• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata Berat Badan

4.1.8 PerhitunganJumlah Spermatosit Pakiten dan Sel Sertoli

Hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut : 178.67 161.61 169.84 160.38 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 0 5 25 50 R a ta -ra ta di a m et er t ub ul us sem ini ferus m )

Dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Rata-rata diameter tubulus seminiferus (µm)

Rata-rata diameter tubulus seminiferus (µm)

Tabel 10. Rata-rata jumlah spermatosit pakiten pada tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

No Kelompok Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten Tiap Kelompok ± SD

1. Kontrol 1090,40 ±99,22

2. Dosis rendah (5 mg/kg BB) 1017,40 ±66,59 3. Dosis sedang (25 mg/kg BB) 865,40 ±115,24 * 4. Dosis tinggi (50 mg/kg BB ) 882,20 ±106,95 *

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05)pada taraf kepercayaan 95 %

Gambar 9. Grafik hasil rata-rata jumlah spermatosit pakiten setelah pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari.

Data diperoleh dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten dari 20 tubulus seminiferus secara acak yang mengalami berbagai tahapan spermatogenesis (tahap II,VII, dan XII). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene menunjukkan bahwa data jumlah spermatosit pakiten terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p≥ 0,05). Kemudian selanjutnya diuji menggunakan statistika parametric one way Anova. Hasil uji Anova yang dilakukan terhadap data jumlah spermatosit pakiten menunjukkan nilai signifikan 0,006 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan bermakna jumlah

1,090 1017.4 865.4 882.2 0 250 500 750 1,000 1,250 1,500 0 5 25 50 R ata -r ata ju m lah sp e rm ato si t p aki te n

Dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten

Rata-rata Jumlah Spermatosit Pakiten

spermatosit pakiten pada kelompok dosis sedang dan dosis tinggi dengan kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis rendah tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontol (p ≥ 0,05).

Tabel 10. Rata-rata jumlah sel sertoli pada tikus kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

No Kelompok Rata-rata Jumlah Sel Sertoli Tiap Kelompok ± SD

1. Kontrol 11,18 ±1,74

2. Dosis rendah (5 mg/kg BB) 7,25 ±0,49* 3. Dosis sedang (25 mg/kg BB) 7,80 ±1,09* 4. Dosis tinggi (50 mg/kg BB ) 11,15 ±0,73

Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p < 0,05)pada taraf kepercayaan 95 %

Gambar 9. Grafik hasil rata-rata jumlah sel ser toli setelahpemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar selama 48 hari.

Data diperoleh dengan menghitung jumlah sel sertoli dari 20 tubulus seminiferus secara acak yang mengalami berbagai tahapan spermatogenesis (tahap II, IV, dan XII). Hasil uji normalitas Kolmogrov-Smirnov menunjukkan bahwa data jumlah sel sertoli terdistribusi normal (P ≥ 0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji

11 7.25 7.8 11.5 0 2 4 6 8 10 12 14 0 5 25 50 R ata -r ata ju m lah s e l ser to li

Dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar ( mg/kg BB )

Rata-rata Jumlah Sel Sertoli

Rata-rata Jumlah Sertoli

homogenitas levene. Namun, berbeda hal dengan uji normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen (p ≤ 0,05). Data rata – rata jumlah sel sertoli kemudian diuji dengan menggunakan statistika non-parametrik Kruskal Waliskarena syarat homogenitasnya belum terpenuhi. Hasil Uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,002 (p ≤ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang diperoleh menunjukkan jumlah sel sertoli pada kelompok dosis rendah dan dosis sedang berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05), sedangkan dosis tinggi tidak adanya perbedaan bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≥ 0,05).

4.2PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, aktivitas anti fertilitas dievaluasi didasarkan pada pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap berat organ dan pemeriksaan histologi. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau bersifat hormonal dalam memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka pengaruhnya langsung terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka bekerja pada organ yang responsif terhadap hormon yang berkaitan (Rusmiarti, 2007).

Jarak pagar merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman jarak pagar antara lain : buah, biji, daun, akar dan batang. Olahan dari semua bagian tanaman termasuk biji, daun dan kulit kayu, segar atau sebagai rebusan biasanya digunakan dalam pengobatan tradisional. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar yang diperoleh dari Kebun Jarak balai penelitian tanaman dan kapas (BALITAS) di Malang. Sebelum digunakan dalam penelitian, dilakukan determinasi tanaman jarak pagar untuk memastikan kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar Jatropha curcas L. dari famili Euphorbiaceae.

Ekstrak n-heksana biji jarak pagar diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk biji jarak pagar dengan pelarut n-heksanselama satu hari pada temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa keuntungan diantaranya peralatan yang sederhana dan proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan n-heksanasebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang non polar sehingga diharapkan dapat menarik kandungan senyawa yang bersifat non polar, yang diprediksi berkhasiat

menimbulkan aktifitas antifertilitas yang dimiliki oleh sampel seperti yang disinggung dalam penelitian sebelumnya. Setelah dimaserasi, filtrat yang didapat diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental.

Dari 500 gram serbuk biji jarak pagar diperoleh 46,6285 gram ekstrak kental n-heksanabiji jarak pagar. Rendemen yang diperoleh 14,45%. Pemeriksaan parameter non spesifik lainnya seperti susut pengeringan dan kadar abu juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Sedangkan tujuan dari pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Hasil yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak n-heksana biji jarak pagar masing-masing adalah 0,08 % dan 10,08%. Kemudian terhadap ekstrak n-heksanabiji jarak pagar dilakukan penapisan fitokimia. Hasilnya diketahui bahwa pada ekstrak n-heksana biji jarak pagar terkandung alkaloid dan steroid. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Arini, Dwi Widya (2012) dan Larasaty, Widya (2013) yang dilakukan pada ekstrak etanol dan etil asetat. Dimana ekstrak etanol dan etil asetat biji jarak pagar diketahui positif mengandung saponin, alkaloid dan steroid. Tidak adanya kandungan saponin dalam ekstrak n-heksan dikarenakan n-heksana yang bersifat polar tidak menarik saponin yang bersifat non-polar.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley berusia 9 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot tikus yaitu memiliki bobot sekitar 250-350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley dikarenakan penelitian pendahulu yang telah dilakukan sebagai bagian dari penelitian berkelanjutan ini menggunakan galur ini. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkinson et al., 1999).

Tikus dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 50 mg/kgBB. Dosis ini mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dwi Arini, Widay (2012). Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru. Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda

dengan kepadatan kandang masing-masing 5 ekor. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Meskipun ada beberapa tikus yang mengalami penurunan berat badan, namun sebagian besar pada umumnya tikus yang ada mengalami peningkatan berat badan. Adanya peningkatan berat badan menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Sedangkan adanya penurunan berat badan pada beberapa tikus disebabkan karena adanya faktor – faktor khusus yang bersifat relatif pada tikus tertentu, seperti kondisi kesehatan, kondisi organ tubuh, imunitas, dan beberapa faktor relatif lainnya.

Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan dengan ekstrak n-heksana biji jarak pagar secara oral sebanyak 1 ml dengan menggunakan alat penyekok oral (sonde). Periode ini dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan mensuspensikan ekstrak dengan Na CMC konsentrasi 1%. Na CMC digunakan sebagai pembawa karena ekstrak n-heksana biji jarak pagar memiliki kelarutan yang baik dalam Na CMC.

Pada hari ke-49, tikus dibunuh dengan cara dibius dengan eter. Dari hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter,yaitu : berat testis, konsentrasi spermatozoa, diameter tubulus seminiferus serta analisa kuantitatif tubulus seminiferus. Data dari beberapa parameter tersebut yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan selanjutnya dilakukan uji Anova dan uji BNT jenis LSD. Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji normalitas dan homogenitas maupun uji Anova.

Data berat badan menunjukkan perkembangan berat badan kelompok tikus kontrol dan kelompok tikus yang diberi ekstrak n-heksana biji jarak pagar dimana keduanya mengalami kenaikan berat badan tiap minggunya. Pertumbuhan yang baik merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga hewan mengalami pertambahan bobot badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang atau pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi baik pada tikus kontrol maupun tikus yang mendapat perlakuan ekstrak n-heksana biji jarak pagar kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan harian yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan berjalan normal apabila makanan yang diberikan mengandung nutrisi dalam kualitas dan kuantitas

yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut akan terhambat (Muliani, 2011). Dengan demikian, pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan pada semua kelompok perlakuan.

Produksi spermatozoa tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan alat kelamin jantan baik alat kelamin primer yang berupa testis maupun alat kelamin sekunder berupa saluran-saluran reproduksi (Partodihardjo,1980). Testis berukuran normal memiliki hubungan positif dengan potensi substansi fungsional (tubulus seminiferus) yang terkandung di dalam testis. Fungsi reproduksi testis adalah berupa produksi spermatozoa yang dihasilkan oleh bagian tubulus seminiferus dari testis. Berat dan ukuran testis dapat digunakan sebagai indikator kuantitatif produksi spermatozoa (Melo, 2010),

Pemberian ekstrak biji jarak pagar dengan dosis 5 mg/kg BB, 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB/hari selama 48 hari menyebabkan terjadinya penurunan berat testis. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka berat testis semakin menurun. Penurunan berat testis tersebut mengindikasikan konsentrasi spermatozoa dalam testis berkurang. Pernyataan tersebut didukung oleh data konsentrasi sperma yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi sperma sejalan dengan meningkatnya dosis.

Penurunan rata-rata berat testis kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol kemungkinan terjadi karena adanya senyawa curcin yang terkandung dalam biji jarak. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk (2005) menyatakan bahwa dengan pemberian saponin yang diisolasi dari Albizia lebbeckpada tikus jantan memberikan penurunan bobot testis yang signifikan. Curcin yang dimurnikan dari biji Jatropha curcas dapat digunakan sebagai agen pembunuh sel dan memiliki aktivitas antitumor (Luo MJ et al., 2006).

Aktivitas sebagai antikanker terjadi karena adanya hambatan dalam proliferasi sel (perkembangan sel) serta mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram) (Su X et al., 2011). Spermatogenesis merupakan proses diferensiasi sel germinal yang dapat dibagi menjadi tiga fase utama: proliferasi spermatogonium, meiosis dan spermiogenesis (Wu J et al., 2011).

Dengan demikian, senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji jarak yang bersifat antiproliferatif tersebut diduga dapat menyebabkan penghambatan spermatogenesis dan juga menyebabkan kematian sel spermatogenik sehingga terjadi penurunan jumlah sel-sel spermatogenik karena sel-sel spermatogenik merupakan sel yang aktif melakukan pembelahan.. Terganggunya spermatogenesis juga dapat menyebabkan atrofi testis. Jadi, jika testis mengalami penurunan berat maka dapat diperkirakan menurunnya berat testis merupakan indikator awal terjadinya gangguan pada testis serta kapasitas produksi spermatozoa hewan jantan pun berkurang (Fatkhawati, 2007).

Selain berat testis, konsentrasi sperma dihitung untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji jarak pagar terhadap konsentrasi sperma tikus. Jumlah sperma adalah salah satu pengujian yang paling sensitif untuk spermatogenesis dan sangat terkait dengan fertilitas (El-Kashoury, 2009). Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ketiga dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar secara oral selama 48 hari memberikan penurunan yang bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, makin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi.

Kandungan kimia dalam biji jarak pagar adalah senyawa seperti viteksin, isoviteksin (Aregheore et al., 2003), beta-sitosterol dan curcin (Mastiholimath, 2008), saponin (Punsuvon et al., 2012). Seperti diketahui bahwa senyawa beta-sitosterol termasuk dalam golongan senyawa sterol tumbuhan. Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid (Widiyani, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyani (2006) menggunakan ekstrak akar som jawa yang juga mengandung bahan aktif beta sitosterol menyebabkan penurunan jumlah sel spermatogenik. Efek antifertilitas dari β-sitosterol juga menghasilkan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi sperma (Malini dan Vanithakumari, 1991). Senyawa beta-sitosterol diduga dapat menyebabkan gangguan secara hormonal dimana dengan konsumsi senyawa fitosterol berlebih menyebabkan peningkatan kadar testosteron plasma (Nieminen et al., 2003). Senyawa beta-sitosterol memiliki struktur dasar siklopentana perhidrofenantrena yang juga dimiliki oleh steroid. Suatu bahan dapat bekerja sebagai hormon karena mengandung zat yang susunan molekulnya mirip hormon. Dengan demikian diduga beta sitosterol juga bersifat seperti testosteron (Widiyani, 2006).

Perubahan histopatologi dalam testis dapat dijadikan dasar dari perubahan histologi fungsi spermatogenesis terutama dalam tubulus seminiferus. Pengukuran diameter tubulus seminiferus merupakan penentu utama dari berat testis (Munson et al., 1996) dan juga dapat digunakan untuk memprediksi produksi sperma (Krishnalingam, 1982).

Pada penelitian ini, pengamatan histopatologi testis menunjukkan bahwa nilai rata-rata diameter tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang bermakna dari pemberian ketiga dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagaryang dapat menghambat pertumbuhan epitel seminiferus dan akibatnya terjadi penurunan diameter tubulus.

Senyawa beta sitosterol yang diduga dapat bersifat seperti testosterone tersebut kemungkinan juga mempengaruhi diameter tubulus seminiferus. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nema dkk (2011), bahwa pengaruhfraksi beta sitosterol dari Ocimum gratissimum menghasilkan efek penurunan diameter tubulus seminiferus secara signifikan. Berkurangnya diameter tubulus seminiferus mencerminkan adanya hambatan spermatogenesis (Kovacevic et.al., 2006) dan juga kemungkinan disebabkan banyaknya sel germinal yang mengalami apoptosis. Dalam epitel seminiferus, apoptosis dapat terjadi secara spontan atau sebagai respons terhadap beberapa faktor-faktor seperti agen kemoterapi, suhu tinggi dan hormonal (Costa and Silva, 2006).

Senyawa beta-sitosterol yang terkandung dalam biji jarak pagar diduga dapat meningkatkan kadar testosteron pada hewan uji. Walaupun testosteron mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penghidupan sexual dari pejantan dan tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik. Namun, testosteron mempunyai mekanisme umpan balik negatif terhadap gonadotropin (FSH dan LH) jika testosterone diberikan dalam jumlah yang tinggi (Partodihardjo,1980).

LH dan FSH dari hipofisa anterior memegang peranan penting dalam mengatur proses biologi reproduksi pada hewan jantan. FSH merangsang proses spermatogenesis dan LH yang sering disebut ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone), merangsang pertumbuhan dan metabolisme sel-sel Leydig, untuk memproduksi hormon testosteron. Jumlah sperma dan kadar testosteron dipertahankan konstan oleh mekanisme umpan balik. Jika mekanisme umpan balik negatif terjadi maka kadar FSH dan LH dalam peredaran darah

menurun, akibat selanjutnya ialah proses spermatogenesis terhenti dan jumlah spermatozoa dihasilkan akan menurun (Partodihardjo, 1980).

Analisis kuantitatif tubulus seminiferus dilakukan dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten dan membagi rata-rata jumlah spermatosit pakiten dengan jumlah sel Sertoli di berbagai tahapan (tahap II,VII,dan XII). Hasil penelitian menunjukkan dengan pemberian ekstrak n-heksana biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan dosis 25 mg/kg BB tidak ada penurunan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli dalam setiap tahapan. Sedangkan ekstrak n-heksana biji jarak pagar pada dosis tinggi dapat menurunkan jumah spermatosit pakiten per sel Sertoli dalam setiap tahapan, walaupun penurunan tersebut tidak juga bermakna. Dengan demikian, pemberian ketiga dosis ekstrak n-heksana biji jarak pagar secara oral selama 48 hari belum memberikan penurunan yang bermakna terhadap jumlah spermatosit sel pakiten per jumlah sel Sertoli yang dihasilkan.

Jika ditinjau dari jumlah rata-rata spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli , dari hasil penelitian menunjukkan jumlah spermatosit pakiten mengalami penguranganyang bermakna pada kelompok perlakuan 25 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB dibandingkan dengan kontrol pada semua tahapan. Spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Pada tahap ini, inti serta sitoplasma tumbuh menjadi sel terbesar di antara lapisan sel spermatogenik. Di antara sel germinal, spermatogonia, dan spermatosit adalah target penting dari apoptosis. Telah diketahui bahwa spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan.

Mikroanatomi tubulus seminiferus yang normal akan menunjukkan asosiasi sel spermatogenik tersusun berlapis sesuai dengan tingkat perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen tubulus yakni spermatogonia, spermatosit, dan spermatid. Lumen tampak terisi penuh oleh spermatozoa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tubulus seminiferus kelompok kontrol kontrol menunjukkan spermatogenesis normal yang menggambarkan semua sel germinal, yaitu : spermatogonia, spermatosit primer (non-pakiten dan pakiten) dan spermatid (bulat dan memanjang) dalam epitel seminiferus. Selain itu, tubulus tersusun atas sel-sel spermatogenik yang tersusun kompak dan padat.

Struktur histologis tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan menunjukkan lapisan sel spermatogenik tidak teratur dan sel-sel tersusun lebih jarang. Struktur tubulus seminiferus tikus pada kelompok perlakuan dosis 25 mg/kg BB dan dosis 50 mg/kg BB menunjukkan terjadinya kerusakan dimana terdapat beberapa tubulus yang mengalami nekrosis tubular, lumen tampak kosong karena tidak mengandung populasi semua sel germinal maupun sel Sertoli.

Selain dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan diameter tubulus seminifeurs, ekstrak n-heksana biji jarak pagar juga mempengaruhi spermatogenesis. Namun, parameter dari berat testis dan jumlah sperma yang dihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosa fertil atau infertilnya seseorang. Oleh karena itu, konsentrasi pengembangan sebaiknya ditekankan pada morfologi dan motilitas sperma. Meskipun jumlah spermatozoa tinggi tetapi jika sperma tersebut tidak motil maka pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaliknya dengan jumlah spermatozoa yang sedikit tetapi memiliki morfologi dan kecepatan yang normal maka masih bisa fertil.

Sebagai tambahan, jika dibandingan dengan kedua penelitian terdahulu yang dilakukan dalam ekstrak etanol (Dwi Arini, Widya) dan etil asetat (Larasaty, widya), penelitian ekstrak n-heksana pada umumnya menunjukkan hasil yang sama dengan ekstrak etanol. Pada ekstrak etanol dan n-heksana, ketiga parameter (bobot testis, konsentrasi spermatozoa, dan diameter tubulus) menunjukkan penurunan yang signifikan sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan. Akan tetapi pada perbandingan sel pakiten per sel sertoli nya, ekstrak etanol menunjukkan aktivitas lebih baik. Sedangkan pada ekstrak etil asetat, penurunan pada ketiga parameter paling optimum ditunjukkan pada dosis sedang.

Dokumen terkait