• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS, GAYA BAHASA, DAN PROSES RITUAL MANTRA DALAM BAHASA KODI-SUMBA BARAT DAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS, GAYA BAHASA, DAN PROSES RITUAL MANTRA DALAM BAHASA KODI-SUMBA BARAT DAYA"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

JENIS, GAYA BAHASA, DAN PROSES RITUAL

MANTRA DALAM BAHASA KODI-SUMBA BARAT DAYA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Marta Kaka Daha

NIM: 164114061

PRODI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(2)

vi

MOTTO

“Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat

manusia‟ Ir. Soekarno

„Percayalah besok masih ada hari baru untukmu‟ Daha

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

 Tuhan Yesus Kristus

 Keluarga tercinta, ibu dan bapak

 Pater Kimy dan Bapak Sipri Leha

(3)

x

ABSTRAK

Penelitian ini membahas jenis, gaya bahasa, dan proses ritual mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya. Alasan pemilihan topik ini ada 3 alasan yakni (1) ingin memperkenalkan budaya Kodi-Sumba Barat Daya, (2) mengkaji jenis, gaya bahasa, dan proses ritual mantra dalam bahasa Kodi Sumba Barat Daya, dan (3) mengkaji gaya bahasa karena penulis melihat ada keunikan bahasa dalam mantra Kodi-Sumba Barat Daya. Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan budaya Sumba dan mantra-mantra yang ada di Kodi-Sumba Barat Daya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan semantik dan pendekatan folklor. Pendekatan semantik digunakan untuk mengalisis gaya bahasa, sedangkan pendekatan folklor digunakan untuk menganalisis mantra. Penelitian ini menggunakan metode yakni teknik pengumpulan data yaitu: teknik observasi, teknik wawancara, teknik transkripsi data, teknik catat, dan teknik merekam. Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk formal dan informal.

Hasil penelitian ini ditemukan 12 jenis mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya dan dibagi menjadi 2 bagian yakni mantra penyembuhan dan mantra aneka permohonan. Mantra untuk penyembuhan ada 3 yakni mantra untuk oranng sakit demam dan panas, mantra untuk orang sakit kepala, dan mantra untuk orang sakit karena teror marapu (leluhur). Mantra aneka permohonan ada 9 yakni mantra untuk orang meninggal, mantra untuk anak sekolah, mantra meminta rezeki, mantra meminta berkat, mantra untuk membangun rumah, mantra untuk menanam padi, mantra untuk panen padi, mantra untuk oranng kecelakaan, dan mantra untuk ayam nyale. Berikut adalah gaya bahasa yang terdapat dalam mantra Kodi-Sumba Barat Daya adalah gaya bahasa perulangan dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa perulangan meliputi gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi, sedangkan gaya bahasa kiasan yakni gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa alegori, dan gaya bahasa metonimia. terakhir adalah proses ritual mantra dalam bahasa Kodi-Sumba barat Daya.

(4)

xi

ABSTRACT

The study discussed the kinds, styles of speech, and ritualistic incantation in Kodi-Sumba Barat Daya. The reason for this topic selection is four reasons: (1) wanting to introduce a Kodi-Sumba Barat Daya culture, (2) assessing the kinds, styles, and ritual processes of a mantra in Kodi-Sumba Barat Daya, (3) assessing a figure of speech because the writer sees there is a inuque language in Kodi-Sumba Barat Daya.

The approach used in this study is the semantic approach and the folklor approach. Semantic approaches are used to analyze spells. The study uses a methodology of data-gathering techniques: observation techniques, interview techniques, data transcription techniques, noted techniques, and recording techniques. The data in this study is presented informal and informal form.

The results of this study have been found by 12 different types of incantations is Kodi-Sumba Barat Daya and was divided into two parts of healing and trust incantations. There are 3 spells for healing, a spell for marapu terror. There are 9 incantations for the dead, incantations for the schoolchildren, incantations for a blessing, mantras for building houses, incantations for planting rice, incantations for the people of the accident, and spells for the chicken nyale. The two figures of speech contained in Kodi-Sumba Barat Daya mantra are the recurrent and figurative style. Here is a language style includes alliteration and acronym language, while the figures of speech are personified, allegorical language, and metonymy. Last is the ritualistic process in every mantra in Kodi-Sumba Barat Daya.

(5)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

MOTTO... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.5 Tinjauan Pustaka ... 7 1.6 Kerangka Berpikir ... 9 1.6.1 Pengertian Mantra ... 9 1.6.2 Gaya Bahasa ... 10

1.6.2.1 Gaya Bahasa Perulangan ... 11

(6)

xiii

1.6.2.1.2 Gaya Bahasa Asonansi ... 12

1.6.3.2 Gaya Bahasa Kiasan ... 13

1.6.3.2.1 Gaya Bahasa Personifikasi ... 13

1.6.3.2.2 Gaya Bahasa Alegori... 14

1.6.3.2.3 Gaya Bahasa Metonomia ... 15

1.7 Etnografi dan Ilmu Gaib... 16

1.8 Proses Ritual... 18

1.9 Metode Penelitian... 18

1.9.1 Teknik Pengumpulan Data ... 19

1.9.1.1 Teknik Observasi ... 19

1.9.1.2 Teknik Wawancara... 20

1.9.1.3 teknik Transkripsi Data ... 20

1.9.1.4 Teknik Catat ... 21

1.9.1.5 Teknik Merekam ... 21

1.10 Subjek dan Lokasi Penelitian ... 21

1.10.1 Lokasi Penelitian ... 21

1.10.2 Narasumber ... 22

1.11 Analisis Data ... 22

1.12 Sistematika Penyajian ... 22

(7)

xiv

BARAT DAYA ... 23

2.1 Pengantar ... 23

2.1.1 Jenis Mantra Penyembuhan... 23

2.1.1.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Demam dan Panas ... 25

2.1.1.2 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Kepala... 26

2.1.1.3 Mantra untuk Menyembuhksn Orang Sakit karena Teror Marapu (leluhur) ... 27

2.1.2 Jenis Mantra Aneka Permohonan... 28

2.1.2.1 Mantra untuk Orang Meninggal ... 33

2.1.2.2 Mantra untuk Anak Sekolah... 34

2.1.2.3 Mantra Meminta Rezeki ... 36

2.1.2.4 Mantra Meminta Berkat ... 37

2.1.2.5 Mantra untuk Membangun Rumah ... 38

2.1.2.6 Mantra untuk Menanam Padi ... 39

2.1.2.7 Mantra untuk Menanam Panen Padi ... 40

2.1.2.8 Mantra untuk Orang Kecelakaan ... 41

2.1.2.9 Mantra untuk Ayam Nyale ... 42

BAB III GAYA BAHASA DALAM BAHASAKODI-SUMBA BARAT DAYA ... 44

3.1 Pengantar ... 44

3.2 Gaya Bahasa Perulangan ... 44

3.2.1 Gaya Bahasa Aliterasi ... 44

3.2.1.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Demam dan panas ... 45

(8)

xv

3.2.1.3 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit karena Teror

Marapu (leluhur) ... 46

3.2.1.4 Mantra untuk Orang Meninggal ... 47

3.2.1.5 Mantra untuk Anak Sekolah... 48

3.2.1.6 Mantra Meminta Rezeki ... 48

3.2.1.7 Mantra Meminta Berkat ... 48

3.2.1.8 Mantra untuk Membuat Rumah ... 49

3.2.1.9 Mantra untuk Menanam Padi ... 50

3.2.1.10 Mantra untuk Panen Padi ... 50

3.2.1.11 Mantra untuk Orang Kecelakaan ... 51

3.2.1.12 Mantra untuk Ayam Nyale ... 51

3.2.2 Gaya Bahasa Asonansi ... 52

3.2.2.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Demam dan Panas ... 52

3.2.2.2 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit kepala ... 53

3.2.2.3 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit karena Teror Marapu (leluhur) ... 53

3.2.2.4 Mantra untuk Orang Meninggal ... 54

3.2.2.5 Mantra untuk Anak Sekolah... 54

3.2.2.6 Mantra Meminta Rezeki ... 54

3.2.2.7 Mantra Meminta Berkat ... 55

3.2.2.8 Mantra untuk Membangun Rumah ... 55

3.2.2.9 Mantra untuk Menanam Padi ... 56

3.2.2.10 Mantra untuk Panen Padi ... 56

3.2.2.11 Mantra untuk Orang Kecelakaan ... 57

3.2.2.12 Mantra untuk Ayam Nyale ... 57

(9)

xvi

3.3.1 Gaya Bahasa Personifikasi ... 58

3.3.1.1 Mantra untuk menyembuhkan Orang Sakit Demam dan Panas ... 58

3.3.1.2 Mantra untuk Ayam Nyale ... 59

3.3.2 Gaya Bahasa Alegori... 60

3.3.2.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit karena Teror Marapu (leluhur) ... 60

3.3.3 Gaya Bahasa Metonimia ... 61

3.3.3.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Demam dan Panas ... 61

3.3.3.2 Mantra Penyembuhan Orang Sakit kepala ... 63

BAB VI PROSES RITUAL ... 65

4.1 Pengantar ... 65

4.1.1 Proses Ritual Mantra untuk menyembuhan Sakit Demam dan Panas ... 65

4.1.2. Mantra untuk Orang Sakit kepala ... 66

4.1.3 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit karena Teror Marapu (leluhur) ... 68

4.1.4 Mantra untuk Orang Meninggal ... 69

4.1.5 Proses Ritual untuk Anak Sekolah ... 70

4.1.6 Mantra untuk Meminta Rezeki... 71

4.1.7 Mantra Meminta Berkat ... 72

4.1.8 Mantra untuk Membangun Rumah ... 72

4.1.9 Mantra untuk Menanam Padi ... 73

4.1.10 Mantra untuk Panen Padi ... 74

(10)

xvii

4.1.12 Mantra untuk Ayam Nyale ... 76

BAB V PENUTUP ... 78 5.1 Kesimpulan ... 78 5.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA ... 81 BIOGRAFI ... 84 LAMPIRAN ... 85

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Objek kajian penelitian ini adalah mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya. Sumba dikenal sebagai pulau yang mempercayai adanya hal gaib atau mistis sebagai hal yang wajar karena sebagian besar tetua-tetua adat atau tetua yang membacakan mantra penyembuhan merupakan hal penting untuk meminta kesembuhan pada leluhur yang sudah lama meninggal. Leluhur biasanya digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan doa kepada Tuhan Allah.

Mantra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “man” yang artinya pikiran, dan “tra” yang artinya pembebasan. Mantra adalah kumpulan kata-kata yang dipercaya mempunyai kekuatan mistis atau gaib mantra adalah permohonan. Mantra adalah perkataan atau ucapan yang memilki kekuatan gaib, misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya (Depdiknas, 2008: 876). Mantra juga terdapat dalam puisi tua yang dipercaya oleh masyarakat Melayu bukan dianggap sebagai sebuah karya sastra, melainkan ada kaitannya dengan kepercayaan dan adat-istiadat. Biasanya mantra diucapkan pada waktu tertentu dengan tujuan seperti menghentikan hujan, menyembuhkan orang sakit, kepercayaan, adat-istiadat, dan upacara orang meninggal.

Skripsi ini membahas mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya, yaitu mantra penyembuhan dan mantra kepercayaan. Kedua mantra tersebut sering

(12)

2

digunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan ritual penyembuhan dan aneka permohonan. Mantra tersebut sudah turun-temurun dari nenek moyang atau leluhur masyarakat Kodi-Sumba Barat Daya. Prosesi kedua mantra dibaca ataupun dinyanyikan oleh tetua adat. Kebiasaan pembacaan mantra penyembuhan digunakan utuk menyembuhkan orang yang sedang sakit dan bisa juga digunakan untuk menyerang balik musuh (yang mengirim guna-guna). Mantra kepercayaan digunakan untuk memuji leluhur, seperti Dewi Padi, jagung serta memohon perlindungan dan meminta berkat kepada leluhur.

Hal pertama yang dibahas dalam mantra Kodi-Sumba Barat Daya adalah jenis-jenis mantra yang terdapat dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya. Jenis mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya yakni mantra penyembuhan dan mantra aneka permohonan. Mantra penyembuhan ini merupakan mantra untuk menyembuhkan orang-orang dari segala macam penyakit seperti sakit kepala, panas demam, sakit karena teror marapu (leluhur). Dalam mantra penyembuhan ada pula mantra aneka permohonan yang sering digunakan oleh masyarakat Sumba lokal. Berikut adalah contoh mantra penyembuhan dan mantra aneka permohonan.

Teks Mantra untuk Menyembuhkan Sakit Kepala

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Rongo yoyo wolo amrawi

Yiyi anum alhaddu

Pamringi pamlala kinyani yiyi hadduna Yoyo dika alpenghin haddu

Dika paptiki wagu albaramu

Halikibananik yiya haddu katakkuna Mon bisa wongo mban mduru kadanna wongo

„Dengar Engkau Tuhan Allah‟ „Ini anakmu lagi sakit‟

„Berikan ia kesembuhan‟ „Engkau yang Maha Tahu‟ „Untuk itu aku memberitahu‟

„Sembuhkan dia dari sakit kepalanya‟ „Agar dia bisa tidur nyenyak tanpa sakit‟

(13)

3

Mantra di atas adalah mantra penyembuhan pada orang sakit yakni orang sakit kepala. Mantra di atas terdiri dari 7 baris. Baris pertama merupakan pembuka yang berfungsi memberi penghormatan kepada Tuhan Allah yang sudah meninggal. Baris kedua sampai terakhir merupakan isi dari mantra yakni memohon kepada leluhur untuk menyembuhkan penyakit yakni sakit kepala.

Teks Mantra untuk Anak Sekola

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha rongngoya linyo

Hitu yoyo mbapada inyada Totok radakih otu mbalahkolo Lappa ambumu, anamu, Totok lappa radakihi

Tanna amma wolonga hgaya mbappa. Wegu pappa betiwegu wiha

Eklungok hgaya mbappa amba wolo king papada out

Ammaptodokindi klowor, kringgi wegu

„Ambil beras ini dan dengar suara ini‟ „Engkau bapak dan mama yang mendahului‟

„Lihatlah dan tuntunlah ketika mereka sekolah‟

„baik itu cucumu dan anakmu‟ „Lihatlah dan tuntunlah mereka‟

„Supaya tidak ada bahaya yang menimpanya‟

„itulah mengapa aku berkata kepadamu‟ „Jauhkan ia dari segala marabahaya akan menimpanya‟

„Jauhkan ia juga dari sakit penyakit‟

Mantra di atas merupakan mantra kepercayaan orang Kodi-Sumba Barat Daya untuk anak-anak atau para pelajar yang akan melajutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Biasanya, mantra ini dibacakan ketika sang anak meninggalkan rumah untuk mencari ilmu baik itu di luar pulau Sumba ataupun di Sumba itu sendiri. Mantra aneka permohonan pada teks mantra untuk anak sekolah merupakan mantra yang terdiri dari 9 baris. Baris yang pertama merupakan pembuka yakni memberi penghormatan pada para marapu atau leluhur yang

(14)

4

dipercaya. Baris kedua sampai terakhir berisi mantra permohonan agar sang anak berhasil meraih cita-citanya.

Hal kedua yang dibahas dalam mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya adalah gaya bahasa. Kosa kata yang digunakan dalam mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya tidak memiliki arti, tetapi kosa kata yang terdapat dalam setiap mantra memiliki keunikan sehingga membuat bahasa Kodi-Sumba Barat Daya terlihat unik dan dipercaya kata-kata yang digunakan memiliki arti sendiri dalam dunia marapu (leluhur). Berikut adalah gaya bahasa yang perulangan dan gaya bahasa kiasan.

Teks Mantra untuk Penyembuhan Demam dan Panas Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia

Tanaka engdika bihami engdika amami „Agar engkaulah yang selalu disebut dan datang‟

Di baris ke-6 tersebut, tanaka engdika bihami engdika amami merupakan gaya bahasa aliterasi, terdapat banyak pengulangan bunyi konsonan. Bunyi konsonan yang mendapat pengulangan bunyi adalah konsonan adalah k, d, m, n, & g.

Teks Mantra untuk Penyembuhan Demam dan Panas Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongngoya liya

Domuni klaki ghaya monno roghaya liya

Tanaka haddu kaloworo kan lamhaling wongo

Dik paprongwongo wagu liya pahbeti wagu wiha

„Ambil beras ini dan dengar suara ini‟ „Kamu akar kayu dan daun‟

„Biar sakit ini bisa pergi‟

„Inilah maksudku kenapa aku berseru padamu‟

(15)

5

Teks mantra di atas menunjukkan gaya bahasa personifikasi atau gaya bahasa kiasan karena pemantra membacakan mantra dengan meminta penyakit pergi dengan bantuan kayu dan daun. Semua tahu bahwa penyakit tidak memiliki nyawa layaknya manusia. Akan tetapi, pemantra percaya bahwa penyakit bisa pergi ketika pemantra memintanya untuk pergi.

Hal ketiga yang dibahas adalah ritual mantra. Mantra memiliki ritual tersendiri baik itu mantra penyembuhan maupun mantra aneka permohonan. Persiapan sebelum membacakan mantra keluarga akan menyiapkan tikar, piring, beras, ayam, air, pisau, tombak, dan uang. Ada beberapa mantra yang membutuhkan waktu lama karena pemantra harus fokus ketika membacakan mantra. Untuk biaya yang dibutuhkan, keluarga menyiapkan uang dan hewan sebagai suka rela keluarga memberikan kepada pemantra. Hewan yang dibutuhkan pemantra biasanya disiapkan oleh keluarga pasien dan disembelih dan dimasak untuk dihidangkan bagi siapa saja yang bertamu. Semua itu dilakukan oleh keluarga sebagai rasa syukur mereka kepada marapu atau leluhur.

Alasan penulis memilih objek penelitian ini ada 4 alasan yakni (1) ingin memperkenalkan kebudayaan Kodi-Sumba Sumba Barat, (2) penulis tertarik ingin mengkaji mantra dari segi jenis, gaya bahasa, dan proses ritualnya, (3) ingin mengkaji gaya bahasa karena penulis melihat ada keunikan bahasa mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya.

(16)

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.

1.2.1. Apa saja jenis-jenis mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya?

1.2.2. Gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam mantra Kodi-Sumba Barat Daya?

1.2.3. Apa saja fungsi serta bagaimana proses ritual mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan jenis-jenis dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya.

1.3.2 Mendeskripsikan gaya bahasa dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya.

1.3.3 Mendeskripsikan fungsi serta proses ritual dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, penelitian ini akan memberikan manfaat di bidang bahasa dan budaya. Secara praktis hasil penelitian ini memberikan sumbangan untuk mendokumentasikan unsur-unsur budaya. Disamping itu juga bisa menjadi referensi atau acuan bagi siapa saja yang meneliti mantra-mantra di Indonesia

(17)

7

terlebih khusus mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan budaya Kodi-Sumba Barat Daya terlebih khusus mantra-mantra bahasa dan makna yang terkandung dalam mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya itu sendiri, karena belum ada yang meneliti tentang mantra-mantra yang ada di Kodi-Sumba Barat Daya.

1.5Tinjauan Pustaka

Objek penelitian mantra telah dibahas oleh Astuti (2008) dengan judul skripsi “Mantra Bahasa Dayak Desa: Studi tentang Gaya Bahasa, Tujuan, Proses Ritual, dan Fungsi” skripsi tersebut membahas mantra pengobatan, gaya bahasa yang terdapat dalam mantra pengobatan serta fungsi mantra dan ritual mantra.

Gaya bahasa dalam mantra Dayak Desa ditemukan ada gaya bahasa perulangan dan gaya bahasa kiasan. Ditemukan pula 3 fungsi mantra yakni mengobati pasien yang sakit, berfungsi secara religius yakni memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan memberikan hal magis yakni mengusir hantu dan dapat memberikan kekebalan tubuh dan daya pikat kepada seseorang.

Sekarbatu (2013) dengan judul skripsi “Struktur, Makna, dan Fungsi Mantra Hindu-Jawa” membahas mantra yang dimengerti tidak hanya sebagai sebuah bacaan yang terkesan mistis, tetapi juga memiliki unsur estetis dan pembelajaran kehidupan.

Yorensius (2013) dengan judul skripsi “Mantra Bahasa Dayak Benuaq: Studi tentang Jenis, Proses Ritual, dan Gaya Bahasa” membahas mantra yang ada di suku Dayak, gaya bahasa dalam mantra, fungsi mantra serta ritual. Yorensius

(18)

8

(2013) menemukan 17 jenis mantra pengobatan pada Suku Dayak Benuaq yang terdiri dari 24 teks mantra.

Mantra diteliti oleh Munawir Yusuf (1989) dalam bukunya yang berjudul Dukun, Mantra, dan Kepercayaan Masyarakat menjelaskan bahwa mantra merupakan ilmu gaib yang memunculkan hal mistis ataupun guna-guna yang dilakukan oleh orang untuk tujuan tertentu. Dunia gaib sering juga disebut supernatural karena ia diduduki oleh dewa yang baik maupun jahat, hantu serta kekuatan sakti yang bisa berguna maupun yang bisa menyebabkan bencana.

Mantra yang diteliti oleh Soedjijono, dkk (1987) dalam buku yang berjudul Struktur dan Isi Mantra Bahasa Jawa di Jawa Timur menjelaskan bahwa mantra adalah bahasa yang kadang-kadang tidak dipahami maknanya (misalnya menggunakan kata-kata asing atau bahasa kuno); justru menciptanya suasana gaib dan keramat. Kekhasan bahasa mantra tidak hanya mengandung kata-kata tertentu yang tidak dapat dipahami maknanya, akan tetapi, kata-kata yang dipakai dalam mantra kadang-kadang bunyi bahasanya sedikit aneh dan tidak mudah dimengerti artinya. Tidak jarang ada mantra yang mengunakan kata-kata tabu, seperti menyebut alat vital manusia menggunakan kata lain. Tujuan utamanya adalah meneliti struktur dan isi mantra.

Dari uraian di atas ketahui bahwa mantra belum banyak diteliti, khususnya mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya belum ada yang meneliti. Untuk itu penulis meneliti mantra dalam bahasa Kodi-Sumba Barat Daya.

(19)

9

1.6 Kerangka Berpikir

Landasan toeri dalam penelitian ini memaparkan pengertian mantra, jenis-jenis mantra, gaya bahasa, dan proses ritualnya sebagai berikut.

1.6.1 Pengertian Mantra

Risal (2010:1) mengatakan bahwa mantra merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak kata-kata yang mengandung kepercayaan dan adat. Bahasa yang digunakan dalam mantra adalah bahasa yang dihiasi dengan bahasa yang indah sehingga memiliki daya tarik dan kekuatan magis sehingga masyarakat percaya kekuatan mantra tersebut.

Latar belakang mantra juga mencerminkan pandangan atau filfasat hidup manusia jawa yang religius mistis; sementara itu, dalam rangka pemikiran dan penggunaan mantra menunjukkan lagi persesuaiannya dalam sikap hidup manusia Jawa, yang suka membina hidup di dunia ini tanpa perbuatan dan huru-hara (Soedjijono dkk,1987:111).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V) mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (misalnya dapat menyembuhkan dan mendatangkan celaka). Mantra juga memiliki susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib lainnya.

(20)

10

Bagi masyarakat Jawa mantra memiliki pengertian khusus yakni memiliki efek magis dan memerlukan persyaratan laku tertentu. Laku yang dimaksud adalah pembelian mantra sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya atau sebagai usaha mengendalikan hawa nafsu. Laku dalam rangka pemilikan mantra lebih berat daripada laku dalam rangka penggunaan mantra (Soedjijono dkk, 1987:111).

1.6.2 Gaya bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dengan retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin slilus, yakni semacam alat untuk menulis lempengan lilin. Keahlian menulis menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf, 1986:112).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V) gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Gaya bahasa itu sendiri merupakan karya sastra yang diturunkan lewat lisan dan tulisan yang memiliki gaya masing-masing, sehingga menghasilkan gaya bahasa yang indah. Sama halnya dengan mantra yang memiliki ragam bahasa dan bunyi yang memiliki irama dan bunyi yang indah.

Perkembangan gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa

(21)

11

atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Jadi jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung corak-corak tertentu seperti yang umum terdapat dalam retorika klasik (Keraf, 1985: 112).

Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakin kaya kosa kata seseorang, semakin beragam pula gaya bahasa bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas memperkaya kosa kata pemakainya (Tarigan, 2013:5)

Berikut akan dijelaskan jenis-jenis gaya bahasa sebagai berikut:

1.6.2.1 Gaya bahasa perulangan

Gaya bahasa perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata atau frasa, ataupun bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah kanteks yang sesuai (Tarigan, 2013:173). Gaya bahasa perulangan ditemukan ada 2 yakni gaya bahasa aliterasi dan gaya bahasa asonansi.

1.6.2.1.1 Gaya Bahasa Aliterasi

Aliterasi adalah gaya bahasa yang berulangan konsonan yang sama (Keraf, 1984:130). Pengulangan bunyi bahasa memberikan kesan yang indah. Dalam mantra pengobatan atau penyembuhan dan mantra aneka permohonan, gaya

(22)

12

bahasa aliterasi yang terdapat dalam mantra pengobatan atau penyembuhan dan mantra aneka permohonan terdapat pada pembuka dan penutup yang terdapat gaya bahasa aliterasinya. Bahasa yang indah tidak hanya dalam karya sastra saja seperti puisi dan prosa. Akan tetapi, di dalam mantra Kodi-Sumba Barat Daya akan dijelaskan beberapa bunyi bahasa yang mendapat pengulangan bunyi bahasa yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan, sehingga mantra tersebut memiliki irama yang indah.

Berikut contoh (1) gaya bahasa aliterasi

Takut titik lalu tumpah

Keras-keras kerak kena air lembut juga (Keraf, 1980:130)

1.6.2.1.2 Gaya Bahasa Asonansi

Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan ( Tarigan, 2013:176).

Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama (Keraf, 1986:130). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia asonansi adalah pengulangan bunyi vokal dalam deretan kata.

Berikut contoh (2) gaya bahasa asonansi

(23)

13

kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu (Keraf, 1980:130)

1.6.3.2 Gaya Bahasa Kiasan

Gaya Bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang dibentuk berdasarkan perbandingan dan persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut (Keraf, 1986:136). Gaya bahasa kiasan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berhubungan dan yang sengaja dianggap sama (Tarigan, 2013:7)

1.6.3.2.1 Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi berasal dari bahasa latin persona (pelaku, orang, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama). oleh karena itu, apabila digunakan gaya bahasa personifikasi memberikan ciri-ciri kualitas, yaitu kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan (Tarigan, 2013:17). Personifikasi atau prosopopoeia adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang sudah tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara, seperti manusia (Keraf, 1986:140).

Beriku contoh (3) gaya bahasa personifikasi.

Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi

(24)

14

Matahari baru saja kembali keperaduannya, ketika kami tiba disana.

Kulihat ada bulan di kotamu lalu turun dibawah pohon belimbing depan

rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu (Keraf,1980:140)

1.6.3.2.2 Gaya Bahasa Alegori

Alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti „berbicara secara kias‟; diturunkan dari allos yang lain dan agoreuein „berbicara. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan (Tarigan, 2013:24).

Alegori adalah cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas dan tersurat ( Keraf, 1986:140).

Beriku contoh (4) gaya bahasa kiasan alegori.

Kancil dengan buaya

Kancil dengan kura-kura

Kancil dengan harimau

Kancil dengan ular

(25)

15 Kancil dengan petani (Tarigan, 2013:25)

1.6.3.2.3 Gaya Bahasa Metonimia

Kata metonimia di diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat (Keraf, 1986:142). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V) metonimia adalah majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang.

Berikut contoh (4) gaya bahasa metonimia.

Ia membeli sebuah Chevrolet

Saya minum satu gelas, ia dua gelas

Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur

Pena lebih berbahaya dari pedang

Ia telah memeras keringat habis-habisan (Keraf, 1980:142)

1.7 Etnografi dan Ilmu Gaib

Etnografi berasal dari bahasaYunani Ethnos: rakyat dan graphia: tulisan. Jadi, etnografi adalah suatu bidang penelitian ilmiah yang digunakan dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi sebagai ilmu disiplin ilmu baru yang lahir pada

(26)

16

abad ke-20 dengan tokoh-tokoh utama E. B. Teylor, James Frazer, dan L. H. Morgan (Koentjaraningrat, 1980:31-32).

Ciri penting yang membedakan manusia dan para etnografer adalah dilihat dari kehidupan masa hidup masyarakat saat ini yakni tentang way of life. Etnografi modern yang dijelaskan dalam buku Spradley adalah bentuk sosial dan budaya masyarakat yang dikaji melalui analisis nalar untuk mendeskripsikan struktur sosial budaya masyarakat (Spradley: 2006).

Maksud yang terkandung dalam etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna dan tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Makna tersebut terekspresikan secara langsung dalam bahasa: dan di antara makna yang diterima, banyak yang disampaikan hanya secara tidak langsung melalui kata-kata dan perbuatan. Akan tetapi, di dalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk memahami diri sendiri dan orang lain, serta untuk memahami dunia tempat mereka hidup: dan etnografi selalu mengimplikasikan teori kebudayaan (Spradley, 2006:5)

Etnografi juga dikenal sebagai ilmu yang mempelajari budaya atau etnis yang mendeskripsikan suatu kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V), etnografi adalah ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup yang tersebar di muka bumi. Oleh karena itu, masyarakat saat ini tetap melestarikan kebuadayaan masing-masing yakni suku, ras, dan bahasa secara turun-temurun oleh generasi baru.

(27)

17

Sejak dahulu orang Sudah tahu bahwa manusia dari aneka warna asal dan bangsa itu mengucapkan beraneka-warna bahasa pula; tetapi suatu hal yang menarik perhatian para ahli kesusasteraan abad ke-18 yang mulai mempelajari naskah-naskah kuno dalam bahasa Arab, bahasa Sansekerta, bahasa Cina dan lain-lain, adalah adanya berbagai persamaan azasi dalam bahasa-bahasa Eropa dengan bahasa Sansekerta, bahasa Klasik, di India, baik pandang dari sudut bentuk kata-katanya, maupun dari tata bahasanya (Spradley, 2006:20).

Ilmu gaib merupakan segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan mengusai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah gaib yang ada di dalam alam. Adapun dasar ilmu gaib adalah bahasa yang asing magic, merupakan teknik-teknik atau kompleks cara-cara yang dipergunakan oleh manusia untuk mempengaruhi alam sekitarnya sedemikian rupa sehingga sekitarnya itu menuruti kehendak dan tujuannya. Teknik-teknik ilmu gaib itu mengenai alam sekitaran yang berada di luar batas akal manusia dan sistem pengetahuan, maka dasar-dasarnya bukan konsep-konsep, teori dan pendirian-pendirian yang telah diabstraksikan dan pengalaman observasi yang nyata (Koentjaraningrat, 1980:54).

Dasar ilmu gaib adalah (1) kepercayaan kepada kekuatan sakti dan (2) hubungan sebab-menyebab menurut hubungan-hubungan asosiasi. Adapun asosiasi adalah bayangan dalam pikiran itu, yang menimbulkan bayangan-bayangan baru sehingga terjadi suatu rangkaian bayangan-bayangan-bayangan-bayangan. Sedangkan, hubungan yang menyebabkan suatu asosiasi adalah persamaan waktu, persamaan wujud, dan persamaan bunyi sebutan (Koentjaraningrat, 1965:276).

(28)

18

1.8 Proses Ritual

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V) ritual berkenaan dengan ritus atau hal ihwal ritus. Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolik. Proses ritual dalam sebuah perayaan atau dalam kepercayaan dari masing-masing budaya yakni berdasarkan tradisi dari komunitas tertentu. Secara umum ada beberapa peralatan yang di persiapkan seperti piring, tempurung kelapa, beras, ayam, air, dan tombak. Setelah peralatan sudah disiapkan maka orang yang berkepentingan akan memulai membacakan mantra sesuai mantra yang diperlukan.

1.9 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi tiga tahap yakni (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing tahap dalam penelitian ini.

1.9.1 Pengumpulan data

Metode penelitian ini menggunakan penelitian teknik observasi, teknik wawancara, transkripsi data, teknik catat, dan teknik merekam. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing teknik yang digunakan dalam penelitian ini.

1.9.1.1 Teknik Observasi

Observasi adalah metode yang digunakan untuk mengamati fenomena yang akan diteliti. Penulis melakukan observasi atau pengamatan terlebih dahulu pada objek yang akan diteliti. Jika tempat atau penelitian sudah memenuhi syarat

(29)

19

maka peneliti akan melangkah selanjutnya. Observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data dan informasi sebanyak mungkin. Tahap observasi ini dilakukan peneliti untuk fokus dan menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus-menerus terjadi dan salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami (Sarwono, 2018:218).

Manfaat observasi adalah deskripsi yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks di mana kegiatan-kegiatan itu terjadi. Data itu peroleh berkat adanya peneliti lapangan dengan mengadakan pengamatan secara langsung (Nasution, 1988:59).

1.9.1.2 Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara adalah suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicara biasa dalam kehidupan sehari-hari saja (Lexy: 176-177).

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan

(30)

20

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara tak berstruktur dan wawancara terstruktur. Wawancara tak berstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (open ended interview), wawancara etnografis; sedangkan wawancara terstruktur sering juga disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan (Mulyana, 2006:180).

1.9.1.3 Transkripsi Data

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V), transkripsi adalah pengalihan tuturan (yang berrujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan, penulisan kata, kalimat, atau teks dengan menggunakan lambing-lambang bunyi. Transkripsi yang menggunakan satu lambang untuk menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan fonetisnya. Transkripsi ini bertujuan untuk memudahkan pembaca teks dalam menganalisis data apa saja yang akan diteliti.

1.9.1.4 Teknik catat

Teknik ini biasa digunakan untuk mencatat hasil wawancara. Teknik catat digunakan untuk mencatat yang menurut peneliti itu hal yang penting dan perlu dicatat.

(31)

21

1.9.1.5 Tenik Merekam

Teknik merekam adalah teknik untuk merekam ketika responden memberikan informasi, peneliti mulai merekam untuk mendapatkan hasil wawancara.

1.10 Subyek dan Lokasi Penelitian 1.10.1 Lokasi Penelitian

Suku Kodi-Sumba Barat Daya tersebar beberapa suku yakni Kodi Balaghar, Kodi Bangedo, dan Kodi Utara. Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka penulis memilih objek penelitiannya di Kecamatan Kodi Utara, Desa Bukambero. Desa Bukambero terletak di Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

1.10.2 Narasumber

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi V) adalah orang yang memberi (mengetahui secara jelas atau menjadi sumber). Narasumber yang di maksud adalah orang yang paham tentang mantra atau orang yang sering membacakan mantra baik mantra penyembuhan ataupun mantra aneka permohonan. Pernyataan yang akan diajukan kepada narasumber terkait mantra dan proses ritual ketika membacakan mantra.

(32)

22

1.11 Analisis Data

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang tahu pasti mengenai mantra-mantra. Penulis menggunakan analisis data yang dikumpulkan melalui catatan dan rekaman dari narasumber.

1.12 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian hasil laporan penelitian adalah sebagai berikut Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian data. Bab II menjelaskan jenis-jenis mantra Kodi-Sumba Barat Daya yang merupakan jawaban terhadap rumusan masalah pertama. Bab III merupakan bab yang memaparkan gaya bahasa dalam mantra bahasa Kodi-Sumba Barat Daya. Bab IV merupakan bab yang memaparkan proses ritualnya dari rumusan masalah ketiga. Bab V memaparkan penutup, mencakup kesimpulan dan saran.

(33)

23

BAB II

JENIS-JENIS MANTRA DALAM BAHASA KODI-SUMBA BARAT DAYA

2.1 Pengantar

Pada bab ini, akan diparkan jenis-jenis mantra penyembuhan dan mantra aneka permohonan dalam suku Kodi-Sumba Barat Daya.

2.1.1 Jenis Mantra Penyembuhan

Pada umumnya, masyarakat Kodi-Sumba Barat Daya masih menggunakan mantra untuk mengobati orang sakit. Mantra tersebut dibacakan oleh ketua adat yang mempunyai keahlian di bidang penyembuhan baik sakit karena diguna-guna maupun sakit karena adat yang belum terselesaikan seperti pesta woleka (pesta adat) yang sering ditunda oleh ketua adat.

Kepercayaan masyarakat pada dasarnya terletak pada keyakinan ketika seseorang sakit, keluarga akan berdiskusi dengan pawang untuk memperoleh kesembuhan dengan membacakan mantra orang yang sakit akan sembuh. Dari kepercayaaan itulah setiap orang yang sakit akan beranggapan bahwa dirinya sakit karena dosa yang dilakukan baik itu disengaja ataupun tidak disengaja. Untuk menebus dosa itu, orang tersebut memerlukan pertobatan atau janji agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.

(34)

Jika mengulangi kesalahan yang sama orang tersebut akan mengalami sakit yang sama. Masyarakat Kodi-Sumba Barat Daya percaya bahwa jika ada orang yang sakit karena adat maka keluarga dari pasien akan memanggil ketua adat (pemuka adat) agar membacakan mantra untuk mengetahui tujuan para leluhur. Pembaca mantra akan bertanya kepada leluhur atau orang yang sudah meninggal untuk mengetahui tujuan leluhur. Ketika pembaca mantra mengetahui anak itu sakit karena janji adat, keluarga akan menuruti permintaan dari leluhur. Jika semua sudah dituruti anak yang sakit akan sembuh tanpa pergi ke rumah sakit. Semua sakit-penyakit disebabkan karena adat. Oleh karena itu, harus ada tetua adat yang membacakan mantra untuk mengetahui maksud leluhur tersebut dan itulah pentingnya mantra bagi masyarakat Kodi-Sumba Barat Daya karena mantra adalah jalan memperoleh kesembuhan.

Mantra penyembuhan ada tiga aspek penting dalam praktek pengobatan sakit dan penyakit: (1) pengobat atau penyembuh (2) bahan obat yang berasal dari tumbuhan dan material lainnya (3) tujuan mantra dalam menyembuhkan pasien. Dua aspek ini khusus untuk bahan obat herbal yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan pasien. Sedangkan, mantra adalah aspek batin yakni sesuatu yang tidak bisa diraba dan dirasakan, walaupun bisa didengar secara samar-samar. Bagi masyarakat tutur yang belum mengenal tulisan (baik baca maupun tulisan) beserta kodifikasi pandangannya, maka mantra sebagaimana pula nyanyian merupakan warisan kebudayaan tinggi (Humaedi, 2016:321-322).

(35)

Berikut ini, analisis mantra penyembuhan yang terdiri dari mantra untuk menyembuhkan demam/panas, mantra untuk sakit kepala, dan mantra untuk orang sakit marapu (leluhur).

2.1.1.1 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit Demam dan Panas

Mantra untuk menyembuhkan orang yang sakit demam dan panas ditemukan dalam teks (1). Selengkapnya mantra tersebut sebagai berikut.

Teks 1 Mantra untuk Penyembuhan Orang Demam dan Panas Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongngoya liya

Domuni klaki ghaya monno roghaya Tanaka haddu kaloworo kan diki wongo

Dik paprongwongo wagu liya pahbeti wagu wiha hitu yoyo marapu

Endiki wulmata paphadikung olum el pogo mata marapu wegu nana

Tannaka engdika bihami engdika amami

Buru elwemdattu kan haliwadi etu hadu Yiya haddu kalowor halin memin tanaka engdiya ngara yemmi paptaki.

„Ambil beras dan dengar suara ini‟ „Kamu akar kayu dan daun‟

„Biar sakit penyakit ini bisa pergi‟ „Inilah maksudku kenapa aku berseru padamu engkau marapu’

„Lepaskan semua sakit penyakit yang ia derita‟

„Agar engkaulah yang selalu disebut dan datang‟

„Turunlah engkau dari air yang dalam agar penyakit hilang‟

„Keluarkanlah semua penyakit ini‟ „Biarlah namamu selalu disebut‟

Mantra pada teks (1) terdiri dari 9 baris. Baris pertama merupakan mantra pembuka dengan memberi penghormatan pada leluhur yang sudah meninggal. Baris kedua sampai terakhir merupakan isi dari mantra yakni memohon kepada leluhur untuk menyembuhkan penyakit. Mantra ini merupakan mantra yang digunakan ketika seorang sakit baik itu demam dan sakit kepala. Mantra tersebut dipercaya bahwa akan menyembuhkan anak ataupun orang dewasa ketika dibacakan ataupun dinyanyikan.

(36)

Mantra Kodi-Sumba Barat Daya memiliki ciri khas tersendiri yakni bagian pembuka mantra semuanya sama yakni deke wiha mon rongoya liya yang berarti memberikan persembahan kepada leluhur. Kekuatan dari mantra tersebut membuat seseorang sembuh. Oleh karena itu, masyarakat Kodi-Sumba Barat Daya percaya bahwa tersebut bisa menyembuhkan oranng sakit. Tujuan dari mantra ini adalah untuk memperoleh kesembuhan dari leluhur. Leluhur akan menyampaikan permohonan kepada Maramba (Tuhan) dan Maramba akan memberikan berkat lewat kesembuhan.

2.1.1.2 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit kepala

Mantra untuk menyembuhkan orang yang sakit kepala ditemukan dalam teks (2). Isi mantra sebagai berikut.

Teks 2 Mantra untuk Penyembuhan Orang Sakit Kepala Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongo yoyo wolo

amrawi

Mon rongo yoyo mbapada mon yoyo inyada

Yiya anum akadi haddu katakku

Pamringi pamlala kinyani yiyi hadduna Yoyo dika alpenghin hadduna

Dika paptiki wagu albara yemmi Halikibananik yiya haddu katakkuna Mon dadi wongo mban mduru kadanna.

„Ambil beras ini dan dengarlah Engkau Tuhan Allah‟

„Dan dengarlah engkau bapak dan ibu‟ „Ini anakmu lagi sakit‟

„Sembuhkan dia dari sakitnya‟ „Engkau yang Maha Tahu‟

„Untuk itu aku menyampaikan kepada kalian‟

„Sembuhkan dia dari sakit kepalanya‟ „Agar dia bisa tidur nyenyak tanpa sakit‟

Mantra pada teks (2) terdiri dari 8 baris. Baris pertama merupakan mantra pembuka dengan menyebut Tuhan yang Maha Kuasa. Baris kedua sampai terakhir merupakan isi mantra yaitu memohon kepada Tuhan, ayah, dan ibu agar

(37)

memperoleh kesembuhan lewat mantra tersebut. Mantra ini merupakan mantra yang digunakan oleh pemantra untuk menyembuhkan orang sedang sakit kepala. Pemantra percaya bahwa seorang sakit karena ada sesuatu yang tidak dituruti oleh keluarga kepada leluhur atau marapu sehingga marapu menurunkan penyakit kepada seseorang. Oleh karena itu, keluarga harus menuruti apapun permintaan marapu. Jika tidak dituruti maka anak tersebut akan tetap menderita sakit.

(Narasumber pada teks 1&2, Mundus (55), Petani, SD, Agama Katolik).

2.1.1.3 Mantra untuk Menyembuhkan Orang Sakit karena Teror Marapu (Leluhur)

Mantra untuk menyembuhkan yang orang sakit karena teror marapu (leluhur) ditemukan dalam teks (3). Isi mantra sebagai berikut.

Teks 3 Mantra untuk Penyembuhan Orang Sakit karena Teror Marapu (leluhur) Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia

Malla dekeya wiha rongoya ligya marapu dede marapu lodo

Hembongoko yoyo watu dede lakdoki horkoko

Pa‟ica pap paneghe watu patere halkede haddu lakkaloworo

Malla genik wiha genik papleruk wana atana

Weguweklumuk ma‟anik yiya haddu banna padagha yiya ma‟nik kaloworo banna bakatik

Nyidiya pakdandak kakroko wongo pakworkokroko wongo

Dika nebba neklungok etuwanetu ktuku rahi ndara paptanga laktongo

Paphewana haddu waddogani urraloko tanaka mbaku ica doyo urraloko kukdabba doyo almongo

Dika monno geklunik albari mbutu ati

„Ambil beras dan dengarlah suara ini baik leluhur yang berdiri dan leluhur yang duduk‟

„Bagi kalian batu yang berdiri yang kami hormati‟

„Yang kami lihat, dan yang berbicara sekarang ini anakmu sedang sakit‟ „Dimana beras dan api yang membuat tanah menyala‟

„Bagaimana bisa penyakit ini tetap menjagaku dan tidak mau pergi‟

„Inilah yang membuat tulang belakang merasa sakit‟

„Jika memang itu janji yang membuat anak ini sakit dan janji yang belum ditepati‟

„Sehingga membuat sakit-penyakit ini ada maka izinkan aku mencari di bayanganmu‟

(38)

laklege ul‟iru lakdelu wehamata mbaku ica wani mata

Yaya dagu kukdadak kroko doyo malla ela haddu togoho bak

„Jika aku mendapatkan apa yang kalian minta maka aku akan memberikan kepadamu‟

„Aku juga akan mencari, akan tetapi sembuhkanlah anak ini‟

Mantra pada teks (3) merupakan mantra penyembuhan orang sakit akibat di teror oleh leluhur yang sudah meninggal. Mantra ini terdiri dari 10 baris. Baris 1-4 merupakan mantra pembuka yakni memberi salam kepada marapu (leluhur) yang sudah lama meninggal, baris 5-10 merupakan isi dari mantra yakni meminta kesembuhan kepada marapu (leluhur). Mantra ini dibacakan ketika ada orang yang sakit akibat di teror oleh marapu (leluhur). Jika seseorang sakit dan tidak bisa disembuhkan oleh pihak rumah sakit maka pihak keluarga akan memanggil Rato Marapu atau ketua adat untuk mencari tahu penyebab seseorang sakit. Biasanya seseorang akan merasa ketakutan atau menangis histeris seolah ia melihat hantu (setan). Mantra tersebut digunakan untuk memohon kesembuhan kepada leluhur atau marapu. Pemantra akan menyampaikan doa tersebut kepada leluhur dan leluhur atau marapulah yang menyampaikan doa tersebut kepada Maramba (Tuhan).

(Narasumber pada teks 3, Agustinus Radu Kaleka (75), Petani, Buta huruf, Agama Katolik).

2.1.2 Jenis Mantra Aneka Permohonan

Masyarakat Sumba percaya bahwa marapu adalah agama yang dianut oleh seluruh masyarakat Sumba dan upacara keagamaan marapu seperti upacara untuk

(39)

orang dan sebagainya selalu dilengkapi penyembelihan hewan mulai dari ayam, anjing, babi, kerbau, sapi. Upacara keagamaan marapu seperti upacara kematian dan sebagainya selalu dilengkapi penyembelihan hewan seperti kerbau dan kuda sebagai korban sembelihan. Oleh karena itu, masyarakat percaya bahwa upacara keagamaan merupakan adat atau tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sumba yang sudah turun-temurun dari nenek moyang. Dalam upacara keagamaan yang diadakan semua masyarakat akan berdoa memohon berkat, rezeki, umur panjang, dan kesuburan pada tanaman di kebun.

Masyarakat Sumba percaya bahwa hari penguburan semua nenek moyang yang sudah lama meninggal ikut hadir untuk menyambut roh orang yang baru saja meninggal. Keluarga akan mengantar mayat sampai pada peristirahat terakhir dan diiringi dengan bunyi gong dan bunyi tambur. Itu sebagai tanda kasih sayang keluarga kepada orang yang sudah meninggal, dan keluarga menyembelih hewan yang paling besar seperti kerbau dan sapi untuk dibagikan kepada para undang.

Dalam bukunya yang berjudul Etnografi Pengobatan (Humaedi, 2016). Menjelaskan bahwa pandangan hidup masyarakat tentang Tuhan dan kepercayaan mereka selalu menurunkan kaidah-kaidah atau batasan-batasan tentang suatu perilaku individu dapat dilakukan ketika berada atau tidak berada di lingkungannya. Dengan demikian, kaidah baik berupa norma dan sanksi adalah hal terpenting dalam kehidupan sosial setiap masyarakat.

Agama marapu adalah agama sakral yang masih dianut oleh masyarakat Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Agama marapu merupakan

(40)

keyakinan atau jalan untuk mendekatkan diri kepada leluhur yang sudah meninggal. Doa yang masyarakat panjatkan lewat leluhur akan di sampai kepada Tuhan Yang Esa. Masyarakat Sumba percaya bahwa leluhur atau arwah yang dipuji merupakan perantara lewat Tuhan. Lewat marapu atau leluhur doa mereka sudah disampaikan kepada Tuhan.

Masyarakat menempatkan posisi marapu diurutan pertama karena posisi marapu atau leluhur merupakan yang paling tinggi karena masyarakat percaya bahwa marapu sebagai jalan untuk mendekatkkan diri kepada Maramba (Tuhan). Oleh karena itu, masyarakat percaya bahwa setiap doa yang mereka panjatkan akan terkabul lewat leluhur. Roh dari orang yang sudah meninggal akan ditempatkan di tempat paling tinggi dan terhormat di negeri marapu. Roh tersebut layak ditempatkan di surga. Oleh karena itu, masyarakat Sumba percaya bahwa doa mereka dikabulkan karena roh itu sudah tinggal di surga. Ketika musim panen tiba masyarakat akan memberikan sesaji atau persembahan kepada marapu seperti beberapa bulir padi dan jagung yang ditempakan pada tempat yang sakral di rumah. Tempat sakral adalah tempat untuk menyimpan sesaji atau persembahan kepada marapu dan tempat tersebut tidak sembarang orang menyentuhnya kecuali orang yang mengerti tentang adat.

Menurut kepercayaan, roh akan tenang jika tidak ada perjanjian dari keluarga. Misalnya, jika keluarga roh berjanji akan membuatkan tempat tinggal roh yang aman maka suatu saat nanti roh tersebut akan menagih janji tersebut dengan berbagi cara seperti meneror salah satu anggota keluarga, dalam arti

(41)

keluarga sering bermimpi tentang roh tersebut. Jika keluarga belum memenuhi janji tersebut, arwah atau roh itu akan selalu meneror keluarga lewat sakit atau mimpi buruk dan yang paling fatal akan mengakibatkan kehilangan anggota keluarga selama-lamanya.

Masyarakat Sumba percaya bahwa marapu adalah makhluk atau roh yang mulia dan mempunyai pikiran, perasaan, dan kepribadian seperti manusia. Akan tetapi, dengan kepandaian dan sifat-sifat yang lebih unggul. Oleh karena itu, roh atau arwah tidak boleh diabaikan ataupun dilupakan oleh keluarga. Roh atau arwah dapat berjenis kelamin pria dan wanita serta berpasangan sebagal suami istri di dunia mereka. Roh akan selalu menjaga keluarga mereka masing-masing dan memberikan mereka rezeki lewat hasil berkebun dan berternak yang memuaskan.

Roh atau arwah dipuja dalam rumah-rumah, terutama di rumah besar atau rumah adat yang disebut uma bokolo atau uma parono (rumah persekutuan). Di dalam rumah itulah dilakukan bermacam upacara-upacara keagamaan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat Sumba, seperti menyambut nyale (cacing laut) dan merayakan pasola. Pasola adalah merupakan pesta adat yang dimeriahkan oleh seluruh masyarakat Sumba mulai dari lokal sampai pendatang dari luar Sumba. Penghuni rumah besar atau uma bokolo akan menyambut orang yang bertamu dengan suguhan khas Sumba seperti siri pinang, kopi, teh, dan makanan. Penghuni rumah besar akan melayani para tamu yang datang di pasola

(42)

tersebut tanpa memandang dari suku manapun tanpa meminta imbalan dari para undangan.

Walaupun banyak marapu atau leluhur yang dipuja dan sering dimintai pertolongan, tetapi tujuan utama dari upacara pemujaan tersebut bukan semata-mata kepada arwah para leluhur itu sendiri. Akan tetapi, kepada Maramba atau Mori (Tuhan Allah) atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengakuan adanya Yang Maha Pencipta biasanya dinyatakan dengan kata-kata atau pembacaan mantra. Mantra dibacakan atau dinyanyikan dalam upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja. Misalnya, mengiringi orang meninggal sampai di peristirahatan terakhir, membuat rumah besar (uma bokolo), memberi nama kepada anak yang baru lahir, dan meminta berkat.

Dalam keyakinan marapu, Tuhan Pencipta tidak campur tangan dalam urusan duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut nama-Nya pun dipantangkan. Sementara itu, para marapu dianggap sebagai media atau perantara untuk menghubungkan manusia dengan Penciptanya. Kedudukan dan peran para marapu itu sangatlah penting dan dimuliakan oleh masyarakat karena lewat leluhur (marapu) doa mereka dikabulkan Tuhan.

Kepercayaan juga tidak lepas dari mantra. Mantra merupakan hal yang paling penting yang dilakukan oleh masyarakat untuk melengkapi aktivitas atau ritual. Ketika mengadakan pesta adat maka mantra selalu dibacakan untuk mengiringi pesta adat seperti, membangun rumah adat, pesta adat (woleka),

(43)

menyembuhkan orang sakit, dll. Terkadang mantra juga di nyanyikan oleh orang yang ahli atau di sebut Roto Marapu (ketua adat). Setiap mantra memiliki arti atau maksud dalam menyampaikan isi dari mantra tersebut.

Berikut ini akan memaparkan mantra aneka permohonan yang di percaya yakni mantra untuk orang meninggal, mantra untuk anak sekolah, mantra untuk meminta rezeki, dan mantra meminta berkat, mantra untuk membangun, mantra menanam padi, mantra panen padi, mantra untuk orang kecelakaan, dan mantra ayam nyale.

2.1.2.1. Mantra untuk Orang Meninggal

Mantra untuk orang yang meninggal ditemukan dalam teks (4). Isi mantra sebagai berikut.

Teks 4 Mantra untuk Orang Meninggal

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongoya liya

Hitu yoyo oro burudomunik altana wangu

Orlohona wedugu wogudik

paphowanga weya mon nguti rughe Padolet ghede mono pdoyo binya dete tanaka nadiwanga lara

Monno pirhenya ngaryiya padik kahamogho

Koko pahbemu mono eklunik lara heke lara mati taya oro

Dika mono jadongo lara mati lara bungamu yiya manu daha manu kaboloh

Tana tunu wanga manu heghe tanaka hapapa wobongok limma marapu yi mbapa

Wena olum oro deke oro ghughu binya oro lohomuni

„Ambil beras dan dengarlah suara ini‟ „Karena engkaulah yang turun di atas tanah‟

„Karena itulah kami memberikan tempat untuk air dan sayur-sayuran‟ „Kami memberi pintu dan jalan kepadamu‟

„Semua akan mengharapkan berkat darimu‟

„Jika ada jalan yang tidak lurus dan kematian yang datang berikan tanda‟ „Dan jika memang tidak ada kematian maka ayam ini buatmu seutuhnya‟ „Jika tidak ada kendala apapun maka semuanya disatukan di tangan kalian‟

„lindungilah dan berkatilah kami selalu‟ „Karena engkaulah bapa kami semua disini‟

(44)

Tanaka peghedi orona yoyo bat mbapagu

Tanaka enna manu ketebanik manu lohoyak

Tanaka kete napini wedugu henene tanaka yiya manu ndaha lolokbak.

„Karena itulah ayam ini kami serahkan kepadamu‟

„Karena ayam ini membawa berkat bagi kami semua‟

Mantra kepada orang meninggal ini yang terdiri dari 12 baris. Baris yang 1-4 merupakan mantra pembuka yakni memberi penghormatan kepada para marapu (leluhur) yang dipercaya. Baris 5-12 merupakan isi mantra yakni meminta berkat dan perlindungan serta mendoakan orang yang meniggal. Mantra ini adalah mantra untuk megiringi orang yang sudah dimakamkan selama 3 hari 3 malam lamanya. Ketika genap 3 hari 3 malam maka keluarga mendoakan orang tersebut lewat mantra yang dibacakan oleh tetua adat. Ketua adat akan mengarah keluarga untuk memberi penghormatan terakhir kepada orang yang sudah meninggal lewat beberapa ayam yang disembelih sebagai tanda kasih sayang keluarga pada orang yang baru saja meninggal. Keluarga akan berkumpul dalam sebuah rumah dan berdoa agar arwah yang baru saja meninggal diterima oleh leluhur dan ditempatkan yang tentram yaitu di surga. Keluarga juga memohon berkat agar selalu dalam lindungan Tuhan.

(Narasumber pada teks 4, Donggol Kadeku, 70, Petani, Buta Huruf).

2.1.2.2 Mantra untuk Anak Sekolah

Mantra untuk anak sekolah ditemukan dalam teks (5). Berikut adalah isi mantra.

(45)

Teks 5 Mantra untuk Anak Sekolah

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha rongngoya ligya

Hitu yoyo mbapada mon yoyo inyada Totok radakih otu mbalahkolo lappa ambumu, anamu

Tanna amma wolonga hgaya mbappa Wegu pappa betiwegu wiha

Eklungok hga mbappa amba wolo king papada o‟ut

Ammaptodokindi klowor, kringgi wegu.

„Ambil beras ini dan dengar suara ini‟ „Engkau bapak dan mama‟

„Lihatlah dan tuntunlah anak cucumu yang sekolah‟

„Agar dijauhkan dari marabahaya‟ „Untuk itulah aku memohon padamu‟ „Jauhkan ia dari segala marabahaya akan menimpanya‟

„Jauhkan ia juga dari sakit penyakit‟

Mantra permohonan ini terdiri dari 7 baris. Baris pertama dan kedua merupakan mantra pembuka untuk penghormatan pada ayah, ibu, dan leluhur yang sudah meninggal yang selalu ada ketika dipercaya. Mantra ketiga sampai terakhir merupakan isi dari mantra tersebut yakni memohon kepada ayah, ibu, serta leluhur yang sudah meninggal untuk menjaga dan menuntun anak itu sampai menjadi orang sukses.

Mantra ini juga sering digunakan ketika anak meninggalkan kampung halaman untuk merantau di pulau seberang. Jika anak suatu saat nanti berhasil dalam studinya, keluarga akan menyembelih hewan seperti babi, anjing, ataupun hewan yang paling kecil seperti ayam. Itu semua keluarga lakukan semata-mata rasa syukur atas keberhasilan anak mereka. Pemantra akan menyampaikan rasa syukur keluarga kepada marapu dan marapulah yang menyampaikan doa keluarga kepada Maramba (Tuhan).

(46)

2.1.2.3 Mantra Meminta Rezeki

Mantra meminta rezeki ditemukan dalam teks (6). Berikut adalah isi mantra.

Teks 6 Mantra Meminta Rezeki

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha otu marapu panda

Lappa totok lappa rada

Engdiya bihamu engdiya ngaramu Tanna engdiya alododa engdiya adededa

Payak pakdabaku yil wemehi Kukuleking tangku dewa kingku.

„Ambil beras ini dan dengar suaraku marapu‟

„Engkau yang melihat dan menuntun‟ „Namamu selalu kusebut‟

„Agar kalian tetap duduk dan tetap berdiri‟

„Apapun yang kucari saat ini‟

„Bisa kudapat dengan rezekiku hari ini‟

Mantra kepercayaan pada teks (6) merupakan mantra yang terdiri dari 6 baris. Baris yang pertama merupakan mantra pembuka yakni memberi penghormatan pada para marapu yang dipercaya. Baris kedua sampai terakhir isi mantra yakni permohonan agar hari ini mendapat rezeki yang cukup. Mantra ini biasa dibacakan ketika orang yang percaya bahwa rezeki yang mereka dapat merupakan pemberian dari leluhur. Keluarga akan menyampaikan rasa syukur dan terima kasih mereka karena telah diberikan berkat atau rezeki. Pemantra akan mulai membacakan mantra tersebut dengan penuh keikhlasan. Tidak lupa pula keluarga memberikan sebagian rasa syukur mereka kepada pemantra dan seberapa pun yang diberikan keluarga maka pemantra akan menerima dengan penuh syukur pula.

(47)

2.1.2.4 Mantra Meminta Berkat

Mantra untuk meminta berkat ditemukan dalam teks (7). Berikut adalah isi mantra.

Teks 7 Mantra Meminta Berkat

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke Wiha mon rongoya ligya

Rong hitu yoyo baku mbapagu

Wondi knuru knangga hitu ana ha ambumu

Tanaka totok pradahi el pagha el pote el pari el wotor

Diyak paptakigu hitu bak mbapagu Tanaka enna manu ketewanni limma Tanaka yiya manu tagumuni

„Ambi Beras dan dengarlah suara ini‟ „Dengarlah suara engkau bapakku‟ „Berikanlah berkatmu kepada anak dan cucumu‟

„Pandanglah mereka saat berternak dan berkebun‟

„Karena itulah aku katakan padamu bapaku‟

„Karena itu peganglah ayam ini dengan tangan kananmu‟

„Karena ayam ini milikmu seutuhnya‟

Mantra pada teks (7) merupakan mantra yang terdiri dari 7 baris. Baris yang pertama merupakan mantra pembuka yakni memberi penghormatan pada para marapu (leluhur) yang dipercaya. Baris kedua sampai terakhir merupakan isi mantra yakni meminta berkat agar leluhur memberikan berkat lewat hewan peliharaan dan isi kebun seperti padi dan jagung. Marapu atau leluhur akan memberikan kesuburan pada jagung dan padi hingga panen nanti akan membuahkan hasil yang memuaskan.

Begitu juga dengan peliharaan, marapu atau leluhur akan memberikan kesehatan kepada hewan peliharaan sampai banyak. Istilahnya adalah semua hewan peliharaan adalah milik marapu maka apapun sakit-penyakit yang ada di

(48)

bumi tidak akan menyentuh hewan peliharaan tersebut karena sudah dititipkan kepada marapu untuk menjaganya.

2.1.2.5 Mantra untuk Membangun Rumah

Mantra untuk membangun rumah ditemukan dalam teks (8). Selengkapnya adalah isi mantra sebagai berikut.

Teks 8 Mantra untuk Membangun Rumah

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongoya liya

Hitu yemmi damu katadi tana Tanaka pakede wadi ya uma

Bahbeti wagu weha paprongo wagu liya Amwolong ghaya bappa mon amwolong laklogo kaloro

Tanaka rongo hitu yemmi katadi tana Amba gara toghu hitu amwewamu Tanaka pakede wani ya uma

Hitu wiha himba limma kawana mbanik yemmi hitu ngarakehe

„Ambil beras dan dengarlah suara ini‟ „Untuk kalian para leluhur‟

„Agar bisa bangun rumah ini‟

„Untuk itu aku memnyampaikan kepada kalian‟

„Agar dijauhkan dari segala marabahaya‟

„Untuk itu dengarlah kalian leluhur‟ „Agar kalian tidak bertanya lagi kepadaku‟

„Agar bisa membangun rumah ini‟ „Terimalah beras ini dengan tangan kanan kalian semua‟

Mantra pada teks (8) terdiri dari 9 baris. Baris pertama dan kedua merupakan mantra pembuka yakni memberikan penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal. Baris ketiga sampai pada baris kedelapan merupakan isi mantra yakni memohon kepada bapak, ibu, dan bagi semua leluhur di surga marapu agar rumah yang baru dibangun dijauhkan dari segala hambatan. Sedangkan, baris kesembilan merupakan mantra penutup yakni memberi penghormatan terakhir kepada leluhur.

(49)

Mantra pada teks (8) dibacakan ketika keluarga yang ingin membangun rumah dengan tujuan memperlancar segala aktivitas dan jauhkan dari segala marabahaya selama rumah tersebut dibangun.

2.1.2.6 Mantra untuk Menanam Padi

Mantra untuk menanam padi ditemukan dalam teks (9). Berikut adalah isi mantra.

Teks 9 Mantra untuk Menanam Padi

Mantra dalam Bahasa Kodi Terjemahan Bahasa Indonesia Deke wiha mon rongoya liya

mereh kan toddo pari wekingok Tanaka bukul walikere mon walimata Wegu paprongo wagu liya mon pap mbeti wagu liya

Tanaka rongo hitu yemmi katadi tana Hitu wiha himba limma kawana mbayak

„Ambil beras dan dengarlah suara ini‟

„Besok akan menanam padi‟ „Agar bisa tumbuh dengan subur‟ „Untuk itu aku menyampaikan kepada kalian‟

„Agar kalian leluhur bisa dengar‟ „Terimalah beras ini dengan tangan kanan kalian‟

Mantra pada teks (9) terdiri dari 6 baris. Baris pertama merupakan mantra pembuka yakni memberikan persembahan dengan membuang beras di kiri, kanan, muka, dan belakang serta perhormatan kepada leluhur. Baris kedua sampai kelima merupakan isi mantra yakni menyampaikan dan memohon kepada leluhur agar padi yang akan ditanam bisa tumbuh subur. Baris keenam merupakan mantra penutup yakni memberi penghormatan terakhir kepada leluhur. Mantra ini dibacakan satu hari sebelum turun menanam bibit padi. Mantra tersebut bertujuan untuk memohon kepada leluhur agar padi yang akan tumbuh nantinya akan membuahkan hasil yang memuaskan.

Gambar

Gambar  1:  Media  yang  digunakan  untuk  mengantar  mayat  di  peristirahatan  terakhir  yakni  periuk,  sendok  kayu  yang  terbuat  dari  tempurung  kelapa,  piring,  daging ayam, nasi, daging yang sudah didiamkan beberapa hari
Gambar 4: Proses pemotongan ayam.
Gambar 6: 1 bulir padi yang disimpan dalam rumah artinya sudah siap panen.

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Kehutanan Kabupaten Sumba Barat Daya

bertempat di Kantor Bagian Pembangunan Setda/ULP Kabupaten Sumba Barat Daya, Pokja Pengadaan Bahan /Bibit Tanaman Pembuatan Reboisasi Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

Media yang paling sering digunakan dalam proses ritual mantra bahasa Dayak Desa adalah garam, air putih, dan kapur

Penelitian ini menemukan gaya bahasa perbandingan perumpamaan, metafora, personifikasi, alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, perifasis, antisipasi atau prolepsis, gaya

Akomo dasi dan restoran hanya ada di ibukota Tambolaka.Pantai Bwanna desa kahale Adalah pan- tai yang berada di sebelah selatan kabupaten sumba barat daya (bersebelahan dengan

Sumba  Barat  Daya  merupakan  Kabupaten  yang  beribukota  di  Waetabula  merupakan  pemekaran  dari  Kabupaten  Sumba  Barat.  Kabupaten  Sumba  Barat  beribukota 

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sejak tahun 2010, ketika pelaksanaan Tradisi Pasola masuk dalam agenda tahunan Pemerintah Dinas Pariwisata Sumba Barat

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 46 326 dikelola oleh rumah tangga,