• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK N-HEKSANA BIJI JARAK

PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN

(Rattus novergicus) GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

SKRIPSI

INDAH FADLUL MAULA

NIM : 109102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK N-HEKSANA BIJI JARAK

PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN

(Rattus novergicus) GALUR Sprague Dawley SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

INDAH FADLUL MAULA

NIM : 109102000037

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

Skripsiiniadalahhasilkaryasayasendiri,

dansemuasumberbaik yang dikutipmaupundirujuk

telahsayanyatakandenganbenar.

Nama :Indah Fadlul Maula

NIM : 109102000037

Tandatangan :

(4)
(5)
(6)

Nama : Indah Fadlul Maula Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak n-heksanabiji jarak pagar (Jatropha curcasL.) pada beberapa parameterreproduksi tikus jantan. Beberapa penelitian terkait topik ini sudah dilakukan dalam ekstrak etanol dan etil asetat, sedangkan dalam penelitian kali ini yang digunakan adalah ekstrak n-heksana. Ekstrak diberikan secara oral sekali sehari dalam 48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus galur Sprague Dawley yang dibagi 4 kelompok yaitu kelompok I, II (5mg/kg BB), III (25mg/kg BB), dan IV (50 mg/kg BB). Kelompok I merupakankontrol negatif dengan perlakuan Na CMC1 %. Data dianalisa menggunakan analisis one way Anova dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons jenis LSD. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan penurunan yang bermakna (p≤0,05) terhadap konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan diameter tubulus seminiferus. Jumlah spermatosit pakiten dihitung pada seluruh tahapan dan perbandingan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli masing-masing dihitung dalam tahap II,VII dan XII dari siklus epitel seminiferus. Hasil menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB berupa penurunan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok perlakuan (p≤ 0,05). Ekstrak n-heksana biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kgBB tidak menunjukkan penurunan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli secara bermakna (p≥0,05) dalam setiap tahapan, namun dosis 50 mg/kgBB dapat menurunkan jumah spermatosit pakiten per sel Sertoli dalam setiap tahapan secara tidak bermakna (p ≥ 0,05).Kedepan diharapkan hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai bahan kontrasepsi pria.

(7)

Name : Indah Fadlul Maula Program Study : Pharmacy

Title : Study of Antifertility Effect of n-hexane Extract of Jatropha curcas seeds in White Male (Rattus novergicus) Sprague Dawley

Rats In Vivo

The present study is conducted to evaluate the antifertile effect of n-hexane extract of Jatropha curcas seed on reproductive parameters of male rats. Several studies towards the same topic had done in an ethanolic and ethyl acetate extract, while this study used n-hexane extract which owned a non polar characteristic. The extract was given orally once a day in 48 days. The sample consisted of 20 rats Sprague Dawley strain that were divided four groups: control group, treatment I (5 mg/Kg body weight), II (25 lowering the sperm concentration, testis weight, and diameter of seminiferous tubules (p≤0,05). Numbers of pachytene per Sertoli cell were also counted in all stages and the numbers of pachytene per Sertoli cell were counted in stages II,VII and XII of the cycle of the seminiferous epithelium.The results showed significant difference between the control, treatment with 25 mg/Kg body weight dosage and treament with 50 mg/Kg body weightdosage group which existed as the decreasing numbers of pachyten spermatocytes in treatment groups (p≤ 0,05).n-heksana extract of Jatrophacurcas seed 5 mg /Kg body weight dosage and 25 mg/Kg body weight showed no decreasing effect in the numbers of pachytene spermatocytes per Sertoli cells, significantly (p≥0,05), in every stage. While 50 mg/Kg body weight dosage decreasing the numbers of pachytene spermatocytes per Sertoli cells in each stage,unsignificantly (p≥0,05). It is expected that the result of this study can be developed into a male contraception.

(8)

Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang membantu dan sangat memberikan kontribusi kepada penulis. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus bertindak selaku pembimbing I, terima kasih atas ilmu, arahan, bimbingan dan kesabaran dalam meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis selama ini.

2. Drs. Umar Mansur M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing II, terimakasih telah banyak memberikan ilmu, pengarahan, bimbingan, dukungan serta perhatian yang begitu besar kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Seluruh kakak laboran (kak eris, kak tiwi, kak lisna, dll) yang sangat membantu penulis selama penelitian di kampus.

6. Kedua orang tua, abah saya Maftuh Aziz dan umi saya Masiroh, yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, semangat, dukungan dan perhatian terbesar bagi penulis baik secara moril dan materiil.

7. Adik – adik tercinta, Muhammad Nazieh Elfikar, Kanza Rufaida, dan Matswa Akrimi atas setiap motivasi, doa dan dukungannya bagi penulis.

8. Mbak yuyun sekeluarga yang telah membantu penulis mendapatkan sampel penelitian, serta kak Widya Dwi Arini yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian.

9. Gian pertela, yang telah menjadi rekan, sahabat, sekaligus keluarga terbaik bagi penulis.

(9)

11.Sahabat-sahabat tersayang yang selalu ada (Nadya, Arif, Irsyad, Puput, Emma, Bella, Ulfa, Zia, Caca, Neneng, Dyah, Cucut, Nisa, Zil Ardi) yang tak henti memberikan doa, semangat dan masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi.

12.Sahabat Al-muna, (Acan, Syifa, Isma, Fanny, Lita, Noveline, Mbak Nia, Masna) atas setiap dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

13.Sahabat tersayang, Sujatna, Nurul Pradana sari, Arina Aisyalhana, Soraya Reza, Matlaun Huda, Dhanang ML, Faris Aziz, Muhammad Khairiskam, atas kebaikan, doa, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

14.Keluarga besar BEM Farmasi 2012 dan BIMKES 2013 atas segala pengertian, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis.

15.Teman-teman Farmasi 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan, dan persaudaraannya selama ini.

16.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian skripsi.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.

Jakarta, 1 Januari 2014

(10)

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Indah Fadlul Maula

NIM : 109102000037

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis karya : Skripsi

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi /

karya ilmiah saya dengan judul :

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur

Sprague Dawleysecara In Vivo

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain

yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas

sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya

buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Tanggal : Januari 2014

Yang menyatakan :

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.5Sistem Reproduksi Tikus Jantan ... 16

2.5.1 Produksi Sperma ... 18

(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ... 25

3.4.2 Penyiapan Simplisia ... 25

3.4.3 Pembuatan Ekstrak ... 25

3.4.4 Penapisan Fitokimia ... 25

3.4.5 Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak ... 28

3.4.6Persiapan Hewan Uji ... 29

3.4.7 Pemberian Perlakuan ... 30

3.4.8 Pembuatan Preparat ... 30

3.4.9 Pengukuran Bobot Testis ... 31

3.4.10. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ... 31

3.4.11 Pengukuran Jumlah Sel Germinal & Diameter Tubulus Seminiferus ... 33

3.5Analisis Data ... 34

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 38

4.1.8 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 40

4.1.9 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Sel Sertoli ... 42

4.2 Pembahasan ... 45

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

(13)

Tabel Halaman

1. Data Biologis Tikus ... ... 15

2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung………... ... 32

3. Cara Pengenceran ... ... 32

4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa... 33

5. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk dan Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar ... 35

6. Parameter Standar Simplisia dan Ekstrak ... 36

7. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ... 36

8. Rata-rata Berat Testis Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 37

9. Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 39

10.Rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ... 40

11.Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten... 43

12.Rata-rata Jumlah Sel Sertoli ... 44

13.Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ... 45

14.Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 72

15.Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 73

16.Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 74

17.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten per Sel Sertoli... 75

18.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ... 76

19.Hasil Uji Normalitas Berat Testis Tikus ... 77

20.Hasil Uji Homogenitas Berat Testis Tikus ... 77

21.Hasil Uji BNT Berat Testis Tikus ... 78

22.Hasil Uji Normalitas Konsentrasi Spermatozoa... 79

23.Hasil Uji Homogenitas Konsentrasi Spermatozoa ... 80

24.Hasil Uji BNT Konsentrasi Spermatozoa ... 81

25.Hasil Uji Normalitas Diameter Tubulus Seminiferus ... 82

26.Hasil Uji Homogenitas Diameter Tubulus Seminiferus ... 83

27.Hasil Uji ANOVA Diameter Tubulus Seminiferus... 84

28.Hasil Uji BNT Diameter Tubulus Seminiferus ... 85

29.Hasil Uji Normalitas Jumlah Spermatosit Pakitendansertoli ... 86

30.Hasil Uji Homogenitas Jumlah Spermatosit Pakiten ... 87

31.Hasil Uji ANOVA Jumlah Spermatosit Pakiten ... 87

(14)

Gambar Halaman

1. Bunga, buah dan biji Jatropha curcas L ... 9

2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan……… .... 16

3. Spermatozoa tikus... ... 18

4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus ... 19

5. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok ... 37

6. Grafik hasil rata-rata berat testis setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 38

7. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa (juta/ml) setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 39

8. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari... 40

9. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari ... 43

10.Grafik hasil rata-rata jumlah selsertoli setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48

17.Serbuk simplisia biji jarak pagar ... 63

18.Tikus putih jantan galur Sprague Dawley ... 63

19.n-heksana ... 63

20.Ekstrak kental n-heksan biji jarak pagar ... 63

21.Larutan Na CMC 1%... 63

28.Timbangan berat badan hewan uji (Ohauss) ... 64

(15)

32.Freeze dry (Eyela FDU 1200)) ... 65

33.Mikropipet ukuran 200 µl ... 65

34.Mikropipet ukuran 10-20 µl ... 65

35.Mikroskop optik (Motic BA310) ... 65

36.Haemositometer Improved Neubeur ... 65

37.Penimbangan serbuk simplisia biji jarak pagar ... 66

38.Maserasi serbuk simplisia biji jarak pagar dengan n-heksan ... 66

39.Pemekatan maserat ... 66

40.Penyaringan maserat ... 66

41.Proses freeze dry ekstrak cair n-heksan biji jarak pagar ... 66

42.Pembuatan larutan Na CMC 1% ... 66

43.Pemberian makan hewan uji ad libitum ... 66

44.Pemberian minum hewan uji ad libitum ... 66

45.Penimbangan berat badan hewan uji ... 67

46.Pemberian ekstrak secara oral menggunakan alat pencekok oral ... 67

47.Pembiusan hewan uji ... 67

48.Pembedahan hewan uji ... 67

49.Pengeluran cairan sperma dari cauda epididymis dengan bantuan cairan NaCl ... 67

50.Pencucian organ testis dengan larutan NaCl fisiologis ... 67

51.Epididimis ... 68

52.Pengawetan organ testis ... 68

53.Penimbangan organ testis ... 68

54.Organ testis dan epididymis ... 68

55.Pengambilan cairan spermatozoa ... 68

56.Pengenceran spermatozoa dengan larutan george ... 68

57.Spermatozoa pada kamar hemositometer ... 68

58.Pengamatan spermatozoa di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x ... 68

59.Kontrol,tahap II, Perbesaran 400x... 90

60.Kontrol,tahap VII, Perbesaran 400x ... 90

61.Kontrol,tahap XII, Perbesaran 400x ... 90

62.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap II, Perbesaran 400x ... 91

63.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kg BB), tahap VII, Perbesaran 400x` ... 91

(16)

tahap VII, Perbesaran 400x ... 92 67.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),

tahap XII,

Perbesaran 400x ... 92 68.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kg BB),

Perbesaran 400x ... 93 69.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap II, Perbesaran 400x ... 94 70.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap VII, Perbesaran 400x ... 94 71.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

tahap XII, Perbesaran 400x ... 94 72.Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (50 mg/kg BB),

(17)

Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi Tanaman ... 61

2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar ... 62

3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ... 63

4. Gambar Kegiatan Penelitian Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar ... 66

5. Pengamatan Parameter Ekstrak ... 69

6. Alur penelitian ... 70

7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Jarak ... 71

8. Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 72

9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 73

10.Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 74

11.Hasil Perhitungan Jumlah Spermatozoa Pakiten per Sel Sertoli ... 75

12.Analisis Data Berat Testis ... 77

13.Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa ... 79

14.Analisis Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 82

15.Analisa Data Jumlah Spermatosit Pakiten dan Sel Sertoli ... 86

16.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Kontrol ... 90

17.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (5 mg/kgBB) ... 91

18.Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak n-heksan Biji Jarak Pagar (25 mg/kgBB) ... 92

(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan suatu permasalahan

yang mengalami perkembangan kompleksitas disetiap tahunnya, terlebih

mengenai permasalahan yang mengacu pada aspek pengendalian kuantitas

penduduk. Data terakhir menunjukkan angka pertumbuhan di Indonesia

bertambah 32,5 juta jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan 1,49 % pada sensus yang

dilakukan tahun 2010. Dengan persen rata – rata pertumbuhan sebesar 1,49, jika tidak disertai aspek pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas

penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk, Indonesia berpotensi mengalami

ancaman ledakan penduduk kedepan. (BKKBN, 2012). Keluarga Berencana (KB),

program yang merupakan bagian dari pembangunan nasional, memegang peranan

penting dalam mengatasi permasalahan tersebut melalui pelaksanaan fungsi

kontrol terhadap ketiga aspek yang telah dipaparkan diatas.

Optimalisasi pelaksanaan program Peserta KB idealnya dicapai dengan

peningkatan peran serta penduduk, baik pria maupun wanita, dalam ber-KB. Akan

tetapi pada kenyatannya di Indonesia masih didominasi oleh

perempuan.Pemerintah dengan berbagai sumber daya yang ada telah berupaya

untuk meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB. Namun hasilnya belum seperti

yang diharapkan. (BKKBN, 2008). Keikutsertaan pria dalam ber-KB masih

minim, pilihannya masih berbatas pada penggunaan salah satu cara atau metode

pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang

melibatkan pria/suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala)

(Bhakti Ekarini, 2008).

Di Indonesia, terdapat berbagai tanaman yang berkhasiat menghasilkan

aktifitas antifertilitas (Hartini, 2011). Hal ini dapat menjadi solusi, mengingat

animo masyarakat Indonesia belakangan ini lebih memilih alternatif

(20)

lebih aman dari efek samping dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012).

Animo ini juga didukung dengan kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumber

daya tanaman obat, sehingga mempunyai peluang untuk memperoleh kontrasepsi

tikus jantan yang berasal dari tanaman. Penelitian diharapkan tidak hanya

berfokus pada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi priatetapi

jugasecara ideal memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal

menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen)(BKKBN, 2006).

Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan beberapa jenis tanaman

yang kemudian diteliti efeknya terhadap organ reproduksi pria. Di Indonesia,

terdapat beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efeknya terhadap organ

reproduksi jantan. Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak etanol batang

manggarsih dimana selama 35 hari mampu menyebabkan penurunan jumlah

spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa mencit namun tidak mampu

menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus seminiferous testis, jumlah

spermatogonium, jumlah spermatosit primer, dan jumlah spermatid

(Ulimaz,2010).

Dari penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak

biji pepaya selama 20 hari (1,5 siklus epitel seminiferus) pada berbagai dosis

terhadap tikus belum dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa vas deferen,

akan tetapi dapat menurunkan populasi sel spermatogonium A dan spermatosit

primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman Momordica charantia L. dengan pemberian selama 20 hari memberikan hasil penurunan pada jumlah spermatozoa

dan pada 40 hari memberikan hasil penurunan jumlah spermatozoa yang lebih

banyak. Namun, pada pemberian Momordica charantia L. selama 60 hari tidak memberikan perubahan yang bermakna (Saptogino & Juniarto, 2010)

Salah satu penelitian yang juga mengambil fokus pada tanaman yang

(21)

pengobatan yang besar. Ekstrak tanaman dapat digunakan untuk mengobati alergi,

luka bakar, peradangan, kusta, leucoderma, kudis dan cacar. (Sachdeva et al.,

2012).Penggunaanobattradisional untukekstrakdari bijijarak pagar diantaranya

sebagai pencahar, abortivum, antipiretik, antihelmintik, serta pengobatan gout dan

gonorrhea (Barceloux, 2008).). Menurut Ejelonu et al. (2010), hasil skrining

fitokimia dari biji jarak pagar positif mengandung terpenoid, alkaloid, cardenolid,

dan steroid. Kandungan lainnya adalah lemak, protein, karbohidrat, dan air (Tim

Departemen Teknologi Pertanian, 2005).Dalam suatu penelitian dilaporkan bahwa

dengan pemberian ekstrak n-heksanbiji jarak pagar diberikan secara oral

mempunyai aktivitas antifertilitas pada tikus betina. (Ahirwar et al., 2010).

Sebelumnya, penelitian tentang tanaman jarak pagar dan potensinya

terhadap antifertilitas pada tikus jantan secara tradisional belum banyak diteliti di

Indonesia, disamping itu penggunaan biji jarak pagar pada sistem reproduksi tikus

jantan pun masih belum dilaporkan. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Dwi

Arini tersebut adalah untuk mengetahui aktivitas antifertilitas dari ekstrak

n-heksan biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau dari karakteristik sperma, konsentrasi sperma, serta ukuran diameter

tubulus seminiferus testis.Dari penelitian tersebut dikemukakan kesimpulan

bahwa biji jarak pagar dapat menyebabkan infertilitas sehingga dapat

dikembangkan sebagai bahan dasar obat kontrasepsi tradisional tikus jantan.

Makin besar dosis yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap

penuruanan konsentrasi spermatozoa, bobot testis dan diameter tubulus

seminiferus.

Penelitian yang dilakukan oleh Widya Dwi Arini menarik untuk ditindak

lanjuti, mengingat aspek yang diamati baru sampai pada tingkat ekstrak etanol

dari sampel, atau dengan kata lain masih berkonsentrasi pada fase polar. Belum

ada penelitian yang dilaporkan menindaklanjuti penelitian terkait biji jarak pagar

dan aktivitas antifertilitasnya terhadap tikus jantan ini sampai ke fase non-polar

dan semi-polarnya. Beberapa data yang sudah ada mengacu masih terbatas pada

tikus betina sebagai objeknya, seperti yang diungkapkan pada Ahirwar et al.,

(22)

steroid (Ahirwar et al., 2010) kandungan kimia dari biji jarak adalah senyawa

seperti viteksin, isoviteksin (Aregheore et.al., 2003), beta-sitosterol dan curcin

(Mastiholimath, 2008), saponin (Punsuvona et. al., 2012). Seperti diketahui bahwa

senyawa beta-sitosterol termasuk dalam golongan senyawa sterol tumbuhan.

Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid.

Hal ini melatarbelakangi perlunya penelitian lebih lanjut pengaruh aktifitas

antifertilitas biji jarak terhadap organ reproduksi tikus jantan pada fase

non-polarnya, dimana dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-heksana. Dengan

menggunakan pelarut yang berbeda ini diharapkan dapat memberikan gambaran

perbandingan signifikansi aktifitas antifertilitas biji jarak terhadap tikus putih

jantan dalam berbagai ekstrak, dari pelarut yang bersufat polar (yang telah dilakukan) hingga non polar. Maka penelitian “Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (jatropha curcas l.) pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo” ini adalah untuk menguji aktivitas antifertilitas dari ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.)

pada fungsi reproduksi tikus jantan ditinjau dari konsentrasi sperma, berat testis,

ukuran diameter tubulus seminiferus testis, serta jumlah spermatosit pakiten dan

sel sertoli.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah

sebagai berikut :

1. Laju pertumbuhan penduduk indonesia mengalami kenaikan angka

yang signifikan dan berpotensi menimbulkan ledakan penduduk

2. Hingga saat ini, penggunaan kontrasepsi pada pria masih terbatas pada

pilihan kondom dan vasektomi, belum dilaporkan adanya pilihan

antifertilitas dalam bentuk sediaan oral

3. Penelitian terkait aktivitas antifertilitas dari sampel tanaman jarak

(23)

4. Hingga saat ini belum ada penelitian yang melakukan penelitian

terkait keberadaan komponen senyawa yang berkhasiat terhadap

aktivitas antifertilitas dari biji jarak pada tikus jantan pad ekstrak

n-heksana

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian uji antifertilitas ekstrak n-heksana biji jarak

pagar ( Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar

(Jatropha curcas L. ) terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

2. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar

(Jatropha curcas L. ) terhadap bobot testis tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

3. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar

(Jatropha curcas L. ) terhadap tahapan spermatogenesis tikus jantan (Rattus Novergicus) galur Sprague Dawley secara in vivo

4. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak n-heksana biji jarak pagar

(Jatropha curcas L. ) terhadap diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo

1.4. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian uji antifertilitas ekstrak n-heksana biji

jarak pagar ( Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur

Sprague Dawley

(24)

3. Pemberian ekstrak n-heksanabiji jarak pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai efek terhadap berkurangnya diameter tubulus

seminiferus pada tikus jantan galur Sprague Dawley

4. Pemberian ekstrakn-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat mengganggu tahapan spermatogenesistikus jantan galur

Sprague Dawley

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian uji antifertilitas ekstrakn-heksana biji jarak pagar (

Jatropha curcas L. ) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivodiharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Memberi kontribusi terhadap penegakan program KB sebagai

bagian dari upaya mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan

memberikan pilihan obat kontrasepsi bagi pria

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat

biji jarak pagar (Jatropha curcas L. ) sebagai obat antispermatogenik

3. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam pengembangan

ilmu reproduksi yang kemudian dapat digunakan sebagai obat

kontrasepsi alami

4. Memberikan informasi keberadaan komponen senyawa yang

berkhasiat terhadap aktivitas antifertilitas pada tikus jantan pada

ekstrak n-heksana

5. Melengkapi hasil penelitian sebelumnya yang telah lebih dulu

dilakukan, yakni aktifitas antifertilitas ekstrak biji jarak yang sudah

ada dalam ekstrak etanol dan etil asetat, sehingga dapat

memberikan informasi yang utuh mengenai pada ekstrak mana biji

(25)
(26)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas L ) 2.1.1 Sejarah dan Sinonim

Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penajajahan

Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah oleh pemerintah Jepang untuk membudidayakan

tanaman jarak. Oleh karenanya, dalam waktu singkat tanaman jarak menyebar cukup luas,

khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah meliputi daerah Semarang

serta Solo dan sekitarnya. Sementara, wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Besuki,

dan Malang. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman jarak meluas sampai di Kawasan

Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesi, dan sebagainya. Jadi, nama-nama lokal untuk

jarak pagar dapat ditemukan di daerah-daerah(Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Meskipun

banyak terdapat di Indonesia, tanaman jarak pagar bukan berasal dari Indonesia. Tanaman ini

berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, tetapi tumbuh di sebagian besar negara tropis.

Tanaman ini tumbuh di Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tenggara, India, dan Afrika.

Jatropha berasal dari kata Yunani, iatrós yang berarti medis dan trophé yang berarti makanan(Bartoli, 2008). Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal dengan nama jarak kosta, jarak

paer, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak pagar dengan daerahnya antara lain: physic nut,

purging nut (English); pourghère, pignon d’Inde (French); purgeernoot (Dutch); Purgiernuß, Brechnuß (German); purgueira (Portuguese); fagiola d’India (Italian); dand barrî, habel meluk (Arab);bagbherenda, jangliarandi, safed arand (Hindi); kadam (Nepal); yu-lu-tzu (Chinese);

sabudam (Thailand); túbang-bákod (the Philippines); bagani (Côte d’Ivoire); kpoti (Togo); tabanani (Senegal); mupuluka (Angola); butuje (Nigeria) (Heller, 1996).

Genus Jatropha memiliki 175 spesies, dari jumlah ini lima spesies tumbuh di Indonesia,

(27)

2.1.2 Klasifikasi

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcasL. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jarak pagar diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Trachebionta (tumbuhan vascular) Superdivision : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Division : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Class : Magnoliopsida (Dicotyledonae) Subclass : Rosidae

Order : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Jatropha L.

Species : Jatropha curcas L. (Bartoli, 2008)

2.1.3 Morfologi

Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50 tahun.

Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1,5-5 meter. Percabangannyatidak teratur, dengan

bulatdan tebal. Kulit batang berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh,

batang mengeluarkan getah seperti latex berwarna putih atau kekuning-kuningan.

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai 6-16 cm dan lebar 5-15 cm. Helaian daun

berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk 3-5 dan tepi

daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda.

Bunga jarak pagar mulai muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan. Pembungaan

umumnya terjadi pada musim kemarau. Walaupun demikian, pada musim hujan juga dapat

berbunga. Bunga terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Dalam setiap helai terdapat bunga

jantan dan bunga betina. Bunga betina bertangkai tebal dan berambut seperti sarang laba-laba.

Ukurannya lebih besar daripada bunga jantan.

Biji yang sudah tua berbentuk bulat panjang. Ukuran panjang rata-rata 18 mm ( berkisar

antara 11-30mm) dan lebar rata-rata 10mm (berkisar antara 7-11mm). Biji jarakbercangkang

(28)

kering penuh retal-retak kecil. Jika belum tua, warna biji lebih cerah atau kecokelat-cokelatan,

dengan permukaan halus. Jika kulit buah telah kering, biji dapat terlepas sendiri dari buah.

Bijimatang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning.

Buah jarak pagar banyak dihasilkan pada musim kering, pada saat jumlah daun

berkurang karena banyak yang kering atau gugur. Sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan, pada

umumnya tanaman dewasa sudah berbuah. Buah tersusun dalam tandan buah. Setiap tandan

berisi 10 buah atau lebih. Bentuk buah membulat, beukuran panjang 2-3 cm. Permukaan buah

rata (halus). Apabila buah mongeringdan kemudian pecah menurut ruang, dalam setiap buah

terdapat 3 biji ( Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Gambar 2.1. Bunga ,buah dan biji Jatropha curcas L. ( IEEJ, 2009 )

2.1.4 Kandungan Bahan Aktif

Tanaman jarak mengandung senyawa-senyawa aktif seperti alpha-amirin, kampesterol,

iso-viteksin viteksin, kampesterol, dan HCN. ( Agromedia, 2008). Selain itu tanaman ini juga

mengandung beta-sitosterol, stigmasterol, curcin, flavonoid dan 12-deoksil-16-hidroksiforbol

(29)

akar, daun, batang, buah, biji serta minyak hasil pengepresan. Ekstrak forbol ester memiliki

kemampuan membunuh serangga, fungi, dan moluska sehingga berpotensi sebagai antimikroba.

Flavonoid yang tekandung dalam ekstrak kulit batang jarak memiliki aktivitas biologi seperti

antimikroba, anti alergi dan antioksidan. Lateks dari jarak yang mengandung komponen alkaloid

digunakan sebagai anti kanker (Nurmillah, 2009).

Setiap 100 g biji mengandung 6,6 g H2O, 18,2 g protein, 3,8 g lemak, 33,5 g total

karbohidrat, 15,15 g serat dan 4,5 g abu. Biji dilaporkan juga mengandung sakarosa, raffinosa,

stachyosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, protein, minyak, curcasin, arachidic, oleat, linoleat,

miristik, palmitat dan asam stearat (Mahmud, 2007). Senyawa toksik dalam biji jarak pagar

adalah lektin dan phorbolester. Senyawa lektin maupun phorbolester dapat terdegradasi sehingga

toksisitasnya berkurang bahkan hilang, yaitu dengan pemanasan dan dengan reaksi kimia. Selain

itu, juga terdapat agensia antifertilitas yang disebut jatrophone, yang dilaporkan berperan dalam mempengaruhi fertilitas (Muliani, 2011).

2.1.5 Kegunaan

Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu, segar atau sebagai

air rebusandigunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak dari biji memilikitindakan pencahar

yang kuat dan juga banyak digunakan untuk penyakit kulit dan untuk meredakan rasa sakit

sepertiyang disebabkan oleh rematik. Getah yang keluar dari batang digunakan untuk

menghentikan pendarahan dari luka. Rebusan dari daun digunakan untuk batuk dan sebagai

antiseptik setelah kelahiran (Heller,1996). Lateks memiliki sifat antibiotik terhadap beberapa

bakteri ; diterapkan langsung pada luka dan dapat digunakan sebagai antiseptik seperti pada

ruam, luka bakar, dan infeksi kulit (Bartoli,2008).

Dengan menggunakan ekstrak dari biji jarak pagar dapat mengobati penyakit seperti

hernia, kanker, gonorhoea. Hal ini yang pernah dicoba oleh penduduk di Colombia untuk

mengobati penyakit kelamin. Di Mesir, biji digunakan untuk pengobatan arthritis, gout dan

jaundice. Biji tanaman ini juga telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan banyak

penyakit termasuk luka bakar, kejang, demam dan peradangan (Prasad et al., 2012). Beberapa

negara seperti, Kamboja, Vietnam dan India telah menggunakan biji jarak sebagai agensia

aborsi, sedangkan di Sudan telah menggunakan biji jarak sebagai agensia kontrasepsi (Cambie

(30)

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai

bahan obat atau produk. Dalam buku Materia Medika lndonesia ditetapkan definisi bahwa

simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

Simplisia dibedakan.simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral).

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat

tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel

yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara

tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni ( Anonim, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering.

Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau

sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak

mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil

ekstraksi masih bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar

air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk,

2011).

2.3 Ekstraksi 2.3.1.Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

(31)

pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu

(terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

terdiri dari tahapan pengernbangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoreh ekstrak

(perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan.

2.3.2 Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai

3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50oC.

4. Infus

lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu

tertentu (15 - 20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 300C ) dan temperatur sampai

(32)

2.3.3 Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atisiri) dari bahan

(segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan

menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan

kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat

air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun

dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air,

bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan

menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.

2.3.4 Cara ekstraksi lainnya

1. Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang berbeda atau

resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini

dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan

dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.

2. Super kritikal karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan umumnya

digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh

spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa

kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena

karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak

3. Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses ekstrak dengan

prinsip rneningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan

(cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi

tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.

4. Ekstraksi energy listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta

(33)

prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan

berkecepatan ultrasonik.

2.4 Tinjauan Hewan Percobaan

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Order : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus Species : norvegicus

2.4.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan

diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan

berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorium. Tikus

termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak

jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan

percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3

tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara

tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat

dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang

biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat

ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup

besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih

(34)

g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain.

Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur

tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali

diproduksi oleh peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah

ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus sebagai berikut :

Tabel 2.1. Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun

Lama produksi ekonomis I tahun

Lama bunting 20-22 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)

Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (berahi 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan

Ferilisasi 7-10 jam sesudah kawin

Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina

Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5oC)

Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan

anestesi, naik sampai 150 dalam stress

Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan

anestesi, naik sampai 550 dalam stress

Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi

(35)

2.5 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis, duktus deferens,

kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis.. Selain uretra

dan penis, semua struktur ini berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus epididymis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu organ

yang terletak pada permukaan posterior testis.

Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui aknalis

inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari system duktus yang membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan

dengan system duktus adalah tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar

bulboureta. Spermatozoa dari epididymis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini,

merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett & Bloom, 2002).

Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006) Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3

Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa)

(36)

Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ reproduksinya dilengkapi

dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa

dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah

memproduksi spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa

masuk menuju rahim (William, 2005).

Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa. Vesikula

seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding

vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma.

Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju

urethra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di

pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari

kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam dan

fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa ( Faranita, 2009 ).

Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi andogen.

Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda, karena secara

fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang

menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium semiferus

yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett & Bloom, 2002).

Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferous.

Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobules yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis

dan masuk ke dalam epididymis. Produksi andogen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang

terdapat di daerah interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium

bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang

menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli.

Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini

terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang

sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada

potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan.

Di antara spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk

(37)

yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel

seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membrane basal pada satu kutubnya dan

mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki

jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam

satu waktu.

Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen,

suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang

memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen.

Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di

daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).

2.5.1 Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak berbeda

signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal

dari manusia yakni 347+5 µm vs 262+9 µm , tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis

dibanding manusia ( 1,4+1 µm vs 15,9+3,4 µm ). Epitel seminiferus tikus mengandung 40%

lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali leboh banyak dari epitel seminiferus manusia (

Ilyas, 2007).Spermatozoa pada tikus panjangnya sekitar 150 – 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).

(38)

2.5.2 Spermatogenesis Pada Tikus

Gambar 2.4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah

jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe intermediet; B, tipe

spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit

zygotene; P(I), P(VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka

romawi menunjukkan tahap siklus di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit

sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi sellular dari

tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis (

Clermont, 1962).

Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada

tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan

membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan.

Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar

50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi

spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan

untuk memproduksi spermatozoa.

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui

(39)

Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui

tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang.

Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa disebut dengan

spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses

pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).

Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe A,

tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO (

disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada membran

basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel

anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam

proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus,

spermatogonium A1 kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan kemudian

mereka menjadi spermatosit prelepton. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di

mana berkembang menjadi leptolene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit

sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferous. Selama

fase meiosis, masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid

haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom, selama akrosom berkembang.

Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan

pelepasan sitoplasma.

Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus

seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubula

menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel

germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas,

sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola

mosaic di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus

yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai

akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan

(40)

2.5.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ

hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testes memproduksi sejumlah hormone jantan yang

kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosterone. Fungsi

testosterone adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus

seminiferous, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan

sifat jantan ( Partodihardjo,1980)

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididymis dan

vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi

vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah

pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa

yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH.

Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan

testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik.

Spermatogenesisdimulaipada saatpubertaskarena adanyapeningkatan

sekresigonadotropin(FSHdan LH) dari hipofisisanterior.FSHdianggaphormonpentinguntuk

induksispermatogenesis danmerangsang secara langsungpada tubulusseminiferus, karena

spermatogenesislengkappada tikushyposectomizeddipulihkanoleh perlakuanFSHdalamkombinasi denganLHdan testosteron.Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut

hormonselinterstisial yangmerangsang(ICSH) pada tikus jantan karena

tindakanandrogenikpadasel-sel Leydigdiinterstitium, dianggap dimediasi olehandrogen,

setidaknya pada tikus.Dalam konteks ini,sekresi LHjuga merangsangsintesistestosteron di

selLeydigpada testis.

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon

peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah

testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan

mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem

transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam cairan interstisial (lebih dari

(41)

cairan vena perifera (kurang dari 10 ng / ml ), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari

testosteron pada spermatogenesis di testis.

Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein,

dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat

beberapa faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Product Natural Analysis dan di Laboratorium

Farmakologi (Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi Farmasi), Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung dalam waktu 4 bulan, terhitung dari bulan September sampai

dengan Desember 2013.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley yang sehat berumur 9 minggu dengan berat 250-350 g dan fertil yang diperoleh

dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

3.2.2. Bahan Uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang.Sebelum dilakukan

penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.2.3. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pellet,

aquades steril, larutan NaCl, alkohol 70%,80%, dan 96% , n-heksana 70% dan 95%, ammoniak 1

% dan 25 %. larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil

alkohol, larutan NaOH, FeCl3, eter, petroleum eter, larutan Hematoksilin, larutan Bouin (asam

pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, paraffin.

(43)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : labu erlenmeyer, labu kocok, gelas

ukur, ayakan mesh 40, timbangan analitik, mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot plate, corong, kertas Whatman, batang pengaduk, perangkat vacuum rotary evaporator, botol sampel, kandang hewan, tempat makan danminum tikus, timbangan hewan, alat pencekok oral(sonde), beaker glass, gelas kaca, object glass, kertas saring, Hemositometer Improved Neubeur, pipet tetes, mikro pipet, seperangkat alat bedah, mikrotom, dan mikroskop optik.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni dengan Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing

terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus yang diberi ekstrak biji jarak pagar (

Jatropha curcas L.) dengan 3 dosis yang berbeda.). Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arini, Dwi Widya(2011). Perlakuan yang digunakan terdiri dari:

1. Kelompok I : Kelompok pembanding tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus diberi pembawa

(Na CMC 1%)sebanyak 1 ml serta makan dan minum.

2. Kelompok II : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensiekstrak ekstrak

n-heksana biji jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis rendah yaitu 5 mg/kg BB, makan dan minum.

3. Kelompok III : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensiekstrak

n-heksana ekstrak jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis sedang yaitu 25 mg/kg BB, makan dan minum.

4. Kelompok IV : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi suspensi ekstrak

ekstrak n-heksana jarak pagar ( Jatropha curcas L.) dengan dosis tinggi yaitu 50 mg/kg BB, makan dan minum.

3.4. Kegiatan Penelitian

(44)

Sebelum dilakukan penelitian, biji jarak pagar terlebih dahulu di determinasi di

Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan

kebenaran simplisia.

3.4.2. Penyiapan Simplisia

Biji jarak pagar yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 8,15 % diperoleh dari

Kebun Induk Jarak Pagar Balitri Sukabumi. Biji jarak pagar lalu dirajang kemudian diblender.

Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan

serbuk simplisia. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan

terlindung dari cahaya.

3.4.3. Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak biji jarak pagar digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan

maserasi dan menggunakan n-heksanasebagai pelarut.

Serbuk simplisa ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut n-heksanahingga sampel

terendam. Pelarut diganti setiap 3 hari sekali. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat.

Proses maserasi dilakukan hingga larutan mendekati tidak berwarna.

Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dicatat

beratnya dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin atau freezerdan digunakan untuk perlakuan.

3.4.4. Penapisan Fitokimia

Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan

senyawa kimia dari simplisia dan ekstrak n-heksana biji jarak pagar seperti alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin dan polifenol, dan steroid/terpenoid.

1. Identifikasi Golongan Alkaloid

Metoda Culvernor-Fitzgerald

Gerus 2-4 g biji jarak yang telah bersih potong-potong masukan kedalam mortar dan

(45)

kloroform amoniakal diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara

memerasnya memakai kain kasa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian tambahkan 0.5 ml

I M asam sulfat dan kocok baik-baik, biarkan beberapa saat. Pipet lapisan atas yang jernih

kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff"s dan tabung

lainnya pereaksi Mayer's (2-3 tetes). Reaksi positif apabila menunjukkan endapan kuning

jingga (orange) dengan pereaksi Drogendorff's danendapan putih dengan pereaksi Mayer's.

Catatan hail sebagai berikut:

(+) sedikit keruh

(++) sangat keruh

(+++) terjadi endapan (Chairul,2003).

2. Identifikasi Golongan Flavonoid

Pembuatan ekstrak

Ekstrak lebih kurang 10 g material tumbuhan dengan etanol 80 %, saring dan

keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan denganpencucian

etanol70% beberapa kali sehingga warna pigmen hilang atau larutan

heksanatidakberwarnalagi. Panaskan residu yangbebas lemak diatas penangas air untuk

memindah sisa etanol.Tambahkan residu dengan 20 ml n-heksanadan pindahkan

masing-masing 10 ml kedalam 2 tabung reaksi. Masing-masing-masing tabung reaksi ditambahkan 0,5 ml

asam klorida pekat dan dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter (Chairul,2003).

Pereaksi Wilstatter

Salah satu tabung reaksi yang telah berisikan asam klorida pekat ditambahkan 3-4

butir logam magnesium (Mg). Amati perubahan warna yang terjadi dalam 10 menit. Apabila

terbentuk warna, diencerkan dengan air secukupnya dan tambahkan 1 ml oktil alkohol.

Kocok kuat-kuat kemudian diamkan dan amati perubahan wama pada masing-masing

lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan reaksi

positif terhadap flavonoida (Chairul,2003).

3. Identifikasi Golongan Saponin

Gambar

Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006)
Gambar 2.4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah
Tabel 3.1. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
Tabel 5 .Hasil penapisan fitokimia ekstrakn-heksana  biji jarak pagar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat pengaruh pemberian getah tanaman jarak pagar ( Jatropha curcas L. ) secara topikal terhadap tingkat kesembuhan luka iris pada tikus putih jantan galur Sprague

Gambaran histopatologis organ testis tikus setelah pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari pada kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB.. menjamin bahwa proses

Penelitian yang dilakukan menggunakan bawang putih lokal untuk meneliti potensinya terhadap sistem reproduksi pria, sehingga dilakukan penelitian “Uji Efek

 Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% dari biji jarak pagar ( Jatropha curcas ) terhadap konsentrasi testosteron pada tikus.. jantan galur Sprague-Dawley

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa fraksi n-heksana dengan dosis 2,37 mg/200gBB atau 11,85 mg/KgBB dapat meningkatkan libido dengan rata-rata jumlah

Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan pada 6 kelompok, yaitu 4 kelompok yang diberi ekstrak etanol daun Notika dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg

23,26 Hasil penelitian ini justru menguatkan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa pada tikus yang diinduksi STZ dengan dosis rendah yaitu 35 mg/kgBB yang

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perlakuan ekstrak etanol daun sirih merah Piper crocatum 2% dosis 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb dapat meningkatkan berat badan tikus putih Rattus norvegicus