• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT DITINJAU DARI PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII DI MTs NEGERI 1 SRAGEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT DITINJAU DARI PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII DI MTs NEGERI 1 SRAGEN."

Copied!
387
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam proses pembangunan suatu bangsa. Pembangunan suatu bangsa merupakan hal yang sangat penting untuk pertumbuhan dari suatu bangsa, dengan kata lain pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan memerlukan kerjasama dari semua aspek kehidupan masyarakat mulai dari aspek sosial, ekonomi, politik, kultural, dan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kunci strategis untuk mencapai pembangunan bangsa yang baik, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

(2)

2

dikelola dengan baik oleh seorang guru yang berada di sekolah untuk menyampaikan kepada siswa. Dalam pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengembangkan kurikulum dalam pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Salah satu pengembangan yang dilakukan dengan menggunakan pembelajaran yang tepat di dalam kelas yaitu salah satu pembelajaran yang sesuai dengan kerikulum dan tepat guna untuk siswa di sekolah dalam pembelalajaran.

Salah satu pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja ( Trianto, 2009: 104). Pembelajaran kontekstual dapat diterarpka dalam beberapa pembelajaran di sekolah, salah satunya dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran kontekstual ini dapat diterapkan dengan menggunakan strategi REACT (Relating, Experiencing, applying, cooperating, transfering). Strategi yang

pertama kali dikembangkan oleh Center for Occupational Research Development (CORD) yaitu organisasi pendidikan matematika yang berasal dari Amerika untuk mengembangkan penelitian dalam bidang pendidikan matematika berdasarkan kurikulum

(3)

dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016. Dalam Permendikbud ini menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki keterampilan-keterampilan sebagai berikut.

1. Menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.

2. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, semangat belajar yang kontinu, pemikiran reflektif, dan ketertarikan pada matematika.

3. Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, serta sikap kritis yang terbentuk melalui pengalaman belajar.

4. Memiliki sikap terbuka, objektif, dan menghargai karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.

5. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas dan efektif.

6. Menjelaskan pola dan menggunakannya untuk melakukan prediksi dan kecenderungan jangka panjang; menggunakannya untuk memprediksi kecenderungan (trend) atau memeriksa kesahihan argumen.

Sejalan dengan tujuan pembalajaran matematika di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian mengenai keefektifan pembelajaran kontekstual yang telah dilakukan, salah satunya adalah penelitian dari Junianto (2016) dengan judul efektivitas pembalajaran kontekstual terhadap minat dan prestasi belajar matematika di SMP 6 Yogyakarta pada materi matematika lingkaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat bahwa pembalajaran kontekstual efektif untuk meningkatakan prestasi belajar siswa.

(4)

4

siswa, salah satunya adalah motivasi belajar siswa. Siswa yang merasa senang dan antusias dalam pembelajaran matematika juga perlu untuk dikembangkan lagi karena beberapa siswa tampak belum aktif dan antusias dalam pembelajaran matematika di sekolah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dapat membantu siswa memahami konsep, menyelesaikan masalah dengan ide ide kreatifnya, mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, dan dapat mengungkapkan ide-ide matematisnya dengan baik secara lisan maupun tertulis.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting yang harus dikuasai oleh manusia. Manusia disadari atau tidak membutuhkan ilmu matematika dalam kehidupannya karena berbagai persoalan kehidupan yang ada membutuhkan ilmu matematika. Sebagai contoh aljabar dapat digunakan menentukan untung-rugi dalam perdagangan atau dalam usaha yang dilakukan manusia sebagai pedagang, aritmetika digunakan untuk menghitung, geometri digunakan untuk menghitung luas lahan tanah atau keliling pertanahan. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Gauss, C.F (Erman Suherman dkk, 2001:28) bahwa “matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan”. Matematika sebagai ratunya ilmu pengetahuan memiliki arti

(5)

lain, sehingga pembelajaran yang baik dalam matematika akan mengefektifkan tingkat perhitungan seseorang dalam kehidupan yang dihadapinya.

Penguasaan matematika yang baik tentu didukung dengan adanya penyelenggaraan pembelajaran matematika yang baik pula di sekolah, sehingga siswa dengan mudah untuk mempelajari ilmu matematika tersebut. Keberhasilan pembelajaran matematika dapat dilihat dari prestasi belajar matematika siswa. Menurut Nana Sudjana (2011:22), “prestasi belajar adalah kemampuan

-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Prestasi belajar menunjukkan sejauh mana siswa memahami materi yang diberikan dan menunjukkan sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran. Prestasi siswa menjadi baik didukung oleh beberapa fakor, salah satunya adalah motivasi siswa. Motivasi siswa yang tinggi dengan kemauan keras siswa untuk belajar ideal akan sebanding dengan prestasi yang tinggi juga. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Syaiful Sagala (2006:112) yang menyatakan bahwa, “motivasi belajar dihayati, dialami, dan perlu dihidupkan terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan dijadikan sebagai pengiring”. Pendapat Syaiful Sagala diperkuat oleh pendapat

Adedeji Tella (2007:150) tentang dampak motivasi terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa karakteristik dari seseorang siswa yang mempunyai motivasi, penghargaan terhadap diri sendiri dan pendekatan pembelajaran merupakan tiga aspek penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa.

(6)

6

Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaaan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dan pembelajaran saintifik. B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi maslah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Pembelajaran yang digunakan belum optimal dalam memfasilitasi siswa dalam mengembangkan motivasi belajar.

2. Prestasi belajar matematika yang belum berkembang optimal.

3. Belum diketahuinya efektivitas pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII pada materi segitiga dan segiempat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apakah pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT efektif ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen?

(7)

3. Apakah ada perbedaan signifikan antara pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dan pembelajaran saintifik ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran kontekstual dengan strategi

REACT ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen.

2. Untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran saintifik ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen. 3. Untuk mendeskripsikan keefektifan pembalajaran kontekstual dengan strategi

REACT dengan pembelajaran saintifik ditinjau dari prestasi dan motivasi belajar matematika siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru

Bagi guru dapat memberikan referensi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan motivasi dan prestasi dalam belajara matematika dan memberikan variansi pembelajaran yang dilakukan di kelas untuk mengembangkan prestasi dan motivasi siswa dalam belajar matematika.

2. Bagi siswa

(8)

8 3. Bagi peneliti

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika

Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Oleh karena itu, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar, dan setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar. Pendapat tersebut senada dengan Muhibin Syah (2011:63) yang menyatakan bahwa, “belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Ini berarti, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika siswa berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Pengertian belajar menurut Slameto (2003:3) adalah, “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Pendapat Slameto diperkuat oleh Asis Syifudin (2014: 8) yang menyatakan “belajar merupaka proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka

(10)

10

Menurut Evelin Siregar (2014:4), belajar adalah sebuah proses yang komplek yang di dalamnya terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut sebagai berikut.

a. Bertambahnya jumlah pengetahuan,

b. Adanya kemampuan menginggat dan memproduksi, c. Adanya penerapan pengetahuan,

d. Menyimpulkan makna,

e. Menafsir dan mengkaitkan dengan realitas, dan f. Adanya perubahan sebagai pribadi.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang komplek, menyeluruh dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia untuk menambah pengetahuan, pengalaman, dan penerapan untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi yang dilakukannya.

(11)

Pengertian lain tentang pembelajaran menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: “pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa dalam suatu pembelajaran yang dilakukan tidak hanya melibatkan interaksi guru dan siswa, tetapi juga melibatkan interaksi dengan hal-hal yang lain yang saling mendukung berhasilnya proses pembelajaran yang dilakukan.

Adanya berbagai hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran dikuatkan oleh pendapat Abdul Majid (2013:4-5) yang menyatakan bahwa,

Pembelajaran bukan hanya terbatas pada aktivitas yang dilakukan oleh guru, namun mencakup semua hal yang berefektif secara langsung terhadap proses pembelajaran. Selain itu, terdapat suatu proses edukatif yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Proses edukatif inilah yang berfungsi untuk membimbing dan mengembangkan potensi diri peserta didik. Adapun ciri-ciri dari proses edukatif tersebut, meliputi: adanya tujuan yang akan dicapai, adanya suatu pesan yang akan disampaikan, adanya siswa, adanya guru, adanya metode, adanya situasi, dan adanya penilaian.

Pembelajaran matematika di sekolah akan jauh lebih efisien ketika siswa sudah mengetahui arti matematika dan manfaatnya. Ebbutt dan Straker (Marsigit, 1996:9) menyatakan bahwa hakikat matematika sekolah antara lain: “Matematika

adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan; Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan; Matematika adalah kegiatan

problem solving; Matematika adalah alat komunikasi.” Dari sinilah dapat diketahui

(12)

12

mengembangkan pola pikir analitis, logis, dan sistematis melalui kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan disiplin ilmu lainnya yang harus memperhatikan hakikat matematika dan kemampuan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, pembelajaran matematikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran yang melibatkan interaktif dari berbagai pihak, interaksi dari guru, siswa, dan keseluruhan kompenen yang terlibat. Dalam rangka menambah dan memperoleh pengetahuan matematika yang melalui berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan hakikat matematika sekolah, dimana siswa diharapkan berperan aktif di dalamnya untuk mendapatkan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan matematika tersebut.

Pembelajaran matematika yang disampaikan pada saat pembelajaran menyebutkan bahwa “Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan SLTP) dan Pendidikan Menengah (SLTA dan SMK)”, (Erman Suherman, dkk., 2001:55).

Dalam matematika sekolah ada tiga fungsi matematika yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Seperti yang diungkapkan oleh Erman Suherman, dkk. (2001:56-57), “fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan”. Maksud

(13)

Belajar matematika bagi siswa, pembentukan pola pikir dalam pemahaman serta penalaran siswa menjadi suatu yang runtut atau konstruktivisme serta membentuk pola pikir yang sah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah merupakan matematika yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Dengan adanya pembelajaran matematika, diharapkan siswa mampu menggunakan pola pikir matematika untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa berpikir logis dan rasionalis untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupannya dan dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya.

2. Pembelajaran Matematika yang Efektif

Efektivitas berasal dari Bahasa Inggris effective yang berarti berhasil, tepat, atau manjur. Sehingga dapat dikatakan bahwa efektif itu mengandung makna bahwa pembelajaran tersebut tepat guna terhadap peserta didik.

(14)

14

pendapat Hamzah B. Uno (2008:173) yang mengungkapkan bahwa, “pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Rumusan kompetensi ini bukan saja dalam tataran teoritis, tetapi harus terimplikasi dalam kehidupannya”. Pendapat Hamzah

B. Uno sejalan dengan Endang Mulyatiningsih (2012:87) menambahkan bahwa “untuk mengetahui efektivitas perlakuan dapat mengukur gain score (peningkatan

skor) yang diukur sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) atau membandingkan hasil yang diperoleh kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol".

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Slavin (2008), yang menyebutkan bahwa, Pembelajaran efektif ditentukan oleh empat indikator, yakni a) kualitas pembelajaran, yaitu informasi yang disajikan; b) kesesuaian tingkat pembelajaran, yakni sejauh mana siswa siap dalam mempelajari materi baru; c) intensif, seberapa besar usaha siswa dan guru dalam bekerjasama dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas, dan d) waktu, berapa lama siswa menyelesaikan pembelajaran.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini apabila rata-rata nilai kelas minimal mencapai 75, maka pembelajaran matematika dikatakan efektif. 3. Pembelajaran Kontekstual

(15)

yang tepat dalam memberi bekal kepada anak untuk memecahkan masalah kehidupan jangka panjang. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pembelajaran yang berkonsep pada pengalaman sehari-hari siswa untuk dipelajari. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning and Teaching) yang selanjutnya disebut dengan pembelajaran kontekstual menurut Syaiful Sagala (2006: 87), merupakan “konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Pendapat Syaiful

Sagala sejalan dengan Syafruddin Nurdin (2016: 200) yang menyatakan bahwa “pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menenkankan

kepada keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan nyata”.

(16)

16 a. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak tahu semuanya.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil mereka menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Menemukan melalui siklus inkuiri yaitu: Observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), mengumpulkan data (data gathering), penyimpulan (conclution).

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai salah satu kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melakukan pembelajaran yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang ingin diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

(17)

disarankan untuk melakukan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar walaupun anggotanya heterogen. Kelompok siswa bisa bervariasi bentuknya baik keanggotaan, jumlah, bahkan siswa dapat melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas. Disanalah mereka dituntut untuk melakukan sharing dalam proses belajarnya dengan arahan guru. Dari kelompok ini setiap orang bisa menjadi sumber belajar. Anak yang pandai mengajari anak yang lemah, yang tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran, keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model ini dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, meniru gerakan, mengucapkan ulang, dan lain-lain. Salah satu contohnya, guru memberikan contoh tentang cara kerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Konsep pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara-cara menggunakan alat. Model dapat pula didatangkan dari luar lingkungan sekolah.

f. Refleksi (Reflection)

(18)

18

dipelajarinya. Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasi dari refleksi dapat berupa: a) pertanyaan langsung tentang apa yang diperolehnya pada hari itu; b) catatan atau jurnal di buku siswa; c) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d) diskusi; e) hasil karya. g. Penilaian Nyata (Authenthic Assesment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus

diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran, bukan melalui hasil dan dengan berbagai cara. Melakukan tes hanyalah salah satunya.

Atas dasar komponen yang telah disebutkan pada Pendekatan Kontekstual, Zainal Aqib (2013:6) menyusun langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut.

1) Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan mengkonstruksi pengetahuan barunya.

2) Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.

3) Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4) Menciptakan masyarakat belajar.

5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan

(19)

Dalam pembelajaran kontekstual ini digunakan strategi REACT. Strategi

REACT dengan lima langkah dalam pelaksanaannya yang terdiri dari Relating

(mengkaitkan), Experiencing (mengalami), Applying (menerapkan), Cooperating (kerjasama), Transferring (mentranfer). Sebelum masuk ke strategi REACT secara lebih detail dan rinci dengam pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kontekstual, kemudian akan dibahas terlebih dahulu pengertian strategi pembelajaran. Menurut Hamzah B. Uno (2008:3), “strategi pembelajaran adalah

cara-cara yang digunakan dalam proses pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran”. Pemilihan kegiatan belajar tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik siswa yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajran tertentu. Jadi, strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dikemas oleh seorang guru dalam pembelajaran dengan mempersiapkan segala sesuatu yang dapat mendukung keberhasilan tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pembelajaran dengan strategi REACT ini pertama kali dikembangkan oleh

Center for Occupational Research on Development (CORD) yaitu merupakan

organisasi pendidikan matematika yang berasal dari Amerika untuk mengembangkan penelitian dalam bidang pendidikan matematika berdasarkan kurikulum. Strategi REACT merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang terdiri dari 5 langkah yaitu Relating (mengaitkan), Experiencing (mengalami),

(20)

20

Kelima langkah itu disingkat dengan REACT. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa,

Strategi REACT adalah berpedoman pada pembelajaran kontekstual yang menggunakan konsep konstruktivisme mempunyai banyak kegunaan diantaranya adalah mendorong siswa untuk belajar dan menerapkan ilmu serta ketrampilannya, mendorong siswa menjadi seorang saintis, serta melahirkan siswa yang memiliki analisis dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan pembelajaran yang diharapkan lebih bermakna dibenak siswa (Jamil Suprihatiningrum, 2013:183).

Dari pernyataan tersebut, bahwa pembelajaran kontekstual berpengaruh untuk mendorong motivasi dalam diri siswa untuk belajar dan menerapkan sesuai ketrampilannya. Tidak berhenti sampai motivasi saja, ketika motivasi siswa tinggi untuk menjadi seorang saintis juga dapat memefektifi prestasi belajar siswa menjadi baik atau tinggi. Sehingga ketika siswa mempunyai motivasi dan prestasi yang tinggi maka akan tercipta seorang siswa yang mampu memecahkan permasalahan yang dihadapai dalam hidupnya.

Langkah-langkah strategi REACT menurut Crawford (2001:3) melakukan penelitian pengembangan mnegenai starategi REACT sendiri, dan menjalaskan serta mengembangkan setiap langkah – langkahnya sebagai berikut.

1. Relating (Mengkaitkan atau Menghubungkan)

Menurut Crowfrod (2001:3-5) “Relating is learning in the context of one’s

life experiences or preexisting knowlegge”. Yang maknanya adalah pembelajaran

(21)

mudah menemukan konsep baru, kemudian menghubungkan atau mengkaitkan apa yang diketahui dengan informasi baru yang didapat, sehingga akan tercipta konsep baru yang berhasil ditemukan siswa, dan siswa dapat melakukan pembelajaran bermakna dalam benaknya. Guru melakukan pembelajaran dengan strategi REACT ini dimulai dengan pertanyaan – pertanyaan yang dapat dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalaman hidup yang pernah dialami tentang fenomena-fenomena yang sering diketahui siswa dan juga tidak asing bagi mereka, karena terkadang siswa tidak secara otomatis terhubung dengan informasi baru. Sehingga dari keadaan itu guru harus berhati –hati dalam memberikan contoh terkait materi yang akan dihubungkan, agar menjadi pembelajaran yang menarik bagi siswa.

2. Experiencing (Mengalami)

Menurut Crowford (2001: 5-8) Experiencing disini siswa menghubungkan kensep informasi baru yang didapat dari pengalaman sehari-hari atau pengetahun yang sebelumnya untuk melakukan praktek belajar didalam kelas (learning by doing) dengan melalakukan ekplorasi (exploration), penemuan (discovery), dan

juga penciptaan (invention). Dalam fase ini yang lebih ditekankan adalah pada penemuan (discovery). Siswa berusaha menemukan konsep–konsep baru dengan menghubungkan konsep–konsep lama atau pengetahuan sebelumnya yang telah dipelajari.

Relating dan Eksperiencing merupakan dua strategi yang digunakan untuk

(22)

strategi-22

strategi pembelajaran kepada siswa, sehingga siswa dengan mudah dan siap menerima strategi pembelajaran yang diberikan. Disini peran guru sangatlah penting dari kecermatan, ketelitian, dan kolaborasi dalam menyajikan materi pembelajaran pada saat prosesn belajar mengajar kepada siswa. Guru dapat secara tepat memberikan kapan dan bagaimana pengetahuan atau pengalaman yang siswa miliki sebelumnya, untuk menyusun pengalaman atau pengetahuan atau informasi baru atau konsep baru bagi siswa.

3. Applying (Menerapkan)

Menurut Crowford (2001: 8-10) “appliying strategy as learning by putting the concepts to use”, yang maknanya siswa menggunkana konsep yang dimiliki

atau yang didapat. Pada proses ini siswa dapat menerapkan konsep –konsep baru yang telah diperoleh dari tahap Relating dan Eksperiencing dalam menyelesaikan permasalahan dalam matematika. Guru harus dapat memotivasi siswa untuk mengerti dan memahami konsep-konsep yang diberikan dengan latihan–latihan yang lebih relevan dan realistis dengan kehidupan nyata atau pengalaman sehari– hari agar proses pembelajaran dapat menunjukkan motivasi siswa dalam mempelajari konsep-konsep serta siswa dapat memahami konsep secara lebih dalam.

Dalam hal ini Crowford merekomendasikan untuk memfokuskan pada aspek-aspek aktivitas pada pembelajaran yang bermakna. Rekomendasi kelas dalam penerapan strategi ini adalah:

(23)

setiap aktifitas pembelajaran. Sehingga guru tidak membuat stress siswa dalam pembelajaran, tapi memberikan latihan yang relevan dan autentik di dalam kelas. b) “Design taks for novelty, variety, diversity an interest”, maknanya adalah guru

dapat memberikan latihan – latihan dengan desain seperti novel yang menimbulkan rasa ketertarikan pada siswa, beraneka ragam soalnya yang membuat siswa tertarik dan mengembangkan skill siswa.

c) “Design task that are challenging but reasonable in terms of student capabilities”, maknanya adalah guru dapat mendesain latihan yang menantang tetapi dalam bentuk yang dapat digunakan untuk menambah kapasitas pengetahuan siswa.

Strategi terakhir yang sangat penting adalah pembelajaran yang kontuktivisme yang dapat membuat siswa tertarik, dan senang dalam menerima dan mempelajari konsep-konsep baru. Sehingga, guru dapat tahu kapan dan bagaimana keadaan siswa siap menerima konsep baru dengan menghubungkan pengetahuan atau pengalaman konsep sebelumnya yang didapat siswa.

4. Cooperating (Kerjasama)

Pada langkah ini, Cworford ( 2001:11) mengatakan “student working in

small group can often groups to complete exercises or hands-on activities are using

the stratedy of cooperating-learning in the contex of sharing, responding, and

communicating with other learner” maknanya adalah ketika siswa dalam grup kecil

(24)

24

Pada proses Cooperating ini siswa diajarkan cara bekerjasama dengan kelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika, sehingga siswa dapat bekerjasama satu dengan yang lain berupa diskusi dengan mengeluarkan pendapatnya untuk menyelesaiakan permasalahan matematika. Kerjasama memang sulit tetapi penambahan usaha dapat meningkatkan prestasi siswa.

5. Transferring (Mengkomunikasikan atau Mentransfer)

Pada tahap pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mentransfer (mengkomunikasikan) pengetahauan yang telah dimikili atau diperoleh setelah keempat proses dilalui. Sehingga pada tahap ini siswa secara aktif berkomunikasi dengan siswa yang lain untuk mentransfer pengetahuan maupun penyelesaian masalah yang telah diperoleh dengan melakukan presentasi (Crowford, 2001:13-14)

(25)

Dari pernyataan diatas tersebut, Pembelajaran Kontekstual memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu

1) Kelebihan

Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata dan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa dan pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran kontekstual menggunakan konsep konstrukktivisme.

2) Kekurangan

Kekurangan dalam pemebalajaran kontekstual ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama, karena membutuhkan waktu yang lebih untuk siswa dalam mengkonstrukksikan suatu konsep dengan pengetahuan sendiri. Guru lebih intensi dalam membimbing, karena guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru ialah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan konsep baru.

4. Pembelajaran Saintifik

(26)

26

yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstrukksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok menurut Daryanto (2014), yaitu “kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup”. Kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa

terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Pada proses ini merupakan proses pembentukan

(27)

Tabel 2. 1 Strategi Pembelajaran Saintifik Langkah

pembelajaran Dikripsi kegiatan Bentuk Hasil Belajar

Mengamati (observing)

Mengamati dengan indra

(membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton dan sebagainya) dengan atau membuat atau mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

perhatian pada waktu mengamati suatu

objek/membaca suatu

tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati. Menanya

(questioning)

mengamati dengan indra

(membaca,mendengar, menyimak, melihat,menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.

jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural,

mendemonstrasika, meniru bentuk/ gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/ menambahi/ mengem- bangkan.

jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang dikumpulkan, dan instrument /alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Menalar/Mengas osiasi

(associating)

mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghu-bungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan.

Mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan infor-masi dari dua fakta/konsep, interpretasi argumentasi dan kesimpulan mengenai keter-kaitan lebih dari dua

Mengkomunikas ikan

Menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola.

Menyampaikan hasil

pengamatan, kesimpulan

berdasarkan analisis

secaralisan, tertulis ataupun medialainnya.

5. Prestasi Belajar

(28)

28

Namun, penggungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khusunya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun dimensi karsa.

Menurut Muhibin Syah (2011:216), kunci prestasi belajar yang utama untuk memperoleh hasil yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diukur. Prestasi dapat dilihat dari 3 macam, yaitu meliputi: 1) prestasi kognitif, 2) prestasi afektif, dan 3) prestasi psikomotorik. Pendapat tersebut sejalan dengan Depdikbud (2008), Prestasi belajar adalah hasil proses pembelajaran yang telah dibukukan dalam bentuk rapor yang merupakan laporan hasil belajar siswa untuk semua mata pelajaran yang diikuti, baik yang mencangkup aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

(29)

mendefiniskan “prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dengan

kriteria tertentu sehingga untuk mengetahui tingkat prestasi belajar maka perlu dilakukan evaluasi”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari usaha yang dilakukan siswa dalam proses belajar dengan kriteria yang sesuai dengan tujuan yang dicapai, atau hasil belajar siswa yang ditunjukkan dalam evaluasi belajar siswa yang ditunjukkan dalam rapor yang berisi tentang hasil belajar siswa dalam proses belajar yang dilakukan, sehingga prestasi ini dapat diefektifi oleh dua faktor yaitu faktor dari diri siswa itu sendiri dan faktor dari luar siswa. Sehingga mengapa pentinya mengembankan prestasi belajar matematika siswa. Hal ini ekuivalen dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016. Dalam Permendikbud ini menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki keterampilan-keterampilan sebagai berikut:

1. Menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. 2. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, semangat belajar yang kontinu,

pemikiran reflektif, dan ketertarikan pada matematika.

3. Memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, serta sikap kritis yang terbentuk melalui pengalaman belajar.

4. Memiliki sikap terbuka, objektif, dan menghargai karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.

5. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas dan efektif.

(30)

30

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 sejalan dengan tujuan pembelajaran matematikayang tercantum dalam National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000),

Mathematical communication (belajar untuk berkomunikasi), mathematical

reasoning (belajar untuk bernalar), problem solving (belajar untuk

memecahkan masalah), mathematical representation (belajar untuk mengungkapkan ide-ide)”.

Cara menumbuhkan prestasi belajar siswa salah satunya adalah penggunaan pembelajaran dan strategi yang digunakan apakah tepat guna untuk siswa atau tidak. Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi siswa adalah pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT. Pada pembelajaran kontekstual dapat membantu mengembangkan atau mengoptimalkan prestasi siswa karena beberapa kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dalam menilai adalah proyek, PR (Pekerjaan Rumah), karya siswa, hasil

test siswa dan karya siswa. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memantau prestasi siswa dalam tugas yang diberikan, sehingga dengan tugas-tugas tersebut dibutuhkan motivasi yang baik untuk menggerakkan diri untuk mencapai sesuatu.

6. Motivasi Belajar

Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Menurut Hamzah B. Uno (2011: 23), “Motivasi belajar merupakan dua hal

(31)

Tella (2007:150) tentang dampak motivasi terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa karakteristik dari seseorang siswa yang motivasi, penghargaan terhadap diri sendiri dan pendekatan pembelajaran merupakan tiga aspek penting yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa.

Hakikat motivasi menurut Hamzah B. Uno (2006:23) adalah “dorongan internal dan eksternal padasiswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku dengan beberapa unsur yang mendukung”. Indikator motivasi belajar

yang dijelaskan oleh Hamzah B. Uno (2006:23) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

f. Adanya lingkungan belajar kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

(32)

32

(b) adanya hasrat berkenaan dengan kegiatan yang menarik dalam pembelajaran dan (c) adanya keinginan berkenaan dengan lingkungan belajar yang kondusif.

Mengingat pentingnya motivasi dalam pembelajaran matematika belumlah cukup apabila guru tidak mengetahui bagaimana cara atau teknik memotivasi. Berikut adalah petunjuk bagaimana cara memotivasi siswa menurut Herman Hudojo (2001:109-110) yang tentu saja dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru. a. Memberikan peserta didik rasa puas sehingga ia berusaha mencapai keberhasilan selanjutnya. Apabila peserta didik merasa puas, biasanya keberhasilan mengikutinya. Sebaliknya, bila seorang peserta didik merasa kecewa biasanya kegagalanlah yang mengikutiya. Dengan demikian pengajar harus menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan kemampuan peserta didik sehingga peserta didik itu dapat berhasil mencapai tujuan belajarnya. Misalnya peserta didik belum dapat menangkap pengertian definisi fungsi, maka diberikan kepadanya contoh-contoh konkrit tentang fungsi itu sehingga ia dapat memahami definisi fungsi dengan kemampuan sendiri.

(33)

mengharapkan peserta didik memahami pengertian diferensialnya fungsi sebelum ia mempelajari pengertian limit dan kontinu.

c. Membawa suasana kelas yang menyenangkan peserta didik.

Suasana yang menyenangkan dapat menimbulkan minat belajar. Misalnya jadwal matematika pada siang hari, biasanya menyebabkan siswa lesu. Untuk menggairahkan peserta didik, mungkin kegiatan yang berupa permainan matematika yang cocok. Misalnya, untuk peserta didik tingkat sekolah dasar, disajikan teka-teki yang bermanfaat sebagai latihan menjumlahkan, mengurangi dan membagi. Salah seorang dari kelompok peserta didik ditunjuk sebagai penebak. d. Membuat peserta didik merasa ikut ambil bagian dalam program yang disusun.

Kerjasama antar anggota kelompok harus tercermin di dalam kegiatan yang diprogramkan. Misalnya materi yang akan dibahas tentang mean, median dan modus. Peserta didik diminta mengobservasi kendaraan yang lewat di jalan raya. Hasil kerja mereka akan akurat bila mereka bekerjasama dengan baik. Mereka akan puas akan hasil kerja itu bila masing-masing dari mereka merasa ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.

(34)

34

matematika dengan manfaatnya disertai tanya jawab. Jelasnya, janganlah pengajar menyajikan kegiatan yang sama hari berganti hari.

f. Menimbulkan minat peserta didik terhadap materi matematika yang dipelajari peserta didik

Apabila peserta didik sedang hangat-hangatnya membaca artikel tentang penemuan baru dalam biologi atau mendiskusikan tentang pertandingan bulu tangkis, kebetulan materi yang dipelajari tentang kombinasi, maka seyogyanya kombinasi itu dikaitkan ke biologi atau bulutangkis tersebut. Misalnya kombinasi diakitkan biologi, disajikan sebagi berikut. Umpamakan setiap dari tiga kromosom membelah menjadi dua bagian, yaitu satu bagian panjang dan satu bagian pendek. Dari enam kromosom itu membentuk kembali menjadi tiga pasang. Berapa kemungkinan terbentuknya pasangan tersebut.

Contoh lain, kombinasi dikaitkan dengan permainan bulu tangkis. Umpamakan dua kelompok orang masing-masing terdiri dari tiga orang akan bermain bulu tangkis. Permainan disepekati single. Berapa banyak permainan yang dapat dibentuknya?

g. Memberikan komentar kepada hasil-hasil yang dicapai

Sebagaimana yang sudah diutarakan, komentar yang mendorong dan membesarkan hati dapat menimbulkan motivasi belajar. Misalnya dikertas pekerjaan tes mereka, selain nilai, berikan juga komentar seperti “bagus sekali”;

“bagus, lain kali lebih bagus”; “kamu dapat mengerjakan soal itu, sayang kurang

(35)

h. Memberikan kepada peserta didik kesempatan berkompetisi

Kompetisi dapat menimbulkan motivasi belajar. Misalnya, peserta didik diberi tugas menyelesaikan sejumlah masalah matematika. Bagi peserta didik yang dapat menyelesaikan sejumlah masalah itu akan diberi bonus nilai tambah.

Indikator siswa memiliki motivasi yang tinggi adalah adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa mendapatkan kondisi belajar yang baik dan nyaman.

Dari pengertian di atas bahwa dapat disimpulkan mengenai motivasi belajar merupakan dorongan atau hasrat pada diri seseorang untuk mencapai hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai dengan usaha sebaik mungkin dengan cara mendorong kemampuan diri untuk mengerakkan, mengarahkan, mengupayakan serta mengaktifan daya-daya kemampuan dalam diri untuk mencapai tujuan pembelajaran sebaik mungkin sehingga akan tercipta prestasi belajar yang semaksimal mungkin juga, sehingga motivasi ini harus selalau diperkuat atau selalu dipertahankan karena jika motivasi rendah maka akan menjadi salah satu indikator untuk prestasi belajar yang rendah.

(36)

36

tinggi idelanya adalah mempunyai prestasi yang baik. Sehingga pembelajaran kontekstual yang menempatkan pada proses konstrukktivisme yang secara proses demi proses cara menyelesaikan suatu pembelajaran soal dengan menunjukkan kreatisvitas sendiri.

(37)

7. Materi Segitiga Segiempat

Salah satu materi matematika yang dipelajari siswa pada jenjang SMP adalah materi segitiga dan segiempat. Dalam kerikulum 2013, materi segitiga dan segiempat dipelajari oleh siswa SMP yang berada di kelas VII pada pertengahan semester dua. Adapun kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa ada materi segitiga dan segiempat adalah sebagai berikut.

a. Manganalisis berbagai bangun datar segiempat (Persegi, Persegi Panjang, Belah Ketupat, Jajargenjang, Trapesium, dan Layang-layang) dan segitiga berdasarkan sisi, sudut, dan hubungan antar sisi dan antar sudut.

b. Menurunkan rumus untuk menentukan keliling dan luas segiempat (Persegi, Persegi Panjang, Belah Ketupat, Jajargenjang, Trapesium, dan Layang-layang) dan Segitiga.

c. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar segiempat (Persegi, Persegi Panjang, Belah Ketupat, Jajargenjang, Trapesium, dan Layang-layang) dan Segitiga.

(38)

38 Gambar 2. 1 Peta Konsep segiempat

Gambar 2. 2 Peta Konsep Segiempat

B. Penelitian Relevan

(39)

(2014) yang menguji Efektivitas strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring) dalam pembelajaran turunan fungsi ditinjau

dari prestasi belajar matematika, kemampuan koneksi matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis, dan self efficacy siswa kelas XI IPA SMA. (1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi REACT efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, kemampuan koneksi matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis, dan self efficacy siswa kelas XI IPA SMA. (2) Pembelajaran REACT lebih efektif daripada pembelajaran Konvensional ditinjau dari prestasi

belajar matematika, kemampuan koneksi matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis, dan self efficacy siswa kelas XI IPA SMA.

(40)

40

pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa yang menggunakan strategi konvensional.

C.Kerangka Pikir

Dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki prestasi belajar matematika yang baik. Dalam proses pembelajaran itu diharapkan dapat mencapai keberhasilan belajar atau mencapai tujuan pembelajaran. Keberhasilan atau tujuan pembelajaran dicapai jika ada motivasi belajar siswa yang tinggi, jika siswa memiliki motivasi belajar akan terlihat dari kemauan yang besar terhadap matematika dan perhatian yang tinggi terhadap pembelajaran matematika. Prestasi belajar digunakan sebagai salah satu penilaian atau indikator dalam tes pengetahuan, prestasi belajar siswa yang tinggi perlu diupayakan melalaui proses pembelajaran yang baik.

(41)
(42)

42 D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT efektif ditinjau dari Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen. 2. Pembelajaran Saintifik efektif ditinjau dari Prestasi dan Motivasi Belajar

Matematika Siswa SMP Kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen.

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis tentang mana yang lebih baik suatu tindakan dibandingkan dengan tindakan yang lain yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini adakah perbedaan signifikan dari prestasi dan motivasi belajar siswa antara kelompok eksperimen yang dikenai tindakan berupa pendekatan pembelajaran dengan strategi REACT dan kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan saintifik.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 1 Sragen. Penelitian dengan materi Segitiga dan Segiempat akan dilaksanakan pada semeter genap tahun ajaran 2016/2017 yaitu pada 6 Februari 2017 sampai dengan 6 Maret 2017.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VII di MTs Negeri 1 Sragen tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 10 kelas, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, VII G, VII H, VII I, dan VII J. Yang mempunyai total 376 siswa.

2. Sampel Penelitian

(44)

44

dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Taknik ini dipilih karena siswa sudah berada dalam kelas-kelas dan setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Pengambilan dua kelas dilakukan secara acak dengan pengundian dari semua kelas yang ada, kemudia hasil undian diperoleh kelas VII F dan VII G sebagai sampel penelitian. Selanjutnya setelah terpilih menjadi sampel dilanjutkan lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari dua kelas yang sudah terpilih menjadi sampel tersebut diundi dengan hasil kelas VII F sebagai kelas kontrol dan kelas VII G sebagai kelas eksperimen.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas, variabel terikat dan variabel yang dikontrol.

1. Varibel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dan pembelajaran saintifik. Pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT diterapkan di kelas eksperimen, sedangkan pembelajaran saintifik diterapkan di kelas kontrol

2. Variabel terikat

(45)

memefektifi siswa secara bisa dilihat maupun tidak. Prestasi dan motivasi belajar matematika siswa diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kedua kelas. 3. Variabel kontrol

Variabel yang dikontrol dalam penelitian ini meliputi guru yang mengajar, materi pelajaran, dan jumlah jam pelajaran. Pembelajaran kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan oleh guru yang sama, materi pelajaran yang digunakan adalah sama yaitu materi segitiga dan segiempat, dan jumlah jam yang digunakan adalah sama yaitu 12 jam.

E. Definisi Operasional Variabel

Untuk meminimalisir perbedaaan pandang terkait variabel, sehingga peneliti memberi batasan operasional variable sebagai berikut.

1. Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar tercapai secara optimal.

2. Strategi pembelajaran REACT adalah strategi dimana siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide–ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa mengintegralisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan dan juga dapat melakukan kerjasama antara tim.

Langkah – langkah penerapan strategi pembelajran REACT dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Relating, guru menyampaikan pembelajaran berdasarkan pengalaman hidup siswa

(46)

46

b) Experiencing, pada tahap ini guru membentuk kelompok siswa. Kemudian siswa

melakukan dan mencari sumber belajar untuk bahan diskusi. Siswa mulau melakukan tindakan untuk menemukan konsep.

c) Applying, siswa mengapilkasikan konsep yang diperoleh dalam diskusi dalam LKS.

d) Cooperating, guru memberikan kesempatan siswa untuk diskusi, berbagi, saling

responden berkomunikasi secara berkelompok berdasarkan sumber belajar yang telah dipelajari.

e) Transfering, siswa diberikan masalah atau soal yang berkaitan dengan materi

pembelajaran kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusi LKS kepada teman- teman yang lain.

3. Pembelajaran saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstrukksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Langkah –langkah pembelajaran saintifik adalah sebagai berikut.

a) Mengamati, pada tahap ini guru membentuk kelompok siswa, kemudian siswa

melakukan dan mencari sumber belajar untuk bahan diskusi.

b) Menanya, siswa menanyakan pertanyaan yang mengarah pada pembelajaran atau

kompetensi yang akan di capai.

c) Mengumpulkan Informasi, siswa mencari dan mengumpulkan informasi yang

(47)

d) Menalar, siswa diberikan masalah atau soal yang berkaitan dengan materi pembelajaran, kemudian dengan konsep yang sudah diterima digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

e) Mengkomunikasikan, Guru memberi kesempatan siswa untuk mempresentasikan

atau mengkomunikasikan kepada kelompok lain atau teman yang lain. Dan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru yang ditemui.

4. Prestasi belajar matematika adalah kompetensi dasar yang telah dicapai individu setelah melalui proses pembelajran pada aspek pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan atau kretifitas. Prestasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengerjakan dan menjawab soal posttest yang diberikan siswa dengan tepat dan benar.

5. Motivasi belajar matematika adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk melakukan tindakan atau melakukan kegiatan atau arah untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika. Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini dikhususkan motivasi belajar matematika siswa untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika.

Adapun indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut: a) Hasrat dan keinginan untuk berhasil.

b) Dorongan dan kebutuhan dalam belajar. c) Harapan dan cita-cita masa depan. d) Penghargaan dalam belajar.

e) Kegiatan yang menarik dalam belajar. f) Lingkungan belajar yang kondusif. F. Desain Penelitian

(48)

48

Efektivitas Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT ditinjau dari Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII. Dalam penelitian ini juga menggunakan sampel yaitu dua kelas dalam satu sekolah. Dua kelompok yang terpilih secara random, kemudian diberikan pretest untuk mengetahui keadaan awal sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan akan diadakan posttest desain penelitian yang diterapkan dapat dilustrasikan sebagai berikut.

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

Group Pretest Treatment Posttest

E O1 XK O2

K O3 XS O4

Keterangan:

E = kelas eksperimen K = kelas kontrol

O1 = pretest kelas eksperimen O3 = pretest kelas kontrol

XK = pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT XS = pembelajaran saintifik

O2 = posttest kelas eksperimen O4 = posttest kelas control

G. Perangkat Pembelajaran

(49)

1. Perangkat Pembelajaran Kelas Eksperimen

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen berupa RPP dan LKS. RPP merupakan pedoman dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan di dalam kelas pada setiap pertemuan. RPP yang digunakan dalam kelas eksperimen sesuai dengan langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT, yaitu meliputi kegiatan relating, exsperiancing, applying, cooperating, dan transfering.

Pada setiap pertemuan, pembelajaran dilaksanakan dengan media LKS. LKS disusun untuk memfasilitasi siswa dalam memahami materi dengan menggunakan strategi REACT, sehingga pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi bermakna. LKS berisi tentang petunjuk penggunaan LKS, indikator pencapaian tujuan pembelajaran, informasi keterkaitan materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah dimiliki, maupun kegiatan-kegiatan yang harus diselesaikan oleh siswa. Pada setiap kegiatan tersebut, dalam LKS terdapat pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk menemukan konsep baru dengan bantuan konsep yang sudah ada pada siswa sebelumnya. Dan terdapat soal-soal yang relevan untuk menguji konsep baru siswa yang sudah ditemukan.

2. Perangkat Pembelajaran Kelas Kontrol

(50)

50

yaitu meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, mengkomunikasikan.

Pada setiap pertemuan, pembelajaran dilaksanakan dengan media LKS. LKS disusun untuk memfasilitasi siswa dalam memahami materi dengan menggunakan 5M, sehingga pembelajaran yang dilakukan siswa menjadi bermakna. LKS berisi tentang petunjuk penggunaan LKS, indikator pencapaian tujuan pembelajaran, informasi keterkaitan materi yang akan dipelajari dengan materi yang telah dimiliki, maupun kegiatan-kegiatan yang harus diselesaikan oleh siswa. Pada setiap kegiatan tersebut, dalam LKS terdapat pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk menemukan konsep. Kemudian pada bagian akhir akan di komunikasikan kepada teman yang lain.

H. Istrumen Penelitian

Intrumen yang digunakan alam penelitian ini adalah instrumen data kuantitatif dan kualitatif. Intrumen data kuantitatif pada penelitian ini berupa tes prestasi belajar matematika siswa, sedangkan instrumen kualitatif pada penelitian ini berupa angket motivasi belajar siswa dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Berikut penjelasan tentang instrumen penelitian secara lebih rinci. 1. Prestasi Belajar

(51)

mengerjakan sola dengan benar sebelum diberikan perlakuan yang sesuai dengan peneliti. Posttest adalah tes yang dilakukan diakhir penelitian, setelah siswa mendapatkan perlakuan dari penelitih sesuai yang direncanakan oleh peneliti untuk mendapatkan data nilai prestasi belajar siswa apakah ada efektifnya atau tidak. 2. Angket Motivasi Belajar

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakaukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Angket motivasi belajar siswa disusun oleh peneliti dengan indikator yang mengangkat tentang motivasi belajar siswa pada pembelajaran matematika. Adapun indikator yang dimaksud adalah tenatang keingintahuan siswa dalam pembelajaran, perhatian siswa, kesiapan siswa dalam pembelajaran, semangat siswa, rasa senang siswa, kenyamana siswa dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran matematika sekolah.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk keperluan analaisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, sebagai berikut.

Tabel 3. 2 Skor Angket Motivasi Belajar Matematika siswa Setuju/selalu/sering pesitif diberi skor 5 Setuju/sering/positif diberi skor 4 Ragu – ragu / kdang-kadang/ netral diberi skor 3 Tidak setuju/hamper tidak pernah/negate diberi skor 2 Sangat tidak setuju/tidak pernah/ diberi skor 1

(52)

52

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi ketelaksanaan pembelajaran tersebut diisi dengan memberikan tanda ceklist pada kolom “ya” apabila aspek langkah-langkah pada

pembelajaran terlaksana. Jika terdapat aspek yang tidak terlaksana pada pembelajaran berlangsung, observer memberi tanda ceklist pada kolom “tidak”.

Observer juga dapat menuliskan diskipsi dari hasil pengamatan jika diperlukan atau observer juga dapat menuliskan saran jika diperlukan. Untuk jawaban “ya” akan

diberikan skor 1 dan untuk jawaban “tidak” akan diberikan skor 0. Presentase keterlaksanaan pembelajaran di dapat dari rumus:

� = × %

Keterangan:

� : presentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan : jumlah skor yang diperoleh setiap pertemuan

: jumlah skor maksimal pada setiap pertemuan I. Validasi Instrumen

Instrumen pretest dan posttest yang digunakan harus valid. Suharsini Arikunto (2009:211) menjelaskan definisi, “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu intrumen”. Penyataan Suharsini Arikunto sejalan dengan pendapat Sugiyono (2013:121) menyatakan bahwa, “suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur”. Jika instrumen dikatakan tidak valid,

(53)

Dalam penelitian ini, untuk menguji validitas instrumen tes prestasi belajar matematika, angket motivasi belajar siswa dan lembar observasi keterlaksanaan digunakan validitas isi. “Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur”, (Sukardi, 2011:123). Validitas isi pada

umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Proses validasi diawali dengan pengamatan instrumen oleh para ahli, kemudian para ahli mengoreksi semua item-item pada instrumen sesuai atau tidak dengan kisi-kisi instrumen, dan selanjutnya instrumen direvisi berdasarkan masukan para ahli. Setelah memeriksa hasil revisi dan mengevaluasi secara sistematis, para ahli memberikan penilaian apakah instrumen layak digunakan atau tidak. Kriteria penilaian instrumen ada tiga yaitu instrumen “layak digunakan tanpa revisi”, “layak digunakan dengan revisi”, atau “tidak layak digunakan”. Validitas isi instrumen mengacu pada sejauh mana

item instrumen mencakup keseluruhan situasi yang akan diukur. Validitas isi instrumen tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen tes tersebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

(54)

54 J. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui Efektivitas Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT dan Pembelajaran Saintifik ditinjau dari prestasi dan Motivasi Belajar

Matematika Siswa, perlu dilakukan analisis data. Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan meliputi analisis deskriptif, uji asumsi analisis, uji perbedaan rata-rata awal, dan uji hipotesis.

Analisis deskriptif adalah teknik analisis yang memberikan informasi hanya mengenai data yang diamati dan tidak bertujuan untuk membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Untuk membuat kesimpulan yang berlaku secara umum digunakan uji hipotesis, namun sebelumnya dilakukan uji asumsi analisis dan uji perbedaan rata-rata awal terlebih dahulu. Uji asumsi analisis digunakan terhadap

pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan uji

(55)

1. Analisis Deskriptif

Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dan data hasil tes prestasi belajar matematika yang terdiri dari data pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi data yang dilakukan berupa rata-rata, simpangan baku, nilai tertinggi dan nilai terendah dari data tersebut. Perhitungan rata-rata, variansi, dan simpangan baku menggunakan bantuan Program IBM SPSS 22.0 for Windows.

Uraiannya adalah sebagai berikut:

a. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil observasi akan dianalisis dengan skor 1 untuk pilihan jawaban “ya” dan skor 0 untuk pilihan jawaban “tidak”. Cara

menghitung persentase skornya adalah sebagai berikut.

� = ℎ × %

Data hasil perhitungan kemudian dikualifikasikan sendiri oleh peneliti dengan ketentuan seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. 3 Standar Pelaksanaan

No. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Kualifikasi

1. 80% ≤ P ≤ 100% Sangat Baik

2. 60% ≤ P< 80% Baik

3. 40% ≤ P< 60% Cukup

4. 20% ≤ P< 40% Rendah

5. 0% ≤ P< 20% Sangat Rendah

b. Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa

(56)

56

posttest eksperimen, angket awal dan akhir motivasi, dan posttest akhir motivasi.

Dalam pendeskripsian ini digunakan teknik statistik yang meliputi rata-rata, varians (ragam) dan simpangan baku dengan rumus sebagai berikut:

1) Rata – rata (mean)

Rumus yang digunakan untuk mencari rata – rata dalam sebuah data adalah sebagai berikut:

�̅ = ∑ �

�= Keterangan :

�̅ = rata – rata ( mean ) = banyak siswa � = skor siswa ke – i

2) Standart deviasi

Rumus yang digunakan untuk mencari Standart Deviasi dalam data adalah sebagai berikut :

= √ = √∑��= �− �̅

Keterangan : s= standar deviasi

=ragam ( variansi )

�̅ = rata – rata ( mean ) = banyak siswa � = skor siswa ke – i

(57)

rata-rata nilai dari kelas mencapai 75 maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif terhadap pembelajaran di dalam kelas.

Penskoran motivasi belajar dalam penelitian ini dengan rentang 30-150, sehingga untuk menentukan kriteria prestasi belajar digunakan klasifikasi yang ditentukan

Rata –rata ideal = �� max + � � = + =

Satuan lebar wilayah skor = � � − � � = − =

Kriteria prestasi belajar disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 3. 4 Kriteria Prestasi Belajar Matematika Siswa

Rumus Rerata Skor Klasifikasi

X > Mi+ , x Sdi X>126 Sangat baik

Mi+ , x Sdi < ≤ Mi+ , x Sdi 102<X≤126 baik

Mi− , x Sdi < ≤ Mi+ , x Sdi 78<X≤102 Cukup baik

Mi− , x Sdi < ≤ Mi− , x Sdi 54<X≤ Kurang baik

≤ Mi− , x Sdi X ≤ 54 Tidak baik

(syarifuddin azwar, 2010:163)

Skor yang diberikan terhadap pernyataan-pernyataan dalam angket motivasi belajar matematika diberi dengan ketentuan adalah

1) Untuk pernyataan dengan kriteria positif: 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu;

2) Untuk pernyataan dengan kriteria negatif: 5 = tidak pernah, 4 = jarang, 3 = kadang-kadang, 2 =sering, 1 = selalu.

2. Uji Asumsi

(58)

58 a. Uji Normalitas

Data yang memiliki distribusi normal memiliki sebaran yang normal pula. Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui distribusi data, apakah berbentuk distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov juga dapat menjadi pertimbangan data berdistribusi normal

jika nilai signifikansi (p) lebih dari 0,05 (Field, 2009:144). Selain itu, data akan berdistribusi normal apabila nilai skewness dan kurtosis akan berada diantara -2 dan +2 (George & Mallery, 2010). (Field, 2009:134) memberikan alternatif yang menyatakan “data dapat dikatakan mendekati berdistribusi normal jika sampel penelitian lebih dari 30”. Dengan kata lain, data berdistribusi normal dapat mewakili populasi dalam penelitian (Field, 2009:133).

Uji Normalitas lainnya yang tidak hanya mengacu pada data numerik, dapat mengunakan grafik QQ-Plot, pada Q-Q Test menghasilkan grafik Q-Q Plot yang dapat menggambarkan persebaran distribusi data.

b. Uji homogenitas

“Asumsi homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi skor

Gambar

Gambar 2. 1 Peta Konsep segiempat
Gambar 2. 3 Diagram Pembelajaran Terhadap Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa
Tabel 3.  1 Desain Penelitian
Tabel 3.  2 Skor Angket Motivasi Belajar Matematika siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti bahwa prestasi belajar matematika siswa yang dikenai pembelajaran kontekstual dengan strategi Snowball Throwing lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan

STRATEGI LEARNING STARTS WITH A QUESTION DAN STRATEGI QUESTIONS STUDENT HAVE TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEAKTIFAN BELAJAR SISWA.. (Eksperimen

strategi pembelajaran Synergetic Teaching ditinjau dari motivasi belajar. siswa terhadap prestasi

Lella Tahlilla Yasna: Pembelajaran matematika dengan pendekatan cooperative learning ditinjau dari prestasi belajar, motivasi, dan akhlak mulia siswa kelas X MA Ali

Tabel 6 memperlihatkan bahwa metode pembelajaran PQ4R lebih efektif daripada metode ceramah ditinjau dari aspek prestasi dan motivasi belajar karena nilai t-Benferroni yang

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) strategi pembelajaran REACT pada pembel- ajaran Turunan Fungsi efektif ditinjau dari aspek

Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh strategi REACT terhadap penalaran induktif matematis dan untuk melihat pengaruh strategi REACT terhadap motivasi

Keefektifan strategi REACT yang ditinjau dari analisis deskriptif maupun pengujian hipotesis dengan uji one samplet-test jika ditinjau dari Self–efficacy siswa di