• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume 07, Nomor 02, Desember 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Volume 07, Nomor 02, Desember 2016"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Keterampilan Menghafal Kalimat Thayyibah pada Mata

Pelajaran Aqidah Akhlak dengan Menggunakan Metode Reading Aloud di

Kelas V MI Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik

 

Abstrak: Dalam pembelajaran Aqidah akhlak, guru menggunakan

metode ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa lebih pasif dalam pembelajaran. Adapun permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan keterampilan menghafal kalimat thayyibah pada mata pelajaran Aqidah Akhlak dengan menggunakan metode Reading Aloud. Metode pembelajaran Reading Aloud dipilih karena dengan menggunakan metode ini diyakini bahwa konsentrasi siswa akan meningkat dalam mempelajari materi ini sehingga kemungkinan siswa untuk meningkatkan keterampilan menghafalnya akan lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas

(Classroom Action Research) model Kurt Lewin yang dilakukan sebanyak 1

siklus. Siklus tersebut terdiri dari empat tahap yakni: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas V di MI Ma’arif Randegansari, Driyorejo, Gresik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian non tes berbentuk tes lisan yang dilakukan pada saat pre-test dan post-test. Dari hasil analisis diperoleh data bahwa keterampilan menghafal siswa meningkat sebesar 51 %, yakni dari sebelum diberi tindakan (36%) meningkat menjadi 87%. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah metode Reading Aloud berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menghafal siswa.

Kata Kunci: Keterampilan Menghafal, Aqidah Akhlak, Metode Reading Aloud

PENDAHULUAN

Salah satu masalah yang dihadapi di dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Hal ini terjadi dikarenakan banyak guru berasumsi

(2)

bahwa siswa tidak memerlukan kegiatan belajar yang aktif dan proses yang cepat untuk bisa belajar secara efektif, sehingga guru beranggapan siswa benar-benar bisa belajar ketika mereka hanya duduk manis mendengarkan ceramah (Silbermen, 2013:7).

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik dan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Oleh karena itu tidak semua mata pelajaran cocok menggunakan metode ceramah yang cenderung hanya menonjolkan aspek pengetahuan saja. Sebagai seorang pendidik, kita harus mengupayakan tercapainya empat aspek dalam proses pembelajaran yaitu spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat aspek tersebut tidak hanya penting dikuasai dalam mata pelajaran umum saja tetapi juga digunakan pada mata pelajaran agama. Selama ini, pelajaran agama sering dianggap hanya mencakup aspek spiritual saja, sehingga tujuan dari pembelajaran agama belum tercapai secara maksimal. Padahal pendidikan agama diharapkan mampu membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Agar dapat menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, maka harus ada langkah perbaikan pada perilaku individu. Usaha memperbaiki perilaku individu dapat dilakukan melalui internalisasi mata pelajaran Aqidah Akhlak.

Mata pelajaran Aqidah Akhlak merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan sejak tingkat MI, karena Aqidah Akhlak berperan penting untuk membentuk kepribadian siswa menjadi lebih baik melalui berbagai cerita dan teori tentang sikap terpuji yang harus diteladani dan sikap tercela yang harus di tinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai mata pelajaran yang berisikan tentang konsep baik dan buruk maka Aqidah Akhlak identik dengan ayat-ayat Al-Qur’an, hadist-hadist, serta do’a sehari-hari. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang meyebabkan siswa malas untuk belajar dan menghafal, kebanyakan siswa hanya sekedar belajar dengan membaca tanpa memahami dan menghafalnya.

Pada pembelajaran Aqidah Akhlak, kebanyakan guru menerapkan metode yang kurang inovatif sehingga proses pembelajaran cenderung pasif, monoton, dan bahkan membosankan. Hal ini juga terjadi di MI Ma’arif Randegansari. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru Aqidah Akhlak di MI Ma’arif Randegansari kecamatan Driyorejo kabupaten Gresik pada tanggal 15 April 2015, diperoleh fakta bahwa masih banyak siswa yang belum hafal kalimat thayyibah beserta artinya. Hal ini diindikasikan dengan prosentase siswa yang mampu menghafal yakni 36% dengan perolehan nilai rata-rata 6,2. Data ini menunjukkan, dari 30 siswa hanya 11 siswa yang mampu menghafal, sedangkan 19 siswa yang lain belum mampu menghafal kalimat thayyibah dengan baik dan benar, khususnya pada kompetensi dasar “Mengenal Allah melalui kalimat thayyibah (Takbir, Hamdalah dan Tarji’)”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prosentase yang dicapai lebih kecil dari prosentase ketuntasan belajar yang dikehendaki yaitu 85%. Dari hasil wawancara dengan peserta didik yang ditemui peneliti mengatakan bahwa mereka merasa bosan

(3)

dengan mata pelajaran Aqidah Akhlak karena mereka merasa pelajaran Aqidah Akhlak sulit dipahami, banyak ayat-ayat Al-Qur’an, hadist-hadist dan do’a sehari-hari yang harus dihafalkan.

Berdasarkan uraian tersebut, diyakini bahwa salah satu faktor yang menjadi penyebab rendahnya keterampilan menghafal kalimat thayyibah adalah penerapan metode pembelajaran yang cenderung monoton, kurang kreatif dan inovatif. Padahal penguasaan materi-materi pada mata pelajaran Aqidah akhlak sangat membantu dalam membentuk kepribadian siswa dan sebagai teladan untuk hidup lebih baik bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu akan lebih baik jika dalam pembelajaran Aqidah akhlak guru menggunakan metode pembelajaran yang menumbuhkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis, memahami konsep, logis, efektif dan menyenangkan. Selain itu, mampu membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, membentuk manusia yang inovatif dan mengembangkan lingkungan belajar yang saling memberdayakan dan menghargai. Menurut Hasbullah, dalam suatu pembelajaran perlu adanya inovasi untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran (Hasbullah, 2005: 189).

Salah satu solusi yang diyakini mampu memecahkan persoalan tersebut adalah dengan menerapkan metode Reading Aloud karena karakteristik siswa kelas V MI Ma’arif yang cenderung aktif, sehingga guru perlu menerapkan metode yang berbasis Active Learning yaitu Reading Aloud. Selain itu, metode Reading Aloud memungkinkan siswa lebih fokus pada materi yang dibaca, sehingga kemungkinan siswa untuk meningkatkan keterampilan menghafalnya lebih tinggi. Metode Reading Aloud ini diharapkan memberikan solusi bagi siswa yang merasa bosan dan kesulitan menghafal kalimat thayyibah.

Dari latar belakang di atas, fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan keterampilan menghafal materi kalimat thayyibah melalui penerapan metode Reading Aloud pada siswa kelas V di MI Ma’arif Randegansari Gresik. Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan menghafal kalimat thayyibah melalui penerapan metode Reading Aloud pada siswa kelas V di MI Ma’arif Randegansari Gresik.

Adapun manfaat penelitian ini bagi guru, dapat mengetahui suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas, mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pengajarannya sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan untuk pembelajaran selanjutnya. Bagi siswa, dapat menanamkan sifat kreatif, aktif, dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Siswa juga akan lebih memahami materi yang diajarkan dan melatih keterampilan menghafal siswa. Bagi sekolah, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam suatu sekolah dan dapat dijadikan referensi dalam menerapkan

(4)

metode Reading Aloud dalam kegiatan belajar Aqidah akhlak terutama pada materi kalimat thayyibah, agar proses belajar berlangsung dengan baik.

KERANGKA KONSEPTUAL

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tindakan yang dipilih oleh peneliti untuk meningkatkan keterampilan menghafal mata pelajaran Aqidah Akhlak pada materi kalimat thayyibah (Takbir, Hamdalah dan Tarji’) di MI Ma’arif Randegansari Driyorejo Gresik adalah dengan menerapkan metode Reading Aloud. Penerapan metode Reading Aloud pada mata pelajaran Aqidah akhlak materi kalimat thayyibah, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menghafal.

Metode Reading Aloud memberi variasi yang baru pada proses pembelajaran karena melalui penerapan metode ini, siswa tidak hanya sekedar membaca tanpa memahami atau menerima informasi saja, tetapi siswa juga diberi kesempatan untuk menghafal isi teks bacaan dan menyampaikan hasil temuannya tersebut kepada siswa lain.

Keterampilan Menghafal

Kata “menghafal” berasal dari kata “hafal” yang memiliki dua arti: telah masuk dalam ingatan (tentang pelajaran), dan dapat mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain). Adapun arti “menghafal” adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (Poerwadarminta, 2002; 381).

Menurut Ahmad Warson Munawwir, kata “menghafal” dalam bahasa Arab adalah “hifzh”. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja): hafizha – yahfazhu – hifzhan. Jika dikatakan, hafizha asysyai’a, artinya menjaga (jangan sampai rusak), memelihara dan melindungi. Namun jika dikatakan, hafizha as-sirra, artinya katamahu (menyimpan). Dan jika dikatakan, hafizha ad-darsa, artinya istazhharahu (menghafal) (Munawwir, 1997: 279). Dari sini, dapat diketahui bahwa kata hafizha – yahfazhu – hifzhan dalam bahasa Indonesia artinya adalah “menghafal”. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat awalan me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat (Anwar, 2003: 318).

Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas menghafal, berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain: a) kondisi emosi, b) keyakinan (belief), c) kebiasaan (habit), dan cara memproses stimulus. Sedangkan faktor eksternal antara lain: a) lingkungan belajar, dan b) nutrisi tubuh (Yovan dan Issetyadi, 2010: 6).

Manfaat menghafal antara lain: a) hafalan mempunyai pengaruh besar terhadap keilmuan seseorang. Orang yang mempunyai kekuatan untuk memperdalam pemahaman dan pengembangan pemikiran secara lebih luas, b) dengan menghafal pelajaran, seseorang bisa langsung menarik kembali ilmu setiap

(5)

saat, dimanapun, dan kapanpun, c) siswa yang menghafal dapat menangkap dengan cepat pelajaran yang diajarkan, apalagi kalau hubungannya dengan teori matematika, IPA, Al-Qur’an Hadits, Bahasa Inggris dan sebagainya, d) aspek hafalan memegang peranan penting untuk mengendapkan ilmu dan mengkristalkan dalam pikiran dan hati, kemudian meningkatkannya secara akseleratif dan massif, e) dalam konteks PAKEM, hafalan menjadi fondasi utama dalam mengadakan komunikasi interaktif dalam bentuk diskusi, debat, dan sebagainya, f) dapat membantu penguasaan, pemeliharaan dan pengembangan ilmu. Pelajar yang cerdas serta mampu memahami pelajaran dengan cepat, jika ia tidak mempunyai perhatian terhadap hafalan, maka ia bagaikan pedagang permata yang tidak bias memelihara permata tersebut dengan baik. Seringkali, kegagalan yang dialami para pelajar yang cerdas disebabkan oleh sikap menggantungkan pada pemahaman tanpa adanya hafalan, dengan model hafalan, pemahaman bisa dibangun dan analisis bisa dikembangkan dengan akurat dan intensif (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 128).

Metode Reading Aloud

Metode merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan. Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti sistematis (tata cara berurutan) yang biasa digunakan untuk menyelidiki fenomena (gejala-gejala) kejiwaan seperti metode klinik, metode eksperimen, dan sebagainya. Dalam dunia pendidikan, metode adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan melalui berbagai aktivitas, baik di dalam maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah. Dalam kamus, metode artinya cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb.). Metode juga dapat diartikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Zuhairini, 2004: 80). Jadi dapat dikatakan bahwa metode adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tepat dalam penyampaian materinya agar dapat diserap dengan baik oleh siswa. Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar.

Untuk menentukan metode pembelajaran yang tepat, seorang guru harus hati-hati berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Menurut Djamarah, ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan oleh guru dalam upaya memilih strategi pembelajaran yang baik, yaitu: a) kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan baik diranah kognitif, efektif, maupun psikomotorik, yang pada prinsipnya dapat menggunakan strategi pembelajaran tertentu untuk mencapainya, b) kesesuaian strategi pembelajaran dengan jenis pengetahuan. Jenis pengetahuan itu misalnya verbal, visual, konsep, prinsip, proses, prosedural, dan sikap. Setiap jenis

(6)

pengetahuan memerlukan strategi tertentu untuk mencapainya, c) kesesuaian strategi pembelajaran dengan sasaran; siapa anak didik yang akan terlibat dalam proses pembelajaran dengan metode tersebut, bagaimana karakteristiknya, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang pendidikannnya, sosial-ekonominya, bagaimana minatnya, motivasinya dan gaya belajarnya, d) kemampuan strategi pembelajaran untuk mengoptimalkan belajar anak didik dengan mempertimbang-kan apakah strategi tersebut digunamempertimbang-kan untuk belajar secara individual (mandiri), kelompok kecil (kooperatif, kolaboratif, dll), atau kelompok besar/klasikal, e) karena strategi pembelajaran tertentu mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan, maka penerapannya harus disesuaikan dengan pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu, f) penerapan strategi pembelajaran harus memperhitungkan aspek pembiayaan, dan g) durasi waktu yang diperlukan untuk melaksanakan strategi yang dipilih (Djamarah, 2010: 328).

Reading Aloud berasal dari bahasa Inggris yang terdiri daru dua kata, yaitu read yang berarti membaca dan Aloud yang berarti (suara) keras. Dalam dunia pendidikan, Reading Aloud diartikan sebagai sebuah strategi belajar dengan cara guru atau siswa membaca dengan suara yang keras atau lantang. Reading Aloud juga dapat diartikan sebagai aktivitas membacakan buku dengan lantang, maka kehadiran buku/kitab sangat diperlukan karena kehadiran buku/kitab menjadi ciri dari aktivitas ini. Metode Reading Aloud juga dapat diartikan membaca keras-keras, membaca sebuah teks secara keras-keras ternyata dapat membantu siswa memfokuskan pikiran (Silbermen, 2013: 152). Strategi pembelajaran Reading Aloud (Thariqah al-qira’ah al- Jahriyah) merupakan strategi pendekatan mengajar yang dapat mendorong siswa mempelajari dan menguasai keterampilan dasar serta memeroleh informasi selangkah demi selangkah. Selanjutnya untuk mempelajari bacaan al-Qur’an, salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode Reading Aloud, yaitu membaca dengan suara yang keras (lantang). Metode Reading Aloud menuntut perhatian peserta didik dalam mempelajari al-Qur’an. Jika hal ini bisa dilakukan, maka ada dua manfaat yang diperoleh yakni menumbuhkan kegemaran membaca dan menjalin kedekatan antara peserta didik dan guru. Untuk menerapkan metode ini, guru harus memerhatikan jenis bacaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dan usia anak. Demikian juga pada anak tingkat madrasah diniyah, harus sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Reading Aloud adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran pada materi membaca kalimat thayyibah dengan suara keras (lantang). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan metode ini adalah jumlah peserta didik dalam satu kelas dan kelengkapan fasilitas yang diperlukan untuk membantu proses pembelajaran.

(7)

Langkah-langkah dalam menerapkan metode Reading Aloud: a) pilihlah teks yang akan dibaca dengan keras, b) perkenalkan teks itu pada siswa, c) tunjuklah sejumlah siswa untuk membaca keras beberapa bagian dari teks secara bergiliran, d) ketika seorang siswa membaca teks, maka siswa lain mengikuti membaca dengan suara keras-keras. Adapun kelebihan penerapan metode Reading Aloud diantaranya: a) mengondisikan otak anak untuk mengasosiasikan membaca sebagai suatu kegiatan menyenangkan, b) siswa membangun sendiri kerangka pengetahuan yang mereka pelajari, c) memperkaya penguasaan kosa kata yang dimiliki, dan d) melibatkan siswa untuk aktif partisipatif melalui kegiatan membaca dalam pembelajaran (Jawahir, 2005: 49).

Ruang lingkup mata pelajaran aqidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah meliputi: 1) aspek Aqidah, yang terdiri dari: a) kalimat thayyibah (tahlil, basmalah, hamdalah, tasbih, takbir, ta’awwud, shalawat, tarji’ dan istighfar), b) asmaul husna (Al-ahad, Khaliq, Rahman, ar-Rahim, as-Sami’, ar-Raza’, Muhgny, Hamid, asy-Syakur, Quddus, ash Shomad, Muhaimin, Adhim, Karim, Kabir, Malik, Bathin, Waly, Mujib, Wahab, ‘Alim, adh-Dhahir, ar-Rasyid, Hadi, as-Salam, mu’min, Latif, Baqi’, Bashir, Muhyi, Mumit, al Qowy, Hakim, Hakim, Jabbar, al-Mushawwir, al-qadiral-Qhafur, al-Affuw ash-Ahbur dan al-Halim), c) meyakini rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rosul dan hari akhir serta Qodla dan Qadar), 2) aspek akhlak meliputi: a) pembiasaan akhlak karimah (mahmudah; disiplin, hidup bersih, ramah, sopan santun, syukur, hidup sederhana, rendah hati, jujur, disiplin, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun tolong-menolong, hormat, patuh, siddiq, amanah, tabligh, fatonah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qonaah dan tawakal. b) menghindari akhlak Sayi’ah (madzmumah; hidup kotor, berbicara kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asah, marah, fasik dan murtad), 3) aspek adab Islami meliputi a) adab terhadap diri sendiri (mandi, tidur, buang air kecil/besar, meludah, berpakaian, makan, minum, bersin, belajar dan bermain), b) adab terhadap Allah (adab di Masjid, mengaji dan beribadah), c) adab kepada sesama (orang tua, saudara, gutu, teman dan tetangga), d) adab terhadap lingkungan (kepada binatang dan tumbuhan, di tempat umum dan di jalan), 4) aspek kisah teladan (kisah Nabi Adam, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, Nabi Ismail, Kan’an, Kelicikan, Nabu Yusuf, Tsa’labah, Masithah, Ulul Azmi, Abu Lahab, Qarun, Nabi Sulaiman, Ashbabul Kahfi, Nabi Yunus dan Nabi Ayyub).

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan model kolaboratif, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas yang melibatkan beberapa pihak, yaitu guru dan peneliti. Penelitian ini dilakukan di kelas V MI Ma’arif Randegansari Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik, yang dilaksanakan pada pertengahan semester genap, yaitu pada bulan April – Mei 2015.

(8)

Langkah tindakan yang dipilih untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di kelas adalah metode Reading Aloud dengan harapan peserta didik akan terbiasa untuk membaca dan menghafal dan menggunakan kalimat-kalimat thayyibah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaannya, guru bertindak sebagai observer dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah pokok, yaitu: 1) perencanaan (planning), 2) aksi atau tindakan (acting), 3) observasi (observing), dan 4) refleksi (reflecting) (Purwati, 2009: 12), sebagaimana diuraikan dalam gambar berikut:

Gambar 1: Prosedur PTK Model Kurt Lewin

Langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan bagan tersebut, dijelaskan sebagai berikut: setelah melakukan refleksi awal dan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di kelas, peneliti mendesain perencanaan (planning) yang tertuang dalam bentuk RPP, yang mencakup langkah-langkah pembelajaran mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Disamping itu, peneliti juga mendesain instrumen penelitian dan menyiapkan media pembelajaran. Setelah tahap perencanaan, peneliti bekerjasama dengan guru kelas melakukan tahap pelaksanaan, kemudian tahap pengamatan (observing). Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap observing adalah: 1) mengamati perilaku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, 2) memantau kegiatan diskusi/kerja sama antar siswa dalam kelompok, 3) mengamati pemahaman tiap-tiap anak terhadap penguasaan materi pembelajaran yang telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan data yang telah diperoleh, peneliti melakukan analisis data dan melakukan refleksi, untuk menentukan apakah penelitian ini akan dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak.

(9)

Kriteria Keberhasilan Tindakan

Kriteria ketuntasan belajar dibedakan menjadi dua kategori, yakni ketuntasan belajar secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila nilai yang didapatkannya ≥80 ke atas, dan rata-rata siswa yang tuntas belajar mencapai 85%.

Teknik Pengumpulan Data dan InstrumenPengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang yang benar-benar valid, peneliti melakukan observasi, wawancara, dan non tes. Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengamatan (mengambil data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran dan dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan (Kunandar, 2011: 143). Teknik yang kedua, yakni wawancara. Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu dan memiliki relevansi dengan permasalahan penelitian tindakan kelas. Untuk itu, peneliti melakukan wawancara dengan guru, siswa, dan subyek lain yang dianggap memiliki informasi yang relevan dengan penelitian untuk memeroleh informasi atau data yang lebih terperinci. Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk memeroleh data tentang pendapat siswa mengenai proses belajar mengajar yang diajarkan oleh guru sebelum dan sesudah dilakukan langkah tindakan. Sementara teknik non tes adalah pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan minat yang dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur penilaian. Non tes ini digunakan untuk memeroleh data tentang keterampilan menghafal materi kalimat thayyibah pada siswa kelas V, baik sebelum maupun sesudah dilakukan langkah tindakan. Bentuk penilaian non tes yang digunakan adalah tes lisan.

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, panduan wawancara, dan rubrik penilaian non tes.

Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau prosentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar pada setiap putaran, dilakukan evaluasi berupa tes lisan. Hasil evaluasi tersebut kemudian dianalisis dan disimpulkan sebagai bahan refleksi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.

Analisis data dihitung dengan menggunakan statistik sederhana, dengan kriteria ketuntasan belajar secara perorangan dan klasikal, yakni jika 85% siswa memeroleh nilai ≥ 80 ke atas. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

Persentase = ∑𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟

(10)

HASIL ANALISIS DATA Siklus I

Tahap Perencanaan (Planning)

Pada tahap ini peneliti pembuat rancangan RPP, menyusun fasilitas atau sarana seperti media yang diperlukan dalam proses pembelajaran, mempersiapkan instrumen untuk menganalisis proses dan hasil tindakan yaitu: lembar kerja, panduan wawancara, lembar observasi guru, dan lembar observasi siswa.

Tahap Pelaksanaan (Acting)

Pada tahap ini, peneliti (bertindak sebagai guru) melaksanakan pembelajaran dengan metode Reading Aloud pada materi kalimat thayyibah. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 2 Mei 2015 di kelas V MI Ma’arif Randegansari, Gresik dengan jumlah 30 siswa.

Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan, dideskripsikan sebagai berikut: a) kegiatan awal; Guru membuka pelajaran dan mengondisikan siswa, kemudian mengucapkan salam dan secara bersama-sama berdo’a. Setelah menanyakan kabar siswa, guru mengaitkan materi yang akan dipelajari, menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan manfaat mempelajari materi pembelajaran. Guru meminta siswa mengingat peristiwa yang dialami mulai dari bangun tidur sampai tiba di sekolah dan menuangkan peristiwa yang mereka alami di buku catatan mereka; dalam tulisan itu siswa menyebutkan peristiwa yang menyenangkan, peristiwa yang menyedihkan, dan sesuatu yang mengagumkan.

Langkah selanjutnya adalah kegiatan inti; guru meminta siswa membaca buku Aqidah Akhlak materi kalimat thayyibah secara individu. Siswa diminta menyebutkan kalimat thayyibah yang ada di dalam buku tersebut, kemudian secara bersama-sama siswa membaca dengan nyaring bacaan takbir, hamdalah dan tarji’ beserta artinya. Kemudian guru memberikan contoh cara melafalkan kalimat thayyibah (takbir, hamdalah dan tarji’) yang benar. Pada kegiatan ini, seluruh siswa memerhatikan contoh yang diberikan guru. Kemudian secara bersama-sama, siswa menirukan guru membaca kalimat thayyibah dengan benar dan nyaring. Guru kemudian menunjuk salah satu siswa maju ke depan untuk membacakan kalimat thayyibah dan siswa yang lain mengikuti. karena keterbatasan waktu, guru hanya menunjuk 2 siswa sebagai model. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam melafalkan kalimat thayyibah, guru melakukan post test dalam bentuk non tes yaitu melalui tes lisan menghafalkan kalimat thayyibah beserta artinya. Satu-persatu siswa diminta maju untuk melakukan hafalan kalimat thayyibah. Setelah semua siswa maju, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Beberapa siswa bertanya tentang arti kalimat thayyibah “hamdalah” dan maknanya. Langkah

(11)

kegiatan yang terakhir adalah penutup; guru melakukan refleksi, kemudian menutup pelajaran dengan membuat kesimpulan bersama siswa, menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya, berdo’a bersama dan mengucapkan salam. Adapun data hasil post tes adalah sebagai berikut:

Tabel 1: Hasil Post Tes Kemampuan Siswa dalam

Menghafal Kalimat Thayyibah dan Artinya

No Jumlah Siswa Nilai Keterangan

1 1 6.2 Tidak Tuntas 2 2 6.8 Tidak Tuntas 3 1 7.5 Tidak Tuntas 4 9 8 Tuntas 5 10 8.7 Tuntas 6 4 9.3 Tuntas 7 3 10 Tuntas Jumlah 253.5 Nilai Rata-rata 8.45

Prosentase Ketuntasan Belajar 87%

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata siswa adalah 8,45 dan ketuntasan belajar mencapai 87%. Hasilnya mengalami peningkatan yang lebih baik dari pada sebelum diberi tindakan. Adanya peningkatan keterampilan menghafal ini karena siswa lebih termotivasi untuk menghafal. Selain itu siswa dapat mengikuti dan mengerti metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan harapan guru.

Tahap Refleksi (Reflecting)

Pada tahap ini dikaji apa yang telah terlaksana dan belum terlaksana dalam proses pembelajaran dengan metode Reading Aloud, mengacu pada RPP yang telah dibuat. Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: Selama proses pembelajaran, guru sudah melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan baik dan runtut, meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi prosentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. Siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu menghafal kalimat thayyibah dengan lancar.

Merujuk pada kondisi tersebut di atas, maka penelitian ini cukup dilakukan dalam satu siklus dengan revisi yang tidak terlalu banyak. Akan tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan langkah-langkah pembelajaran yang telah berjalan dengan baik, sehingga penerapan metode Reading Aloud dapat meningkatkan keterampilan menghafal siswa dan mencapai tujuan pembelajaran.

(12)

PEMBAHASAN

Pada siklus pertama, guru telah menerapkan metode Reading Aloud dengan baik, diindikasikan dengan semakin terarahnya materi yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran berlangsung sesuai alokasi waktu yang ditetapkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada kegiatan awal pembelajaran, siswa tampak antusias dan semangat mengikuti pembelajaran. Ketika kegiatan inti pembelajaran berlangsung, siswa terlibat aktif dalam pembelajaran; guru tidak terlalu susah memilih siswa untuk menjadi model membacakan kalimat thayyibah (Takbir, Tahlil dan Hamdalah). Akan tetapi, ketika guru melakukan post test; siswa secara bergiliran maju satu persatu, suasana kelas menjadi sedikit gaduh. Ketika satu siswa maju, siswa lainnya yang menunggu giliran untuk dipanggil namanya ramai dengan teman-temannya. Hal ini dikarenakan siswa yang sedang menunggu giliran maju, tidak melakukan aktivitas lain untuk mengisi waktu kosongnya, sehingga siswa yang sudah hafal kalimat thayyibah dan artinya akan mengisi waktu kosong tersebut untuk berbicara dengan temannya atau menggaggu teman-temannya yang lain, namun kendala tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap proses pembelajaran karena siswa-siswi tidak sulit untuk diatur. Pada kegiatan penutup, siswa dapat menyimpulkan materi kalimat thayibah dengan tepat dan benar. Dari hasil refleksi siswa, diperoleh informasi bahwa pembelajaran berlangsung menyenangkan dan berkesan.

Proses pembelajaran yang telah berlangsung telah memenuhi aspek spiritual, sosial, dan pengetahuan, namun untuk aspek keterampilan belum tercover dalam pembelajaran tersebut. Penerapan metode Reading Aloud untuk meningkatkan keterampilan menghafal siswa bisa dikatakan efektif, karena sesuai dengan karakter siswa yang aktif. Berdasarkan hasil pengamatan, siswa terlibat secara aktif dalam membaca dan fokus bacaan mereka. Hal ini efektif dalam meningkatkan konsentrasi siswa dan memudahkan siswa dalam menghafal.

Berdasarkan data hasil tes lisan, disimpulkan bahwa metode Reading Aloud berdampak positif dalam meningkatkan keterampilan menghafal siswa pada materi kalimat thayyibah. Terbukti dengan semakin meningkatnya hasil menghafal siswa, yaitu rata-rata pada pre-test 6,2 atau sekitar 36% yang mencapai KKM (KKM ≥80), sedangkan setelah adanya tindakan, nilai rata-rata post test siswa adalah 8,45 atau sekitar 87% siswa mampu meningkatkan keterampilan menghafalnya.

(13)

PENUTUP Kesimpulan

Pembelajaran dengan mengunakan metode Reading Aloud berdampak positif terhadap peningkatan keterampilan menghafal siswa yang ditandai dengan hasil peningkatan belajar siswa yaitu pada pre-test 36% dan pada pos-test 87%, jadi peningkatan secara klasikal adalah sebanya 51%.

Saran

Dalam pembelajaran sebaiknya guru tidak hanya menggunakan satu metode saja untuk semua pembelajaran. Metode yang kreatif dan inovatif sangat diperlukan siswa untuk meningkatkan kualitas belajarnya.

Metode pembelajaran Reading Aloud adalah salah satu metode yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan keterampilan menghafal siswa. Seorang guru sebaikanya dapat mencocokkan dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa.

Perlu adanya penelitian lebih lanjut, karena penelitihan ini hanya dilakukan dalam 1 siklus selama 2 minggu, sehingga masih ada kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jogjakarta: DIVA Press

(Anggota KAPI).

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta.

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Jawahir, Mochammad. 2005. Teknik dan Strategi Pembelajaran. Bandung: Cendikia Press.

Kunandar. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta: Pustaka Progressif.

Poerwadarminta.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Duta Rakyat.

Putra, Yovan P dan Bayu Issetyadi. 2010. Lejitkan Memori 1000%. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Purwati, Eni, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Paket 5. Surabaya: LAPIS PGMI. Silbermen, Melvin L. 2013. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:

Nusamedia & Nuansa Cendekia.Wiraatmadja, Rochiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gambar

Gambar 1: Prosedur PTK Model Kurt Lewin
Tabel 1: Hasil Post Tes Kemampuan Siswa dalam  Menghafal Kalimat Thayyibah dan Artinya

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Tata letak dan lokasi candi utama : Linear, asimetris, mengikuti topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di belakang, paling jauh dari pintu masuk,

Nilai koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai R square (R 2 ) yaitu 0,818 artinya bahwa pengaruh asimetri informasi, locus of control, nilai personal dan

1) Untuk keperluan pembuktian diperlukan dokumentasi, yang memuat proses pengadaan tanah, seperti rincian proses pengadaan tanah tentang luas tanah dan bangunan yang

Hasil perhitungan analisis B/C Ratio (B/CR) yang dilakukan terhadap pengusahaan kayu bulat HPHTI menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat bunga efektif sebesar 5,19%,

Winarsunu (2008) mengemukakan bahwa keselamatan kerja adalah tingkah laku individu salam berinteraksi dengan lingkungan kerja yang secarra khusus berhubungan dengan

Tingkat pendapatan rumahtangga (household income) merupakan indikator yang tidak bisa diandalkan untuk mengukur tinggi atau rendahnya kesejahteraan seseorang karena

Dengan bertitik tolak pada penjelasan di atas dan guna lebih memperinci permasalahan yang akan dibahas, maka peniliti memfokuskan melakukan penelitian mengenai