• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN

4. Kadar Abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus slilikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan., timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan

sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.6. Persiapan Hewan Uji

Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap dikawinkan) yang akan digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakah terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.

Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama aklimatisasi tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal.

3.4.7. Pemberian Perlakuan

Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak biji jarak pagar yang diperoleh disuspensikandalam pembawa (Na CMC 1%) dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral (sonde) sebanyak 1 ml. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari.

3.4.8. Pembuatan preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian cauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi epididimis dilakukan dengan cara sebagai berikut : Cauda epididimis diambil dan diletakkan kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9 %. Kemudian

epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9% tersebut disebut sebagai larutan stok yang digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa. Suspensi sperma dari epididimisyang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan konsentrasi spermatozoa (Hartini, 2011).

Untuk jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu mencuci organ dengan alkohol 70% yang dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan agar warna kuning (larutan Bouin) berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama kurang lebih 1 jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya jaringan dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzol sebanyak 2 kali 15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan (Ilyas, 2007).

Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu jaringan direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit, dan parafin III selama 90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu 56°C-58°C. Perlakuan berikutnya adalah penanaman jaringan yang telah diinfiltrasi dalam parafin cair lalu diletakkan dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan yang akan ditanam. Kotak kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam lemari es dan dibiarkan membeku (Kusmana, 2001).

Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan pisau mikrotom putar dan hasil irisan ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada kaca objek dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum jaringan diwarnai, sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali. Hal tersebut bertujuan agar sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan merendam jaringan pada larutan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara bertahap (100%, 90%, 80%, dan 70%) masing-masing selama 3 menit. Untuk pewarnaan dilakukan dengan hematoksilin dan eosin (HE). Jaringan yang telah diwarnai dijernihkan dengan xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan testis pada kaca objek diberi entelan dan ditutup dengan kaca penutup sehingga dapat dilakukan pengamatan. Dihitung sel germinal dan diameter tubulus seminiferus pada preparat histologi testis tikus dengan mikroskop optik.

Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.

3.4.10.Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada cauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl sebanyak 250 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.1).

Tabel 3.1. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung

No. Jumlah spermatozoa dalam 1 kotak Pengenceran Kotak yg dihitung

1 > 40 50 kali 5

2 15 – 40 20 kali 10

3 < 15 10 kali 25

Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).

Tabel 3.2. Cara pengenceran

No Pengenceran Pembuatan pengenceran

1 50 kali a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2 20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 3 10 kali a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa

b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa

Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih).

Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini (Ilyas, 2007).

� � � � � � �= × 10.000 ×� ×25×����

Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl (mL) fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3. Rumus Konsentrasi Spermatozoa

No Jumlah kotak yang dihitung Rumuskonsentrasi spermatozoa

1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25

2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25

3 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25

Dari perhitungan jumlah spermatozoa, dapat dihitung pula frekuensi timbulnya azoospermia. Azoospermia adalah suatu keadaan dimana tidak ada spermatozoa dalam cairan semen. Sedangkan oligozoospermia adalah suatu keadaan dimana terdapat sedikit spermatozoa dalam cairan semen (spermatozoa ≤ 20 juta/mL) (WHO, 1999). Penetapan timbulnya azoospermia dilakukan dengan cara membagi banyaknya individu yang mengalami azoospermia (Az) dengan banyaknya individu dalam satu kelompok (n) dikalikan 100% (Kusmana, 2001).

Persentase Azoospermia =��

x 100%

3.4.11.Pengamatan Jumlah Sel Germinal dan Diameter Tubulus Seminiferus

Pada tubulus seminiferus diukur diameter tubulus seminiferus dan sel germinal dari tahapan I sampai XIV yang dikelompokkan pada tahapan (Stage) I-VI, VII-VIII,IX-XI dan XII-XIV dari epitel seminiferus. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optic. Tahapan I-VI dilihat dari membrane menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19). Tahapan VII-VIII terdapat spermatogonium ,pakiten, spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti sel) dan

spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. Tahapan IX-XI terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang. Tahapan XII-XIV terdapat spermatogonium, pakiten dan diakinesis, spermatid fase akrosom (12 – 14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma (Azrifitria, 2012).

3.5. Analisis Data

Hasil percobaan yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan program pengolah data statistic SPSS 19 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametric (one-way ANOVA), atau uji non parametric (Krukas Wallis). Jika hasil ANOVA maupun Krukas Wallismenunjukkan perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,005) maka analisis data dilajutkan dengan menggunakan Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Different).

Dokumen terkait