• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TABANAN TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TABANAN TAHUN 2013"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KESEHATAN

KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2013

DINAS KESEHATAN

KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2014

(2)

KATA PENGANTAR

Atas Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa /Tuhan Yang Maha Esa, Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2013 ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dari rangkaian penyajian data dan informasi.

Sebagai salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan, maka Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2013 ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada para pembaca mengenai kondisi dan situasi kesehatan di wilayah Kabupaten Tabanan pada tahun 2013

Kondisi kesehatan yang digambarkan dalam Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2013 ini disusun berdasarkan data-data yang dihimpun dari bidang-bidang dan pengelola program di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, Badan Rumah Sakit Umum (BRSU) Tabanan, pelayanan kesehatan swasta yang terdapat di Kabupaten Tabanan, serta lintas sektor terkait.

Untuk menjamin akurasi, dilakukan validasi data melalui mekanisme pemutakhiran data. Namun demikian, Profil Kesehatan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan

(3)

saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk memperbaiki penyusunan di tahun-tahun mendatang.

Tersusunnya Profil Kesehatan ini tidak lepas dari komitmen dan kerja keras seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, untuk itu disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, dan mudah-mudahan Profil Kesehatan ini bermanfaat dalam mengisi kebutuhan data dan informasi kesehatan yang terkini sesuai dengan harapan kita semua.

Tabanan, Maret 2014. Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Tabanan,

dr. I Nyoman Suratmika, M.Kes Pembina Utama Muda

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN HUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II GAMBARAN UMUM A. Keadaan Penduduk ... 9

B. Keadaan Ekonomi ... 10

C. Keadaan Pendidikan ... 12

D. Keadaan Lingkungan ... 13

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN A. Mortalitas ... 17

B. Morbiditas ... 29

BAB IV UPAYA KESEHATAN A. Pelayanan Kesehatan Dasar ... 64

B. Pelayanan Kesehatan Rujukan ... 94

C. Perbaikan Gizi Masyarakat ... 101

D. Promosi Kesehatan ... 107

BAB V SUMBER DAYA KESEHATAN A. Sarana Kesehatan ... 111 B. Tenaga Kesehatan ... 123 C. Pembiayaan Kesehatan ... 128 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 132 B. Saran ... 134 LAMPIRAN TABEL

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat, cerdas, terampil, dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit menuju paradigma sehat yang sejalan dengan Visi Indonesia Sehat.

Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh konstribusi dari semua sektor, berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Setiap individu berkewajiban ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat.

(6)

Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan kesehatan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 yaitu : (1) Indikator Derajat Kesehatan, yang terdiri atas indikator-indikator untuk Mortalitas, Morbiditas, dan Status Gizi; (2) Indikator-indikator untuk Keadaan Lingkungan, Perilaku Hidup, Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan; serta (3)

Indikator-indikator untuk Pelayanan Kesehatan, Sumber Daya

Kesehatan, Manajemen Kesehatan, dan Kontribusi Sektor terkait.

Dalam Sistem Kesehatan selalu harus ada sub sistem informasi yang mendukung subsistem lainnya, tidak mungkin subsistem lain dapat bekerja tanpa didukung dengan Sistem Informasi Kesehatan. Sebaliknya Sistem Informasi Kesehatan tidak mungkin bekerja sendiri, tetapi harus bersama subsistem lain. Ini tercermin dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, dimana terdapat Subsistem Manajemen Informasi Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahwa

(7)

terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain itu dalam pasal 168 menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efesien diperlukan informasi kesehatan, yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor, dengan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan pada pasal 169 disebutkan bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam tatanan desentralisasi atau otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas dari Sistem Informasi Kesehatan Regional dan Nasional sangat ditentukan oleh kualitas dari Sistem-Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota. Sistem

Informasi Kesehatan adalah tulang punggung dari

pelaksanaan pembangunan daerah berwawasan kesehatan di Kabupaten atau dengan kata lain Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten dapat memberi arah dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan di Kabupaten berdasarkan fakta (Evidence Based Decision Making). Salah satu keluaran dari

(8)

penyelenggaraan sistem informasi kesehatan adalah Profil Kesehatan Kabupaten, yang merupakan salah satu paket penyajian data/informasi kesehatan yang relatif lengkap, berisi data/informasi tentang derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, dan data/informasi terkait lainnya, dimana Profil Kesehatan Kabupaten ini terbit setiap tahun.

Profil Kesehatan Kabupaten diharapkan dapat

dijadikan salah satu media untuk memantau dan mengevaluasi hasil penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kabupaten, dan sebagai masukan bagi penyusunan Profil Kesehatan Provinsi. Untuk itu penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten yang berkualitas, yaitu yang dapat terbit lebih cepat, menyajikan data yang lengkap, akurat, konsisten, dan sesuai kebutuhan, menjadi harapan bersama.

Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2013 ini mengacu pada Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Edisi Data Terpilah menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan

(9)

pengelola program di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, Badan Rumah Sakit Umum (BRSU) Tabanan, pelayanan

kesehatan swasta di Kabupaten Tabanan, serta

data/informasi dari lintas sektor terkait.

Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan ini terdiri atas 6 (enam) bab, antara lain :

Bab I - Pendahuluan.

Bab ini menyajikan tentang tentang latar belakang diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten ini serta sistematika penyajiannya.

Bab II - Gambaran Umum.

Bab ini menyajikan tentang gambaran umum kabupaten, letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya yang berpengaruh terhadap kesehatan.

Bab III - Situasi Derajat Kesehatan.

Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator derajat kesehatan, yang mencakup tentang angka kematian, angka kesakitan, angka harapan hidup, dan status gizi masyarakat.

Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan.

Bab ini menguraikan tentang upaya kesehatan yang sesuai tujuan program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran

(10)

tentang upaya kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, perbaikan gizi masyarakat dan promosi kesehatan.

Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan.

Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan bidang kesehatan. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup

tentang keadaan sarana/fasilitas kesehatan, tenaga

kesehatan, dan pembiayaan kesehatan. Bab VI – Kesimpulan.

Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan Tahun 2013. Bab ini juga mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan

(11)

BAB II

GAMBARAN UMUM

Kabupaten Tabanan terletak di bagian selatan pulau

Bali, yang secara geografis berada pada posisi 08014’30”

sampai 08038’07“ Lintang Selatan dan 114054’52’’ sampai

115012’57” Bujur Timur. Wilayah ini cukup strategis karena

berdekatan dengan Ibukota Propinsi Bali yang hanya berjarak sekitar 25 Km dengan waktu tempuh ± 45 menit dan dilalui oleh jalur arteri yaitu jalur antar propinsi. Secara administratif Kabupaten Tabanan terbagi atas 10 kecamatan dan 133 desa.

Batas-batas wilayah Kabupaten Tabanan secara lengkap adalah :

- Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng

- Sebelah Timur : Kabupaten Badung

- Sebelah Barat : Kabupaten Jembrana

- Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Luas Kabupaten Tabanan adalah 839,33 km2 atau

sekitar 14,90 % dari luas Propinsi Bali (5.632,86 km2).

Berdasarkan besarnya wilayah, maka Kabupaten Tabanan termasuk kabupaten terbesar kedua di Propinsi Bali setelah

(12)

Kabupaten Buleleng. Keadaan topografi Kabupaten Tabanan dapat digambarkan dengan adanya dataran tinggi di bagian utara wilayah Tabanan, dan dataran rendah di bagian selatannya. Kabupaten Tabanan bagian utara merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian tertinggi berada pada puncak Gunung Batukaru, yaitu 2.276 meter dari permukaan laut, dan di bagian selatan Kabupaten Tabanan merupakan daerah pantai yang berupa dataran rendah.

Bila dilihat dari penguasaan tanahnya, dari luas wilayah yang ada, sekitar 62,455 Ha (74,41 %) wilayah Kabupaten Tabanan merupakan lahan pertanian, yang terdiri dari lahan sawah sebesar 22.184 Ha (26,43 %) dan 40,271 Ha (47,98 %) merupakan lahan pertanian bukan sawah, yang sebagian besar berupa perkebunan, tegal, hutan rakyat, dan lainnya (tambak, kolam, empang, dll). Sedangkan 25,59 % lahan lainnya di Kabupaten Tabanan merupakan lahan bukan pertanian, seperti jalan, pemukiman, perkantoran, sungai dan lain-lain.

Curah hujan disuatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, topografi, dan pertemuan arus angin. Dari

(13)

suhu di masing-masing daerah di wilayah Kabupaten Tabanan, dimana perbedaan suhu tersebut pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat curah hujan.

A. KEADAAN PENDUDUK

Berdasarkan hasil pengolahan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, jumlah penduduk Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 tercatat 442.400 jiwa, terdiri dari 220.403 jiwa penduduk laki-laki dan 221.997 jiwa penduduk perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk

sebesar 527,09 jiwa per km2.

Kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Kediri, dengan kepadatan sebesar 1.455,45

jiwa per km2, sedangkan Kecamatan Selemadeg Barat

merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah,

yaitu hanya 185,02 jiwa per km2.

Komposisi penduduk Kabupaten Tabanan menurut

kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 22,35 %, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 67,16 %, dan yang berusia tua (≥ 65 tahun) sebesar 10,49 %. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Depedency Ratio) penduduk Kabupaten Tabanan

(14)

pada tahun 2013 adalah sebesar 49,89 %. Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur dan angka beban tanggungan dapat dilihat pada lampiran tabel 2 dan 3.

B. KEADAAN EKONOMI

Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit di suatu wilayah dalam periode tertentu, dimana informasi tersebut berisi tentang data nilai tambah sektoral, struktur perekonomian, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. PDRB suatu daerah dapat dihitung melalui dua pendekatan, yaitu PDRB atas dasar harga konstan, dan PDRB atas dasar harga berlaku.

Karena data PDRB untuk tahun 2013 masih disusun Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tabanan, maka dalam profil ini masih dipakai data tahun 2012, yakni PDRB Kabupaten Tabanan pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai 6.105.205,26 juta rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 2.774.393,97 juta rupiah.

(15)

diketahui pertumbuhan perekonomian. Untuk tahun 2012 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tabanan sebesar 5,91 persen

Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangan termasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat, sehingga dapat melemahkan daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta betapa keterbatasan pemenuhan pangan dapat menyebabkan busung lapar, kwashiokor, penyakit kekurangan vitamin seperti xeropthalmia, scorbut. Adapun kriteria Keluarga Miskin versi BKKBN yaitu :

a. Pada umumnya anggota keluarga makan kurang dari 2 (dua) kali sehari.

b. Anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah, dan berpergian.

c. Bagian lantai rumah yang terluas adalah dari tanah.

d. Anak sakit atau PUS yang ingin ber KB tidak dibawa ke sarana kesehatan.

(16)

e. Dalam seminggu keluarga tidak pernah makan daging/telur/ ikan.

f. Setahun terakhir anggota keluarga tidak mendapat pakaian baru.

g. Luas lantai rumah kurang 8 m2 untuk tiap penghuni

h. Anak umur 7-15 tahun belum sekolah karena faktor ekonomi.

Berdasarkan kriteria diatas maka Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 sebanyak 103.964 jiwa atau 23,50 % dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kecamatan Kediri yaitu sebesar 16.019 jiwa dan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Selemadeg Barat dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 6.416 jiwa.

C. KEADAAN PENDIDIKAN

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

(17)

berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

Kemampuan membaca dan menulis penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Di Kabupaten Tabanan, persentase penduduk yang melek huruf pada tahun 2013 sebesar 89,36 %. Persentase melek huruf pada penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan penduduk perempuan, yaitu 94,57 % berbanding 84,19 %.

Sementara itu, persentase penduduk usia 10 tahun keatas berdasarkan ijasah tertinggi yang dimiliki antara lain tidak/belum punya ijasah sebesar 60.406, memiliki ijasah SD sederajat sebesar 152.982, memiliki ijasah SLTP sederajat sebesar 79.234, memiliki ijasah SMU sederajat sebesar 117.368, memiliki ijasah DI/DII/DII sebesar 12.697 dan ijasah DIV/S1/S2/S3 sebesar 19.510.

D. KEADAAN LINGKUNGAN

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan

(18)

kesehatan, dan genetik. Lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat.

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan

disajikan indikator-indikator seperti persentase rumah sehat, persentase keluarga memiliki akses air bersih, persentase keluarga dengan kepemilikan sanitasi dasar, persentase Tempat Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM) sehat, serta persentase institusi dibina kesehatan lingkungannya.

Persentase rumah tangga sehat di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 mencapai 93,12 %. Persentase keluarga memiliki akses air bersih mencapai 100 % dimana sumber air dari ledeng adalah sumber air yang paling banyak digunakan rumah tangga di Kabupaten Tabanan yaitu mencapai 85,03 %. Untuk persentase keluarga dengan kepemilikan sanitasi dasar, jumlah rumah tangga yang memiliki jamban mencapai 93,94 %. Secara lebih rinci disajikan pada lampiran tabel 62, 64, 65 dan 66.

Dari 12 hotel yang diperiksa pada tahun 2013, persentase hotel sehat mencapai 91,67 %, begitu pula halnya dengan restoran dan rumah makan, dari 108 buah

(19)

diantaranya merupakan restoran dan rumah makan dengan kategori sehat. Dari 22 Pasar yang ada di Kabupaten Tabanan, hanya 77,78 % yang memenuhi syarat kesehatan, sedangkan TUPM lainnya yang sehat sudah mencapai 92,93 %. Secara keseluruhan persentase TUPM sehat di Kabupaten Tabanan sudah mencapai 92,92 %. Persentase Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 secara rinci dapat dilihat pada lampiran tabel 67.

Institusi yang dibina kesehatan lingkungannya seperti sarana pendidikan, sarana ibadah, perkantoran dan sarana lainnya. Sarana pendidikan yang dibina mencapai 98,47 %, sarana ibadah yang dibina mencapai 80,93 %, perkantoran yang dibina mencapai 93,67 %, sarana lain yang dibina mencapai 75,83 %. Secara keseluruhan institusi yang dibina kesehatan lingkungannya mencapai 86,18 %. Untuk lebih rinci, institusi yang dibina kesehatan lingkungan di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 dapat disimak pada lampiran tabel 68.

(20)

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Situasi Derajat Kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan dari beberapa program yang dilaksanakan dalam menunjang tercapainya visi

kesehatan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya

tercermin dalam kondisi morbiditas, mortalitas, dan status gizi. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara nasional sebagai ukuran derajat kesehatan suatu wilayah antara lain meliputi : (1) Angka Kematian Bayi, (2) Angka Kematian Balita, (3) Angka Kematian Ibu, (4) Status Gizi (5) Angka Kematian Kasar, dan (6) Angka Harapan Hidup. Pada bab ini, derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Tabanan digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit.

Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga

(21)

dipengaruhi faktor-faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya.

A. MORTALITAS

Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir (outcome) dari berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung.

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian.

Angka kematian yang disajikan pada bab ini adalah Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Kasar.

(22)

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai satu hari sebelum ulang tahun pertama. Dari sisi penyebabnya, kematian bayi dibedakan faktor endogen dan faktor eksogen. Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan, umumnya disebabkan oleh faktor bawaan. Sedangkan kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan.

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate adalah jumlah yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB menggambarkan banyaknya jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu di suatu daerah.

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang sangat berguna tidak hanya terhadap status kesehatan anak, tetapi juga terhadap status penduduk secara keseluruhan dan

(23)

AKB merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tataran kabupaten, provinsi maupun nasional. Selain itu, program-program kesehatan di Indonesia banyak yang menitikberatkan pada upaya penurunan Angka Kematian Bayi. AKB tidak hanya mencerminkan besarnya masalah kesehatan yang berkaitan dengan kematian bayi seperti akibat diare, infeksi saluran pernafasan, salah gizi, atau penyakit infeksi lainnya, akan tetapi juga mencerminkan tingkat kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan secara umum serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 sebesar 14,93 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tingi dibandingkan dengan Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 yang sebesar 8,30 per 1000 kelahiran hidup. Menurut jenis kelamin, kematian bayi laki-laki lebih tinggi dari kematian bayi perempuan, yakni 42 kematian bayi laki-laki sedangkan bayi perempuan hanya 34 kematian bayi. Angka Kematian Bayi pada tahun 2013 menunjukkan angka terendah dimiliki oleh Kecamatan Selemadeg Barat dengan Angka Kematian Bayi sebesar 0,39 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Kediri,

(24)

dimana Angka Kematian Bayi di kecamatan tersebut sebesar 3,93 per 1000 kelahiran hidup.

Gambaran perkembangan terakhir mengenai Angka Kematian Bayi dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 AKB 3,8 7,97 9,34 7,28 11,31 5,37 9,40 8,30 14,93 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Gambar 3.1

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Tabanan

Periode Tahun 2005-2013

Apabila diperhatikan data AKB Kabupaten Tabanan dari Tahun 2005-2013, terlihat trend AKB yang terus mengalami pasang surut, apalagi pada tahun 2013 merupakan tahun dimana AKB mencapai titik tertinggi selama kurun waktu 9 tahun terakhir. Untuk itu perlu kiranya mendapat perhatian lebih

(25)

paling rentan terkena dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Kejadian kematian bayi sangat berkaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan, yang dipengaruhi antara lain karena banyaknya persalinan di rumah, status gizi ibu selama kehamilan kurang baik, rendahnya pengetahuan keluarga dalam perawatan bayi baru lahir. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dalam memberikan pelayanan kesehatan bayi terutama pada hari-hari pertama kehidupannya yang sangat rentan karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.

Adapun penyebab kematian bayi di Kabupaten Tabanan pada Tahun 2013 antara lain terbanyak karena Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebesar 55 %, kemudian karena Asfiksia sebesar 20,70 %, disusul karena Pneumonia dan Kelainan Bawaan masing-masing sebesar 5,20 %, serta karena Diare, Kolestasis, Anemia, Sepsis, dan karena Kelainan Jantung masing-masing sebesar 1,70 %.

Kesehatan ibu waktu hamil sangat berperanan terhadap besarnya Angka Kematian Bayi. Gangguan perinatal merupakan salah satu dari sekian faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu selama hamil, sedangkan gangguan pernafasan

(26)

kemungkinan besar disebabkan reflek yang kurang baik yang berhubungan dengan perkembangan fungsi dari organ janin yang kurang sempurna, hal-hal tersebut berhubungan dengan kesehatan ibu selama hamil serta asfiksia pada penanganan proses persalinan.

Melihat terjadinya peningkatan kasus kematian bayi di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 yang cukup signifikan, dimana terjadinya peningkatan kasus tersebut disebabkan oleh karena meningkatnya kejadian BBLR, maka Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, khususnya Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana akan melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (Bumil KEK), dan ibu hamil anemia, baik melalui skrinning maupun penatalaksanaannya, karena status gizi ibu hamil sebagai satu-satunya penyebab dari BBLR yang dapat di intervensi lebih awal.

2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 (lima) tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara

(27)

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi, dan kecelakaan. Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan nilai normatif AKABA yaitu, sangat tinggi dengan nilai > 140, tinggi dengan nilai 71 – 140, sedang dengan nilai 20 – 70, dan rendah dengan nilai < 20.

Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan menyebutkan bahwa Angka Kematian Balita pada tahun 2013 sebesar 14,93 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Angka Kematian Balita pada tahun 2012, dimana Angka Kematian Balita sebesar 8,30 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita pada tahun 2013 menunjukkan angka terendah dimiliki oleh Kecamatan Selemadeg Barat dengan Angka Kematian Balita sebesar 0,39 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Balita tertinggi dimiliki oleh Kecamatan Kediri, dengan Angka Kematian Balita sebesar 3,93 per 1000 kelahiran hidup.

Gambaran perkembangan Angka Kematian Balita (AKABA) di Kabupaten Tabanan pada tahun 2005-2013 disajikan pada gambar 3.2 berikut ini.

(28)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 AKABA 0,64 0 0 8,24 0 5,37 9,40 8,30 14,93 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Gambar 3.2

Angka Kematian Balita (AKABA) di Kabupaten Tabanan

Tahun 2005-2013

3. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per

(29)

Angka Kematian Ibu bersama dengan Angka Kematian Bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Angka Kematian Ibu juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait kehamilan. Angka Kematian Ibu mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas. Sensitifitas AKI

terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya

indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan.

Menurut laporan dari Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 adalah sebesar 78,60 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini jauh lebih rendah dari Angka Kematian Ibu pada tahun 2012 yang sebesar 141,73 per 100.000 kelahiran hidup. Gambaran Angka Kematian Ibu di Kabupaten Tabanan periode tahun 2005-2013 disajikan pada gambar 3.3. berikut.

(30)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 AKI 34,58 20,44 19,45 95,48 62,81 52,00 61,3 141,73 78,60 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Gambar 3.3

Angka Kematian Ibu (AKI)

di Kabupaten Tabanan Periode Tahun 2005-2013

Pada gambar diatas terlihat trend AKI yang mengalami pasang surut dari tahun 2005 sampai dengan 2013, bahkan AKI pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang sangat tajam dari tahun sebelumnya dan merupakan AKI tertinggi selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun terakhir. Untuk itu perlu kiranya mendapat perhatian lebih dari Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana serta program terkait, karena kematian ibu dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan, serta pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.

(31)

Dilihat dari wilayah kerja Puskesmas, dari 4 kasus kematian ibu pada tahun 2013, 3 kasus merupakan kasus kematian ibu saat bersalin, dan 1 kasus merupakan kematian ibu saat nifas. Kematian ibu saat bersalin terjadi di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II (1 kasus) dan Puskesmas Baturiti I (2 kasus) sedangkan kematian ibu saat nifas terjadi di wilayah kerja Puskesmas Pupuan I (1 kasus).

Sedangkan dilihat dari penyebab kematiannya, dari 4 kasus kematian ibu pada tahun 2013, 1 kasus kematian disebabkan karena emboli air ketuban yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II; 2 kasus kematian ibu disebabkan karena eklamsi yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Baturiti I dan Puskesmas Pupuan I; dan 1 kasus kematian ibu karena merupakan penderita HIV yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Baturiti I.

4. Angka Kematian Kasar (AKK)

Angka Kematian Kasar (AKK) adalah jumlah kematian yang terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu per 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Angka ini disebut kasar karena belum memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan

(32)

dengan penduduk yang masih muda. Jika tidak ada indikator kematian yang lain, maka angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun yang bersangkutan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabanan Pada tahun 2013 tidak lagi mengeluarkan hasil perhitungan Angka Kematian Kasar (AKK), namun yang ada hanya jumlah kematian berdasarkan hasil registrasi pada tahun 2012 yang berjumlah 2.524 jiwa, yang terdiri dari 1.238 jiwa laki-laki, dan 1.286 jiwa perempuan.

5. Angka Harapan Hidup (AHH)

Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH) secara definisi adalah perkiraan rata-rata lamanya hidup yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk dari sejak lahir. AHH dapat dijadikan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah pada keberhasilan pembangunan kesehatan serta sosial ekonomi di suatu wilayah, termasuk di dalamnya derajat kesehatan. Data AHH diperoleh melalui survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Selain Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan untuk menilai

(33)

kabupaten, provinsi, maupun negara. AHH juga menjadi salah satu indikator yang diperhitungkan dalam menilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Adanya perbaikan pada pelayanan kesehatan melalui keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan angka harapan hidup saat lahir. AHH Kabupaten Tabanan untuk tahun 2013 belum ada, yang ada AHH untuk tahun 2012 yang bersumber dari penghitungan IPM BPS Pusat adalah sebesar 74,55.

B. MORBIDITAS

Morbiditas adalah angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Tingkat kesakitan suatu negara juga mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat yang ada di dalamnya. Bahkan tingkat morbiditas penyakit menular tertentu yang terkait dengan komitmen internasional senantiasa menjadi sorotan dalam membandingkan kondisi kesehatan antar negara. Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu

(34)

sisi, kasus gizi kurang serta penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih tinggi. Namun di sisi lain, penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan juga meningkat. Masalah perilaku tidak sehat juga menjadi faktor utama yang harus dirubah terlebih dahulu agar beban ganda masalah kesehatan teratasi. Angka kesakitan (Morbiditas) pada penduduk berasal dari community based data yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans), terutama yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta insidentil. Sementara untuk kondisi penyakit menular, berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Pada bab ini akan disajikan gambaran morbiditas penyakit-penyakit menular dan tidak menular yang dapat menjelaskan keadaan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Tabanan sepanjang tahun 2013.

(35)

1. Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan

Angka Kesakitan pada penduduk berasal dari community based data yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin dan isedentil. Berdasarkan pengamatan penyakit berpotensial KLB dan penyakit tidak menular yang diamati di Puskesmas dan jaringannya, terdapat suatu pola dan trend penyakit.

Berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), pola 10 besar penyakit terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2013

menunjukkan bahwa kasus terbanyak adalah penyakit

Nasofaringitis Akut (Common Cold) dengan jumlah total kasus sebanyak 31.808, diikuti penyakit Hipertensi Primer dengan jumlah total kasus sebanyak 24.398, selanjutnya Kecelakaan dan Rudapaksa dengan jumlah total kasus sebanyak 23.114. Sedangkan urutan terbawah dari 10 besar penyakit adalah Gangguan Gigi dan Jaringan Penyangga Lainnya dengan jumlah total kasus sebanyak 9.357. Tabel 3.1 berikut menyajikan pola 10 penyakit terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2013.

(36)

Tabel 3.1

Pola 10 Penyakit Terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan

Pada Tahun 2013

No Nama Penyakit Jumlah Rangking

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nasofaringitis Akut (Common Cold) Hipertensi Primer

Kecelakaan dan Ruda Paksa Arthritis Lainnya

Penyakit Lain pada Saluran Nafas Atas Gastritis

Dermatitis Kontak Alergi Faringitis Akut

Penyakit Pulpa dan Jaringan

Periapikal

Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya 31.808 24.398 23.114 21.122 18.424 16.000 12.531 12.167 9.804 9.357 I II III IV V VI VII VIII IX X Sumber : Laporan SP2TP

Dari tabel 10 besar penyakit diatas diketahui bahwa penyakit Nasofaringitis Akut merupakan penyakit yang mendominasi. Pada saat ini penyakit tidak menular seperti hipertensi atau penyakit darah tinggi primer merupakan penyakit yang sering

(37)

terjadi di masyarakat sehinga perlu dilakukan tindakan intervensi dalam kegiatan Program PPTM (Penanggulangan Penyakit Tidak Menular) dengan memperbanyak skrining, penyuluhan kesehatan serta penyiapan logistiknya terutama obat PTM (Penyakit Tidak Menular)

2. Status Gizi

Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas. Jika ditelusuri, masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa, dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat bersifat permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi.

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), dan tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut

(38)

umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis maupun akut, karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anaknya pendek (kronis) atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut).

Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya : kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator BB/TB dan IMT/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat), misalnya : mengidap

penyakit tertentu dan kekurangan asupan gizi yang

mengakibatkan anak menjadi kurus.

Untuk mengukur status gizi balita dapat dilihat dari

jumlah balita yang Berat Badan Naik (N/D1), balita Bawah

(39)

(18.783 balita) yang berat badannya ditimbang (D). Dari jumlah balita yang ditimbang, 89,20 % (14.890 balita) yang

Berat Badannya Naik (N/D1), dan 0,42 % (79 balita) merupakan

balita Bawah Garis Merah (BGM). Jumlah balita BGM terbanyak terdapat diwilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat dengan 16 balita BGM, sedangkan jumlah balita BGM terendah, dengan tidak ada balita BGM di wilayah kerjanya, terdapat di 3 (tiga) Puskesmas yaitu di Puskesmas Selemadeg Timur I, Puskesmas Baturiti I, dan Puskesmas Kediri III.

Permasalahan gizi yang dapat diketahui melalui indikator BB/TB, menunjukkan gambaran bahwa jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Tabanan sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang balita laki-laki dan 2 (dua) orang balita perempuan, yang ditemukan di 3 puskesmas yaitu di wilayah kerja Puskesmas Tabanan I dengan 1 (satu) balita gizi buruk, Puskesmas Penebel I dengan 3 (tiga) balita gizi buruk, dan Puskesmas Baturiti I dengan 1 (satu) balita gizi buruk. Semua balita gizi buruk (100 %) telah mendapatkan perawatan dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang berupa susu dan biscuit, serta pemberian penyuluhan kesehatan.

(40)

3. Penyakit Menular a. Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang, baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku

masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat. Upaya

penanggulangan penyakit malaria di Indonesia dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API) yang telah digunakan sejak tahun 2010 untuk seluruh provinsi di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas malaria suatu wilayah menjadi 4

(41)

1. Endemis Tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk.

2. Endemis Sedang bila API berkisar antara 1 – 5 per 1.000 penduduk.

3. Endemis Rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk.

4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (daerah pembebasan malaria) atau API = 0

Pada tataran nasional, malaria masih menjadi permasalahan kesehatan yang berarti. Namun tidak demikian halnya dengan yang terjadi di Kabupaten Tabanan. Angka kesakitan malaria di Kabupaten Tabanan dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2011 menunjukkan kecenderungan penurunan, bahkan tujuh tahun terakhir (2007 sampai dengan 2013) angka kesakitan malaria di Kabupaten Tabanan adalah 0/1000 penduduk. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Tabanan bukan merupakan daerah endemis penyakit malaria. Kasus-kasus yang terjadi merupakan kasus import dari penduduk yang datang dari daerah endemis malaria. Tabel 3.2 akan menjelaskan kasus dan angka kesakitan malaria di Kabupaten Tabanan periode tahun 2005-2013.

(42)

Tabel 3.2

Jumlah Kasus Penyakit Malaria di Kabupaten Tabanan Periode Tahun 2005-2013

Tahun  Kasus Malaria (+) API

2005 2 0 2006 2 0 2007 0 0 2008 0 0 2009 0 0 2010 0 0 2011 0 0 2012 0 0 2013 0 0 Sumber : Bidang P2 PL b. TB Paru

Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena merupakan salah satu penyakit infeksi pembunuh utama yang menyerang golongan usia produktif (15 – 50 tahun) dan anak – anak serta golongan sosial ekonomi lemah.

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular berbahaya

yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobanterium

Tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB (BTA Positif). Kuman ini tidak hanya menyerang paru-paru, tapi juga organ tubuh lainnya, seperti tulang sendi, usus, kelenjar limpa, selaput

(43)

menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Pada level nasional berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini diantaranya melalui program

Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) atau

pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan. Strategi ini telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektit (cost-efektive).

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Pencapaian CDR di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 sebesar 29,59 %. Angka ini tentu jauh dari target minimal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu sebesar 73 %. Pada tingkat Puskesmas, CDR tertinggi terdapat di Puskesmas Kediri II sebesar 33,33 %, diikuti Puskesmas Tabanan I dengan CDR sebesar 31,25 %, serta Puskesmas Tabanan II dan Puskesmas Kerambitan II dengan CDR sebesar 16,67 %.

(44)

Sedangkan Puskesmas dengan CDR terendah adalah Puskesmas Selemadeg Timur I, Puskesmas Selemadeg Timur II, Puskesmas Penebel II, dan Puskesmas Baturiti I dengan CDR sebesar 0%, diikuti oleh Puskesmas Penebel I dengan CDR sebesar 5,56 %, serta Puskesmas Selemadeg Barat dengan CDR sebesar 7,14 %.

Penderita TBC yang tidak sembuh atau penderita yang tidak memperoleh pengobatan karena belum ditemukan, merupakan sumber penular yang mengancam pencapaian derajat kesehatan, mengingat penyakit TBC disamping bisa menimbulkan kematian yang tinggi juga menjadi prekursor berbagai penyakit dengan fatal lain seperti HIV/AIDS, penyakit paru obstruksi, dan lain sebagainya.

Dalam mengukur keberhasilan pengobatan TB digunakan indikator persentase sembuh, persentase pengobatan lengkap, dan angka keberhasilan pengobatan (Success Rate). Pada tahun 2013, persentase sembuh sebesar 88,46 % dan persentase pengobatan lengkap sebesar 5,13 %. Success Rate (SR) mengindikasikan persentase pasien baru TB paru BTA postif yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Pencapaian Success Rate pada tahun

(45)

melampaui target yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk Success Rate yaitu sebesar 85 %.

c. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Penyakit HIV/AIDS merupakan new emerging desease dan menjadi pandemi di semua kawasan beberapa tahun terakhir ini. Penyakit ini terus menunjukkan peningkatan yang signifikan meskipun berbagai pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Makin tinggi mobilitas penduduk antar wilayah, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman, serta meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik merupakan faktor yang secara simultan memperbesar risiko dalam penyebaran HIV/AIDS.

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Infeksi Oportunistik). HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara penularan, yaitu hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui lelaki seks dengan

(46)

lelaki (LSL), penggunaan alat suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dahulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling and Testing (VCT), Sero Survey, dan Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).

Pada tahun 2013 di Kabupaten Tabanan terdapat 58 kasus HIV yang terdiri dari 21 laki-laki dan 37 perempuan, dengan jumlah kasus AIDS adalah 72 kasus yang terdiri dari 61 laki-laki dan 11 perempuan, dimana terdapat 1 kasus kematian yang disebabkan AIDS. Sedangkan jumlah infeksi menular seksual lainnya adalah 266 kasus yang terdiri dari 52 laki-laki dan 214 perempuan.

Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahun terus meningkat, oleh karena itu kita tidak boleh terlena untuk tetap melakukan promosi kesehatan di tempat-tempat yang mempunyai risiko tinggi terjadinya penularan penyakit HIV/AIDS, karena tidak dapat dipungkiri masalah yang terjadi bertalian dengan mobilitas penduduk yang meningkat pesat disertai peningkatan perilaku seksual yang tidak aman dan penggunaan NAPZA suntik

(47)

dilakukan pada domain penularan melalui hubungan seksual, kini upaya promotif dan preventif pada kelompok pengguna narkoba suntik perlu dioptimalkan lagi. Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS, disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan, juga diarahkan pada upaya pendekatan kesehatan masyarakat, salah satunya adalah upaya deteksi dini untuk mengetahui akan status HIV seseorang melalui Konseling dan Tes HIV sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT).

d. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita terbesar di Indonesia. Sekitar 80 – 90 % dari kasus kematian Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh Pneumonia. Kondisi tersebut umumnya terjadi pada balita terutama pada kasus gizi kurang dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat (asap rokok, polusi).

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari

(48)

2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

Cakupan penemuan pneumonia balita pada tahun 2013 sebesar 17,87 % dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 417 kasus, yang terdiri dari 227 kasus laki-laki dan 190 kasus perempuan. Dilihat dari Puskesmas, cakupan penemuan kasus pneumonia tertinggi adalah Puskesmas Tabanan II yakni sebesar 57,90 %, diikuti Puskesmas Kerambitan II sebesar 56,73 %, dan Puskesmas Penebel I sebesar 50,68 %.

e. Kusta

Penyakit kusta atau sering disebut penyakit lepra adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Penyakit Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lainnya. Penatalaksanaan yang buruk dapat menyebabkan Kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut :

1. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa.

(49)

2. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot. 3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan

kulit (BTA positif).

Meskipun penyakit Kusta dapat diobati dan disembuhkan, bukan berarti Kabupaten Tabanan terbebas dari masalah penyakit Kusta, karena dari tahun ke tahun masih ditemukan sejumlah kasus baru. Beban penyakit Kusta yang paling utama adalah kecacatan yang ditimbulkannya, sehingga masalah penyakit Kusta sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis

tetapi meluas pada masalah sosial dan ekonomi. Pada tahun

2013, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 1 kasus (jenis kelamin perempuan) dan tipe Pausi Basiler sebanyak 1 kasus (jenis perempuan) dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 0,45 per 100.000 penduduk. Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II (kecacatan yang dapat dilihat dengan mata), sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0 -14 tahun) di antara penderita baru. Angka proporsi cacat tingkat II digunakan untuk menilai kinerja petugas dalam upaya penemuan kasus. Angka proporsi cacat tingkat II

(50)

yang tinggi, mengindikasikan adanya keterlambatan dalam penemuan penderita yang dapat diakibatkan rendahnya kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai tanda-tanda dini penyakit kusta. Sedangkan indikator proporsi anak diantara kasus baru, mampu merepresentasikan penularan kusta yang masih terjadi di masyarakat. Di Kabupaten Tabanan, proporsi cacat tingkat II pada tahun 2013 sebesar 0 %, dan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2013 sebesar 0 %, artinya penularan penyakit kusta tidak lagi berlanjut di masyarakat dan kesadaran masyarakat dalam mengenali gejala dini penyakit kusta sudah baik, sehingga penderita kusta yang ditemukan tidak sampai dalam keadaan cacat.

4. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. Penyakit yang termasuk kelompok PD3I meliputi : Difteri, Pertusis, Tetanus

Neoatorum, Campak, Polio dan AFP (Acute Flaccid

(51)

a. Difteri

Difteri adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Gejala awal penyakit ini adalah demam 38 ºC, pseudomembrane (selaput tipis) putih keabuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher bengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertai bunyi (stridor). Difteri juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan. Pada tahun 2013 di Kabupaten Tabanan, ditemukan 3 (tiga) kasus difteri, dimana 2 (dua) kasus ditemukan di Puskesmas Kerambitan I dengan jenis kelamin perempuan, dan 1 (satu) kasus lagi ditemukan di Puskesmas Kediri I dengan jenis kelamin laki-laki, namun tidak ada kasus yang meninggal atau dengan kata lain CFR = 0%.

b. Pertusis

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bardetella Pertusis dengan gejala batuk beruntun disertai tarikan nafas hup (whoop) yang khas dan muntah. Lama batuk bisa 1–3 bulan sehingga disebut batuk 100

(52)

hari. Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun dan penularannya melalui droplet atau batuk penderita. Di Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 tidak ditemukan kasus Pertusis.

c. Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil

Clostridium Tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir (umur < 28 hari) yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Penanganan Tetanus neonatorium tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah upaya pencegahan melalui pertolongan persalinan yang higienis dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil serta perawatan tali pusat. Kasus TN banyak ditemukan di negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah. Ciri khas dari penyakit ini adalah pada mulanya beberapa hari setelah lahir bayi menangis keras dan menyusu dengan kuat namun beberapa hari berikutnya tidak bisa menyusu. Pada tahun 2013, di Kabupaten Tabanan dilaporkan tidak ada kasus Tetanus Neonatorum.

(53)

d. Campak

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramixovirus.

Penularan infeksi dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi atau karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak. Pada tahun 2013, ada 4 (empat) Puskesmas yang melaporkan penemuan kasus campak, yakni Puskesmas Tabanan I dengan 1 (satu) kasus, Puskesmas Tabanan II dengan 4 (empat) kasus, Puskesmas Tabanan III dengan 3 (tiga) kasus, dan Puskesmas Kediri II dengan 1 (satu) kasus. Dari 9 (Sembilan) kasus campak yang ditemukan, 3 (tiga) kasus merupakan jenis kelamin laki-laki dan 6 (enam) kasus merupakan jenis kelamin perempuan, dengan case fatality rate (CFR) = 0 %.

(54)

e. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)

Polio (Poliomyelitis) merupakan penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan virus polio. Cara penularan Polio terbanyak melalui mulut ketika seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontamisasi lendir, dahat atau faeses penderita polio. Virus masuk aliran darah ke sistem saraf pusat menyebabkan otot melemah dan kelumpuhan, menyebabkan tungkai menjadi lemas secara akut. Kondisi inilah disebut Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau lumpuh layuh akut.

Polio adalah salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher, dan sakit ditungkai dan lengan. Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Ditjen PP dan

PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator

surveilans AFP yaitu ditemukannya Non Polio AFP Rate minimal sebesar 2/100.000 anak usia < 15 tahun. Non Folio AFP Rate untuk Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 adalah 2,02/100.000 anak usia < 15 tahun.

(55)

5. Penyakit Potensial KLB/Wabah

Penyakit menular tertentu memiliki potensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah, diantaranya adalah Demam Berdarah Dengeu (DBD), Diare, Chikungunya, Rabies, dan Filariasis. Seluruh penyakit potensial KLB ini banyak mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi.

a. Deman Berdarah Dengeu (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang hidup di genangan air bersih di sekitar rumah. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit pada saat pagi dan sore hari, umumnya kasus mulai meningkat saat musim hujan. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa.

Sepanjang tahun 2013 dilaporkan terjadi 793 kasus di Kabupaten Tabanan dengan Incidence Rate (IR) sebesar 179,25

(56)

per 100.000 penduduk dengan tidak ada kematian akibat DBD atau Case Fatality Rate (CFR) adalah 0 %. Jumlah kasus yang terjadi pada tahun 2013 ini jauh meningkat apabila dibandingkan dengan jumlah kasus yang terjadi pada tahun sebelumnya yakni dengan 288 kasus. Jumlah kasus terbanyak ditemui di Kecamatan Kediri dengan 276 kasus, disusul kemudian oleh Kecamatan Tabanan dengan 215 kasus, dan Kecamatan Kerambitan dengan 112 kasus. Sedangkan tiga kecamatan dengan jumlah kasus paling sedikit adalah Kecamatan Baturiti dengan 9 kasus, Kecamatan Pupuan dengan 11 kasus, dan Kecamatan Selemadeg Barat dengan hanya 27 kasus. Jumlah kasus DBD menurut Puskesmas pada tahun 2013 secara rinci dapat dilihat pada tabel 23.

Walaupun periode tahun 2009 sampai dengan 2011 terjadi kecenderungan penurunan kasus DBD dan Incidene Rate, namun mulai meningkat lagi pada tahun 2012, dan pada tahun 2013 ini merupakan titik tertinggi peningkatan jumlah kasus selama kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir. Oleh Karena itu kita tidak boleh lengah, karena telah terjadi lonjakan kasus yang mungkin bisa menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang berarti. Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

(57)

penyebarannya yang cepat dan potensinya yang menyebabkan kematian.

Adapun beberapa permasalahan dalam penanggulangan DBD di Kabupaten Tabanan antara lain :

1. Belum ada obat anti virus dan vaksin untuk mencegah DBD, maka untuk memutus rantai penularan, pengendalian vektor dianggap yang paling memadai saat ini.

2. Vektor DBD khususnya Aedes Aegypti sebenarnya mudah dikendalikan, karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, maka untuk keberhasilan pengendaliannya diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tidak dapat berkembang biak lagi. Untuk itu sangat memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat khususnya dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD.

3. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD yang sulit atau tidak dapat dikendalikan seperti kepadatan penduduk, mobilitas, lancarnya transportasi, pergantian musim dan perubahan iklim, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat.

4. Sebagian masyarakat masih minat dengan fogging. 5. Uji resistensi terhadap insektisida belum optimal

(58)

Salah satu cara untuk menekan penyebaran penyakit Deman Berdarah Dengeu (DBD) adalah dengan membasmi jentik nyamuk Aedes aegypty di dalam rumah maupun di sekitar lingkungan rumah. Gambaran Kasus DBD dan Incidene Rate di Kabupaten Tabanan periode tahun 2007-2013 disajikan pada gambar 3.4. berikut. 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 KASUS 536 347 659 491 106 288 793 IR 22,49 83,26 156,89 116,15 24,46 65,32 179,25 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Gambar 3.4

Jumlah Kasus DBD dan IR DBD di Kabupaten Tabanan

Periode Tahun 2007-2013

(59)

b. Diare

Diare adalah penyakit yang terjadi ketika perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Secara klinis penyebab Diare antara lain : infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah Diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan. Jenis Diare ada 2 (dua) yaitu Diare Akut dan Diare Persisten (diare kronik). Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan Diare Persisten (diare kronik) adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

Penderita diare di Puskesmas setiap tahun jumlahnya cukup tinggi. Namun demikian hal ini belum dapat menggambarkan prevalensi keseluruhan dari penyakit diare karena banyak dari kasus tersebut yang tidak terdata oleh

sarana pelayanan kesehatan (pengobatan sendiri atau

(60)

Kabupaten menunjukkan bahwa selama kurun tahun 2013 jumlah perkiraan kasus diare di Kabupaten Tabanan sebesar 18.714 kasus. Dari jumlah tersebut, jumlah kasus yang ditangani sebesar 7.849 kasus (41,94 %) yang terdiri dari laki-laki sebesar 4.091 kasus (43,88 %) dan perempuan sebesar 3.758 (40,02 %). Terjadi penurunan jumlah kasus diare dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2012 jumlah kasus diare sebanyak 12.885 kasus.

Untuk itu upaya kesehatan harus lebih ditingkatkan lagi untuk mencegah tingkat kematian akibat diare. Tingkat kematian akibat diare dapat diturunkan dengan adanya tata laksana yang tepat dan cepat, diantaranya melalui pelatihan petugas yang diintegrasikan dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Selain itu juga dapat dilakukan pengamatan tata laksana diare ke Puskesmas.

Sedangkan upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui penyuluhan ke masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari – hari, karena secara umum penyakit diare sangat berkaitan dengan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga adanya peningkatan kasus diare

(61)

c. Chikungunya

Chikungunya (dalam bahasa Makonde "yang tertekuk") adalah virus arthropoda-borne, dari genus Alphavirus, yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes.

Chikungunya adalah penyakit infeksi akut yang ditandai gejala utama demam, ruam/bercak-bercak kemerahan di kulit dan nyeri persendian. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Chik yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Infeksi Chik menyebabkan penyakit dengan modus serupa penularan demam berdarah, dengan fase demam akut berlangsung selama dua sampai lima hari, diikuti dengan periode yang lebih lama dari nyeri sendi pada ekstremitas. Rasa sakit yang terkait dengan infeksi Chik sendi dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan, atau tahun dalam beberapa kasus. Pencegahan adalah melalui pengendalian nyamuk dan mencegah gigitan nyamuk yang terinfeksi.

Penyakit ini kerap dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya penyakit ini antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan

(62)

nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan, serta semakin meningkatnya arus mobilisasi penduduk.

Pada tahun 2013, terjadi KLB Chikungunya di Kabupaten Tabanan, tepatnya di Banjar Curah, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, dengan jumlah penderita sebanyak 14 orang yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 6 orang perempuan, dengan Attack Rate (AR) sebesar 0,31 %, dan CFR sebesar 0 %.

d. Rabies

Rabies (bahasa Latin: rabies, "kegilaan") atau penyakit anjing gila merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalamnya tubuhnya mengandung virus Rabies.

Virus Rabies menyebabkan peradangan akut otak pada manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Periode waktu antara terjadi kesakitan dan gejala awal biasanya satu sampai tiga bulan, namun bisa kurang dari satu minggu atau lebih dari satu tahun, tergantung pada jarak virus untuk mencapai sistem saraf pusat, dimana gejala awal antara lain : demam dan kesemutan di lokasi paparan; kemudian diikuti dengan

Gambar

Gambar 4.1 memperlihatkan cakupan kunjungan K1 dan K4  pada  ibu  hamil  selama  enam  tahun  terakhir
Tabel 56 100 Pasien Maskin (dan hampir miskin) Mendapat
TABEL 6 KABUPATEN/KOTA TABANAN TAHUN  2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Tabanan Tabanan I          189           - 189          144           - 144 333 0 333 2 Tabanan II          126           - 126          112           - 112 238 0 238 3 Tabanan III
TABEL 10 KABUPATEN/KOTA TABANAN TAHUN  2013 L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 1 Tabanan Tabanan I 14,054 13,858 27,912 11 3 14 0 0 0 11 3 14 78.27 21.65 50.16 0 1 1 2 Tabanan II 9,925 10,1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapat adalah terselenggaranya kegiatan pelatihan dengan jumlah peserta sebanyak 20 orang dengan menghasilkan produk berupa bank soal, lembar soal,

Saat ini di Indonesia pun, tidak hanya bahasa Indonesia sebagai bahasa asli tetapi juga bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing internasional, penggunaannya

Hal ini menunjukkan dana yang diperoleh dari right issue pada umumnya digunakan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo, untuk meningkatkan keuntungan

Sebagian orangtua kita perlu membangun budaya read aloud karena knowledge is power, hanya perlu waktu luang 20 menit sehari untuk read aloud demi menanamkan cinta

PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (“Company”) as the direct and indirect holder of 99.99% shares in PT Wahana Inti Selaras (“WISEL”), has subscribed to 7,290

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data berupa angka yang bertujuan untuk menunjukkan pengaruh retribusi parkir, retribusi pengujian

Pemeriksaan visus, pemeriksaan funduskopi untuk melihat pembuluh darah, pemeriksaan lainnya untuk pemeriksaan penyakit sistemik.. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan akan

Dari stasiun tersebut diperoleh data berupa kecepatan, lama hembus dan arah angin.Meskipun lama hembus dan arah angin merupakan data yang penting dalam