• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi

(

Ocimum americanum

L.) terhadap Kualitas Sperma dan

Densitas Sel Spermatogenesis Tikus

Sprague-Dawley

Jantan

secara

in vivo

SKRIPSI

AUVA MARWAH MUROD

1110102000075

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi

(

Ocimum americanum

L.) terhadap Kualitas Sperma dan

Densitas Sel Spermatogenesis Tikus

Sprague-Dawley

Jantan

secara

in vivo

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi

AUVA MARWAH MUROD

1110102000075

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan benar.

Nama : Auva Marwah Murod

NIM : 1110102000075

Tanda Tangan :

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

NAMA : AUVA MARWAH MUROD

NIM : 1110102000075

JUDUL : Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

Menyetujui,

Pembimbing I

Eka Putri, M.Si., Apt NIP. 19790517200912202

Pembimbing II

Dr. Azrifitria, M. Si., Apt NIP. 197211272005012004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(5)

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Auva Marwah Murod NIM : 1110102000075 Program Studi : Farmasi

Judul :

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Eka Putri, M.Si., Apt ( )

Pembimbing II : Dr. Azrifitria, M. Si., Apt ( )

Penguji I : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt ( )

Penguji II : Yardi, Ph.D., Apt ( )

Ditetapkan di : Ciputat

(6)

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum

L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

ABSTRAK

Nama : Auva Marwah Murod

Program Studi : Farmasi

Judul :

Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek ekstrak herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus putih jantan. Ekstrak diberikan secara oral sekali sehari selama 48 hari yang terdiri dari 20 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley dan dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (Na CMC 1%), kelompok perlakuan dosis rendah (1 mg/kg BB), dosis sedang (10 mg/kg BB), dan dosis tinggi (100 mg/kg BB). Parameter yang dilakukan meliputi bobot testis, konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma, diameter tubulus seminiferus, dan tebal sel germinal. Hasil yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis ANOVA satu arah dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air herba kemangi dengan dosis I (1 mg/kg BB), II (10 mg/kg BB), dan III (100 mg/kg BB) tidak memberikan peningkatan yang bermakna terhadap bobot testis dan konsentrasi spermatozoa, namun memberikan peningkatan yang bermakna terhadap morfologi sperma, diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal dibandingkan dengan kontrol (p ฀ 0,05). Dari beberapa hasil pengamatan tersebut, disimpulkan bahwa ekstrak air herba kemangi dapat mempengaruhi spermatogenesis tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan agen fertilitas pria.

(7)

In Vivo Study of the Activity of Aqueous Extract of Ocimum Americanum L. Herb on sperm quality and spermatogenic cell dencity in male rats

ABSTRACT

Name : Auva Marwah Murod

Program Study : Pharmacy

Title :

This study was aimed to find out activity of aqueous extract of Ocimum americanum L. herbs in male rats. The extract was given orally once a day for 48 days. The sample consisted of 3 doses and 1 control that were divided in four groups, each groups consist of 5 Sprague-Dawley male rats : control group (CMC Na 1%), treatment I (1 mg/kg BW), II (10mg/kg BW), and III (100 mg/kg BW). The result of experiment was analyzed by using One Way ANOVA and by Multiple Comparisons test. The results showed that aqueous extract of Ocimum americanum L. in dosage 1 mg/kg BW, 10 mg/kg BW, and 100 mg/kg BW resulted not significant increase to sperm concentration and testis weight, but significantly increased sperm morphology, diameter of seminiferous tubules and germinal cell layer thickness compared with control (p ฀ 0,05). This showed that the aqueous extract of Ocimum americanum L. herbs affected the spermatogenesis of rat. It is hoped that results of this study can be used to develop a male fertility agent.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Umar Mansur M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Eka Putri, M.Si., Apt sebagai pembimbing, terima kasih telah banyak memberikan ilmu, pengarahan, waktu, dan bimbingan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Dr. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing, terima kasih telah banyak memberikan ilmu, pengarahan, waktu, dan bimbingan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

(9)

baik secara moril dan materil. serta doa yang tak terhingga di setiap langkah penulis.

7. Adik-adikku Alvin Fauzi Murod dan Atini Rahmatika Fauzi Murod yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis serta Te Sumi yang telah banyak membantu dalam mempersiapkan bahan penelitian penulis.

8. Seluruh kakak-kakak laboran yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di kampus.

9. Kakak-kakakku Agung Priyanto, Indah Fadlul Maula, Wardah Nabiela, Muhammad Arif dan yang lainnya yang telah banyak membantu dalam memberikan masukan dan motivasi.

10. Teman seperjuangan sepenelitian Riamayanti Hutasuhut, terima kasih atas bantuan serta motivasi sejak awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

11. Teman-teman tim farmakologi Julia, Suchinda, Maytaravika, Dita, Nisa Fitria, Cahyaningtyas terimakasih atas bantuan, motivasi dan kebersamaannya selama penelitian.

12. Sahabat-sahabat yang selalu ada (Yeyet, Salsabiela, Myra, Suchinda, Nisa, Mayta) terimakasih atas motivasi, bantuan dan kebersamaannya selama penelitian.

13. Sahabat yang selalu menemani sejak SD hingga kuliah, Fatiha Alifia Fahrizal dan Triajeng Pertiwi yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis.

14. Dirgha ahdiansyah S.A yang menemani selama ini, yang tak pernah lelah memberikan doa, semangat dan motivasi untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman seperjuangan Farmasi 2010 A dan B yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah memberikan doa, dukungan, kebersamaan dan persaudaraan selama ini untuk penulis.

(10)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.

Jakarta, Agustus 2014

(11)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Auva Marwah Murod

NIM : 1110102000075

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley

Jantan secara In Vivo.

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 21 Agustus 2014 Yang menyatakan,

(12)

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI ... 2.4.5 Pengeringan Ekstrak dengan Metode Freeze Drying... 2.5 Tinjauan Hewan Coba...

2.5.1 Klasifikasi Tikus Putih... 2.5.2 Biologis Tikus Putih... 2.6 Sistem Reproduksi Tikus Jantan... 2.6.1 Produksi Sperma... 2.6.2 Spermatogenesis Pada Tikus... 2.6.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis...

(13)

3.2 Alat dan Bahan... 3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak... 3.4.2 Penapisan Fitokimia Ekstrak... 3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik... 3.4.3.1 Parameter Spesifik... 3.4.6.4 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus... 3.4.6.5 Tebal Sel Germinal... 3.5 Analisa Data... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Herba kemangi (Ocimum americanum L.) ... .... 6

2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan ... 15

3. Spermatozoa tikus... ... 18

4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus ... 18

5. Grafik rata-rata berat badan tikus... 31

6. Grafik rata-rata bobot testis tikus tiap kelompok ... 32

7. Grafik rata-rata konsentrasi spermatozoa ... 33

8. Grafik rata-rata morfologi sperma ... 34

9. Grafik rata-rata diameter tubulus seminiferus ... 35

10. Grafik rata-rata tebal sel germinal ... 36

11. Blender (Philips) ... 54

20. Kandang tikus beserta tempat makanan dan minuman ... 55

21. Hemasitometer Improved Neubauer (NESCO) ... 55

22. Vortex ... 55

23. Mikroskop cahaya ... 55

24. Mikropipet ... 55

25. Herba kemangi ... 56

26. Ekstrak kering herba kemangi... 56

27. Proses Fresh-Press Juice ... 56

28. Penyaringan maserat ... 56

29. Pemekatan ekstrak dengan vacuum rotary evaporator ... 56

30. Pembuatan suspensi NaCMC 0.5% ... 56

31. Pembuatan suspensi ekstrak air herba kemangi ... 56

32. Penyondean tikus ... 56

33. Penimbangan bobot testis ... 56

(15)

35. Proses pengenceran sperma dengan larutan eosin ... 57

36. Penghomogenan spermatozoa dengan vortex ... 57

37. Pemasukan spermatozoa ke dalam bililk hitung ... 57

38. Normal ... 80

39. Ekor patah ... 80

40. Kepala pipih ... 80

41. Tanpa ekor ... 80

42. Kepala paku ... 80

43. Tanpa kepala ... 80

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Data Biologis Tikus ... 14

3.1 Rancangan Percobaan ... 23

3.2 Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung ... 27

3.3 Cara Pengenceran ... 28

3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa ... 28

4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ... 30

4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ... 31

4.3 Rata-Rata Bobot Testis ... 32

4.4 Rata-Rata Konsentrasi Spermatozoa ... 33

4.5 Rata-Rata Morfologi Sperma ... 34

4.6 Rata-Rata Diameter Tubulus Seminiferus ... 35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil determinasi tanaman... ... 51

2. Alur penelitian ... 52

3. Perhitungan dosis ekstrak herba kemangi ... 53

4. Gambar alat dan bahan penelitian ... 54

5. Gambar kegiatan penelitian ... 56

6. Hasil penapisan fitokimia ekstrak air herba kemangi ... 58

7. Perhitungan rendemen dan kadar abu ... 59

8. Hasil Pengukuran berat badan tikus ... 60

9. Hasil pengukuran bobot testis ... 61

10.Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa ... 62

11.Hasil perhitungan morfologi sperma ... 63

12.Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus ... 65

13.Hasil pengukuran tebal sel germinal ... 66

14.Analisis statistik data bobot testis ... 67

15.Analisis statistik data konsentrasi spermatozoa ... 69

16.Analisis statistik data morfologi sperma ... 71

17.Analisis statistik data diameter tubulus seminiferus ... 73

18.Analisis statistik data tebal sel germinal ... 75

19.Gambar morfologi spermatozoa... 77

(18)

1.1 LATAR BELAKANG

Angka kejadian infertilitas masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Infertilitas adalah kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual (2-3 kali per minggu) tanpa menggunakan kontrasepsi (WHO, 2014). Menurut Mascarenhas et al., (2012) terdapat 48,5 juta pasangan usia produktif yang tidak dapat memiliki anak, dimana 19,2 juta pasangan tidak dapat memiliki anak pertama, dan 26,3 juta pasangan tidak dapat memiliki anak kedua dan selanjutnya.

Menurut hasil penelitian Syamsiah, seperti dikutip Sari menunjukkan bahwa di Indonesia, kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat menjadi 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. Dari hasil survei gagalnya kehamilan sebanyak 40% disebabkan pria, 40% wanita, dan 10% dari pria dan wanita, 10% tidak diketahui penyebabnya (Sari, 2013).

Faktor yang mempengaruhi ketidaksuburan pria antara lain pola hidup yang tidak sehat, asap rokok, dan penyakit. Faktor penting yang mempengaruhi dan menjadi perhatian dunia adalah stres oksidatif (OS) (Agarwal dan Prabakaran, 2005). Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai usaha telah banyak dilakukan pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan, salah satunya adalah mengonsumsi obat tradisional. Campuran bahan obat tradisional tersebut belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan hanya berdasarkan pengalaman kebiasaan nenek moyangnya (Dep. Kes. RI 1985).

(19)

isoflavon, Zn dan vitamin E yang dapat meningkatkan motilitas dan konsentrasi spermatozoa (S. Astuti et al., 2008), ekstrak daun cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) yang dapat memberikan efek perbaikan abnormalitas morfologi spermatozoa mencit jantan yang dipapar asap rokok (Rinda, 2010), minyak jinten hitam (Nigella sativa) yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa tikus wistar hiperlipidemia (Siti, 2009). Tanaman-tanaman tersebut telah terbukti dapat meningkatkan motilitas sperma dan konsentrasi sperma, selain tanaman tersebut, kemangi (Ocimum americanum L.) juga diduga dapat memperkuat daya tahan sperma (Setyo Kurniawan, 2013).

(20)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum.L) terhadap kualitas sperma yang mencakup profil morfologi sperma, bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih (Ratus novergicus) jantan galur Spargue dawley secara in vivo? 2. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak air herba kemangi (Ocimum

americanum L.) terhadap densitas sel spermatogenesis yang mencakup diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spargue dawley secara in vivo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian uji fertilitas ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus sehat jantan galur Spargue dawley secara in vivo adalah :

1. Untuk menguji pemberian ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap kualitas sperma yang mencakup profil morfologi sperma, bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spargue dawley secara in vivo.

(21)

1.4 HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian uji fertilitas ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus sehat jantan galur Spargue dawley secara in vivo adalah :

1. Pemberian ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) berpengaruh terhadap kualitas sperma yang mencakup profil morfologi sperma, bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spargue dawley secara in vivo.

2. Pemberian ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) meningkatkan densitas sel spermatogenesis yang mencakup diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spargue dawley secara in vivo.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kemangi

2.1.1. Klasifikasi Ilmiah (US Departement of Agriculture)

Tanaman kemangi secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Ocimum L.

Spesies : Ocimum canum Sims

2.1.2. Nama Lain (Siemonsma dan Piluek, 1994)

a. Sinonim : Ocimum africanum Lour, Ocimum americanum L, Ocimum brachiatum Blume.

(23)

2.1.3. Morfologi Tanaman Kemangi

(Sumber : koleksi pribadi) Gambar 1.Ocimum americanum L.

Kemangi merupakan tanaman tegak, bercabang banyak, tanaman semusim, herbal aromatik yang tingginya dapat mencapai 0,3-1 m. Batang dan cabangnya berbentuk segi empat, berwarna hijau kekuningan dan terdapat bulu pada batang terutama pada bagian batang muda (Siemonsma dan Pileuk, 1994). Bentuk daun sederhana dan saling berhadapan silang dengan ujung daun berbentuk runcing serta panjang tangkai daun mencapai 2 cm. Helai daun berbentuk bulat panjang dengan ukuran panjang daun mencapai 5 cm dan lebar daun mencapai 2,5 cm (Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).

(24)

panjang. Putik dengan 4 bakal biji dan 4 bakal buah serta 2 kepala putik (Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.4. Ekologi dan Penyebaran

Kemangi sering ditemukan di pinggir jalan, hutan jati, dan tempat gersang terbuka dekat dengan pemukiman. Tanaman ini lebih suka tempat yang cerah, terlindung dari angin, tumbuh baik pada dataran dengan ketinggian mencapai 500-2000 m dari permukaan laut, tanaman ini lebih suka tumbuh pada dataran tinggi, tetapi banyak juga di tanam di sawah (Siemonsma dan Piluek, 1994).

Kemangi tumbuh secara liar dan dapat di budidayakan di Afrika dan Asia yang beriklim tropis. Asal tanaman ini tidak diketahui secara pasti. Di Asia Tenggara telah dilaporkan terdapat kemangi di Indonesia dan Papua Nugini. Di Filipina, keberadaan kemangi masih diragukan, namun tanaman ini juga telah dilaporkan terdapat di Amerika yang beriklim tropis dan beberapa kepulauan di Hindia Barat (Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman

(25)

Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa Ocimum spp. mengandung senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida, antipiretik, fungisida, antibakteri dan antioksidan (Nurcahyanti dkk., 2011; Maryati dkk., 2007).

2.2. Simplisia (Depkes, 2000)

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa zat kimia murni.

2.3. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

(26)

lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yanq memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk, 2011).

2.4. Ekstraksi 2.4.1. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) (Dirjen POM, 2000). Dalam maseraasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et.al., 2011 ).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengernbangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperorehekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan (Ditjen POM, 2000).

3. Ekstraksi fresh juice

(27)

2.4.2 Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumrah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000). 4. Infus

lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit ) (Ditjen POM, 2000).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 300C ) dan temperature sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.4.3 Destilasi uap

(28)

(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempuma atau memisah sebagian.

Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.

2.4.4 Cara ekstraksi lainnya

1. Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi (Ditjen POM, 2000).

2. Super kritikal karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan umumnya digunakan gas karbondioksida. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000). 3. Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz.) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip rneningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Ditjen POM, 2000).

4. Ekstraksi energi listrik

(29)

menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik (Ditjen POM, 2000).

2.4.5. Pengeringan Ekstrak dengan Metode Freeze Drying

Pengeringan secara umum bermaksud untuk menghilangkan pelarut dari material yang akan dikeringkan. Salah satu tipe pengeringan yaitu freeze-drying. Pengeringan-beku atau lyophilization adalah proses pengeringan di mana pelarut dan atau media suspensi yang mengkristal pada temperatur rendah dan sesudahnya mensublimasi dari padat langsung ke fase uap. Pengeringan-beku lebih banyak dilakukan dengan air sebagai pelarut. Pengeringan mengubah es atau air dalam fase amorf menjadi uap. Karena tekanan uap es rendah, volume uap menjadi besar. Tujuan pengeringan-beku adalah untuk memproduksi suatu substansi dengan stabilitas yang baik dan tidak berubah setelah rekonstitusi dengan air, meskipun hal ini sangat tergantung juga pada langkah terakhir proses: pengemasan dan kondisi penyimpanan(Puspitasari, 2012).

2.5. Tinjauan Hewan Percobaan

2.5.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

(30)

2.5.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

(31)

Tabel 2.1. Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

2.6. Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis, duktus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun Lama produksi ekonomis 1 tahun

Lama bunting 20-22 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina) Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (berahi 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan

Ferilisasi 7-10 jam sesudah kawin

Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5oC)

Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan anestesi, naik sampai 150 dalam stress Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan

anestesi, naik sampai 550 dalam stress Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi

80 sistol, 55 diastol dengan anestesi Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3 Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

(32)

berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus epididymis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu organ yang terletak pada permukaan posterior testis(Fawcett & Bloom, 2002).

Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari sistem duktus yang membuka ke arah uretra prostatic. Berhubungan dengan sistem duktus adalah tiga kelenjar asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. Spermatozoa dari epididimis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett & Bloom, 2002).

(33)

Ketiga kelenjar asesorius mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa. Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di pelvis, tepatnya di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa (Faranita, 2009 ).

Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin. Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium semiferus yang menghasilkan spermatozoa (Fawcett & Bloom, 2002).

Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus seminiferous. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobules yang semua duktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis. Produksi andogen terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli(Heffner & Schust, 2005).

(34)

untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel nongerminal dalam epitel seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membrane basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu(Heffner & Schust, 2005).

Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).

2.6.1. Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347+5 µm vs 262+9 µm , tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia (1,4+1 µm vs 15,9+3,4 µm). Epitel seminiferus tikus mengandung40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas, 2007).

(35)

Gambar 3. Spermatozoa tikus 2.6.2 Spermatogenesis Pada Tikus

Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.

(36)

spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; P(I), P(VII), P (XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan tahap siklus di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi sellular dari tahapan sikluspada epitel seminiferus (l-XIV). Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis (Clermont, 1962).

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui suatu perkembangan yang komplek yang disebut dengan spermatogenesis. Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa disebut dengan spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).

(37)

Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus, dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis (Krinke, 2000).

2.6.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testes memproduksi sejumlah hormone jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosterone. Fungsi testosterone adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferous, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan sifat jantan (Partodihardjo,1980).

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididymis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH. Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik.

Spermatogenesisdimulaipada saatpubertaskarena adanyapeningkatan

sekresigonadotropin(FSHdan LH) dari

(38)

danmerangsang secara langsungpada tubulusseminiferus, karena spermatogenesislengkappada tikushypophvsectomizeddipulihkanoleh perlakuanFSHdalam kombinasi denganLHdan testosteron.Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut hormonselinterstisial yangmerangsang(ICSH) pada priakarena tindakanandrogenikpadasel-sel Leydigdiinterstitium, dianggap dimediasi olehandrogen, setidaknya pada tikus.Dalam konteks ini,sekresi LHjuga merangsangsintesistestosteron di selLeydigpada testis.

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam cairan interstisial (lebih dari 50 ng / mL) pada tikus dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada testis (sekitar 30ng/mL) atau cairan vena perifera (kurang dari 10 ng / ml ), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis.

(39)

3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Penelitian 2 dan di Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan untuk pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Universitas Indonesia.

3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Phillips), timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), vacuum rotary evaporator (EYELA), Freeze Dryer (EYELA FDU-1200), erlenmeyer, beakerglass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, tanur (Thermo Scientific), alumunium foil, timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan penutupnya, cawan penguap, Mikropipet (Eppendorf Research plus), mikroskop cahaya (Motic dan Epson) dan Hemositometer Improved Neubauer (NESCO).

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba dari kemangi (Ocimum americanumL.) yaitu seluruh bagian tanaman beberapa sentimeter di atas permukaan tanah, kecuali akar, yang digunakan sebagai simplisia disebut herba.Herba kemangi diiperoleh pada tanggal 16 Februari 2014 dariDesa Grogol, Kecamatan Limo, Depok dan diambil pada saat usia tanaman 2 bulan. Sebelum dilakukan penelitian, herba kemangi terlebih dahulu dideterminasi “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi– LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.

(40)

Liebermann – Burchard; FeCl3 1%; NaOH 1 N; petroleum eter; kloroform), eter, larutan buffer netral formalin, larutan untuk pembuatan preparat [Hematoksilin-Eosin, larutan Bouin (asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, Alkohol, Parafin] dan larutan George.

3.2.3. Hewan Uji

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil berumur 2,5–3 bulan dengan berat badan 180–250 gram yang diperoleh dari peternakan Institut Pertanian Bogor.

3.3. RANCANGAN PENELITIAN

Untuk perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemberian ekstrak air dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis tikus (Krinke, 2000).

Tabel 3.1. Rancangan Percobaan

Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan Keterangan

I (kontrol) kemangi (Ocimum americanum L.) dalam Na CMC 0.5 % dengan dosis 1 mg/KgBB

48 hari

III (dosis sedang) 5

Tikus diberikan ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) dalam Na CMC 0.5 % dengan dosis 10 mg/KgBB

48 hari

IV (dosis tinggi) 5

Tikus diberikan ekstrak air herba kemangi (Ocimum americanum L.) dalam Na CMC 0.5 % dengan dosis 100 mg/KgBB

(41)

3.4. PROSEDUR KERJA

3.4.1. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 155 gr herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang berwarna hijau segar. Herba kemangi yang telah dikumpulkan kemudian dicuci bersih lalu dirajang kecil-kecil untuk diekstraksi dengan blender menggunakan pelarut air (fresh pressed juice). Hasil ekstraksi kemudian disaring lalu dikeringkan dengan freezedryer selama 3-4 hari untuk menarik sisa kandungan air yangmasih terdapat didalam ekstrak.

Nilai hasil rendemen ekstrak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% � = � �

� � � � � � 100%

3.4.2. Penapisan Fitokimia Ekstrak 1. Identifikasi Alkaloid

Ekstrak dilarutkandengan HCl encer dan disaring.

a. Uji mayer : Filtrat ditambahkan reagen mayer, terbentuk endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid.

b. Uji wagner : Filtrat ditambahkan reagen wagner, terbentuk endapan coklat/kemerahan menunjukkan adanya alkaloid.

c. Uji dragendroff : Filtrat ditambahkan reagen dragendroff, terbentuk endapan merah menunjukkan adanya alkaloid (Tiwari et al., 2011). 2. Identifikasi Saponin, Uji busa/bath

0,5 g ekstrak ditambahkan 5 ml air suling dalam tabung reaksi. Larutandikocok kuat-kuat dan buih yang stabil diamati. Buih tersebut dicampur dengan 3 tetes minyak zaitun dan dikocok kuat-kuat setelah itu diamati apabila terjadi pembentukan emulsi.(Ayoola et al., 2008)

3. Identifikasi Flavonoid

Ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH, terbentuk warna kuning yang pekat. Warna kuning menghilang bila dilakukan penambahan beberapa tetes asam encer menunjukkan adanya flavonoid (Tiwari et al., 2011). 4. Identifikasi Tanin

(42)

dan diamati dimana tannin terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tannin memberikan warna biru-hijau. (Ayoola et al., 2008)

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik 3.4.3.1. Parameter spesifik

Identitas ekstrak. Deskripsi tata nama :  Nama ekstrak (generik, dagang, paten)  Nama latin tumbuhan (sistematika Botani)  Bagian tumbuhan yang digunakan

 Nama Indonesia tumbuhan. (Depkes RI, 2000)

Organoleptik. Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :

 Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.  Warna : kuning, coklat, dll.

 Bau : aromatik, tidak berbau, dll.  Rasa : pahit, manis, kelat, dll. 3.4.3.2. Parameter non spesifik

a. Kadar abu

(43)

3.4.4. Penyiapan Hewan Coba

Tikus jantan diaklimatisasi di laboratorium farmakologi selama 1 minggu. Diberi makan dan minum secara ad libitum (sesuai dengan kebutuhan) serta ditimbang berat badannya.Ekstrak air herba kemangi diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari yaitu pada pagi hari selama 48 hari dengan dosis seperti yang tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 1). Pada hari ke-49 masing-masing kelompok tikus dibius dengan eter hingga tahap anestesi, kemudian dibedah dan diambil testis dan cauda epididimisnya.

3.4.5. Pembuatan Preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eterhingga tahap anestesia (pembedahan), kemudian dibedah. Diambil bagian cauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Pembuatan sediaan mikroanatomi testis dilakukan di Laboratorium Patologi AnatomiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax. Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematosiklin –eosin (Yotarlai et al., 2011).

3.4.6. Pengukuran Parameter 3.4.6.1. Morfologi Sperma

Sebanyak50 µl suspensi sperma dimasukkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan 300 µl eosin Y 1%dan dicampur secara perlahan dengan menggunakan pipet. Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama sekitar 45-60 menit untuk memaksimalkan pewarnaan (Anonimous, 2000).

3.4.6.2. Bobot Testis

(44)

3.4.6.3. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada cauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0.9% sebanyak 250 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No Jumlah spermatozoa

dalam 1 kotak Pengenceran Kotak yang dihitung

1 > 40 50 kali 5

2 15 – 40 20 kali 10

3 < 15 10 kali 25

Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).

Tabel 3.3. Cara pengenceran

No Pengenceran Pembuatan pengenceran

1 50 kali a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 2 20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa 3 10 kali a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa

b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa

Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih).

(45)

� = × 10.000 ×� ×25× �

Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl (mL) fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa

No Jumlah kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa

1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25

2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25

3 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25

Dari perhitungan jumlah spermatozoa, dapat dihitung pula frekuensi timbulnya azoospermia. Azoospermia adalah suatu keadaan dimana tidak ada spermatozoa dalam cairan semen. Sedangkan oligozoospermia adalah suatu keadaan dimana terdapat sedikit spermatozoa dalam cairan semen (spermatozoa ≤ 20 juta/mL) (WHO, 1999). Penetapan timbulnya azoospermia dilakukan dengan cara membagi banyaknya individu yang mengalami azoospermia (Az) dengan banyaknya individu dalam satu kelompok (n) dikalikan 100% (Kusmana, 2001).

Persentase Azoospermia = x 100%

3.4.6.4. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali (10 x 10) kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus seminiferus yang terpotong bundar dan dipilih secara acak.

3.4.6.5. Tebal Sel Germinal

(46)

3.5. RENCANA ANALISIS DATA

(47)

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Determinasi

Berdasarkan hasil determinasi menunjukan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Ocimum americanumL.(famili Lamiaceae).

4.1.2. Karakterisasi Sampel

Herba kemangi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Grogol, Kecamatan Limo, Depok. Herba kemangi sebanyak 155 gram yang digunakan sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan air mengalir kemudian diblender dengan aquades sebanyak 5 liter. Ekstrak air herba kemangi kemudian di freeze dry selama 88 jam (3-4 hari) dan didapat bobot ekstrak sebesar 31 gram.

4.1.3. Hasil Uji Penapisan Fitokimia

Kandungan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak air herba kemangi diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Kandungan yang diuji antara lain golongan flavonoid, golongan alkaloid, golongan tannin, dan golongan saponin. Hasil penapisan fitokimia ekstrak air herba kemangi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia

Golongan Hasil

Flavonoid +

Alkaloid -

Tanin +

Saponin -

4.1.4. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik

Setelah dilakukan uji penapisan fitokimia pada ekstrak, dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik dilakukan terhadap ekstrak air herba kemangi, dimana uji parameter spesifik diantaranya adalah uji identitas ekstrak dan uji organoleptis sedangkan uji parameter non spesifik yang dilakukan adalah uji kadar abu.

(48)

Tabel 4.2. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik

Karakteristik Hasil

Uji Parameter Spesifik

Identitas Ocimum americanum.L

Famili : Lamiaceae

Organoleptis Warna Coklat tua

Bau Kuat

Rasa Pahit

Bentuk Serbuk

Uji Parameter Non Spesifik

Kadar Abu (%b/b) 17.13%

4.1.5. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis tinggi (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada lampiran 8 dan gambar 5.

Dari data grafik, dapat dilihat terjadi kenaikan berat badan tikus setiap penimbangan yang dilakukan selama 3 hari sekali. Kenaikan berat badan tikus menunjukkan bahwa tikus berada dalam kondisi sehat dan telah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar kandang meski dalam masa pertumbuhan.

Gambar 5. Hasil rata-rata berat badan (gram) tikus setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

(49)

4.1.6. Hasil Pengukuran Bobot Testis

Hasil pengukuran bobot testis baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis rendah (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 6.

Tabel 4.4. Rata-rata Bobot Testis Tikus

Kelompok Bobot testis (g)

Kontrol 1.43 ± 0.17

Dosis rendah (1 mg/KgBB) 1.28 ± 0.17

Dosis sedang (10 mg/KgBB) 1.34 ± 0.15

Dosis tinggi (100 mg/KgBB) 1.44 ± 0.13

Keterangan : Angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol (p ≤ 0,05).

Gambar 6. Hasil rata-rata bobot testis (gram) setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

Data grafik pada gambar 6 menunjukkan tidak terjadinya peningkatan bobot testis. Data bobot testis yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan one-way ANOVA dan menunjukkan tidak adanya perbedaan peningkatan secara bermakna (p ≤ 0,05)antara kelompok kontrol dengan kelompok yang mendapat perlakuan. Data hasil analisis statistik bobot testis dapat dilihat pada Lampiran 14.

(50)

4.1.7. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

Hasil pengukuran konsentrasi spermatozoa baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis rendah (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 7.

Tabel 4.5. Rata-Rata Konsentrasi Spermatozoa Tikus

Kelompok Konsentrasi Sperma (Juta/ml)

Kontrol 58.00 ± 19.113

Dosis rendah (1 mg/KgBB) 59.88 ± 13.341 Dosis sedang (10 mg/KgBB) 61.63 ± 12.003 Dosis tinggi (100 mg/KgBB) 71.88 ± 19.689

Keterangan : Angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol (p ≤ 0,05).

Gambar 7. Hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa (juta/ml) setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

Data grafik pada gambar 7 menunjukkan terjadinya kenaikan konsentrasi spermatozoa. Namun data konsentrasi spermatozoa yang diperoleh setelah dilakukan uji statistik dengan one-way ANOVA menunjukkan tidak adanya perbedaan secara bermakna (p ≤ 0,05)antara kelompok kontrol dengan kelompok yang mendapat perlakuan. Data hasil analisis statistik konsentrasi sperma dapat dilihat pada Lampiran 15.

58 59.875 61.63

Dosis ekstrak air herba kemangi (mg/KgBB)

(51)

4.1.8. Hasil Pengamatan Morfologi Sperma

Hasil pengamatan morfologi sperma baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis rendah (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 8.

Tabel 4.6. Rata-Rata Morfologi Sperma Tikus.

Kelompok Morfolgi Sperma Abnormal (%)

Kontrol 8.84 ± 2.08

Dosis rendah (1 mg/KgBB) 7.63 ± 1.29

Dosis sedang (10 mg/KgBB) 7.06 ± 1.15

Dosis tinggi (100 mg/KgBB) 4.22 ± 0.96*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol (p ≤ 0,05).

Gambar 8. Hasil rata-rata morfologi sperma setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

Data grafik pada gambar 8 menunjukkan terjadinya penurunan abnormalitas morfologi sperma. Data abnormalitas morfologi sperma yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan one-way ANOVA dan menunjukkan adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi dimana nilai p ≤ 0,05. Data hasil analisis statistik morfologi sperma dapat dilihat pada Lampiran16.

8.837

Dosis ekstrak air herba kemangi (mg/KgBB)

(52)

4.1.9. Hasil Pengamatan Diameter Tubulus

Hasil pengukuran diameter tubulus baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis rendah (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 9.

Tabel 4.7. Rata-Rata Diameter Tubulus Tikus

Kelompok Diameter Tubulus Seminiferus (nm)

Kontrol 179.83 ± 4.37

Dosis rendah (1 mg/KgBB) 208.33 ± 15.47*

Dosis sedang (10 mg/KgBB) 220.38 ± 19.95* Dosis tinggi (100 mg/KgBB) 249.04 ± 16.34*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol (p ≤ 0,05).

Gambar 9. Hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

Data grafik pada gambar 9 menunjukkan terjadinya peningkatan diameter tubulus seminiferus pada tikus seiring dengan peningkatan dosis. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan one-way ANOVA dan menunjukkan adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok yang mendapat perlakuan dimana nilai p ≤ 0,05. Data hasil analisis statistik diameter tubulus seminiferus dapat dilihat pada

Dosis Ekstrak Air Herba Kemangi (mg/KgBB)

(53)

21.996849

Dosis Ekstrak Air Herba Kemangi (mg/KgBB)

Tebal Sel Germinal 4.1.10.Tebal Sel Germinal

Hasil pengukuran tebal sel germinal baik pada kelompok yang tidak mendapat perlakuan (kontrol) dan pada kelompok yang mendapat perlakuan yaitu dosis rendah (1 mg/KgBB), dosis sedang (10 mg/KgBB), dosis rendah (100 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.8 dan gambar 10.

Tabel 4.8 Rata-Rata Tebal Sel Germinal Tikus

Kelompok Tebal Sel Germinal (nm)

Kontrol 22.00 ± 0.90

Dosis rendah (1 mg/KgBB) 47.97 ± 2.36*

Dosis sedang (10 mg/KgBB) 69.83 ± 4.74*

Dosis tinggi (100 mg/KgBB) 89.87 ± 5.65*

Keterangan : Angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol (p ≤ 0,05).

Gambar 10. Hasil rata-rata tebal sel germinal setelah pemberian ekstrak air herba kemangi selama 48 hari.

(54)

4.2. Pembahasan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari Desa Grogol, Kecamatan Limo, Depok. Hasil determinasi dari “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi– LIPI Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Ocimum americanum L. dari famili Lamiaceae.

Ekstrak herba kemangi diperoleh dengan metode fresh-press juice menggunakan pelarut air. Pemilihan metode fresh-press juice sebagai metode ekstraksi dikarenakan melihat dari pelarut air yang mudah tercemar kapang dan lainnya apabila dilakukan proses maserasi dan juga melihat konsumsi kemangi yang biasa digunakan sebagai lalapan. Penggunaan pelarut air didasarkan pada sifat air yang universal dan sangat polar dan juga aman dibandingkan pelarut organik. Senyawa yang memiliki peran sebagai agen fertilitas yang terkandung pada herba kemangi belum diketahui, karena berdasarkan pengetahuan penulis, belum ada yang melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, penulis memiliki peluang untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan berdasarkan sifat polar maunpun non polar dari pelarutnya.

Dari 155 gram herba kemangi (Ocimum americanum L.) segar diperoleh 31 gram ekstrak serbuk, sehingga diperoleh nilai rendemen 20%. Pemeriksaan parameter non spesifik yang dilakukan adalah kadar abu. Tujuan dari pemeriksaan kadar abu menurut Depkes RI (2000) adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal hingga menjadi ekstrak. Hasil yang diperoleh pada uji kadar abu ekstrak air herba kemangi adalah sebesar 17.13%. Ekstrak air herba kemangi kemudian dilakukan penapisan fitokimia dan diketahui bahwa pada ekstrak air herba kemangi terkandung senyawa tanin dan flavonoid.

(55)

etanol herba kemangi dimana pada dosis 16000 mg/KgBB tidak terjadi kerusakan pada sel hati maupun ginjal tikus. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dosis 16000 mg/KgBB ekstrak etanol herba kemangi bersifat praktis tidak toksik (Putri, 2013). Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru. Selama aklimatisasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Dari pengamatan tersebut diketahui adanya peningkatan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan meski dalam masa pertumbuhan.

Setelah diaklimatisasi selama 1 minggu, masing-masing tikus kelompok ditimbang terlebih dahulu untuk disesuaikan dengan dosis ekstrak air herba kemangi yang akan diberikan. Tikus kemudian diberikan perlakuan dengan ekstrak air herba kemangi rata-rata sebanyak 1 ml secara oral dengan alat penyekok oral (sonde) selama 48 hari. Sediaan ekstrak kemangi dibuat dengan mensuspensikan ekstrak dengan Na CMC konsentrasi 0,5% yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan ekstrak air herba kemangi.Hal tesebut dilakukan agar ekstrak kemangi terdispersi sempurna dan tidak cepat mengendap. Pada hari ke-49, tikus diterminasi dengan cara dibius dengan eter. Pada penelitian ini, aktivitas fertilitas ekstrak air herba kemangi dievaluasi berdasarkan pengaruh terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenesis.

Dari hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter, yaitu : bobot testis, konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma, serta pengamatan histologi diameter tubulus seminiferus dan tebal lapisan sel germinal. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan kemudian dilakukan uji Anova atau uji Kruskal Wallis BNT (LSD). Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukannya uji statistik, karena bukan parameter dalam penelitian ini.

(56)

Selain bobot testis, konsentrasi spermatozoa juga dihitung guna mengetahui pengaruh ekstrak air herba kemangi terhadap konsentrasi spermatozoa pada tikus. Spermatozoa yang diamati berasal dari cauda epididimis. Dasar pemilihan bagian cauda epididimis adalah spermatozoa dari tubulus seminiferus langsung masuk ke epididimis dan juga epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa sebelum diejakulasian keluar tubuh, sehingga diperkirakan bahwa konsentrasi spermatozoa yang telah matang paling banyak terdapat dibagian cauda epididimis.

Hasil data konsentrasi tikus yang didapat menunjukkan kenaikan pada dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi yang kemudian dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji Anova. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Sminorv menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal (p ≥ 0.05). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan konsentrasi sperma tidak bermakna secara statistik karena nilai P ≤ 0.05.

Parameter yang diamati selanjutnya adalah morfologi sperma. Menurut Rafiqa et al (2013), abnormalitas sprematozoa dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Abnormalitas primer merupakan spermatozoa yang mengalami kelainan pada saat proses spermatogenesis. Spermatozoa yang abnormal meliputi kepala yang terlampau besar atau terlampau kecil, kepala pendek, kepala pipih memanjang, kepala rangkap dan ekor ganda. Abnormalitas sekunder merupakan spermatozoa yang mengalami kelainan setelah meninggalkan tubulus seminiferus yang ditandai dengan ekor putus, kepala tanpa ekor dan kepala pecah (Fitriani et al, 2010). Morfologi spermatozoa menurut Nugraheni et al (2003), merupakan salah satu faktor yang menentukan fertilitas spermatozoa. Abnormalitas primer dari spermatozoa di dalam testis dikarenakan kesalahan spermatogenesis ataupun spermiogenesis yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keturunan, penyakit, dan pengaruh lingkungan yang buruk (Salisbury dan Vandemark, 1985).

(57)

Hasil data kemudian diuji one-wayAnova dan menujukkan bahwa morfologi sperma abnormal bermakna secara statistik antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi karena nilai P ≤ 0.05.

Penelitian yang dilakukan oleh Titisari (2003) menunjukkan bahwa minyak Nigella sativa dapat menurunkan abnormalitas morfologi sperma, dimana tanaman tersebut mengandung senyawa antioksidan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mujahidatul (2012) menunjukkan terjadi penuruan abnormalitas morfologi sperma pada mencit yang diberi vitamin C.

Menurut teori, di dalam bagian testis terdapat lobuli-lobuli yang di dalamnya terdiri atas saluran-saluran kecil yang bergulung disebut dengan tubulus seminiferus yang berfungsi menghasilkan dan berisi spermatozoa (Toelihere, 1985). Perubahan histopatologi dari testis dapat dijadikan dasar fungsi spermatogenesis terutama dalam tubulus seminiferus (Larasati, 2013). Selain itu, pengukuran diameter tubulus seminiferus dapat digunakan untuk memprediksi produksi sperma (Krishnalingam et al, 1982). Menurut Juniarto (2004), ukuran dari diameter tubulus seminiferus sendiri dapat menggambarkan proses aktif dari spermatogenesis.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan diameter tubulus seminiferus. Hasil menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air herba kemangi pada dosis 1 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB terjadi peningkatan diameter tubulus seminiferus. Hasil data statistik pengukuran diameter tubulus seminiferus menunjukkan perbedaan bermakna (p ≤ 0.05) antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok perlakuan dimana peningkatan diameter tubulus seminiferus terjadi seiring dengan meningkatnya dosis ekstrak air herba kemangi yang diberikan pada tikus.

Gambar

Gambar Halaman
Tabel Halaman
Gambar 1.Ocimum americanum L.
Tabel 2.1.  Data biologis tikus  (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak n-heksana biji jarak pagar dosis 5 mg/kg BB dan 25 mg/kgBB tidak menunjukkan penurunan jumlah spermatosit pakiten per sel Sertoli secara bermakna (p ≥ 0,05) dalam

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol herba anting- anting memberikan efek antihiperurisemia, tetapi hanya dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb

Karakterisasi simplisia dan standardisasi ekstrak etanol herba kemangi ( Ocimum americanum L.) sebagai obat herbal telah dilakukan. Karakterisasi simplisia meliputi

Pengaruh pemberian kombinasi ekstrak terpurifikasi herba sambiloto dengan herba pegagan (dosis 912,1 mg/kg BB : 300 mg/kg BB) pada kelompok I memberikan hasil yang

Hal ini berarti pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis 2 (74 mg/20 gr BB mencit) dan parasetamol dosis toksik mampu mengurangi jumlah kerusakan sel epitel

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% dan 96% herba kemangi dapat mempengaruhi penurunan kadar asam urat pada dosis efektif pemberian sebagai

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol herba anting- anting memberikan efek antihiperurisemia, tetapi hanya dosis 150 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb

penelitian ini menunjukkan bahwa hasil fraksi air daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan beberapa tingkatan dosis dimana dosis yang dipakai adalah 25 mg/kg BB, 50 mg/kg