• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Bagi wanita rahim merupakan organ reproduksi yang sangat penting, apalagi pada wanita yang akan menikah dan yang sudah menikah sekalipun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Bagi wanita rahim merupakan organ reproduksi yang sangat penting, apalagi pada wanita yang akan menikah dan yang sudah menikah sekalipun."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI WANITA DEWASA MADYA YANG MENGALAMI

HISTEREKTOMI (PENGANGKATAN RAHIM)

MEILI FOTRI HASTUTI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAK

Salah satu organ reproduksi wanita yang paling penting pada wanita

adalah rahim atau dalam bahasa medis disebut juga uterus. Rahim merupakan

tempat awal bagi proses kehidupan, karena dari sinilah janin akan akan

berkembang hingga saatnya siap dilahirkan. Bayangkan bila seorang perempuan

tidak lagi memiliki rahim maka tidak akan sempurnalah hidup wanita walau

sudah memiliki keturunan sekalipun. Dari masalah ini bukan hanya fisik yang

merasakan efek samping tetapi juga psikis dari wanita yang mengalaminya. Salah

satunya akan mempengaruhi konsep diri pada wanita yang mengalaminya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep diri wanita

dewasa madya yang mengalami histerektomi (pengangkatan rahim) serta

mengapa konsep diri wanita dewasa madya yang mengalami histerektomi

(pengangkatan rahim) seperti itu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

metode kualitatif berbentuk studi kasus. Subjek yang digunakan dalam penelitian

ini adalah wanita dewasa madya yang mengalami histerektomi (pengangkatan

rahim). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa subjek memiliki konsep

diri yang negatif, Hal ini dapat dilihat dari sikap subjek dalam menanggapi

kritikkan. Subjek akan merespon kasar bila ada orang yang mengkritik tentang

pengangkatan rahim yang subjek alami. Subjek juga lebih senang menerima

pujian dianggap sebagai cara untuk menaikkan harga dirinya, subjek juga

merasa takut tidak disenangi dengan orang lain bila orang lain tahu atas apa

yang subjek alami. Selain itu subjek bersikap pesimis dan cenderung minder

terhadap kompetisi.

(2)

PENDAHULUAN

Bagi wanita rahim merupakan

organ reproduksi yang sangat penting,

apalagi pada wanita yang akan menikah

dan yang sudah menikah sekalipun.

Namun faktanya, kemungkinan

terjadinya penyakit rahim pada seorang

wanita dimulai pada saat mereka

memulai masa pubernya, atau saat

pertama mendapatkan haid hingga masa

berakhirnya haid (menopause).

Sebelumnya, para ahli kandungan

mengandalkan pemeriksaan kasat mata

untuk mendiagnosa gejala penyakit

rahim yang sudah parah, pada waktu itu

usia penderita terdeteksi pada rentang

35-40 tahun. Makin majunya alat

pendeteksian, maka dapat dideteksi dari

usia sekitar 25-30 tahun. Laporan

terbaru menyebutkan banyak kasus

penyakit rahim ditemukan pada wanita

berusia di bawah 20 tahun. Pada studi

penelitian terhadap 140 pasien berusia

antara 10-19 tahun yang mengeluhkan

deraan sakit panggul yang parah,

ternyata diketahui 47 % dari mereka

diketahui menderita penyakit rahim.

Tidak menutup kemungkinan juga

adanya pengangkatan rahim pada

penyakit yang sudah akut pada rahim.

Prosedur pengangkatan rahim ini dalam

istilah medis disebut juga histerektomi.

Setelah mengalami bedah ini, pasien

tidak akan mengalami haid lagi, dan

juga tidak bisa hamil. Namun,

kehidupan seksual mereka akan tetap

normal, dan sebagian dokter akan

menyarankan untuk segera berhubungan

seksual setelah sembuh dari luka

operasinya (VitaHealt, 2007). Dari

sanalah muncul perasaan yang dapat

mempengaruhi konsep diri wanita yang

mengalami pengangkatan rahim seperti

perasaan bahwa ia telah mengecewakan

suami dan keluarga, perasaan malu

karena tidak sempurna sebagia wanita,

perasaan khawatir jika suami ingin

menikah lagi dan sebagainya, semua

perasaan itu dapat mengarah pada

ketidaksejahteraan psikologis. Oleh

karena itu, setelah mejalani Histerektomi

(pengangkatan rahim), seorang wanita

membutuhkan suatu proses agar dapat

mencapai kesejahteraan psikologis,

salah satu kesejahteraan psikologis itu

adalah konsep diri.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana konsep

diri wanita dewasa madya yang

mengalami histerektomi (pengangkatan

rahim), mengapa subjek yang

mengalami histerektomi (pengangkatan

rahim) memiliki konsep diri seperti itu,

dan bagaimana proses perkembangan

konsep diri subjek.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Diri

Konsep diri seseorang

merupakan gambaran dirinya sendiri

dari sudut pandang sendiri, artinya

setiap saat individu selalu melakukan

persepsi-persepsi terhadap

kejadian-kejadian yang ada di lingkungannya.

Dan kemudian menjadi penentu penting

dari respon terhadap lingkungannya,

dengan kata lain konsep diri

menentukan bagaimana memandang dan

merasakan dirinya sendiri, seperti yang

dikemukakan oleh Rogers (Burns,

1993). Pendapat lain diungkapkan

Brook (dalam Ritandiyono &

Retnaningsih, 1996) mengatakan bahwa

konsep diri merupakan persepsi

mengenai diri sendiri, baik yang bersifat

fisik, sosial maupun psikologis yang

diperoleh melalui pengalaman individu

dalam interaksi dengan orang lain.

Dimensi Konsep Diri

Menurut Coulhoun (dalam

Ritandiyono & Renaningsih, 1996)

konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu

pengetahuan tentang diri sendiri,

harapan terhadap diri sendiri dan

evaluasi diri, sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang Diri Sendiri

Pengetahuan tentang diri sendiri adalah

dimensi pertama dari konsep diri yaitu

(3)

tentang apa yang kita ketahui tentang

diri kita seperti usia, jenis kelamin,

kebangsaan, latar belakang etnis, profesi

dan sebagainya. Faktor dasar ini akan

menentukan seseorang dalam kelompok

sosial tertentu dan setiap orang akan

mengidentifikasikan diri dengan

kelompok sosial lain yang dapat

menambah julukan dirinya dan

memberikan sejumlah informasi lain

yang akan masuk dalam potret mental

orang tersebut. Melalui perbandingan

dengan orang lain, seseorang

memberikan penilaian tentang kualitas

dirinya. Kualitas diri ini tidak permanent

tetapi bisa berubah, bila seseorang

mengubah tingkah lakunya atau dapat

mengubah kelompok pembandingan.

b. Harapan terhadap Diri Sendiri

Harapan kita diri sendiri merupakan diri

ideal. Ketika seseorang berpikir tentang

siapa dirinya, pada saat yang sama ia

akan berfikir akan menjadi apa dirinya

di masa yang akan datang. Prinsipnya,

setiap orang memiliki harapan terhadap

dirinya sendiri. Diri ideal sangat berbeda

untuk setiap individu. Apapun harapan

dan tujuan seseorang akan

membangkitkan kekuatan yang

mendorongnya menuju masa depan dan

memandu kegiatannya dalam seumur

hidupnya.

c. Evaluasi Diri

Setiap hari orang berkedudukan sebagai

penilai dirinya sendiri. Evaluasi

terhadap dirinya sendiri disebut harga

diri, yang mana akan menentukan

seberapa jauh seseorang akan menyukai

dirinya. Semakin jauh perbedaan antara

gambaran tentang siapa dirinya dengan

gambaran seseorang tentang seharusnya

ia menjadi, maka akan menyebabkan

harga diri yang rendah. Sebaliknya, bila

seseorang berada dalam standard dan

harapan yang ditentukan bagi dirinya

sendiri, yang menyukai siapa dirinya,

apa yang dikerjakan dan tujuannya,

maka ia akan memiliki harga diri yang

tinggi. Evaluasi tentang diri sendiri

merupakan komponen konsep diri yang

sangat kuat.

Karakteristik Konsep Diri Positif dan

Negatif

Adapun konsep diri dibagi menjadi

dua, yaitu: konsep diri positif dan

konsep diri negatif.

Konsep Diri Positif

Dasar dari konsep diri positif

adalah adanya penerimaan diri. Hal ini

disebabkan orang yang memiliki konsep

diri positif mengenal dirinya yang

dengan baik. Konsep diri positif bersifat

stabil dan bervariasi yang meliputi

informasi yang positif maupun yang

negative tentang dirinya. Orang yang

memiliki konsep diri yang positif dapat

menerima dan memahami kenyataan

yang bermacam-macam tentang dirinya

sendiri. Tentang penghargaan diri, orang

yang memiliki konsep diri positif

merancang tujuan-tujuan sesuai dengan

kemampuannya dan realistis. Konsep

diri yang positif mampu

mengasimilasikan seluruh pengalaman

individu, baik yang positif maupun

negative, maka hal ini merupakan modal

yang berharga dalam menghadapi

kehidupannya dimasa depan. Orang

yang berkonsep diri positif dapat

menyongsong masa depannya dengan

bebas. Baginya hidup merupakan suatu

proses penemuan, yang dapat membuat

dirinya tertarik, memberi kejutan dan

imbalan yang menyenangkan.

Menurut Burns (1993), seorang

yang memiliki konsep diri positif berarti

ia memiliki konsep diri yang sehat,

mempunyai harga diri, orang yang

berkompetisi, dirinya cukup memadai

dan dirinya cukup mempunyai rasa

percaya diri. Akibatnya dia mampu

memodifikasi nilai-nilai lama dengan

pengalaman yang akan datang, mampu

menaggulangi masalah, menerima diri

sendiri sebagai orang yang sama dengan

orang lain. Dengan kata lain bahwa

orang yang memiliki konsep diri positif

akan menunjukan karakteristik bersikap

konsisten, berperilaku didalam cara-cara

(4)

konsisten dan mengesampingkan

pengalaman yang merugikan.

Menurut Brook (dalam Muntholiah

2002), ciri-ciri orang yang memiliki

konsep diri positif adalah: 1) Yakin akan

kemampuannya mengatasi masalah; 2)

Merasa setara dengan orang lain; 3)

Menerima tanpa rasa malu; 4)

Menyadari bahwa setiap orang

mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak dapat

seluruhnya disetujui masyarakat; 5)

Mampu memperbaiki dirinya karena ia

sanggup mengungkapkan kepribadian

yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.

Konsep Diri Negatif

Menurut Coulhoun (1995), konsep

diri negatif ada dua. Pertama adalah

pandangan seseorang tentang dirinya

benar-benar tidak teratur. Ia tidak

memiliki kestabilan dan kekuatan diri. Ia

benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa

kekuasan dan kelemahannya atau apa

yang dihargai dalam hidupnya. Yang

kedua merupakan kebalikan dari yang

pertama yaitu konsep diri terlalu stabil

dan teratur dengan kata lain kaku.

Individu menciptakan citra diri yang

tidak mengijinkan adanya

penyimpangan dari aturan –aturan yang

menurutnya merupakan cara hidup yang

tepat. Dalam kaitannya dengan evaluasi

diri, konsep diri negatif terhadap diri

sendiri, apapun yang diketahui tentang

dirinya dia tidak pernah merasa cukup

baik. Apapun yang diperolehnya dia

tampak tidak berharga dibanding dengan

apa yang diperoleh orang lain. Hal ini

dapat menuntun seseorang kearah

kelemahan emosional. Harapan

seseorang yang memiliki konsep diri

negatif terhadap dirinya sangat sedikit.

Mereka menganggap dirinya tidak akan

dapat melakukan suatu hal yang

berharga. Kegagalan ini akan merusak

harga dirinya yang memang sudah

rapuh, lebih lanjut lagi akan

menyebabkan citra diri yang lebih

negatif dan pada akhirnya bisa

menyebabkan penghancuran.

Menurut Burns (1993), orang yang

menganggap dirinya berkonsep diri yang

negatif akan berperasaan inferior, tidak

memadai, penuh kegagalan, tidak

berharga dan tidak merasa aman.

Akibatnya ia sangat peka terhadap

kritik, ia memiliki sifat hiper kritis,

merasa takut gagal dan menumpahkan

kesalahannya kepada orang lain, sering

merespon sanjungan terhadap dirinya

secara berlebihan dan memiliki sikap

menyendiri, malu-malu dan tidak ada

minat pada persaingan.

Menurut Brook (dalam Muntholiah,

2002), ciri-ciri orang memiliki konsep

diri negatif adalah:

1) Peka terhadap kritik, orang yang

sangat tidak tahan kritik yang

diterimanya dan mudah marah atau

naik pitam. Bagi orang ini koreksi

seringkali dipersepsikan sebagai

usaha untuk menjatuhkan harga

diri.

2) Sangat responsive terhadap pujian

walaupun ia mungkin berpura-pura

menghindari pujian. Individu tidak

dapat menyembunyikan

antusiasmenya pada waktu

menerima pujian karena dianggap

sebagai cara untuk menaikan harga

dirinya.

3) Sikap hiperkritis, individu

cenderung selalu mengeluh,

mencela, meremehkan orang lain,

tidak pandai dan tidak sanggup

mengungkapkan penghargaan atau

pengakuan pada orang lain.

4) Cenderung merasa tidak disenangi

orang lain, merasa tidak

diperhatikan, memandang orang

lain sebagai musuh, sehingga tidak

dapat melahirkan kehangatan dan

keakraban persahabatan, individu

tidak akan pernah

mempermasalahkan dirinya dan

menganggap dirinya sebagai korban

dari system sosial yang tidak beres.

(5)

5) Bersikap pesimis terhadap

kompetisi seperti terungkap dalam

keengganannya dalam bersaing

dengan orang lain dalam membuat

prestasi. Individu menganggap

tidak akan berdaya melawan

persaingan yang merugikan dirinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

konsep diri

Mead (dalam Ritandiyono &

Renaningsih 1996), menyebutkan bahwa

konsep diri merupakan produk sosial

yang dibentuk melalui proses

internalisasi dan organisasi

pengalaman-pengalaman psikologis.

Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan

hasil eksplorasi individu terhadap

lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya

yang diterima dari orang-orang penting

disekitarnya. Banyak faktor yang

mempengaruhi konsep diri seseorang

yaitu peran keluarga, peranan faktor

sosial, faktor belajar.

Wanita Dewasa Madya

Wanita adalah sebutan yang

digunakan untuk spesies manusia

berjenis kelamin betina. Wanita adalah

yang umum digunakan untuk

menggambarkan perempuan dewasa.

Perempuan yang sudah menikah juga

biasa dipanggil dengan sebutan ibu.

Untuk perempuan yang belum menikah

atau berada antara umur 14 hingga 25

tahun disebut anak gadis. Perempuan

yang memiliki organ reproduksi yang

baik akan memiliki kemampuan untuk

mengandung, melahirkan dan menyusui

menurut Andalas (2005).

Kartono (1989), mengatakan bahwa

wanita dewasa adalah pribadi yang

sudah mempunyai pembentukan diri dan

relatif stabil sifatnya. Dengan adanya

kestabilan ini dimungkinkan usaha

untuk memilih relasi sosial, bidang

studi, profesi atau pekerjaan yang

sifatnya stabil. Menurut Mappiare

(1983), wanita dewasa adalah individu

yang telah siap bereproduksi dan

diharapkan memiliki kesiapan kognitif,

afektif, dan psikomotor serta dapat

diharapkan memainkan perannya dalam

masyarakat.

Berdasarkan definisi diatas dapat

disimpulkan bahwa wanita dewasa

adalah pribadi yang sudah mempunyai

pembentukan diri yang relatif stabil,

memiliki kesiapan kognitif, afektif,

psikomotor, serta siap untuk

bereproduksi. Selanjutnya, dengan

mempertimbangkan definisi wanita

dewasa dan masa dewasa madya,

penulis menyimpulkan bahwa wanita

dewasa madya adalah individu yang

menginjak usia 40-65 tahun, yang sudah

mempunyai pembentukan diri yang

relatif stabil.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian tersebut

penulis menggunakan pendekatan

kualitatif bentuk studi kasus. Studi kasus

adalah uraian dan penjelasan

komprehensif mengenai berbagai aspek

seorang individu, suatu kelompok, suatu

organisasi (komunitas), suatu program

dan suatu situasi sosial. Sedangkan

menurut Frey dkk (dalam Mulyana,

2004), pendekatan studi kasus

menyediakan peluang untuk

menerapkan prinsip umum terhadap

situasi-situasi spesifik atau

contoh-contoh, yang disebut kasus. Contoh

yang dikemukakan berdasarkan isu-isu

penting yang sering diwujudkan dalam

pertanyaan.

Menurut Ragin (dalam

Mulyana, 2004) metode berorientasi

kasus bersifat holistik, dan menganggap

kasus sebagai identitas menyeluruh dan

bukan sebagai kumpulan bagian-bagian

atau kumpulan skor mengenai variabel.

Pedoman wawancara yang telah

ditelusuri ditujukan kepada yang ahli

dalam hal ini adalah dosen pembimbing

penelitian untuk mendapatkan masukan

mengenai isi pedoman wawancara.

Setelah mendapat masukan dan koreksi

dari pembimbing, setelah itu peneliti

mencari calon subjek yang sesuai

dengan karakteristik subjek.

(6)

Tahap pelaksanaan penelitian

sebelum proses pengumpulan data

dilakukan, peneliti menghubungi calon

subjek untuk menjelaskan maksud

penelitian. Peneliti kemudidan membuat

janji untuk penelitian berikutnya dengan

subjek, dimana proses wawancara dan

data lembar diri., melakukan proses

pengumpulan data dengan melakukan

wawancara dan observasi, dan

menuliskan hasil observasi.

Pada tahap penyelesaian

penelitian ini keseluruhan hasil dari

tahap pelaksanaan dibuat analisis

psikologis, data yang didapat kemudian

dibuat kesimpulan lalu dianalisis dengan

teori-teori yang melatar belakangi yang

sudah terlebih dahulu ada di bab

tinjauan pustaka. Setelah itu maka dapat

dibuat hasil penelitian secara

keseluruhan, yang berisi gambaran hasil

penelitian berupa analisis data

hubungannya dengan teori yang ada,

simpulan berupa poin-poin lalu memberi

saran baik untu subjek demi kepentingan

penelitian lebih lanjut.

Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode wawancara

terbuka dan terstruktur. Hal ini akan

memberikan kemudahan bagi peneliti

untuk mengajukan pertanyaan yang

berkaitan dengan hal yang akan diteliti

dan juga dapat menghindari kecurigaan

pada orang yang akan diwawancarai

karena dalam penelitian ini subyek

(interviewee) sudah diberitahu dahulu

tentang maksud dan tujuan dari

penelitian yang akan dilakukan. Dalam

penelitian ini jenis observasi yang

digunakan peneliti adalah observasi non

partisipan dimana peneliti hanya

mengamati tingkah laku subjek tanpa

ikut aktif dalam kegiatan subjek, peneliti

hanya sebagai pengamat karena peneliti

tidak berperan serta ikut ambil bagian

dalam kehidupan subjek. Dalam

penelitian ini triangulasi yang digunakan

peneliti adalah trianggulasi data dan

metode. Triangulasi data melalui

pembandingan hasil observasi dan

wawancara yang diperoleh dari subjek

dan

significant other. Triangulasi

metode dilakukan dengan cara

menggunakan metode yaitu wawancara

dan observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini ditujukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian

mengenai konsep diri pada wanita

dewasa madya yang mengalami

histerektomi (pengankatan rahim),

bagaimana konsep diri wanita dewasa

madya yang mengalami histerektomi

(pengangkatan rahim), mengapa subjek

yang mengalami histerektomi

(pengangkatan rahim) memiliki konsep

diri seperti itu, dan bagaimana proses

perkembangan konsep diri subjek,

berdasarkan data-data yang telah

diperoleh peneliti dari hasil observasi

dan wawancara dengan subjek dan

significant other.

Karakteristik Konsep Diri Wanita

Yang Mengalami Histerektomi

(Pengangkatan Rahim).

Dibawah ini dijabarkan bahwa

karakteristik dari konsep diri terbagi

menjadi dua: yaitu konsep diri positif

dan konsep diri negatif.

a. Konsep diri Positif

Menurut Brook (dalam Muntholiah

2002), ciri-ciri orang yang memiliki

konsep diri positif adalah : 1) Yakin

akan kemampuannya mengatasi

masalah.; 2) Merasa setara dengan orang

lain. 3) Menerima tanpa rasa malu. 4)

Menyadari bahwa setiap orang

mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak dapat

seluruhnya disetujui masyarakat. 5)

Mampu memperbaiki dirinya karena ia

sanggup mengungkapkan kepribadian

yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.

Dari hasil wawancara dan observasi

diketahui bahwa subjek tidak

mempunyai keyakinan dan kepercayaan

diri dalam mengatasi masalah serta

pergaulan, selain itu subjek juga merasa

(7)

tidak setara dengan orang lain pasca

pengangkatan rahim, tetapi subjek

merasa mampu memperbaiki dirinya

karena subjek sanggup mengungkap

kepribadian yang tidak disenangi oleh

orang lain yaitu menangis secara

berlebihan bila menghadapi suatu

masalah dan subjek berusaha

mengubahnya pasca pengangkatan

rahim. Burns (1993) juga menyatakan,

seorang yang memiliki konsep diri

positif berarti ia memiliki konsep diri

yang sehat, mempunyai harga diri, orang

yang berkompetisi, dirinya cukup

memadai dan dirinya cukup mempunyai

rasa percaya diri. Akibatnya dia mampu

memodifikasi nilai-nilai lama dengan

pengalaman yang akan datang, mampu

menaggulangi masalah, menerima diri

sendiri sebagai orang yang sama dengan

orang lain. Dengan kata lain bahwa

orang yang memiliki konsep diri positif

akan menunjukan karakteristik bersikap

konsisten, berperilaku didalam cara-cara

konsisten dan mengesampingkan

pengalaman yang merugikan.

b. Konsep diri Negatif

Menurut Brook (dalam Muntholiah,

2002), ciri-ciri orang memiliki konsep

diri negatif adalah :

1) Peka terhadap kritik, orang yang

sangat tidak tahan kritik yang

diterimanya dan mudah marah atau

naik pitam. Bagi orang ini koreksi

seringkali dipersepsikan sebagai

usaha untuk menjatuhkan harga

diri.

2) Sangat responsive terhadap pujian

walaupun ia mungkin berpura-pura

menghindari pujian. Individu tidak

dapat menyembunyikan

antusiasmenya pada waktu

menerima pujian karena dianggap

sebagai cara untuk menaikan harga

dirinya.

3) Sikap hiperkritis, individu

cenderung selalu mengeluh,

mencela, meremehkan orang lain,

tidak pandai dan tidak sanggup

mengungkapkan penghargaan atau

pengakuan pada orang lain.

4) Cenderung merasa tidak disenangi

orang lain, merasa tidak

diperhatikan, memandang orang

lain sebagai musuh, sehingga tidak

dapat melahirkan kehangatan dan

keakraban persahabatan, individu

tidak akan pernah

mempermasalahkan dirinya dan

menganggap dirinya sebagai korban

dari system sosial yang tidak beres.

5) Bersikap pesimis terhadap

kompetisi seperti terungkap dalam

keengganannya dalam bersaing

dengan orang lain dalam membuat

prestasi. Individu menganggap

tidak akan berdaya melawan

persaingan yang merugikan dirinya.

Dari hasil wawancara dan observasi

yang dilakukan oleh peneliti, diketahui

bahwa subjek adalah orang yang tidak

bisa menerima kritikkan dengan baik

apalagi kritikkan tersebut menyangkut

penyakit yang subjek alami subjek

cenderung menanggapi dengan kasar

bila kritikkan itu menyangkut

penyakitnya tetapi lain halnya bila

kritikkan itu diluar penyakitnya seperti

pada saat diobservasi subjek

menanggapi kritikkan dengan tenang

dari teman sekantornya masalah data

yang kurang. Subjek jugs merasa takut

bila melihat orang dikomplek atau

dikantornya bergerumun dan

berbincang-bincang subjek memiliih

menghindar dari kerumanan dengan alas

an bila bergabung subjek takut menjadi

bahan pembicaraan dengan apa yang

subjek alami. Subjek juga tidak senang

berkompetisi karena menganggap

dirinya tidak mampu serta tidak layak

bila mengikuti kompetisi. Kini subjek

lebih senang mendapat pujian ketimbang

kritikkan hal ini terlihat saat di observasi

subjek merasa senang dan tersipu malu

saat suami subjek memuji masakan

subjek enak dan hal itu menurut subjek

adalah penghargaan yang besar buat

dirinya. Coulhoun (1995) juga

(8)

menyatakan, konsep diri negatif ada

dua. Pertama adalah pandangan

seseorang tentang dirinya benar-benar

tidak teratur. Ia tidak memiliki

kestabilan dan kekuatan diri. Ia

benar-benar tidak tahu siapa dirinya, apa

kekuasan dan kelemahannya atau apa

yang dihargai dalam hidupnya. Yang

kedua merupakan kebalikan dari yang

pertama yaitu konsep diri terlalu stabil

dan teratur dengan kata lain kaku.

Individu menciptakan citra diri yang

tidak mengijinkan adanya

penyimpangan dari aturan –aturan yang

menurutnya merupakan cara hidup yang

tepat. Dalam kaitannya dengan evaluasi

diri, konsep diri negatif terhadap diri

sendiri, apapun yang diketahui tentang

dirinya dia tidak pernah merasa cukup

baik. Apapun yang diperolehnya dia

tampak tidak berharga dibanding dengan

apa yang diperoleh orang lain. Hal ini

dapat menuntun seseorang kearah

kelemahan emosional. Harapan

seseorang yang memiliki konsep diri

negatif terhadap dirinya sangat sedikit.

Mereka menganggap dirinya tidak akan

dapat melakukan suatu hal yang

berharga. Kegagalan ini akan merusak

harga dirinya yang memang sudah

rapuh, lebih lanjut lagi akan

menyebabkan citra diri yang lebih

negatif dan pada akhirnya bisa

menyebabkan penghancuran.

Berdasarkan karakteristik dari

konsep diri tersebut, dapat dinyatakan

bahwa konsep diri yang dimiliki oleh

subjek adalah negatif.

Faktor-faktor Penyebab

Terbentuknya Konsep Diri Wanita

Yang Mengalami Histerektomi

(Pengangkatan Rahim).

Dibawah ini dijabarkan bahwa

karakteristik dari konsep diri terbagi

menjadi dua: yaitu konsep diri positif

dan konsep diri negatif.

c. Konsep Diri Positif

Citra fisik individu hanya dapat

terbentuk melalui refleksi dari individu

lain.

Dari hasil penelitian diperoleh

bahwa, subjek merasa kini keadaan

fisiknya menurun pasca pengangkatan

rahim dan subjek juga mengurangi

semua kegiatan yang dilakukannya

sebelum dioperasi. Sampai sekarang

subjek masih menyimpan kesedihan dari

masalah ini sampai-sampai subjek lebih

memilih menghindar dari kontak sosial

dan menonaktifkan semua kegiatan

seperti senam mingguan dan acara-acara

kantor.

Perbedaan jenis kelamin akan

menentukan peran masing-masing

individu. Laki-laki harus berperan

sebagai pihak yang kuat, sedangkan

perempuan harus berperan sebagai pihak

yang lemah. Dengan perbedaan jenis

kelamin, perempuan biasanya bersikap

negatif terhadap dirinya dan merasa

kurang percaya diri dalam menunjukkan

kemampuannya.

Dari hasil penelitian diperolaeh

hasil, bahwa pada dasarnya subjek

adalah pribadi yang sensitif, cepat putus

asa, serta mudah terpuruk. Subjek selalu

memiliki pandangan yang buruk tentang

pengangkatan rahim karena menurut

pendapat subjek perempuan yang tidak

lagi memiliki rahim dirinya tidak akan

berharga, karena pandangan tersebut

subjek menjadi tidak percaya diri dan

minder bila ada kompetisi dalam kantor

maupun dilingkungan subjek tinggal

pasca pengangkatan rahim.

d. Konsep Diri Negatif

Significant Other secara

perlahan-lahan akan membentuk konsep diri

individu. Sullivan (dalam Pudjijogyanti,

1998) menambahkan; jika individu

diterima orang lain, dihormati dan

disenangi keberadaanya, maka individu

akan bersikap menghormati dan

menerima keadaan dirinya, begitu pula

sebaliknya.

Subjek merasa kini keluarga besar

subjek lebih perhatian kepada subjek,

tak jarang kaka subjek selalu menelfon

subjek untuk menanyakan kabar dari

(9)

subjek pasca pengangkatan rahim.

Tetapi sebaliknya subjek merasa

hubungan subjek dengan suaminya

terutama dalam komunikasi berkurang

subjek menyadari hal tersebut terjadi

karena subjek kini lebih sensitif bila

diajak komunikasi. Tetapi disisi lain

subjek merasa cukup puas dengan

perubahan-perubahan kecil yang

membuatnya menjadi lebih kuat sampai

saat ini karena menurut subjek suami

dan anak-anaknya selalu mendukung

bila subjek melakukan hal positif.

Konsep diri terbentuk dari hasil

interaksi individu dengan orang-orang di

sekitarnya. Apa yang dipersepsikan

seseorang tentang dirinya tidak terlepas

dari struktur, peran dan status sosial

yang disandang orang tersebut.

Dari hasil penelitian diperoleh

bahwa, subjek merasa tidak pernah

setara dengan orang lain karena subjek

merasa minder dengan apa yang dimiliki

oleh orang lain. Selain itu subjek enggan

mendekatkan diri atau beradaptasi

dengan lingkungan baru karena dari

hasil wawancara yang didapat subjek

berpendapat dengan lingkungan lama

saja subjek merasa malas apalagi dengan

lingkungan baru yang nantinya hanya

akan banyak membicarakan penyakit

yang subjek alami.

Bagaimana Proses Perkembangan

Konsep Diri Subjek.

Proses Konsep Diri Postif dan

Negatif

Dari hasil penelitian diperoleh

bahwa, subjek menjadi orang yang

tertutup dan berhati-hati dalam bertindak

dan berbicara dikarenakan penyakit

yang dialami subjek dan mengharuskan

subjek kehilangan rahimnya dari situlah

subjek menjadi tertutup dan terkesan

sangat berhati-hati.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian konsep

diri wanita dewasa madya yang

mengalami pengangkatan rahim, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Bagaimana konsep diri wanita

dewasa madya yang mengalami

histerektomi (pengangkatan

rahim)?

Secara umum, subjek

memiliki konsep diri yang negatif.

Hal ini dapat dilihat dari sikap

subjek dalam menanggapi kritikkan.

Subjek akan merespon kasar bila ada

orang yang mengkritik tentang

pengangkatan rahim yang subjek

alami. Subjek juga lebih senang

menerima pujian dianggap sebagai

cara untuk menaikkan harga dirinya,

subjek juga merasa takut tidak

disenangi dengan orang lain bila

orang lain tahu atas apa yang subjek

alami. Selain itu subjek bersikap

pesimis dan cenderung minder

terhadap kompetisi.

2. Mengapa wanita dewasa madya

yang mengalami histerektomi

(pengangkatan rahim) memiliki

konsep diri seperti itu?

Mengapa Konsep diri

subjek menjadi negatif? hal tersebut

dilihat dari beberapa faktor yang

mempengaruhi konsep diri yaitu:

pertama faktor peranan citra fisik,

subjek merasa kondisi fisiknya

menurun dan membuat subjek

menjadi sensitif karena subjek

menjadi cepat lelah. Yang kedua

faktor peranan jenis kelamin, pada

dasarnya subjek adalah orang yang

mudah putus asa, tidak percaya diri,

minder, serta sensitif. Dari sinilah

subjek berpendapat bila seorang

wanita bila tidak memiliki rahim

walau wanita tersebut sudah

memiliki keturunan sekalipun

perempuan tersebut menjadi tidak

berharga lagi. Pendapat inilah yang

membentuk peranan jenis kelamin

di mata subjek menjadi lemah.

Yang ketiga adalah faktor peranan

Significant Other, sebenarnya

subjek merasa senang dan cukup

puas atas hubungannya dengan

keluarga besarnya, karena semenjak

(10)

subjek melakukan pengangkatan

rahim keluarga besar subjek

menjadi lebih peduli dan lebih baik

terutama dalam komunikasi. Subjek

juga cukup puas dan bersyukur

bahwa subjek memiliki suami dan

anak-anak yang selalu mensupport

segala tindakkan subjek bila

tindakkan tersebut bersifat positif.

Tetapi subjek terkadang merasa

sedih karena hubungan komunikasi

subjek dengan suami subjek

berjalan kurang baik selama pasca

pengangkatan rahim hal ini di akui

subjek bahwa subjek masih sensitif

bila diajak membicarakan masalah

didalam keluarga. Yang ke empat

faktor peranan kontak sosial, subjek

lebih memilih menghindar dari

kontak sosial karena subjek merasa

minder dengan kondisinya dan

subjek juga tidak bisa beradaptasi

dengan baik bahwa cenderung

enggan untuk melakukan kontak

social dengan lingkungan baru.

SARAN

Dari hasil penelitian tentang konsep

diri wanita dewasa madya yang

mengalami histerektomi (pengangkatan

rahim), maka saran yang diajukan oleh

peneliti terhadap penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk subjek, dianjurkan untuk

subjek agar bisa merubah pola fikir

dan pandangan yang negatif

terhadap pengangkatan rahim, serta

lebih bisa berfikir positif akan

masalah-masalah yang hadir dalam

kehidupan subjek, dan tetap

meyakini bahwa setiap cobaan yang

diberikan oleh Tuhan pasti tidak

akan melebihi kemampuan setiap

umat-Nya.

2. Untuk masyarakat terutama bagi

wanita yang sudah berkeluarga

maupun belum berkeluarga tetap

sayanggi rahim anda untuk tetap

hidup sehat, dan untuk masyarakat

yang memiliki keluarga yang

mengalami pengangkatan rahim

tetap damping mereka dan agar

mereka tidak merasa begitu

terpuruk akan keadaannya dan tetap

sabar dalam mendampingi mereka.

3. Untuk peneliti yang akan

mengadakan penelitian dengan

topik yang sama dianjurkan untuk

menggali lebih dalam menganai

aspek-aspek lain yang mendukung

terbentuknya konsep diri seperti

peranan keluarga untuk

mendampingi subjek dalam

mejalani kehidupannya kedepan.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Andalas, M. (2009). Memahami Operasi Pengangkatan Rahim. Jakarta : Tabloid

KONTRAS edisi 16-22 April.

Basuki, A.M.H. (2006). Pendekatan Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Kemanusiaan dan

Budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma.

Burns, R.B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Prilaku. Alih

Bahasa : Eddy. Jakarta : Arcan.

Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1995). Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan

kemanusiaan. Penterjemah : Satmoko, R. S. Semarang: IKIP Semarang Press.

Donelson, Frances E. (1999). Women’s Experiences : A Psychological Perspective.

California : Mayfield Publishing Company.

Hurlock, E.B. (1993). Perkembangan Anak Jilid II . Jakarta : Erlangga.

Indarti, Dr. Junita, Sp.OG. (2004). Panduan Kesehatan Wanita : Referensi Penting Yang

Membuat Wanita Lebih Menghargai Kodratnya. Jakarta : Puspa Swara.

Muntholiah. (2002). Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI (Pendidikan Agama

Islam). Semarang : Gunung Jati.

Narbuko, C & Achmadi, A. (2003). Metode penelitian. Jakarta : PT. Bumi aksara

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian prilaku manusia.

Jakarta : lembaga pengembangan dan pendidikan psikologi (LPSP3) Universitas

Indonesia.

Rakhmat, J. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ritandiyono & Retnaningsih. (1996). Aktualisasi Diri. Depok : Universitas Gunadarma.

VitaHealth. (2007). Endometriosis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

 

 

 

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tiada hentinya mencurahkan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga dengan segala

Contoh hasil segmentasi deteksi tepi Metode deteksi tepi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode atau operator Robert, Prewitt, Sobel, Laplacian, Kirsch,

Persentase capaian kinerja program PD bidang Infrastruktur SDA dan ekonomi dengan capaian 75% 50% 50% 1 Penyusunan dokumen perencanaan subbidang infrastruktur

sehingga untuk memaksimalkan potensi limbah baglog yang lebih ekonomis, maka perlu dilakukan penelitian efektivitas pemanfaatan limbah baglog sebagai bahan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji Pengaruh Volatilitas Kas (VAOK), Besaran Akrual (BA) , Volatilitas Penjualan (VOP), Leverage (LEV), Siklus Operasi (SOP), Ukuran

Ada 30 variabel yang diajukan oleh peneliti berkaitan dengan manfaat dan kekurangan dalam penerapan SMM, ternyata responden menyatakan bahwa manfaat yang secara signifikan

Tingkat signifikansi (α) menunjukkan probabilitas atau peluang kesalahan yang ditetapkan peneliti dalam mengambil keputusan untuk menolak atau mendukung

a) Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel Pendidikan, Jumlah Tanggungan Keluarga, dan Curahan Jam Kerja terhadap Pendapatan Keluarga