PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH
DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60
ROSHYANA WAHYU NOOR JAYANTIE
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH
DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60
Oleh :
ROSHYANA WAHYU NOOR JAYANTIE
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN LAUT SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009
Roshyana Wahyu N.J. C54054059
RINGKASAN
ROSHYANA WAHYU NOOR JAYANTIE Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar dan sekitarnya Menggunakan Instrumen SIMRAD EK60. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK dan SRI PUJIYATI.
Metode hidroakustik merupakan metode yang tepat dalam hal estimasi atau pendugaan substrat dasar perairan. Hal ini disebabkan metode hidroakustik juga memberikan informasi pada areal yang dideteksi secara cepat (real time), dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ), tidak perlu bergantung pada data statistik, serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly). Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur acoustic backscattering strength dasar perairan pada berbagai tipe substrat disekitar perairan Bangka Belitung dan Laut Jawa.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21-29 September 2005, pada koordinat 2° - 5° LS dan 105° - 109° BT, menggunakan data milik Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Jakarta. Akuisisi data akustik menggunakan instrumen SIMRAD EK60. Pengolahan data kedalaman untuk mendapatkan informasi mengenai peta batimetri dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Echoview 4 dengan bantuan dongle. Data akustik didapat 47 stasiun dengan 45 data grab atau data substratnya. Pengolahan data akustik menggunakan perangkat lunak Matlab R2008b dengan listing
program Rick Towler.
Analisis nilai SV dan SS dengan menggunakan metode hidroakustik dan dengan menggunakan sampling menghasilkan empat tipe substrat yaitu pasir, pasir berlempung, liat berpasir dan liat. Analisis besar butir yang dilakukan oleh pihak BRPL-DKP terdapat empat jenis tipe substrat yaitu berpasir (16 stasiun), pasir berlempung (12 stasiun), liat berpasir (13 stasiun), dan liat (4 stasiun). Klasifikasi tipe dasar perairan dapat dilihat juga dari nilai backscattering yaitu nilai SV dan SS. Hasil pengukuran nilai backscattering (SV) tipe substrat pasir -7,15 dB dan SS pasir -11,17 dB, SV pasir berlempung -13,25 dB dan SS pasir berlempung -17,27 dB, SV liat berpasir -15,85 dB dan SS liat berpasir -19,87 dB, SV liat -23,80 dB dan SS liat -27,82 dB, nilai hambur terbesar yaitu pada substrat yang keras seperti pasir dan nilai hambur terkecil terdapat pada substrat yang lunak.
Judul : PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT
GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN
INSTRUMEN SIMRAD EK60
Nama : Roshyana Wahyu Noor Jayantie
NRP : C54054059
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si NIP. 19701229 199703 1 008 NIP. 19671021 199203 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena karunia-Nya lah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan
Sekitarnya Menggunakan Instrumen Simrad Ek60 diajukan sebagai salah satu untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang Tua serta kedua kakak penulis (Mas Meddy Widiatmoko dan Mbak Lidya Wuri N.J) yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, inspirasi, doa dan semangatnya yang tak kunjung henti.
2. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T dan Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengetahuan dan masukan yang berarti bagi Penulis selama proses penyelesain skripsi.
3. Bapak Dr. Wijopriono dan Bang Asep Priyatna, S.Pi dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) yang telah membantu dalam perolehan dan pengolahan data. 4. Dr. Ir. I Nyoman Arnaya, M.Sc. selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Jonson L Gaol,
M.Sc. selaku dosen penguji komisi pendidikan ITK.
5. Dr. Ir Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku Pembimbing Akademik.
6. Anggi Afif Muzaki, S.Pi atas kasih sayang, motivasi dan bantuan selama pengerjaan skripsi ini.
Amylia Yarshinta, S.Ik, Fadhilah Rahmawati , Yosep Riantoro S.Ik., Nur Ari Bayu Utama, Erwin Maulana, Steven Syahrinaldi, Martiwi Diah Setiawati, S.Ik., dan Santi Oktavia, S.Ik.
8. Teman-teman ITK 42, seluruh warga Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.
9. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan yang ada.
Bogor, Oktober 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Kondisi umum lokasi penelitian ... 3
2.2 Metode hidroakustik ... 4
2.3 Instrumen hidroakustik SIMRAD EK60 ... 4
2.4 Penerapan Teknologi Akustik Bawah Air Untuk Eksplorasi Dan Eksploitasi Sumberdaya Non-Hayati Laut ... 5
2.5 Acoustic backscattering strength dasar laut ... 7
2.6 Parameter Akustik ... 8
2.7 Sedimen dasar laut ... 9
3. METODOLOGI PENELITIAN ... 12
3.1 ... Loka si dan waktu penelitian ... 14
3.2 ... Peran gkat penelitian ... 14
3.3 ... Peng olahan data akustik ... 14
3.3.1 Pengolahan data akustik ... 14
3.3.2 Pengambilan contoh sedimen ... 17
3.4 ... Pemr osesan data ... 17
3.4.1 Pemrosesan data sedimen... 18
3.4.2 Komputasi Acoustic Volume Backscattering Strength ... 18
3.4.3 Komputasi Acoustic Backscattering Strength ... 18
3.5 ... Anali sis data ... 19
3.5.1 Analisis data akustik ... 19
3.5.2 Analisis sedimen ... 20
3.5.4 Koefisien Refleksi ... 21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Profil batimetri perairan Pulau Bangka Belitung dan Laut Jawa ... 23
4.2 Klasifikasi material dasar laut ... 25
4.3 Nilai Acoustic Volume Backscattering Strength (SV) ... 27
4.4 Nilai Acoustic Backscttering Strength (SS) ... 30
4.5 Hubungan nilai SV, SS dan tipe substrat ... 33
5. KESIMPULAN ... 38 5.1 Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN ... 41 RIWAYAT HIDUP ... 53
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Ukuran butiran menurut skala Wentworth... 10 2. Parameter yang digunakan dan kalibrasi dari instrumen echosounder .... 17 3. Penelitian mengenai backscttering dasar perairan ... 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Scattering geometri dan bagian dari dasar pertama (E1) ... 8
2. Diagram segitiga Shepard (1954) ... 11
3. Peta lintasan kapal pada lokasi penelitian ... 13
4. Diagram alir instrumen echosounder ... 15
5. Diagram alir proses pengolahan data ... 20
6. Peta batimetri 2D Perairan Selat Gaspar dan sekitarnya ... 24
7. Peta penyebaran berbagai tipe substrat ... 26
8. Peta distribusi substrat dan SV... 29
9. Peta distribusi substrat dan SS ... 31
10. Pola surface backscattering strength (SS) dan volume backscattering strength (SV) pada echo dasar... 33
11. Echogram volume backscattering pada berbagai tipe substrat ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar dan spesifikasi kapal riset “Bawal Putih” ... 40
2. Gambar dan spesifikasi Van veen grab ... 43
3. Hasil pengolahan data ... 44
4. Listing program yang digunakan pada Matlab R2008b ... 45
GLOSSARY
Simbol huruf romawic kecepatan suara
dB Logaritma basis 10 dari sebuah rasio, sepersepuluh Bel f frekuensi dari transduser, kHz
I intensitas akustik pada sebuah gelombang planar dengan rumus tekanan sebanding terhadap 1 mikropascal (referensi 1 µ Pa pada 1 meter) Sv Volume backscattering coefficient
Svb Bottom volume backscattering coefficient
SV Volume backscattering strength (10 log (Sv)), dalam dB re 1µ Pa Ss Surface backscattering coefficient
SS Surface backscattering strength(10 log (Ss)), dalam dB re 1µ Pa TL transmission loss, dalam dB
v rasio kecepatan suara
Z impedansi akustik, perkalian dari rasio kecepatan suara dan rasio densitas
Simbol huruf latin τ lebar pulsa
Ψ Beam angle
d ukuran butiran, mm
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangHidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Teknologi hidroakustik memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu; informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time), dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ), serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly) pada frekuensi tertentu, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Sehingga metode ini merupakan solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air
(Jackson et al. 1986).
Dasar laut memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut (Urick, 1983). Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Moustier and Matsumoto 1993; Chakraborty et al. 2007).
Penelitian mengenai klasifikasi substrat dasar Laut Jawa telah dilakukan oleh Pujiyati (2008) dan menyatakan bahwa metode sampling dengan
menggunakan grab memiliki banyak kelemahan seperti hanya menjangkau perairan dangkal, wilayah yang terbatas dan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Penelitian ini mencoba menghitung nilai acoustic backscattering strength dasar perairan untuk memudahkan kita mengestimasi dan mengklasifikasikan tipe
substrat dengan menggunakan program pengolahan yang berbeda dari penelitian sebelumnya.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur acoustic backscattering strength dasar perairan pada berbagai tipe substrat di perairan Selat Gaspar dan sekitarnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perairan Selat Gaspar dan sekitarnya. Selat Gaspar adalah sebuah selat yang memisahkan pulau Bangka dan Belitung. Selat Gaspar adalah bagian dari dangkalan Sunda yang kedalamannya kurang dari 200 meter. Selat Gaspar terkenal karena menjadi tempat banyak situs kapal karam. Selat Gaspar sejak zaman dahulu berperan penting sebagai jalur pelayaran antara kapal-kapal dari arah Selat Malaka dan Tiongkok ke Jawa. Wilayah ini masuk ke dalam wilayah laut propinsi Bangka Belitung. (www.wikipedia.org)
Penambangan timah di pulau Bangka merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan perairan di sekitarnya. Faktor-faktor lain yang turut berperan adalah pola arus di sekitar Pulau Bangka dan tumpahan air sungai dari daratan Pulau Bangka dan Pulau Sumatera. Air sungai ini membawa berbagai macam zat dan cemaran yang dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan laut (Thoha, 2004). Pola arus pada bulan Desember, Januari dan Februari bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa dan Laut Flores. Pada musim ini terjadi banyak hujan di berbagai wilayah Indonesia bagian barat, sehingga terjadi banyak pengenceran salinitas yang diakibatkan oleh
banyaknya hujan dan sungai-sungai yang bermuara di Laut Cina Selatan dan Laut Jawa (Nontji, 1993). Pada musim barat, massa air yang berasal dari Laut Cina Selatan memasuki Laut Jawa dan bergerak kea rah timur dengan kecepatan arus cukup besar berkisar hingga 1-4 m/s dan suhu bervariasi berkisar 27 - 29 °C.
2.2 Metode Hidroakustik
Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), antara lain; Echosounder, Fish Finder, sonar dan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler). Hidroakustik dapat digunakan untuk pemantauan dan pemetaan dasar perairan berupa informasi substrat dasar dan vegetasi di dasar perairan berdasarkan karakteristik signal gema yang dipantulkan target. Informasi tersebut mampu diklasifikasikan dari data survey sebaik data informasi distribusi ikan dan plankton yang telah umum digunakan untuk alikasi akustik bawah air (Burczynki et al. 2001).
Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya dengan satuan ping). Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), lalu suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek dalam bentuk echo dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik, lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemrosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.
2.3 Instrumen Hidroakustik SIMRAD EK60
Simrad EK60 merupakan salah satu scientific echosounder modern. Simrad EK60 memiliki beberapa kelebihan dibandingkan echosounder lainnya, diantaranya adalah memiliki system yang lebih fleksibel dan mudah digunakan dan sistem hard disk-nya dapat menyimpan data mentah dan data hasil olahan.
Mayoritas fungsi-fungsi pada echosounder berhubungan dengan software dimana penerapan algoritma pendeteksian dasar berbeda-beda untuk setiap frekuensi yang digunakan. Simrad EK60 ini memiliki panjang 284 mm (11,1 inci), tinggi 112 mm (4,4 inci) dan lebar 246 mm (9,7 inci). (www.simrad.com)
Simrad EK60 termasuk sistem bim terbagi yang dioperasikan echosounder dengan memperhatikan kaliberasinya. Simrad EK60 dirancang khusus untuk instalasi permanen pada kapal riset. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan beberapa echosounder tidak hanya meningkatkan pendugaan stok ikan, tapi juga dapat digunakan untuk identifikasi spesies dan meningkatkan pemahaman nilai hidroakustik untuk mendapatkan informasi tentang sumber daya kelautan. (www.simrad.com)
2.4 Penerapan Teknologi Akustik Bawah Air untuk Eksplorasi dan Eksploitasi Sumberdaya Non-Hayati Laut
Penerapan teknologi akustik telah banyak digunakan oleh para peneliti diseluruh dunia. Menurut Manik (2006), kegunaan lain dari akustik bawah air laut (lumpur, pasir, kerikil, karang dan sebagainya), dan untuk penentuan kontur dasar laut. Beberapa ahli lainnya seperti bidang geologi, pertambangan, arkeolog, perusahaan konstruksi dan badan pengawasan lingkungan turut memanfaatkan bidang ilmu akustik dasar laut (Benterm et al. 2006).
a. Pengukuran Kedalaman Dasar Laut (Bathymetry)
Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder, dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara.
Pertimbangan sistim Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen di bawah dasar laut (subbottom profilers).
b. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom Profilers)
Teknologi akustik bawah air, dengan peralatan side-scan sonar yang mutahir dilengkapi dengan subbottom profilers dan menggunakan frekuensi yang lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi yang digunakan untuk penetrasi kedalam lapisan-lapisan sedimen di bawah dasar laut. Adanya klasifikasi lapisan sedimen dasar laut dapat menentukan kandungan mineral dasar laut dalam.
c. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping)
Teknologi side-scan sonar dalam pemetaan dasar laut dapat
menghasilkan tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Peta dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat digunakan untuk menunjang
peng-interpretasian struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar laut.
d. Pencarian Kapal-kapal Karam di Dasar Laut
Pencarian kapal-kapal karam dapat ditunjang dengan teknologi side-scan sonar baik untuk untuk kapal yang terbenam di dasar laut. Teknologi akustik bawah air ini dapat menunjang eksplorasi dan eksploitasi dalam bidang Arkeologi bawah air (Underwater archeology) dengan tujuan untuk
mengangkat dan mengidentifikasikan kepermukaan laut benda-benda yang dianggap bersejarah.
e. Penentuan Jalur Pipa Dan Kabel di Bawah Dasar Laut
Diperolehnya peta dasar laut secara tiga dimensi dan ditunjang dengan data subbottom profiler, jalur pipa dan kabel sebagai sarana utama atau penunjang dapat ditentukan dengan optimal dengan mengacu kepada peta geologi dasar laut. Jalur pipa dan kabel tersebut harus melalui jalur yang secara geologi stabil, karena sarana-sarana tersebut sebagai penunjang dalam eksplorasi dan eksploitasi di Laut.
f. Analisa Dampak Lingkungan di Dasar Laut
Teknologi akustik bawah air Side-Scan Sonar ini dapat juga menunjang analisa dampak lingkungan di dasar laut. Sebagai contoh adalah setelah eksplorasi dan ekploitasi sumber daya hayati di dasar laut dapat dilakukan, Side-Scan Sonar dapat digunakan untuk memonitor perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar daerah eksplorasi tersebut. Pemetaan dasar laut yang dilakukan setelah eksplorasi sumber daya non-hayati tersebut, dapat
menunjang analisa dampak lingkungan yang telah terjadi yang akan terjadi. 2.5 Acoustic Backscattering Strength Dasar Laut
Dasar perairan laut memiliki karakteristik memantulkan dan
menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut. Efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus serta lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda (Urick, 1983).
dapat memperlihatkan jenis / tipe sedimen yang terdapat di suatu perairan dimana semakin besar nilai tersebut maka jenis sedimen pada suatu perairan sebagian besar berupa substrat keras. Proses hamburan tersebut digambarkan pada Gambar 1, selain itu diperlihatkan juga dimana first bottom atau first echo
memiliki amplitudo yang besar, serta menggambarkan proses scattering geometri oleh transduser pada dasar pertama (E1).
Sumber : Siwabessy and McCauley (2008)
Gambar 1. Scattering geometri dan bagian dari dasar pertama (E1)
2.6 Parameter Akustik
Dalam perambatannya, akustik mengenal adanya transmission loss akibat adanya absorpsi dari medium, adanya kehilangan akibat penyebaran (spreading) didalam medium air, impedansi akustik yang mempengaruhi nilai backscattering strength, ukuran butiran dan sifat-sifat sedimen terhadap sifat-sifat akustik.
Perjalanan gelombang akustik sesaat setelah ditembakkan oleh transmitter akan mengalami proses absorpsi. Absorpsi pada kolom perairan terjadi akibat energi dari gelombang akustik dirubah menjadi energi panas. Terdapat proses ionic relaxation dari Magnesium Sulfat (MgSO4) pada air laut yang menyebabkan
FIRST ECHO
transducer
tingkat absorpsi pada frekuensi dibawah 100 kHz akan lebih besar dibandingkan air destilasi (Urick 1983; FAO 1980).
Saat suara merambat juga terjadi penyebaran energi suara mengikuti prinsip spherical speading. Energi dari sumber suara akan tersebar pada medium perambatan dimana intensitas suara setelah merambat akan berkurang seiring bertambahnya jarak dari sumber suara.
Nilai ukuran butiran (d) diperoleh dari perhitungan nilai rata-rata ukuran butiran dari sampel sedimen berdasarkan presentase bobot pada tiap fraksi sedimen. Namun nilai scattering yang dihasilkan dari sedimen menunjukkan tingkat korelasi yang lemah dengan ukuran butiran (Stanic et al. 1989).
Nilai backscattering strength dipengaruhi oleh impedansi akustik sebagai faktor utama, selain itu dipengaruhi oleh kekasaran permukaan sedimen dan heterogenitas volume sedimen (Fonseca & Mayer, 2007). Beberapa sifat sedimen memiliki bentuk hubungan regresi sederhana terhadap sifat-sifat akustik. Hal ini dijelaskan menggunakan nilai impedansi akustik sedimen (Z) dan index of
impedance (IOI), yang merupakan perkalian rasio kecepatan suara (v) dan densitas sedimen (Smith 1973; Richardson & Briggs 1993; Fonseca & Mayer 2007).
2.7 Sedimen Dasar Laut
Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun (Garrison, 2005).
Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan salah satu cara yang mudah untuk menetukan klasifikasi sedimen seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran besar butir untuk sedimen menurut Skala Wentworth
Fraksi sedimen Partikel Ukuran butir (mm)
Batu (Stone) Bongkahan (Boulder) >256
Kerakal (Coble) 64-256
Kerikil (Peble) 4-64
Butiran (Granule) 2-4
Pasir (Sand) Pasir sangat kasar (v. coarse sand) 1-2
Pasir kasar (coarse sand) ½ - 1
Pasir sedang (medium sand) ¼ - ½
Pasir halus (fine sand) 1/8 - ¼
Pasir sangat halus (very fine sand) 1/16 - 1/8 Lumpur (Silt) Lumpur kasar (coarse silt) 1/32 - 1/16
Lumpur sedang (medium silt) 1/64 - 1/32
Lumpur halus (fine silt) 1/128 – 1/64
Lumpur sangat halus(very fine silt) 1/256 - 1/128 Lempung
(Clay)
Lempung kasar (coarse clay) 1/640 - 1/256 Lempung sedang (medium clay) 1/1024 - 1/640
Lempung halus (fine clay) 1/2360 - 1/1024
Lempung sangat halus (very fine clay) 1/4096 - 1/2360 Sumber : Wibisono (2005)
Klasifikasi berdasarkan komposisi sedimen juga dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Tetrahedron seperti pada Gambar 2. Diagram tersebut menggunakan persentasi dan perbandingan diantara Sand, Silt and Clay sehingga memudahkan dalam proses klasifikasi. Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan
mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Richardson & Briggs 1993; Chakraborty et al. 2007).
Sumber : Shepard (1954).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini merupakan hasil survei pada tanggal 21-29 September 2005, menggunakan data Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Jakarta. Lokasi dan objek penelitian berada di perairan Pulau Bangka Belitung dan Laut Jawa (Gambar 3). Posisi geografis propinsi ini adalah 1º50' - 3º10' LS dan 105º - 108º BT. Pemrosesan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari-April 2009.
Pada Gambar 3 memperlihatkan lintasan survei yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data hidroakustik. Perbedaan bentuk simbol pada gambar menunjukkan perbedaan hari pengambilan data hidroakustik dan sampel sedimen yang dimulai pada tanggal 21 September 2005 (hari pertama) hingga hari ke-9 pada tanggal 29 September 2005. Angka-angka 1 hingga 47 menunjukkan stasiun pengambilan data, dan warna biru pada garis putus-putus menggambarkan survei lintasan akustik. Pada gambar terlihat bahwa pola cruise track yang digunakan adalah pola campuran.
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
3.2 Perangkat Penelitian
Alat yang digunakan untuk pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Wahana
Wahana yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ini adalah Kapal Riset ”Bawal Putih”. Kapal ini dilengkapi dengan peralatan akustik (SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System) dan stern trawl tipe Thailand trawl (Lampiran 1).
b. Grab
Van veen grab dengan luas bukaan sebesar 20 × 20 cm2 (Lampiran 2).
c. Perangkat Keras d. Personal Komputer (PC)
e. Dongle dari Echoview 4.0
f. Perangkat Lunak
(1) Golden Software Surfer 8.0 (2) Microsoft Excel 2007 (3) Software Echoview 4.0
(4) Software Matlab R2008b
3.3 Pengolahan Data
3.3.1 Pengolahan Data Akustik
Data akustik diambil dengan menggunakan instrumen echosounder untuk mengukur bottom acoustic backscattering strength. Amplitudo echo pada pre-amplifier,
ERB : (Manik, 2006)
... (1) Dimana KTR adalah koefisien pancar dan terima dari echosounder, r adalah jarak sensor transducer ke dasar laut, α adalah koefisien absorpsi pulsa akustik, adalah ekivalen
sudut bim untuk permukaan dasar laut dan SS adalah bottom scattering. Dapat dilihat
dalam Gambar 4.
Sumber : Manik (2006)
Gambar 4. Simplikasi diagram alir instrumen echosounder
Sudut diberikan dengan
... (2) dimana b adalah fungsi directivity dari transducer, θ dan adalah sudut polar dan
azimuth. Integrasi θ1 dan θ2 ditentukan oleh waktu atau jarak (r) dari elemental scattering area dan ditunjukkan dengan :
dan
c adalah kecepatan suara dan τ adalah lebar pulsa. Time varied gain (TVG) amplifier
output dari ERB dikoreksi untuk mengkompensasi absorpsi dan spreading loss, ETB :
... (4)
GTM adalah koefisien 20 log10 r TVG amplifier gain.
Metode integrasi echo dasar laut dilakukan dengan merata-ratakan echo dasar pada setiap kedalaman yang telah ditentukan (r sampai r+rw) untuk setiap pulsa akustik (ping) untuk memperoleh kuadrat TVG output terhadap ping (indeks i) dan range adalah :
... (5)
m adalah periode integrasi dalam ping. Rata-rata bottom echo integration strength
(bottom SV), <SVB> diperoleh dengan metode echo integrasi :
ψ (cτ/2)
... (6)
dari persamaan (4), (5), (6) diperoleh
... (7)
untuk sharp beam echo sounder,
0 adalah nilai asymtotic ekuivalen beam angle untuk surface scattering. Nilai 0 dapat
diukur karena bentuk bottom echo adalah rectangular pulse dengan amplitudo 0 dan
lebar cτ/2. Substitusi persamaan (8) ke (7) diperoleh :
... (9)
Persamaan 9 merupakan hubungan sederhana rata-rata SS dan SV dasar (Manik, 2006).
3.3.2 Pengambilan Contoh Sedimen
Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada 47 stasiun seperti pada Gambar 3. Dimulai dari stasiun 1 hingga stasiun 47 yang berada pada perairan Selat Gaspar dan sekitarnya. Pengambilan contoh sedimen ini dilakukan oleh tim peneliti Balai Riset Perikanan Laut (BRPL).
3.4 Pemrosesan Data
Pengolahan data hidroakustik pertama kali dilakukan dengan menggunakan
software Echoview v. 4.0 dengan memasukkan faktor koreksi terhadap parameter yang
digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder (Tabel 2).
Tabel 2. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder
Parameter Nilai Frekuensi (kHz) 120 Kecepatan Suara (m/s) 1546.55 Transducer gain (dB) 27 Absorption coeffissient (dB/m) 0.041803 Pulse Length (m/s) 0.512
Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan 100 ping. Setelah integrasi dan kalibrasi dilakukan, kemudian alat dongle (milik BRPL) membantu mengekstraksi hasil dalam bentuk Microsoft Excel, data tersebut mencangkup nilai lintang, bujur dan kedalaman.
3.4.1 Pemrosesan Data Sedimen
Pengolahan data fraksi sedimen dilakukan untuk memisahkan butiran sedimen berdasarkan ukuran butiran. Nilai ukuran butiran diperoleh dari perhitungan nilai rata-rata ukuran butiran dari sampel sedimen berdasarkan persentase bobot pada tiap fraksi sedimen. Hal ini telah dilakukan oleh tim peneliti dari BRPL hingga dihasilkan persentase tekstur substrat yang berupa pasir, debu, dan liat.
3.4.2 Komputasi Acoustic Volume Backscattering Strength
Acoustic Volume Backscattering Strength (SV) diperoleh menggunakan
perangkat lunak Matlab v.R2008b dengan program Rick Towler (Purnawan, 2009).
... (10)
Svb adalah bottom volume backscattering coefficient, adalah instantaneous equivalen
beam angle for surface scattering, Ψ adalah equivalen beam angle for volume scattering, c adalah kecepatan suara dan τ adalah pulse length.
3..4.3 Komputasi Acoustic Backscattering Strength
Acoustic Backscattering Strength (SS) diperoleh menggunakan perangkat lunak
Matlab v.R2008b dengan program Rick Towler (Purnawan, 2009). Nilai ini diperoleh dengan menghubungkan bottom volume backscattering coefficient (Svb) dan surface
backscattering coefficient (Ss) (Manik, 2006). Pada peak bottom echo, nilai integrasi Ψ ≈ sehingga persamaan (10) menjadi
... (11)
... (12)
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis Data Akustik
Kontur dasar perairan perlu diketahui untuk melihat karateristik dari suatu dasar perairan. Kontur dasar perairan dapat dibuat berdasarkan data posisi berupa lintang (latitude), bujur (longitude) dan kedalaman dari hasil survei akustik. Data latitude,
longitude dan depth ini kemudian disimpan agar dapat digunakan untuk pembuatan
batimetri dua dimensi (2D) dengan bantuan software Surfer 8.0.
Data akustik yang telah diperoleh menggunakan scientific echosounder system dalam bentuk raw data, dianalisis menggunakan software Matlab R2008b dengan menggunakan listing program dari Rick Towler yang telah dimodifikasi oleh Purnawan (2009) pada Lampiran 4. Kemudian pemrosesan data juga memperhatikan calibration
setting dari alat yang digunakan lalu lakukan integrasi dengan ketebalan lapisan 0,4 m
dan sampel data 500 ping dan akan dihasilkan nilai SV dan SS serta tampilan echogram dan pola perambatan pulsa SV dan SS. Proses pengolahan data tersebut akan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan data
3.5.2 Analisis Sedimen
Data analisis fraksi sedimen diperoleh dari pihak BRPL – DKP. Analisis fraksi sedimen ini juga telah dilakukan oleh tim peneliti BRPL hingga menghasilkan persentase
Data akustik Pulau Bangka Belitung dan Laut Jawa (Balai Riset Perikanan Laut – Departemen
Kelautan dan Perikanan)
Data diolah dengan software Echoview 4.0 Data diolah dengan software Matlab R2008b Ekstraksi dengan bantuan dongle Ekstraksi dengan program Rick Towler
Integrasi Data bujur, lintang,
kedalaman Diperoleh nilai SV dan SS Diperoleh pola perambatan pulsa SV dan SS Diolah pada Surfer 8.0 Batimetri dua dimensi (2D) dari lokasi
tekstur substrat. Persentase tekstur substrat berupa pasir, debu, dan liat dan klasifikasi tipe substrat pada masing-masing stasiun grab.
3.5.3 Analisis Data Akustik Lanjutan
Analisis hubungan SS dengan ukuran butiran dan kedalaman dibantu dengan menggunakan software Microsoft Excel. untuk mengetahui hubungan kedua variabel, yaitu SS dengan ukuran butiran dilakukan uji ANOVA (Analysis of Variance) dilihat dengan menggunakan p-value, dimana jika nilai p-value < 0,05 berpengaruh dan jika nilai
p-value > 0,05 tidak berpengaruh. Selain dengan nilai p-value kemudian dilihat
berdasarkan koefisien determinasinya (r2), nilai koefisien determinasi dalam Minitab ditunjukkan dengan R2. Koefisien korelasi, r, merupakan akar koefisien determinasi yang menyatakan hubungan linier antara kedua variabel. Nilai r berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin mendekati satu berarti hubungan antara variabel makin kuat (Iriawan dan Septin, 2006).
3.5.4 Koefisien Refleksi
Berdasarkan nilai rata-rata pengukuran dan perhitungan elastik konstan pada berbagai jenis sedimen (Hamilton (1971a) dalam Clay dan Medwin (1977)), maka impedansi akustik (Z) dapat dihitung,
... (13) dimana
c = kecepatan suara
ρ = densitas sedimen
Koefisien refleksi R digunakan untuk menentukan seberapa besar/kuat nilai dari pantulan suatu objek.
Keterangan:
ρ1 = densitas medium 1 (kg/m3)
c1 = kecepatan gelombang kompresi medium 1 (m/s)
ρ2 = densitas medium 2 (kg/m3)
c2 = kecepatan gelombang kompresi medium 2 (m/s)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil batimetri Pulau Bangka Belitung dan Laut Jawa
Profil batimetri dari perairan Selat Gaspar dan sekitarnya memiliki kedalaman yang cukup beragam. Hal ini dapat dilihat pada konturnya yang berwarna biru muda hingga biru tua pada peta dua dimensi lokasi penelitian (Gambar 6).
Laut Jawa memiliki dasar yang rata dan melandai dari arah barat ke timur dekat pantai Sumatera Selatan kedalamannya berkisar antara 20 m dan berangsur-angsur meningkat mencapai 60-80 m (Nontji,1993). Hal ini sesuai dengan penelitian ini pada Gambar 6 perairan ini berada pada kedalaman 4 – 60 m, hal ini kembali dinyatakan oleh Nonji (1993) bahwa Perairan Bangka Belitung juga memiliki hubungan langsung dengan Laut Cina Selatan di wilayah utara, yang memiliki dasar yang rata dengan kedalaman 40 – 100 m.
Perairan diantara Bangka Belitung dan Laut Jawa memiliki karakteristik yang sedikit berbeda. Hal ini disebabkan oleh input daratan melalui sungai-sungai ataupun arus yang mengalir. Arus yang mengalir dari Laut Cina Selatan cukup besar sehingga proses sedimentasi di perairan Bangka Belitung lebih sulit terjadi. Sedangkan di Laut Jawa kondisi arusnya lebih tenang sehingga lebih banyak endapan yang dihasilkan dari proses sedimentasi.
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
4.2 Klasifikasi Material Dasar Laut
Hasil analisis laboratorium sedimen di lokasi penelitian memiliki empat tipe substrat yaitu berliat, berpasir, liat berpasir dan liat berlempung. Hasil yang didapat dari 47 stasiun pengamatan diperoleh 4 stasiun bersubstrat liat, 17 stasiun bersubstrat pasir, 12 stasiun bersubstrat liat berpasir dan 13 stasiun bersubstrat pasir berlempung.
Hasil analisis komposisi pada contoh substrat, dari 47 stasiun pengamatan terdapat 16 stasiun yang dominasi substrat pasir berada di atas 82%. Pada tipe substrat iliat berpasir terdapat 13 stasiun dominasi liat berada diatas 48% dan pasir diatas 17%. Tipe substrat pasir berlempung terdapat 12 stasiun dominasi pasir berada diatas 49% dan liat diatas 20%. Selanjutnya substrat liat terdapat 4 stasiun dominasi liat berada diatas 82%.
Substrat liat merupakan sedimen yang ukurannya paling kecil sehingga butuh waktu yang lebih lama daripada lumpur untuk mengalami proses
pengendapan di dasar perairan. Substrat liat ini berada pada stasiun 6,19, 46 dan 47 (Gambar 7) yang terletak pada 4,33°-5,70°LS dan 105,91°-109,56°BT, keempat stasiun ini merupakan stasiun yang memiliki persentase liat dominan dibandingkan lainnya. Berdasarkan analisa ukuran butirannya liat memiliki kisaran 0,012 mm sampai 0,033 mm, menurut skala Wentworth (Wibisono, 2005) kisaran ini termasuk pada fraksi sedimen dengan partikel lumpur sedang. Pada stasiun 6 dan 19 berada pada timur Pulau Sumatera, sedangkan stasiun 46 dan 47 berada di Laut Jawa keempatnya memiliki persentase yang cukup besar.
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
Emery et al (1972) dalam Pujiyati (2008) menyatakan bahwa beberapa area yang dangkal dan beberapa yang agak dalam sedimennya relatif halus dimana pengendapan sedimen detritus diperoleh dari Pulau Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Selain itu sediaan sedimen terutama dikirim dari sungai-sungai yang mengalir ke dalam Laut Jawa.
Substrat pasir merupakan sedimen yang ukuran partikelnya paling besar dan memiliki kenampakan megaskopis sehingga akan lebih cepat mengendap pada dasar perairan. Substrat pasir ini merupakan stasiun terbanyak yaitu 16 dari 47 stasiun. Sebagian besar diantaranya berada diantara Pulau Bangka dan Pulau Belitung (Gambar 7) yang terletak pada 2,73°-5,67°LS dan 105,88°-108°BT. Berdasarkan analisa ukuran butirannya pasir memiliki kisaran 0,189 mm sampai 0,577 mm, merupakan pasir halus hingga pasir kasar.
Substrat pasir berlempung adalah substrat dengan komposisi partikel pasir dengan sedikit lempung. Memiliki 12 stasiun yang terletak pada 2,55°-5,67°LS dan 105,94°-108,33°BT. Berdasarkan analisa ukuran butirannya pasir
berlempung memiliki kisaran 0,096 sampai 0,303 mm.
Substrat liat berpasir adalah substrat dengan komposisi partikel liat lebih dominan dan sedikit pasir. Memiliki 13 stasiun yang terletak pada 2,72°-5,34°LS dan 106,16°-108,57°BT. Berdasarkan analisa ukuran butirannya liat berpasir memiliki kisaran 0,050 sampai 0,290 mm.
4.3 Nilai Acoustic Volume Backscattering Strength (SV)
Dasar perairan laut memiliki karakteristik memantulkan dan meng- hamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan laut. Namun efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam
unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda (Urick, 1983).
Hasil deteksi hidroakustik dasar perairan Selat Gaspar dan sekitarnya pada seluruh stasiun menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan yang beragam. Nilai SV di lokasi penelitian untuk substrat pasir -7,15 dB bertepatan pada Stasiun 4 dengan ukuran butiran 0,376 mm yang terletak pada 2,73°-5,70°LS dan 105,88°-109,55°BT, pasir berlempung memiliki nilai -13,25 dB bertepatan pada Stasiun 24 dengan ukuran butiran 0,204 mm yang terletak pada
2,55°-5,67°LS dan 105,93°-108,33°BT, liat berpasir memiliki nilai -15,85 dB bertepatan pada Stasiun 9 dengan ukuran butiran 0,134 mm yang terletak pada 2,55°-5,34°LS dan 106,16°-108,56°BT dan untuk fraksi liat memiliki nilai -23,80 dB bertepatan pada Stasiun 19 dengan ukuran butiran 0,011 mm yang terletak pada 4,33°-5,45°LS dan 105,90°-109,36°BT.
Pujiyati (2008) menyatakan bahwa nilai hambur balik dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kemungkinan beberapa faktor lain seperti porositas serta kandungan bahan organik dan biota yang berada dalam substrat. Gambar 8 menunjukkan distribusi dan nilai SV pada Selat Gaspar dan sekitarnya. Selat Gaspar yang berada diantara Pulau Bangka dan Pulau Belitung memiliki nilai SV yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan perairan di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai SV pasir pada Selat Gaspar mencapai -9,3 dB sedangkan periran sekitarnya -27,2 dB. Selat Gaspar memiliki tiga tipe substrat yaitu pasir, pasir berlempung dan liat berpasir. Hal ini disebabkan oleh arus yang mengalir dari Laut Cina Selatan yang cukup kuat sehingga lebih banyak didominasi oleh sedimen yang memiliki tekstur yang lebih besar dan tidak mudah terbawa arus.
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
4.4 Nilai Acoustic Backscttering Strength (SS)
Hasil deteksi hidroakustik dasar parairan Selat Gaspar dan sekitarnya memiliki nilai SS maksimum yaitu -11,17 dB. Berdasarkan hasil
pengklasifikasian nilai SS dasar dasar perairan diperoleh bahwa substrat pasir memiliki nilai tertinggi -11,17 dB bertepatan pada Stasiun 4 dengan ukuran butiran 0,376 mm yang terletak pada 2,73°-5,70°LS dan 105,88°-109,55°BT, pasir berlempung memiliki nilai -17,27 dB bertepatan pada Stasiun 24 dengan ukuran butiran 0,204 mm yang terletak pada 2,55°-5,67°LS dan 105,93°-108,33°BT, liat berpasir memiliki nilai -19,87 dB bertepatan pada Stasiun 9 dengan ukuran butiran 0,134 mm yang terletak pada 2,55°-5,34°LS dan 106,16°-108,56°BT dan untuk fraksi liat memiliki nilai -27,82 dB bertepatan pada Stasiun 19 dengan ukuran butiran 0,011 mm yang terletak pada 4,33°-5,45°LS dan 105,90°-109,36°BT.
Berdasarkan nilai hambur balik dasar perairan dari pantulan pertama (E1) menggambarkan kekerasan, nilai hambur balik pada tipe substrat keras memiliki nilai hambur balik yang besar sedangkan pada substrat lunak memiliki nilai hambur balik yang kecil (Pujiyati, 2008 dan Siwabessy, 2001).
Nilai SS pada perairan Selat Gaspar juga lebih besar dibandingkan dengan perairan sekitarnya, hal ini juga menjelaskan mengapa substrat liat hanya terdapat di perairan sekitar Laut Jawa karena memiliki kararteristik lebih tenang sehingga memudahkan terjadinya proses sedimentasi.
Sumber : Diolah dari Lampiran 3
Penelitian dengan menggunakan metode hidroakustik pernah dilakukan oleh
Manik (2006) dengan program Matlab di Samudra Hindia, Pujiyati (2008) dengan
program EP500 di Laut Jawa (2002 dan 2005) Belitung (2002 dan 2005) Kepulauan
Seribu (2007), Allo (2008) dengan program Echoview di Perairan Pandeglang, dan
Irfania (2009) dengan program Matlab di perairan Arafura. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Penelitian mengenai backscattering dasar perairan
Peneliti Tahun Lokasi Metode
Nilai SV [dB] Pasir Pasir berlumpur Lumpur berpasir Lumpur Manik 2006 Samudra Hindia Matlab -18 - -23 -29 Pujiyati 2008 Perairan Babel dan Laut Jawa EP 500 -20 - - -35 Allo 2008 Perairan Pandeglang Echoview -18 -21 -27 -30 Irfania 2009 Perairan Arafura Matlab -19 -21 -22 -25 Penelitian ini 2009 Perairan Selat Gaspar dan sekitarnya Matlab -7 Pasir berlempung Liat berpasir Liat -13 -15 -23
Berdarsarkan tabel tersebut kita dapat melihat bahwa penelitian ini memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya namun
nilai tersebut merupakan nilai SV tertinggi. Jika dimasukkan nilai rata-rata, penelitian
ini memiliki nilai SV pasir -19 dB, pasir berlempung atau pasir berlumpur -23 dB,
lumpur berpasir atau liat berpasir -23 dB, dan nilai liat -26 dB. Hal ini menunjukkan
bahwa penelitian ini berada pada kisaran yang sama dengan penelitian-penelitian
sebelumnya.
4.5
Hubungan Nilai SV, SS dan Tipe Substrat
Reverberasi pada dasar berbatu memberikan nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan dasar lumpur, dengan mengacu pada hal tersebut SV dan SS dari
dasar laut berhubungan dengan tipe substrat seperti lumpur, liat, lempung, kerikil,
pasir dan batu (Urick, 1983; Richardson dan Briggs, 1993).
( a )
( b )
( c )
( d )
Sumber : Diolah dari Lampiran 4
Gambar 10. Pola SS dan SV pada echo dasar untuk sedimen Pasir (a), Pasir
berlempung (b), Liat berpasir (c), dan Liat (d) -13
-120 -100 -80 -60 -40 -20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Backscattering dasar laut [dB]
D e p th ( m ) SS SV -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Backscattering dasar laut [dB]
D e p th ( m ) SS SV -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Backscattering dasar laut [dB]
D e p th ( m ) SS SV -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Backscattering dasar laut [dB]
D e p th ( m ) SS SV kolom perairan dasar perairan kolom perairan kolom perairan dasar perairan dasar perairan kolom perairan dasar perairan Sub bottom echo
Sub bottom echo
Sub bottom echo
Gambar 10 menunjukkan pola perambatan pulsa akustik yang diukur dalam
SS dan SV. Warna merah merupakan pola perambatan yang dihasilkan oleh SS dan
warna biru merupakan pola perambatan yang dihasilkan oleh SV. Berdasarkan
keempat gambar tersebut, masing-masing gambar memiliki lapisan yang nilainya
tertinggi. Lapisan yang memiliki nilai paling tinggi adalah lapisan dasar sedangkan
lapisan lainnya memiliki nilai yang lebih kecil, hal ini disebabkan oleh kekuatan
hamburan yang dimiliki dasar laut lebih besar daripada kolom perairan. Perbedaan
nilai hambur balik dari masing-masing tipe substrat untuk lebih jelas dapat
ditunjukkan dengan echogram (Gambar 11).
(a)
(b)
(c)
(d)
Jumlah Ping D e p th ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 18 19 20 21 22 23 24 Jumlah Ping D e p th ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jumlah Ping De p th (m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Ping D e p th ( m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 18 19 20 21 22 23 24 500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 SV [dB] 500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 SV [dB] 500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 SV [dB] 500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 SV [dB]Main lobe echo
Side lobe echo Main lobe echo
Side lobe echo
Side lobe echo
Side lobe echo
Main lobe echo