok tikus dewasa) : 250 cm2

(32)

Tabel 2.1. Karakteristik tikus putih (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

2.5. Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Tikus adalah salah satu hewan penelitian yang paling banyak

digunakan dalam fisiologis reproduksi. Sistem reproduksi tikus jantan terdiri

dari testis dan skrotum, epididimis, duktus deferens, kelenjar aksesori

(kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis (Suckow,

2006).

Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skrotum yang

dipisahkan oleh membran tipis yang terletak antara anus dan preputium.

Testis tersebut kemudian turun dari hari ke 30 – 40 masa hidupnya dari rongga perut ke kantung skrotum melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak

Lama hidup 2 – 3 tahun, dapat sampai 4 tahun

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8 – 11 jam sesudah timbul estrus, spontan

Fertilisasi 7 – 10 jam sesudah kawin

Implantasi 5 – 6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300 – 400 gram jantan; 250 – 300 gram betina Suhu (rektal) 36 – 39 oC (rata-rata 37,5 oC)

Pernapasan 65 – 115/menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress

Denyut jantung 330 – 480/menit, turun menjadi 250 dengan anestesi, naik sampai 550 dalam stress

Tekanan darah 90 – 180 sistol, 60 – 145 diastol, turun menjadi 80 sistol, 55 diastol dengan anestesi

(33)

dubur kelamin (anogenital) pada tikus jantan lebih jauh daripada betina

(Suckow, 2006).

Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan

berkelok-kelok. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara menuju

epididimis (Barrett et al, 2010).

Testis mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ reproduksi dan

produksi androgen. Sebagai organ reproduksi berlangsung di tubulus

seminiferus, sedangkan sebagai organ produksi androgen testis bersifat

endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig

(sel-sel interstisial) yang berfungsi mensintesis dan melepaskan hormon

testosteron, yang diperlukan dalam konsentrasi lokal tinggi untuk

meneruskan spermatogenesis dalam tubulus seminiferus. Produksi hormon

testosteron ini tergantung pada luteinizing hormon (LH) yang disekresi oleh

hipofisis anterior. Sedangkan fungsi eksokrin terletak pada epitelium

seminiferus yang menghasilkan spermatozoa (Rumahorbo, 1999., Bloom &

Fawcett, 2002).

Epididimis merupakan suatu organ yang yang terletak pada

permukaan posterior testis yang terbentuk dari duktuli eferentes, yang

bergulung bersama duktus epididimis (Bloom & Fawcett, 2002). Epididimis

ini terdiri dari tiga bagian yaitu kepala (kaput epididimis yang membesar di

ujung proksimal pada testis, yang hampir seluruhnya terbenam ke dalam

lemak), badan (korpus epididimis yang terdapat di sekitar dorsomedial

testis) serta ekor (kauda epididimis pada ujung distal testis, yang merupakan

(34)

Gambar 2.2. Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan

Sumber : Suckow, 2006

Vas (duktus) deferens disuplai oleh pembuluh darah dan berjalan

proksimal melalui kanalis inguinalis dan melintasi ureter masuk uretra

(Suckow, 2006).

Vesikula seminalis dan kelenjar koagulasi sangat penting untuk

fertilitas tikus. Kedua organ tersebut mensekresi cairan yang diperlukan

untuk membentuk vaginal plug yang sesuai. Peran vaginal plug belum

dipahami dengan baik, namun berdasarkan hasil penelitian kehamilan jarang

terjadi tanpa adanya pembentukan vaginal plug. Vaginal plug ini diduga

bertindak sebagai reservoir untuk pelepasan bertahap sperma atau untuk

mencegah keluarnya sperma dari vagina (Suckow, 2006).

2.5.1. Spermatozoa

Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut dengan

spermatogenesis. Spermatozoa hewan pengerat lebih panjang daripada jenis

(35)

sekitar 150 – 200 mm panjangnya pada tikus (Krinke, 2000). Kepala sperma tikus berbentuk kait, seperti pada hewan pengerat lainnya (Gambar 2.3.).

Gambar 2.3. Sperma tikus Sprague-Dawley pada pembesaran 400 kali

Sumber : Alias, 2009

Kualitas spermatozoa meliputi beberapa aspek, yaitu motilitas

spermatozoa yang dapat dibagi menjadi tiga kriteria (motilitas baik,

motilitas kurang baik dan tidak motil), morfologi spermatozoa meliputi

bentuknya (normal atau abnormal, abnormalitas dapat terjadi pada kepala,

midpiece atau ekor), konsentrasi atau jumlah spermatozoa dan viabilitas

(daya hidup) spermatozoa (Letis, 2012).

2.5.2. Spermatogenesis Pada Tikus

Spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu mitosis, meiosis,

dan spermiogenesis (Hess, A dan Franca, 2008). Spermatogenesis

merupakan proses pembentukan spermatozoa. Spermatozoa merupakan sel

hasil maturasi dari sel germinal primordial yang disebut dengan

spermatogonia. Spermatogonia berada pada dua atau tiga lapisan

permukaan dalam tubulus seminiferus (Guyton dan Hall, 2007).

Secara garis besar spermatogonia diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu tipe A, tipe intermediet, dan tipe B. Spermatogonia tipe A dibagi lagi

menjadi tipe A0 (disebut juga dengan stem cells) dan tipe A1 – A4. Spermatogonium tipe A0 terdapat di membran basal pada tubulus

seminiferus dan mempunyai kemampuan untuk membelah menjadi 2 sel

anak, yang salah satunya menjadi A1 spermatogonium. Pada tikus, A1

spermatogonia kemudian mengalami 6 tahap mitosis dan kemudian

(36)

Spermatosit kemudian bermeiosis, dimana spematosit berkembang

dari leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder

pada komponen adluminal dari sel sertoli pada tubulus seminiferus.

Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi 4 spermatid

yang bersifat haploid (Krinke, 2000).

Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase

akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008). Fase golgi (tahap 1-3)

terdapat granul akrosom, fase cap (tahap 4-7) adanya head cap pada granul

akrosom yang membesar yang menutupi 1/3 bagian nukleus, fase akrosom

(8-14) nukleus dan head cap memanjang, sedangkan pada tahap 13 dan 14

nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di

sepanjang ekor serta terlihat ekor memanjang, fase maturasi (15-19)

terlihat pada tahap 19 spermatozoa dilepaskan ke arah lumen dan ekor

mengarah ke lumen (Krinke, 2000).

Gambar 2.4. Siklus Spermatogenesis pada Tikus

(37)

diplotene; II, spermatosit sekunder; 1 – 19, langkah-langkah spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi cellular tahapan siklus epitel seminiferus (I – XIV). M superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke, 2000).

Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis yang terjadi di dalam

tubulus seminiferus (Gambar 2.4.). Tubulus memiliki susunan segmental,

dan setiap potongan melintang tubulus menunjukkan tahapan yang

seragam yang melibatkan 4 atau 5 generasi di sel germinal dengan sesuai.

Pada tikus dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri

dari 14 tahapan. Spermatogonium tikus membutuhkan 4 siklus sampai

akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga dibutuhkan 48 hari untuk

menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000).

2.5.3. Hormon yang Mengontrol Spermatogenesis

Proses normal spermatogenesis diatur oleh sistem hormon yaitu FSH,

LH, dan testosteron, yang pengendaliannya melalui proses hipotalamus,

hipofisis, dan testis.

1. Testosteron

Testosteron adalah suatu hormon steroid yang berasal dari

molekul prekursor kolesterol, seperti halnya hormon seks wanita

estrogen dan progesteron. Sel-sel Leydig mengandung

enzim-enzim dengan konsentrasi tinggi yang diperlukan untuk

mengarahkan kolesterol mengikuti jalur yang menghasilkan

testosteron. Setelah dihasilkannya, sebagian testosteron

disekresikan ke dalam darah untuk di angkut terutama dengan

terikat ke protein plasma, ke jaringan sasaran. Sebagian testosteron

yang baru diproduksi mengalir ke lumen tubulus seminiferus,

tempat hormon ini memainkan peranan penting dalam

spermatogenesis (Sheerwood, 2001).

Menurut Nalbandov (1990) dalam Letis (2012), bahwa fungsi

testosteron ada 3 yaitu :

 Mempertahankan sifat kelamin primer dan sekunder.  Mempertahankan proses spermatogenesis untuk

(38)

 Menjamin maturasi spermatozoa agar mampu mengadakan

fertilisasi.

2. Gonadotropin

Testis dikontrol oleh dua hormon gonadotropik yang

disekresikan oleh hipofisis anterior, Luteinuizing Hormon (LH)

Folikel Stimulating Hormone (FSH) (Sherwood, 2001).

Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya

peningkatan sekresi gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis

anterior. FSH dianggap hormon penting untuk induksi

spermatogenesis dan merangsang secara langsung tubulus

seminiferus, karena spermatogenesis lengkap pada tikus

hypophysectomized dipulihkan oleh perlakuan FSH dalam

kombinasi dengan LH atau testosteron. Di sisi lain, efek

spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut

Interstisial-Cell-Stimualating Hormon (ICSH) pada tikus jantan karena tindakan

androgenik pada sel Leydig di interstitium, dianggap dimediasi

oleh androgen, setidaknya pada tikus. Dalam konteks ini, sekresi

LH juga merangsang sintesis testosteron di sel Leydig pada testis

(Krinke, 2000).

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel

Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung

mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah testis,

yang terbentuk selama 16-19 hari post partum (setelah kelahiran).

Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah

testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem

transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam

cairan interstitial (lebih dari 50 ng/ml) pada tikus dewasa jauh lebih

tinggi dibandingkan pada testis (sekitar 30 ng/ml) atau cairan vena

perifer (kurang dari 10 ng/ml), menunjukkan aksi parakrin atau

autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di tesis (Krinke,

(39)

Salah satu peran sel Sertoli adalah produksi androgen yang

mengikat protein, yang dirangsang oleh FSH dan testosteron. Hal

ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

tidak diketahui dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk

merangsang FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan

(40)

23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2015 sampai Mei

2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan

Fitokimia, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH),

dan pengujian parameter di Laboratorium Penelitian II Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. ALAT DAN BAHAN

3.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan

analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol maserasi, vacuum

rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk,

spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes,

cawan penguap, botol timbang, kurs silikat, oven (Memmert), tanur

(Thermo Scientific), aluminium foil, timbangan, kandang tikus beserta

tempat makan dan minum, sonde oral, syringe, wadah pembiusan, alat

bedah minor, kaca objek dan cover glass, mikropipet (Eppendorf Research

Plus), Eppendorf tube, vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson),

waterbath, desikator, dan KLT Densitometri.

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol

96% dari daun sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) yang

diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO).

Sebelum dilakukan penelitian, daun sambiloto terlebih dahulu

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2.3. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%,

pereaksi untuk penapisan fitokimia (HCL 2 N; HCl 10%; H2SO4 P;

pereaksi Bouchardart LP, Mayer LP, Dragendorff LP; serbuk magnesium

P; asam asetat anhidrat; kloroform; Aquadest; FeCl3 1%; eter; NaOH 10%;

NaCl 10%; Cu2SO4 (tembagan asetat)). Tween 80 2% untuk penyiapan

emulsi zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water); NaCl fisiologis; dan larutan Baker’s buffer (glukosa 3%; Na2HPO4 2 H2O 0,31%; NaCl 0,2%; KH2PO4 0,01%).

3.2.4. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus

jantan galur Sprague-Dawley yang sehat dan fertil berumur 6 - 7 bulan

dengan berat badan 250 - 400 gram yang diperoleh dari Home Industri

Animal Alamiah Bogor.

3.3. Rancangan Penelitian

3.3.1. Besar Sampel

Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok

perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley (WHO,2000). Hewan uji yang digunakan sebanyak

25 ekor tikus.

3.3.2. Dosis Perlakuan

Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Sathiyaraj, K., et al (2011). Perhitungan dosis yang diberikan dapat

dilihat pada lampiran. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 3.1 Rancangan Percobaan

Kelompok Perlakuan Lama

Pemberian

- Sperma dikeluarkan dari kauda epididimis.

3.4. Kegiatan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 15 kg daun sambiloto dikumpulkan, kemudian dicuci bersih

dengan air dan dikering anginkan. Daun sambiloto yang telah kering

dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk. Selanjutnya, dilakukan

pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan

serbuk simplisia.

Pembuatan ekstrak daun sambiloto menggunakan metode ekstraksi

cara dingin yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%.

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 96% hingga sampel terendam. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh

filtrat.

Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacum rotary

evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang

dihasilkan ditimbang dan dicatat beratnya selanjutnya disimpan di dalam

lemari pendingin atau freezer.

3.4.2. Penapisan Fitokimia

Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan

golongan senyawa kimia dari simplisia dan ekstrak etanol 99% daun

sambiloto seperti terpenoid, lakton, glikosida, dan flavonoid.

1. Identifikasi Alkaloid

Beberapa mg ekstrak ditambah 1 mL asam klorida 2 N dan 9

mL aquades, dipanaskan dipenangas air selama 2 menit, dan

didinginkan. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat

digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya.

a. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Bouchardart LP,

terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam  positif

alkaloid.

b. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Meyer LP, terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut

dalam metanol P  positif alkaloid.

c. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendorf LP,

terbentuk endapan jingga coklat  positif alkaloid (Depkes RI,

1995; Farnsworth, 1996).

2. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dalam NaOH 10% dan

ditambahkan HCl. Perubahan larutan dari warna kuning menjadi

tidak berwarna menunjukkan adanya flavonoid (Godghate, Asvin et

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Identifikasi Diterpenoid

Sebanyak 0,5 mg ekstrak dilarutkan dalam air dan

ditambahkan 10 tetes tembaga asetat (Cu2SO4). Terbentuk warna

hijau emerald menunjukkan ekstrak mengandung diterpenoid

(Godghate, Asvin et al, 2012).

4. Identifikasi Tanin dan Polifenol

Sebanyak 3 g sampel diekstraksi aquades panas kemudian

didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan

disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan

sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi

FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian

diamati perubahan yang terjadi (Marliana et al, 2005).

5. Identifikasi Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara

memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati

perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak

hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya

saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan menguapkan

sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana

sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan

kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4

anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A

dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat,

diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk

kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Identifikasi Steroid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 2 ml asam asetat

anhidrat. Kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Adanya

steroid ditandai dengan terbentuknya warna hijau (Edeoga et al,

2005).

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik

1. Parameter Spesifik

a. Identitas ekstrak dengan deskripsi tata nama sebagai berikut:  nama ekstrak,

 nama latin tumbuhan (sistematika botani),  bagian tumbuhan yang digunakan,

 nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).

b. Organoleptik diamati menggunakan panca indera untuk

mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut:  bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair,  warna : kuning, coklat dan lain-lain,

 bau : aromatik, tidak berbau, dan lain-lain,

 rasa : manis, pahit, khelat, dan lain-lain (Depkes RI,

2000).

2. Parameter Non Spesifik

a. Kadar air

Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan ditimbang

saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu

105oC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan

timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2

penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI,

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b.Kadar abu

Sebanyak 2 gram ekstrak yang telah digerus dan timbang

secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah

dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga

arang habis, dinginkan kemudian ditimbang. Jika dengan cara ini

arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas saring melalui

kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring

dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan.

Kemudian pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes RI, 2000).

3.4.4. Uji Kualitatif Andrographolide dengan KLT Densitometri

Pengujian secara kualitatif dengan KLT dilakukan dengan

menyiapkan larutan uji 100 mg/5mL dalam etanol. Sebagai fase gerak

adalah kloroform P : metanol P (9 : 1). Fase diam menggunakan plat KLT

silika gel 60 F254. Volume penotolan larutan uji sebanyak 20 μl. Pengamatan noda pada UV254. Setelah penotolan di plat KLT ditunggu

beberapa menit hingga plat KLT kering. Setelah kering spot atau bercak

yang terelusi dilihat dibawah lampu UV254 nm dan UV366 nm. Selanjutnya

dilakukan pengamatan dengan menggunakan KLT Densitometri (Menkes,

2009).

3.4.5. Persiapan Hewan Uji

Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama tiga minggu agar dapat

menyesuaikan dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi,

diberi makan dan minum ad libitum. Tikus yang digunakan adalah tikus

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.4.6. Pemberian Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan galur

Sprague-Dawley yang diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Masing-masing

perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus jantan. Ekstrak etanol 96% daun

sambiloto yang diperoleh didispersikan dalam pembawa (Tween 80 2%),

diberikan secara oralmenggunakan sonde sekali setiap hari selama 48 hari

dengan dosis seperti tertera pada tabel rancangan percobaan.

3.4.7. Pembuatan Preparat

Setelah 48 hari yaitu pada hari ke-49, masing-masing hewan coba

dikorbankan untuk diambil testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian

dibedah. Diambil bagian kauda epididimis untuk pengamatan motilitas

sperma dan aktivitas spermisidal, dan bagian testis diambil untuk

ditimbang berat testis dan dibuat preparat histologi. Pembuatan preparat

histologi testis dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

3.4.8. Pengukuran Parameter

1. Pengukuran Bobot Testis

Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan

menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus

yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.

2. Motilitas Spermatozoa

Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara

mencampurkan satu tetes semen dari kauda epididimis dengan disayat

dan dipencet perlahan dengan 1 ml NaCl fisiologis 0,9% di atas kaca

arlojisecara merata. Kemudian dari campuran tersebut diambil sedikit

dan diteteskan di atas Neubauer untuk selanjutnya dilakukan

pengamatan di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 40 kali.

Motilitas sperma diamati dan dihitung dengan enam lapang pandang

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta persentase spermatozoa yang motil dengan cara spermatozoa yang

bergerak ke depan dibandingkan dengan yang tidak bergerak atau

bergerak di tempat (Nurcholidah et al., 2013).

3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Dilakukan dengan membuat preparat histologi testis tikus terlebih

dahulu, menggunakan salah satu testis (bagian kanan) (Jain, Sachin.,

et all. 2012). Setelah itu, preparat histologi diamati dibawah

mikroskop dengan pembesaran 100x, 20 tubulus dipilih secara random

diukur menggunakan mikrometer okuler (Malihezaman, Monsefi dan

Pahlavan Sara. 2007). Tubulus seminiferus yang diukur diameternya

yaitu jarak antara dua titik yang berseberangan pada garis tengahnya,

titik tersebut berada pada membran basalis tubulus seminiferus

(Adriani, 2012).

4. Aktivitas Spermisidal  Preparasi sperma

Tikus yang digunakan adalah tikus yang fertil. Tikus

kemudian dikorbankan untuk mengambil kauda epididimis

kemudian semen dikumpulkan dan diinkubasi dengan normal

saline water untuk uji in vitro dari sperma tikus. Sperma yang

digunakan mempunyai motilitas (≥50%) (Ashish Ranjan Singth, 2013).

 Uji aktivitas spermisidal

Aktivitas spermisidal ditentukan dengan menggunakan

versi modifikasi dari protokol asli (Sander dan Metode

Cramer) yang mengukur konsentrasi minimum zat spermisida

yang dibutuhkan untuk membunuh 100 % sperma dalam 20

detik.

Ekstrak etanol 96% daun sambiloto dengan berbagai

konsentrasi dicampur dengan suspensi sperma. Campuran

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40X dan diamati motilitas sperma. Konsentrasi dicatat jika ada sperma motil yang terlihat, lalu 250 μL buffer ditambahkan ke semua campuran dan diinkubasi pada suhu 37°C selama

minimal 60 menit. Larutan tersebut perlahan-lahan di vortex

dan diamati lagi setiap sperma yang motil. Konsentrasi dicatat

sebagai hasil yang efektif jika kedua tes menunjukkan tidak

adanya sperma motil. Titik akhir adalah konsentrasi terendah

dari ekstrak daun sambiloto yang menyebabkan imobilisasi

semua sperma dalam 20 detik pencampuran (Ashish Ranjan

Singth, 2013).

3.5. Analisis Data

Data percobaan dinyatakan sebagai mean ± SD. Data dianalisis untuk

melihat penurunan aktivitas spermisidal pada kelompok yang diberi

perlakuan. Analisis data secara statistik menggunakan program SPSS 16

meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA)

(50)

33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan

Kebun Raya Bogor – LIPI. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman sambiloto (Andrographis paniculata

(Burm.f.) Nees) suku Acanthaceae. Surat pernyataan hasil determinasi

dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Ekstraksi

Dari 15 kg daun segar sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)

Nees) diperoleh 1,1 kg simplisia daun kering dan ± 1 kg serbuk halus daun

sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees). Serbuk daun

sambiloto dimaserasi sebanyak enam kali berulang dengan menggunakan

pelarut etanol 96% sebanyak 6,5 L hingga dihasilkan maserat yang

berwarna lebih bening daripada maserat awal. Filtrat yang diperoleh

dipekatkan dengan vacum rotary evaporator menghasilkan ekstrak kental

sebanyak 120,925 gram dengan rendemen sebesar 12,093%. Perhitungan

rendemen dapat dilihat pada lampiran 5.

4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96% daun sambiloto

Gambar

Tabel 2.1. Karakteristik tikus putih (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Gambar 2.2.  Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan
Gambar 2.3. Sperma tikus Sprague-Dawley pada pembesaran 400 kali
Gambar 2.4.  Siklus Spermatogenesis pada Tikus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak n-heksana biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kgBB tidak menunjukkan penurunan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli secara bermakna (p ≥ 0,05) dalam

Tidak ada parameter densitas sel spermatogenik yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada semua kelompok bila dibandingkan dengan kontrol (P ≥ 0,05). Kata

Pada pengamatan histopatologi pankreas mencit kelompok perlakuan terapi ekstrak etanol daun sambiloto ( Andrographis paniculata Nees) dosis 2,2 mg/kg BB, tampak

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian fraksi etil asetat ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap efek penurunan kadar

Pertama, ekstrak etanolik herba sambiloto ( Andrographis paniculata , Nees.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji Salmonella typhi ATCC 13311 dan

Kelompok positif jika dibandingkan dengan kelompok SASR 50:50 memiliki perbedaan yang signifikan, hal ini menunjukkan daya penurunan kadar glukosa darah kelompok

Penghambatan aktivitas xanthine oxidase oleh ekstrak etanol akar Sambiloto ditentukan melalui penurunan produksi asam urat yang dimonitor dengan spektrofotometer pada 295 nm

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak untuk menguji efektivitas dan mengetahui dosis ekstrak etanol daun sidaguri yang efektif terhadap