PROTOKOL
PERABOI
2003
PROTOKOL
PENATALAKSANAAN KASUS
BEDAH ONKOLOGI
2003
PERHIMPUNAN AHLI BEDAH
ONKOLOGI INDONESIA
( PERABOI )
2004
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KASUS PERABOI 2003
Diterbitkan oleh :
PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) Edisi I Cetakan I 2004
Hak Cipta pada :
PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) d/a Sub Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & Leher Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan RSHS Jl. Pasteur 36 Bandung 40161
Telpon/Fax 022-2034655
e-mail : peraboibdg@yahoo.com
DILARANG MEMPERBANYAK TANPA IZIN PERABOI ISBN :
ISSN :
KONSEP SAMBUTAN KETUA PP PERABOI 2000-2003
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas kemudahan yang dilimpahkanNya mulai dari perumusan protocol sampai terbitnya protokol ini.
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa penanganan kanker haruslah direncanakan sebaik mungkin karena penanganan pertama adalah kesempatan yang terbaik buat penderita untuk mencapai tingkat kesembuhan yang optimal, penanganan kedua dan seterusnya tidak mungkin dapat memperbaiki kesalahan pada tindakan pertama.
Masih banyak penanganan kanker yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Bedah Onkologi yang berakibat terjadinya kekambuhan atau residif, baik local maupun sistemik.
Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Periode 2000-2003 menyususn Protokol Penatalaksanaan Kanker yang meliputi kanker payudara, tiroid, rongga mulut, kelenjar liur, kulit dan sarkoma jaringan lunak.
Saya ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para sejawat yang berperan aktif dalam penyusunan protocol ini, semoga segala jerih payah sejawat mendapat ganjaran yang berlimpah dari Yang Maha Kuasa.
Akhir kata, semoga Protokol Peraboi ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh sejawat yang berperan dalam pengelolaan kanker.
Wassalamu alaikum wr. Wb.
Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk
DAFTAR ISI
• Kata Pengantar
• Sambutan
• Sambutan
• Daftar Isi
• Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara
• Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid
• Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Kelenjar Liur
• Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut
• Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit
• Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER
PAYUDARA
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara
Ketua : Dr. Muchlis Ramli, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk
Dr. Burmansyah, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk Dr. Dradjat R. Suardi, SpB(K)Onlk
Dr. Eddy H, Tanggo, SpB(K)Onk
Dr. I.B. Tjakra W. Manuaba, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk
Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk
Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER
PAYUDARA
I. PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat; seperti halnya diluar negeri (Negara Barat). Angka kejadian Kanker Payudara di AS misalnya 92/100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration“ Kanker Payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.
Disisi lain kemajuan “Iptekdok“ serta ilmu dasar biomolekuler, sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tata cara penanganan kanker payudara itu sendiri mulai dari deteksi dini, diagnostik dan terapi serta rehabilitasi dan follow up.
Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai protokol penanganan kanker payudara (tahun 1990). Protokol ini dimaksudkan pula untuk dapat :
Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang berkecimpung dalam Kanker Payudara atau dari senter Bertukar informasi dalam bahasa yang sama
Digunakan untuk penelitian dalam aspek keberhasilan terapi
Mengukur mutu pelayanan
Kemajuan Iptekdok yang cepat seperti dijelaskan diatas, membuat PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya melalui revisi Protokol Kanker Payudara 1988 dengan Protokol Kanker Payudara PERABOI 2002.
K
a
n
k
e
r
P
a
y
u
d
a
ra
II. KLASIFIKASI HISTOLOGIK WHO / JAPANESE BREAST CANCER SOCIETY :
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologik berdasarkan :
• WHO Histological classification of breast tumors
• Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological classification of breast tumors
Malignant ( Carcinoma ) 1. Non invasive carcinoma
a) Non invasive ductal carcinoma b) Lobular carcinoma in situ 2. Invasive carcinoma
a) Invasive ductal carcinoma
a1. Papillobular carcinoma a2. Solid-tubular carcinoma a3. Scirrhous carcinoma b) Special types
b1. Mucinous carcinoma b2. Medullary carcinoma b3. Invasive lobular carcinoma b4. Adenoid cystic carcinoma b5. Squamous ceel carcinoma b6. Spindel cell carcinoma b7. Apocrine carcinoma
b8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia
b9. Tubular carcinoma b10. Secretory carcinoma b11. Others
c). Paget’s dsease.
III. KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2002
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJC tahun 2002 adalah sebagai berikut :
T = ukuran tumor primer
Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai. T0 : Tidak terdapat tumor primer. Tis : Karsinoma in situ.
Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ. Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ.
Tis (Paget's) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.
Catatan :
Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang.
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.
T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm.
T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.
T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau kulit.
T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.
T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi, nodul satelit pada kulit yang terbatas pada 1 payudara.
T4c : Mencakup kedua hal diatas. T4d : Mastitis karsinomatosa.
N = Kelenjar getah bening regional. Klinis :
Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya ).
N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.
N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila. N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain.
N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.
N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis
dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria interna.
N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral. N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb
aksila.
N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.
Catatan :
* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging ( diluar limfoscintigrafi ).
Patologi (pN) a
pNX : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya atau tidak diangkat)
pN0 : Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi , tanpa pemeriksaan tambahan untuk "isolated tumor cells" ( ITC ).
Catatan :
ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular lainnya tapi masih dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu
menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferasi atau reaksi stromal.
pN0(i-) : Tidak terdapat metastsis kgb secara histologis , IHC negatif.
pN0(i+) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif, tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm. pN0(mol-) : Tidak terdapat metastasis kgb secara
histologis, pemeriksaan molekular negatif ( RT-PCR) b.
pN0(mol + ) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular positif (RT-PCR).
Catatan :
a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya : pN0(i+) (sn).
b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.
pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna (klinis negatif*) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan sentinel node diseksi.
pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm).
pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah. pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna
(klinis negatif*) secara mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node. pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb
mamaria interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor).
pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat pembesaran kgb
mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb aksila.
pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1 deposit tumor lebih dari 2,0 mmm).
pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa metastasis kgb aksila. pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ;
atau infraklavikula atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif ; atau pada metastasis kgb aksila yang positif lebih dari 3 dengan metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif ; atau pada kgb supraklavikula.
pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurang satu deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau metastasis pada kgb infraklavikula.
pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula
ipsilateral.
Catatan :
* tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.
M : metastasis jauh.
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai. M0 : Tidak terdapat metastasis jauh. M1 : Terdapat metastasis jauh.
Grup stadium : Stadium 0 : Tis N0 M0 Stadium 1 : T1* N0 M0 Stadium IIA : T0 N1 M0 T1* N1 M0 T2 N0 M0 Stadium IIB : T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stadium IIIA : T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stadium IIIB : T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stadium IIIc : Any T N3 M0 Stadium IV : AnyT Any N M1
Catatan :
* T1: termasuk T1 mic
Kesimpulan perubahan pada TNM 2002 :
1. Mikrometastasis dibedakan antara "isolated tumor cells" berdasarkan ukuran dan histologi aktifitas keganasan. 2. Memasukkan penilaian sentinel node dan pewarnaan
imunohistokimia atau pemeriksaan molekular.
3. Klasifikasi mayor pada status kgb tergantung pada jumlah kgb aksila yang positif dengan pewarnaan H&E atau imunohistokimia.
4. Klasifikasi metastasis pada kgb infraklavikula ditambahkan sebagai N3.
5. Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna berdasarkan ada atau tidaknya metastasis pada kgb aksila. Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis yang terdeteksi melalui sentinel node dengan menggunakan limfoscintigrafi tapi pada pemeriksaan pencitraan dan klinis negatif diklasifikasikan sebagai N1. Metastasis secara makroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi secara pencitraan (kecuali limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan fisik dikelompokkan sebagai N2 jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila, namun jika
terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3.
6. Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai N3.
Tipe Histopatologi
In situ carcinoma
NOS ( no otherwise specified ) Intraductal
Paget’s disease and intraductal Invasive Carcinomas
NOS Ductal Inflammatory Medulary , NOS
Medullary with lymphoid stroma Mucinous
Papillary ( predominantly micropapillary pattern ) Tubular
Lobular
Paget’s disease and infiltrating Undifferentiated Squamous cell Adenoid cystic Secretory Cribriform G : gradasi histologis
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut “The Nottingham combined histologic grade“ ( menurut Elston-Ellis yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson ). Gradasinya adalah menurut sebagai berikut :
GX : Grading tidak dapat dinilai. G1 : Low grade.
G2 : Intermediate grade. G3 : High grade.
Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa KPD atau suspect KPD. pTNM harus dicantumkan pada setiap hasil pemeiksaan KPD yang disertai dengan cTNM
IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK A. Pemeriksaan Klinis 1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
∗ Benjolan
∗ Kecepatan tumbuh
∗ Rasa sakit
∗ Nipple discharge
∗ Nipple retraksi dan sejak kapan
∗ Krusta pada areola
∗ Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venectasi
∗ Perubahan warna kulit
∗ Benjolan ketiak
∗ Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastase, al :
∗ Nyeri tulang (vertebra, femur)
∗ Rasa penuh di ulu hati
∗ Batuk
∗ Sesak
∗ Sakit kepala hebat, dll c. Faktor-faktor resiko
∗ Usia penderita
∗ Usia melahirkan anak pertama
∗ Punya anak atau tidak
∗ Riwayat menyusukan
menstruasi pertama pada usia berapa
keteraturan siklus menstruasi menopause pada usia berapa
∗ Riwayat pemakaian obat hormonal
∗ Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain.
∗ Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
∗ Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status
b. Status lokalis :
- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa - Masa tumor :
∗ lokasi
∗ ukuran
∗ konsistensi
∗ permukaan
∗ bentuk dan batas tumor
∗ jumlah tumor
∗ terfixasi atau tidak ke jaringan mama sekitar, kulit, m.pectoralis dan dinding dada
- perubahan kulit :
∗ kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
∗ peau d’orange, ulserasi
- nipple :
∗ tertarik
∗ erosi
∗ krusta
∗ discharge
- status kelenjar getah bening
∗ KGB axila : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfixir satu sama lain atau jaringan sekitar
∗ KGB infra clavicula : idem
∗ KGB supra clavicula : idem - pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :
∗ Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging : 1. Diharuskan (recommended)
∗ USG payudara dan Mamografi untuk tumor ≤ 3 cm
∗ Foto Thorax
∗ USG Abdomen
2. Optional (atas indikasi)
∗ Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi
+ atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
∗ CT scan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi
Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas
Note : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC
D. Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau paraffin.
Bahan pemeriksaan Histopatologi diambil melalui :
• Core Biopsy
• Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm
• Biopsi Insisional untuk tumor
o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif o inoperable
• Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB
Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53. (situasional)
E. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis
V. SCREENING
Metoda :
• SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
• Pemeriksaan Fisik
• Mamografi * SADARI :
- Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir * Pemeriksaan Fisik : Oleh dokter secara lige artis. * Mamografi :
- Pada wanita diatas 35 tahun – 50tahun : setiap 2 tahun - Pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.
Catatan:
Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.
VI. PROSEDUR TERAPI A. Modalitas terapi
• Operasi
• Radiasi
• Kemoterapi
• Hormonal terapi
• Molecular targeting therapy (biology therapy) Operasi :
Jenis operasi untuk terapi
∗ BCS (Breast Conserving Surgery)
∗ Simpel mastektomi
∗ Modified radikal mastektomi
∗ Radikal mastektomi Radiasi : ∗ primer ∗ adjuvan ∗ paliatif Kemoterapi : ∗ Harus kombinasi
∗ Kombinasi yang dipakai CMF
CAF,CEF
Taxane + Doxorubicin Capecetabin
Hormonal :
∗ Ablative : bilateral Ovorektomi
∗ Additive : Tamoxifen
∗ Optional :
Aromatase inhibitor
GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb
B.Terapi
Ad. 1 Kanker payudara stadium 0
Dilakukan : - BCS
- Mastektomi simple
Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan imejing.
Indikasi BCS
o T 3 cm
o Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya
o Keinginan penderita setelah dilakukan informent consent
o Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan
o Tumor tidak terletak sentral
o Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS
o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas)
o Tumor tidak multipel
o Belum pernah terapi radiasi didada
o Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen
o Terdapat sarana radioterapi yang memadai.
Ad. 2 Kanker payudara stadium dini / operabel :
Dilakukan :
- BCS
- Mastektomi radikal
- Modified mastektomi radikal BCS (harus mempunyai syarat-syarat tertentu seperti diatas)
Terapi adjuvant :
o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+) o Pemberiannya tergantung dari :
- Node (+)/(-) - ER/PR
- Usia pre menopause atau post menopause
o Dapat berupa : - radiasi - kemoterapi - hormonal terapi
Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negative)
Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk
Premenopause ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Kh + Tam / OvKh Post menopause ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Tam + KhemoKh Old Age ER (+) / PR (+) ER (-) / PR (-) Tam + KhemoKh
Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi
positive)
Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk Premenopausal ER (+) / PR (+) ER (-) and PR (-) Kh + Tam / OvKh Post menopausal ER (+) / PR (+) ER (-) and/ PR (-) KH + Tam Kh Old Age ER (+) / PR (+) ER (-) and PR (-) Tam + Khemo Kh
High risk group :
• Age < 40 tahun
• High grade
• ER/PR negatif
• Tumor progressive (Vasc,Lymph invasion)
• High thymidin index
Terapi adjuvant :
∗ Radiasi
Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb : Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)
Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor Tumor sentral/medial
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler Acuan pemberian radiasi sbb :
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila beserta supraklavikula,kecuali :
- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN ,maka tidak dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.
- Pada keadaan tumor dimedia/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna. Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster
dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15 Gy
o Kemoterapi
Kemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC Kemoterapi adjuvant : 6 siklus
Kemoterapi palliatif : 12 siklus
Kemoterapi Neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2
hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1
Interval : 3 minggu Kombinasi CMF Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14 M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8 Interval : 4 minggu Kombinasi AC Dosis A : Adriamicin C : Cyclophospamide
Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubicin - Capecitabine
- Gemcitabine o Hormonal terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive : pemberian tamoxifen 2. Ablative : bilateral Oophorectomi Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor
ER + PR + ER + PR – ER - PR + 2. Status hormonal Additive : Apabila ER - PR + ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR) ER - PR + Ablasi : Apabila
- tanpa pemeriksaan reseptor - premenopause
- menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+) - perjalanan penyakit slow growing &
intermediated growing
Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)
Ad.3.1 Operable Locally advanced
Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi Ad.3.2 Inoperable Locally advanced
Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.
Ad.4 Kanker payudara lanjut metastase jauh
Prinsip : • Sifat terapi palliatif
• Terapi systemik merupakan terapi primer (Kemoterapi dan hormonal terapi)
• Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan
VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP : Rehabilitasi :
Pra operatif
- latihan pernafasan - latihan batuk efektif Pasca operatif :
hari 1-2
- latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi - untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh
- untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik - latihan relaksasi otot leher dan toraks
- aktif mobilisasi
hari 3-5
- latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap)
- latihan relaksasi
- aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani
hari 6 dan seterusnya
- bebas gerakan
- edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk mencegah/menghilangkan
timbulnya lymphedema
Follow up :
tahun 1 dan 2 → kontrol tiap 2 bulan tahun 3 s/d 5 → kontrol tiap 3 bulan
setelah tahun 5 → kontrol tiap 6 bulan
Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol Thorax foto : tiap 6 bulan
Lab, marker : tiap 2-3 bulan Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi
USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi
Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /
KANKER TIROID
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid
Ketua : Prof. Dr. Pisi Lukitto, SpB(K)Onk,KBD
Anggota : Prof. Dr. Adrie Manoppo, SpB(K)Onk Dr. Azamris, SpB(K)Onk
Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk
Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Prof. Dr. John Pieter, SPB(K)Onk Dr. Kunta Setiadji, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk
Dr. Sunarto Reksoprawiro, spB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /
KANKER TIROID
I. PENDAHULUAN
Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan.
Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker tiroid.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protokol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat :
• Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid.
• Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama.
• Menjadi tolok ukur mutu pelayanan
• Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah onkologi
• Bermanfaat untuk penelitian bersama
II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN SISTEM TNM Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor epitel maligna Karsinoma folikulare
T
u
m
o
r
/
K
a
n
k
e
r
T
ir
o
id
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare-papilare Karsinoma anaplastik ( Undifferentiated ) Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma Tiroid medulare Tumor non-epitel maligna
Fibrosarkoma Lain-lain Tumor maligna lainnya
Sarkoma
Limfoma maligna
Haemangiothelioma maligna Teratoma maligna
Tumor Sekunder dan Unclassified tumors
Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare,
karsinoma papilare, karsinoma folikulare, “ hurthle cell tumors “ , “ clear cell tumors “, tumor sell skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma “
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002 T-Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak didapat tumor primer
T1. Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja
dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus recurren
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri karotis
T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid£
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid$
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4 £Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah $Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah
N Kelenjar Getah Bening Regional
Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior
M Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh Terdapat empat tipe histopatologi mayor :
- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hürthle cell carcinoma)
- Medullary carcinoma
Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 45 th
Stadium I Any T Any N M0 Stadium II Any T Any N M1
Papilare atau Folikulare umur >45tahun dan Medulare
Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 Stadium III T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1a M0 Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0 T4a N0,N1 M0 Stadium IVB T4b TiapN M0 Stadium IVC TiapT TiapN M1
Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a Tiap N M0 Stadium IVB T4b Tiap N M0 Stadium IVC TiapT TiapN M1
III. PROSEDUR DIAGNOSTIK
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Pengaruh usia dan jenis kelamin
Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.
2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala
Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%
3. Kecepatan tumbuh tumor
Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat Nodul ganas membesar dengan cepat Nodul anaplastik membesar sangat cepat Kista dapat membesar dengan cepat
4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.
Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.
5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.
6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik
• Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya.
• Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.
• Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada calvaria, tulang belakang, clavicula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
• Human thyroglobulin, suatu ‘tumor marker’ untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.
• Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
• Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.
• Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ‘soft tissue technique’ dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
• Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.
• Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan
faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan Histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:
• Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
• Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
• Disfagia, sesak nafas perubahan suara
• Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
• Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
• Ada tanda-tanda metastasis jauh.
IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek
benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi
inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan
pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak
maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total. 3. Karsinoma Folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total 4. Karsinoma Medulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total 5. Karsinoma Anaplastik
- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
- Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan
FNAB ( Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan
“Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil
diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut
tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.
Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid Bagan I
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna Suspek Benigna
Inoperabel Operabel
FNAB Biopsi Insisi Isthmolobektomi
Lesi jinak VC Suspek maligna Benigna Folikulare pattern
Hurthle cell
Papilare Folikulare Medulare Anaplastik
Supresi TSH 6 bulan Risiko Risiko Membesar Mengecil Rendah Tinggi Tidak ada
Debulking Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/
Khemotherapi
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.
Bagan Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid Bagan II
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna Suspek Benigna
Inoperabel Operabel
Observasi Biopsi Insisi Lobektomi
Isthmolobektomi -Gejala penekanan -Terapi konservatif Blok paraffin suprsi TSH gagal
-Kosmetik Lesi jinak Ganas
Operasi selesai
Papilare Folikulare Medulare Anaplastik Risiko Risiko Rendah Tinggi Debulking Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/
Khemotherapi
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.
Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel . Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan
tubuh ( LPT )
Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND”
Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar. Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sterno cleidomastoidius dilakukan TT + RND modifikasi 2.
Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Regional
Bagan III
KT + Metastasis Regional
Inoperabel Operabel
Infiltrasi ke
Interna cleidomas ( - ) Toideus
Radioterapi TT + RND TT + RND TT + RND TT + RND Khemoradio Standar Modif. 1 Modif 2 “Functional” terapi
Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh
Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk.
Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin.
Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131
kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi subpresi/subtitusi.
Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif .
Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.
Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.
Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Jauh
Bagan IV
KT + Metastasis Jauh
Diferensiasi Buruk Diferensiasi Baik
TT + Radiasi interna
Khemoterapi Respon (-) Respon (+)
Terapi supresi & substitusi
V. FOLLOW UP
a. Karsinoma Tiroid berdiferensiasi baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.
• Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan
ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi
substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤ 0,1
• Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi
substitusi/supresi.
Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi selama 4 minggu sebelum pemeriksaan.
• Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna
I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi.
• Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi
dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk
Bagan Follow Up Kanker Tiroid Berdiferensiasi baik Bagan V
Tiroidektomi Total 4 minggu Sidik tiroid
Sisa jaringan tiroid Sisa jaringan tiroid (+) (-)
Ablasi Terapi supresi/ Radiasi
Substitusi` interna
6 bulan
Sidik seluruh tubuh
Metastasis (-) Metastasis (+)
b. Karsinoma Tiroid jenis medulare
Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.
• Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,
• Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.
Ada 3 rangkaian yang diteruskan :
1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin
2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi 3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel
atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif
Bagan VI
Tiroidektomi Total
3 bulan pasca operasi periksa - Kalsitonin
Kadar Kalsitonin Rendah / 0 Kadar Kalsitonin ≥ 10 ng/ml
Observasi CT Scan, MRI, SVC
Residif Lokal (-) Residif Lokal (+) Metastasis Jauh
Re Eksisi Operabel Inoperabel
Eksisi Paliatif
KEPUSTAKAAN
1. Burch H.B, Evaluation and Management of The Solid Thyroid Nodule, in Burman K.D; Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 1995, 24: 4 pp 663 – 710
2. Cady B, Rossi RL., Differentiaded Carcinoma of Thyroid Bland in.
Cady B., Surgery of The Thyroid and Parathyroid Blands, 3rd ed, with Saunders Philadelphia, 1991, pp 139-151.
3. Collin SL. Thyroid Cancer: Controversies and Etiopathogenesis in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997, pp 495 – 564.
4. Donovan DT, Gabel R.F. Medullary Thyroid Carcinoma and The Multiple Endocrine Neoplasia Syndrome in Falk SA Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1977, 619-644
5. Fraker D.L, Skarulis M., Livolsi V, Thyroid Tumors in De vita Jr. V.T., Hellen S. Rosenberg SA; Cancer Principles Practise of Oncology, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2001, pp 1940-1760.
6. From G. L N. Lawson VG : Solitary Thyroid Nodule : Concept in Diagnosis and treatment in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997, pp 411-429.
7. Harmanek P and Sobin LH TNM Classification of Malignant Tumour. 4th ed International Union Against Cancer.
Springer-Verlag. 1987 pp 33-36
8. Masjhur JS. Protokol pengobatan karsinoma tiroiddenga Iodium radioaktif. Prosiding Endokrinologi Klinik II. Masjhur JS dan Kariadi SHK ( Eds). Kelompok Studi Endokrinologi dan Penyakit Metabolik Fak.Kedokteran Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 1995:R1-14
9. Sadler G. P et al, Thyroid and Parathyroid in Schwartz S.I et al :Principles of Surgery 7th ed, The Mc Graw Hill, St.
Louis, 1999, pp.1681-1694.
10. Strong E.W; Evaluation and Surgical Treatment of Papillary and Follicular Carcinoma in Falk S.A. Thyroid Disease
Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia,
1997, pp 565 – 586.
11. St. Lous J.D et al, Follicular Neoplasm: Dec Role for Observation, Fine Needle Aspiration Biopsy, Thyroid Susppressions and Surgery, Seminars in Surgical Oncology 1999, 16:5-11.
12. Whine RM Jr, : Thyroid in Myers EM; Head and Neck Oncology Diagnosis, Treatment and Rehabilitation, S ed, Little, Brown and Company Boston/Toronto/Canada, 1991, pp 299-310
LAMPIRAN
1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik dan medulare
2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan folikulare
Dibedakan atas kelompok risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size)
Risiko rendah :
- Tidak ada metastasis jauh
b. - Laki-laki umur > 41 th, wanita > 51 th - Tidak ada metastasis jauh
-Tumor primer masih terbatas didalam tiroid untuk karsinoma papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma folikulare
- Ukuran tumor primer < 5 cm
Risiko tinggi :
a. Semua pasien dengan metastasis jauh
b. Laki-laki umur < 41th, wanita < 51 th dengan invasi kapsul yang luas pada karsinoma folikulare c. Laki-laki umur > 41 th, wanita >51 th dengan
karsinoma papilare invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan invasi kaspul yang luas dan ukuran tumor primer ≥ 5 cm.
3. Tiroidektomi totalis artinya semua kel. tiroid diangkat.
4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan lobektomi subtotal sinistra dan sebaliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing 1 – 2 gram
5. Tiroidektomi subtotal bilateral artinya mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri sisa jaringan tiroid masing-masing 2 - 4 gram
6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga, karena batas isthmus itu “imaginer” melewati pinggir tepi trachea c.l. (kontra lateral)
7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara rinci :
a. Lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis sinistra.
b. Lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat sebagian besar lobus kanan, sisa 3 gram.
c. Lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa 7 a.
Catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan diatas dengan sendirinya bila ada tumor harus diangkat.
Istilah “strumectomy” tidak dipakai karena kemungkinan memberikan pengertian yang salah, seolah-olah hanya benjolan saja yang diangkat.
Istilah “enukleasi” artinya pengangkatan rodulnya saja, dan cara ini tidak dibenarkan pada pembedahan tiroid.
8. RND (Diseksi leher radikal) Standar
Pengangkatan seluruh jaringan limfoid didaerah leher sisi ybs dengan menyertakan pengangkatan n. ascesorius, v. jugularis ekterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.omohyodius dan kelenjar ludah submandibularis dan “tail parotis”
9. RND modifikasi 1 : RND dengan mempertahankan n.ascessorius
10. RND modifikasi 2 : RND dengan mempertahankan n.ascessorius dan v. jugularis interna
11. RND functional : RND dengan mempertahankan n.ascessorius ,v. jugularis interna dan m. sternocleidomastoideus
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /
KANKER KELENJAR LIUR
Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Kelenjar Liur
Ketua : Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk Anggota : Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk
Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk
Dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk
Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR /
KANKER KELENJAR LIUR
I. PENDAHULUAN
A. Batasan (Sesuai ICD X)
Neoplasma kelenjar liur ialah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar liur
kelenjar liur major : - glandula parotis -glandula submandibula -glandula sublingual
kelenjar liur minor : kelenjar liur yang tersebar dimukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga hidung, faring,laring) dan sinus paranasalis
B. Epidemiologi
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada laki-laki sama dengan pada perempuan
Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% pari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia < 16 tahun
Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata rata 40
tahun, perempuan lebih banak daripada laki-laki.
Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi
bilateral, sering pada kutub bawah parotis.
II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI
A. Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC
Tumor jinak
plemorphic adenoma ( mixed benign tumor) monomorphic adenoma
papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor)
Tumor ganas
mucoepidermoid carcinoma acinic cell carcinoma adenoid cystic carcinoma adenocarcinoma
epidermoid carcinoma small cell carcinoma lymphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma) B. Klasifikasi menurut grade (WHO/ AJCC?)
Low grade malignancies acinic cell tumor
mucoepidermoid carcinoma (grade I atau II) High grade malignancies
mucoepidermoid carcinoma (grade III)
adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma; anaplastic carcinoma
squamous cell carcinoma malignant mixed tumor adenoid cystic carcinoma
tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan
adenocarcinoma, disusul dengan adenoid cystic carcinoma C. Laporan patologi standard
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :
• tipe histologis tumor
• derajat diferensiasi (grade)
• pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium patologis (pTNM)
T = Tumor primer
ukuran tumor
adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe radikalitas operasi
N = Nodus regional
ukuran k.g.b
jumlah k.g.b yang ditemukan level k.g.b yang positip jumlah k.g.b yang positip invasi tumor keluar kapsul k.g.b adanya metastase ekstranodal
M = Metastase jauh
III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS
Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM
TNM Keterangan S
T
T N M
Tx Tumor primer tak dapat
ditentukan I T1T2 N0N0 M0M0 T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor < 2cm, tidak ada ekstensi
ekstraparenkim II T3 N0 M0 T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada
ekstensi ektraparenkim III T1 T2 N1 N1 M0 M0 T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada
ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII IV T4 T3 T4 N0 N1 N1 M0 M0 M0
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak Tiap T Tiap T Tiap T N2 N3 Tiap N M0 M0 M1
Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan
N0 Tidak ada metastase k.g.b
N1 Metastase k.g.b tunggal <3cm, ipsilateral
N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm,
ipsilateral/bilateral/kontralateral N2a Metastase k.g.b tunggal
>3cm-6cm, ipsilateral N2b Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral N2c Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral N3 Metastase k.g.b >6cm
Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastase jauh M1 Metastase jauh
IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAAN KLINIS
a. Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang :
1. Keluhan
a. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di
submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor) b. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada
keganasan parotis atau submandibula) c. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan
parotis)
d. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat)
e. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
f. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
2. Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit) 3. Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala
leher, ekspos radiasi)
4. Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil pengobatannya
5. Berapa lama kelambatan
b. Pemeriksaan fisik
1. Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
a. penampilan (Karnofski / WHO) b. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis c. apakah ada tanda dan gejala ke arah
metastase jauh (paru, tulang tengkorak, dll)
2. Satus lokal
a. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
b. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
c. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII
3. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI)
1. X foto polos
X foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor melekat tulang
Sialografi, dibuat bila ada diagnose banding kista parotis/submandibula
X foto toraks , untuk mencari metastase jauh 2. Imaging
CT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring
Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase jauh.
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi
4. PEMERIKSAAN PATOLOGI a. FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.
Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.
Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.
c. Biopsi eksisional
1. pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi superfisial
2. pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi submandibula
3. pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor)
d. Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional (ad.3)
e. Pemeriksaan spesimen operasi
Yang harus diperiksa lihat tentang Laporan
Patologi Standard
(C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN (diajukan ke rapat PLENO)
1. Diagnosis utama
a. Diagnosis klinis dari kelainan kelenjar liur b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya 2. Diagnosis komplikasi
3. Diagnosis sekunder (co-morbiditas)
V. PROSEDUR TERAPI
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan.
A. TUMOR PRIMER
(1) Tumor operabel
1. Terapi utama ( pembedahan)
(1) Tumor parotis
a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus superfisialis b. parotidektomi total, dilakukan pada:
i. tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan n.VII
ii. tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c. parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
d. deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: ada metastase k.g.b.leher yang masih operabel
(2) Tumor glandula submandibula
eksisi glandula submandibula --- periksa potong beku - bila hasil potong beku jinak---- operasi selesai
- bila hasil potong beku ganas -- deseksi submandibula -- periksa potong beku
o bila metastase k.g.b (-) --- operasi selesai o bila metastase k.g.b (+)--- RND
(3) Tumor glandula sublingual atau kelenjar liur minor eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor )
untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang (misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai reseksi tulang dibawahnya)
2. Terapi tambahan
Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria :
2. masih ada residu makroskopis atau mikroskopis 3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis,
n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius ) 4. setiap T3,T4
5. karsinoma residif
6. karsinoma parotis lobus profundus Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah
pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf.
- radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu. - Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada
T3,T4, atau high grade malignancy
2) Tumor inoperabel
1. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu 2. Terapi tambahan
Kemoterapi :
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic
carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1 -5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell
carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu
B. METASTASE KELENJAR GETAH BENING (N)
1. Terapi utama
A. Operabel: deseksi leher radikal (RND)
B. Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif, kemudian
dievaluasi
-menjadi operabel RND
-tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy
2. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy C. METASTASE JAUH (M)
Terapi paliatif : kemoterapi
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic
carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3 minggu
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell
carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)
-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3
-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu
Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif
Tumor parotis (N negatif)
Parotidektomi superfisial
Potong beku
Jinak Ganas
Stop Parotidektomi total + sampling k.g.b subdigastrikus
Potong beku
Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+)
Stop RND
Bagan Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N) Secara Klinis Negatif
Tumor submandibula (N negatif)
Eksisi gld.submandibula
Potong beku
Jinak Ganas
Stop Deseksi submandibula
Potong beku 7
Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+)
Bagan Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor
Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif) Eksisi luas
Potong beku
Jinak Ganas
Stop Radikalitas
Radikal Tidak radikal
Stop Re-eksisi
(N) POSITIP
operabel inoperabel
T di operasi T di radioterapi preoperatif radioterapi Deseksi leher radikal radioterapi operabel inoperabel (RND) lokoregional
dengan/tanpa radioterapi lokoregional *)
T dioperasi T diradioterapi radioterapi sisa (+) sisa (-) lokoregional
+ diseksi leher (sitostatika)
radikal (RND) T (-) T (+) +
radioterapi lokoregional
ND parsial/ sitostatika radioterapi
RND modifikasi lokoregional
N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah 2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler 4. High grade malignancy
M POSITIP
sitostatika
+
paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi)
medikamentosa
Bagan Penanganan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif
TUMOR RESIDIF
terapi sebelumnya: operatif terapi sebelumnya: radioterapi operabel inoperabel operabel inoperabel operasi radioterapi operasi sitostatika +
radioterapi
Residif lokal/regional/jauh (metastase) → penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan
VI. PROSEDUR FOLLOW UP
Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut:
1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup
Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak.
Pada follow up ditentukan:
1) Lama hidup dalam tahun dan bulan
2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan bulan 3) Keluhan penderita
4) Status umum dan penampilan 5) Status penyakit : (1) Bebas kanker (2) Residif (3) Metastase
(4) Timbul kanker atau penyakit baru
6) Komplikasi terapi
7) Tindakan atau terapi yang diberikan
KEPUSTAKAAN :
1. Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and patholoical conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams and Wilkins, 1979
2. Cunningham MP. Submandibular gland resection and
excision of sublingual gland tumors, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 113-5
3. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In: Bland KI, Daly JM, Karakousis P (eds), Surgical oncology-contemporary priciples & practice, New York, Mc Graw-Hill Companies,Inc.; 2001: 531-6
4. John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the salivary glands. In: Thawly SE, Panje WR (eds), Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46
5. Major salivary glands (parotid, submandibular, and
sublingual). In: American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia,Pa, Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8
6. Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46
7. Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 547-57
8. Seifert G, Sobin LH. The world healyh organization’s
histological classification of salivary gland tumors. A commentary on the second edition. Cancer 1992; 70: 379-85