• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

4. Ekstraksi energy listrik

2.5 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis, duktus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis.. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus epididymis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu organ yang terletak pada permukaan posterior testis.

Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari system duktus yang membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan dengan system duktus adalah tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. Spermatozoa dari epididymis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett & Bloom, 2002).

Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006) Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3

Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa) Konsumsi minuman 20-45 ml/hari (dewasa)

Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ reproduksinya dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa masuk menuju rahim (William, 2005).

Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa. Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa ( Faranita, 2009 ).

Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium semiferus yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett & Bloom, 2002).

Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferous. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobules yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididymis. Produksi andogen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli.

Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid

yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membrane basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu.

Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).

2.5.1 Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347+5 µm vs 262+9 µm , tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia ( 1,4+1 µm vs 15,9+3,4 µm ). Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali leboh banyak dari epitel seminiferus manusia ( Ilyas, 2007).Spermatozoa pada tikus panjangnya sekitar 150 – 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).

2.5.2 Spermatogenesis Pada Tikus

Gambar 2.4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari kiri bawah searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L, spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan tahap siklus di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi sellular dari tahapan siklus pada epitel seminiferus (l-XIV). Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis ( Clermont, 1962).

Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui suatu perkembangan yang komplek yang disebut dengan spermatogenesis.

Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa disebut dengan spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).

Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO ( disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang menjadi leptolene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferous. Selama fase meiosis, masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom, selama akrosom berkembang. Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan pelepasan sitoplasma.

Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000)

2.5.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testes memproduksi sejumlah hormone jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosterone. Fungsi testosterone adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferous, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan sifat jantan ( Partodihardjo,1980)

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididymis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH. Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik.

Spermatogenesisdimulaipada saatpubertaskarena adanyapeningkatan sekresigonadotropin(FSHdan LH) dari hipofisisanterior.FSHdianggaphormonpentinguntuk induksispermatogenesis danmerangsang secara langsungpada tubulusseminiferus, karena spermatogenesislengkappada tikushyposectomizeddipulihkanoleh perlakuanFSHdalamkombinasi denganLHdan testosteron.Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut hormonselinterstisial yangmerangsang(ICSH) pada tikus jantan karena tindakanandrogenikpadasel-sel Leydigdiinterstitium, dianggap dimediasi olehandrogen, setidaknya pada tikus.Dalam konteks ini,sekresi LHjuga merangsangsintesistestosteron di selLeydigpada testis.

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam cairan interstisial (lebih dari 50 ng / mL) pada tikus dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar 30ng/mL) atau

cairan vena perifera (kurang dari 10 ng / ml ), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis.

Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein, dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk merangsang FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis (Krinke, 2000).

BAB III

Dokumen terkait