• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Near Infrared (NIR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Near Infrared (NIR)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Near Infrared (NIR)

1. Teori metode near infrared (NIR)

Metode infra merah dekat atau sering disebut dengan nama near infrared (NIR) merupakan salah satu teknik yang menggunakan wilayah panjang gelombang infra merah pada spektrum elektromagnetik antara 700 sampai 2500 nm (Dryden, 2003). Hal yang terpenting dari teori NIR reflektan dan absorban elektromagnetik ini adalah menganalisis komponen, deteksi kualitas, dan pemasakan (Mohsenin, 1984).

Kisaran panjang gelombang NIR telah lama dipelajari dan digunakan sebagai metode analitik. Cahaya tampak diterima oleh mata sesuai dengan besarnya pantulan, seperti halnya warna dihasilkan dari cahaya yang dipantulkan dari suatu objek. Setiap bahan memiliki spektrum gabungan pantulan NIR yang unik dan beragam yang dihasilkan dari efek penyebaran, penyerapan dan pantulan cahaya oleh bahan.

Semua bahan organik terdiri dari atom, karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, phospor, sulfur dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrovalen membentuk molekul. Karena sifat ikatannya, gaya elektrostatik ada dalam atom dan molekul tersebut, sehingga molekul bergerak secara konstan, ini dikenal sebagai keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan panjang gelombang dalam daerah infra merah dari spektrum elektromagnetik.

Setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H (seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan-bahan organik.

Informasi tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat

(2)

menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan getaran (vibrasi) ikatan inter-atomic (Osborne et al., 1993). Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau berkurang. Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antar dua atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya.

Cahaya infra merah dekat yang mengenai bahan memiliki energi yang kecil dan hanya menembus sekitar satu milimeter permukaan bahan, tergantung dari komposisi bahan tersebut. Jika cahaya mengalami penyebaran, spektrum tersebut tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang (Dryden, 2003).

Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran radiasi infra merah pada saat melewati sampel. Partikel berukuran besar tidak dapat menyebarkan radiasi infra merah sebanyak partikel kecil. Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan nilai absorban yang tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat (Dryden, 2003). Pada Gambar 1 menunjukkan diagram penampakkan specular radiasi near infrared dari sebuah sampel (Dryden, 2003).

Gambar 1 Diagram penampakkan specular (a) diffuse, (b) reflectances, dan (c) absorption radiasi near infrared dari sebuah sampel (Dryden, 2003). Dalam penerapannya, metode NIR memiliki beberapa kelebihan, antara lain: dapat menurunkan biaya tenaga kerja penganalisis komposisi, penggunaan preparat contoh yang sederhana, waktu pendugaan komposisi yang singkat, analisis contoh yang tidak merusak (non-destructive), tidak menggunakan bahan-bahan kimia (analisis yang bebas limbah), dan dapat menganalisis komposisi dengan kecepatan dan ketepatan tinggi (Williams, 1987).

      

(3)

Keunggulan dari gelombang infra merah dekat menurut Osborne et al. (1993) dalam analisis bahan makanan adalah merupakan gabungan antara tingkat ketepatan, kecepatan, dan kemudahan dalam melakukan percobaan (prosedur tidak rumit).

2. Aplikasi metode near infrared (NIR)

Metode near infrared (NIR) telah banyak diperkenalkan dan digunakan di beberapa negara maju pada benua seperti Eropa, Amerika Utara, Asia, Australia, dan New Zealand baik dalam bidang industri maupun dalam bidang pertanian. Sedangkan di Indonesia sendiri, metode ini belum banyak digunakan terutama di dalam bidang pertanian.

Penerapan metode NIR telah lama berkembang terutama untuk keperluan bahan pangan, pertanian, kedokteran, farmasi, dan industri kimia. Untuk bahan pangan dan hasil pertanian seperti kedelai, jagung, beras, daging, ikan, hortikultura, metode NIR dapat digunakan untuk penentuan komposisi kimia seperti kadar air, lemak, asam, gula, protein dan berbagai senyawa lainnya. Selain itu metode NIR digunakan dalam industri susu, yaitu untuk menentukan kandungan protein, lemak, dan kadar air dalam susu murni dan menentukan kandungan protein yang terdapat dalam tepung susu skim.

Berdasarkan sifat absorban dan reflektan dari energi radiasi yang dipancarkan, maka metode NIR dapat digunakan untuk menduga komposisi kimia suatu bahan. Aplikasi metode NIR dalam industri produk pangan dan pertanian telah banyak dilakukan. Diawali oleh Norris dan Hart (1962) yang menemukan bahwa kadar air yang terkandung pada biji-bijian dan bibit tanaman dapat diukur pada panjang gelombang sebesar 1940 nm. Pengaplikasian secara komersil metode NIR pertama diperkenalkan oleh Williams (1973) yang menganalisis gandum dan biji-biji berkadar minyak.

Miller (1990) menggunakan turunan pertama pada pantulan spektrum untuk mendeteksi adanya jamur hitam, jamur abu-abu dan kerusakan lain seperti sunscald. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks mutu tomat dapat berdasarkan pada nilai turunan pantulan dengan jangkauan panjang gelombang antara 590 – 710 nm, sehingga nilai ini dapat digunakan untuk memisahkan antara tomat yang baik dari jamur hitam, jamur abu-abu dan sunscald.

(4)

Metode NIR juga dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi gula dan asam pada buah-buahan, seperti mangga yang dilakukan oleh Budiastra et al. (1995). Mereka mengklasifikasikan mangga kedalam tiga jenis rasa yaitu rasa manis, manis asam, dan asam yang diukur dengan teknologi NIR pada 200 contoh mangga dengan kisaran panjang gelombang 1400 – 1975 nm. Metode stepwise dari regresi berganda (SMLR) digunakan untuk memilih panjang gelombang optimal untuk menduga konsentrasi sukrosa dan asam malat. Panjang gelombang terpilih untuk memprediksi sukrosa dengan NIR adalah 1533 nm, 1605 nm, 1821 nm sedangkan untuk asam malat adalah 1621 nm, 1813 nm, 1821 nm, 1933, 1941 nm, 1965, dan 1968 nm.

Sugiana (1995) dengan menggunakan NIR Spectrophotometer untuk mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty dengan panjang gelombang 900–1400 nm. Hasil yang diperoleh adalah panjang gelombang NIR yang tepat untuk mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty adalah 930 nm, 940 nm, 950 nm, 960 nm, 1110 nm, dan 1390 nm. Disimpulkan juga bahwa kekerasan buah apel tidak terlalu berpengaruh terhadap pantulan spektrum yang dihasilkan, sehingga hasil pantulan spektrum yang diperoleh dari setiap apel dikatakan mempunyai sifat sama.

Victor (1996) dengan menggunakan sistem NIR melakukan pengelompokan buah varietas Manalagi berdasarkan kememaran dengan panjang gelombang 900 – 2000 nm. Disimpulkan bahwa kedalaman dan diameter memar buah apel tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi dipengaruhi oleh ketinggian perlakuan memar yang diberikan serta panjang gelombang 1400 – 2000 nm tidak dapat digunakan untuk membedakan secara nyata adanya kememaran pada buah apel Manalagi.

Chang et al. (1998) melakukan penelitian untuk menduga total padatan terlarut jus jeruk, apel, papaya, pear dan pisang. Dari berbagai jus buah tersebut dikembangkan algoritma umum untuk penentuan total padatan terlarut beberapa jus buah.

Rosita (2001) menerapkan metode NIR untuk memprediksi mutu buah duku. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar gula dan kekerasan buah duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa

(5)

data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi (0.91), standar error lebih rendah (0.87) dan koefisien keragaman yang akurat (5.39).

Fontaine et al. (2002) menerapkan NIR dalam menduga kandungan asam amino kedelai. Didapat bahwa 85 - 98 % variasi asam amino mampu dijelaskan dengan baik menggunakan NIR. Mereka juga telah menggunakan metode tersebut untuk memprediksi kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yakni kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, polong, tepung ikan, tepung daging, dan tepung produk samping pemotongan ayam.

Munawar (2002) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa data absorban NIR dapat menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang tinggi.

Mitamala (2003) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar air, karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar air, karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung dengan baik. Penggunaan data reflektan mampu menentukan kadar protein lebih baik dari data absorban. Data absorban dapat menduga kadar karbohidrat, lemak dan air lebih baik dari data reflektan.

Kusumaningtyas (2004) melakukan pendugaan kadar air, karbohidrat, protein, lemak, dan amilosa pada beras (Oryza sativa L.) dengan metode NIR. Panjang gelombang yang digunakan untuk menduga adalah 900 - 2000 nm. Data reflektan NIR dapat menduga kadar air, karbohidrat, dan protein lebih baik daripada data absorban. Sedangkan untuk menduga kadar lemak dan amilosa, data absorban lebih baik dibandingkan data reflektan.

Marthaningtiyas (2005) melakukan pendugaan total padatan terlarut dan kadar asam belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan metode NIR dan JST. Penggunaan analisis komponen utama dalam mereduksi hasil data absorbansi dari spektrum infra merah dekat sangat efektif.

Andrianyta (2006) menerapkan metode NIR dan jaringan saraf tiruan (JST) dalam menentukan komposisi kimia jagung secara non-destruktif. Komposisi kimia yang ditentukan, antara lain kandungan proksimat, lemak, air, karbohidrat, methionin, tyrosin, threonin, arginin, dan leusin.

(6)

Quddus (2006) melakukan penentuan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak menggunakan metode NIR. Analisis pendugaan kandungan energi pada tepung ikan tersebut menggunakan metode kalibrasi SMLR dan PCR. Persamaan kalibrasi dengan metode SMLR menyatakan bahwa hasil prediksi nilai EM menggunakan data reflektan dan absorban mendekati hasil uji bioassay. Sedangkan persamaan kalibrasi dengan metode PCR menghasilkan 10 komponen utama dalam tepung ikan tersebut.

Adrizal et al. (2007) yang melakukan pendugaan kandungan air, protein, lisin, dan metionin tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan berdasarkan absorban NIR. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa metode JST mampu menduga kandungan air, protein, lisin, dan metionin tepung ikan dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan persamaan regresi yang didapatkan melalui metode SMLR.

Susilowati (2007) pada panjang gelombang 900 - 1400 nm dapat menduga total padatan terlarut buah pepaya selama penyimpanan dan pemeraman dengan metode NIR, tetapi panjang gelombang tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur kekerasan buah. Hubungan antara data absorban NIR dengan total padatan terlarut dan kekerasan pada penelitian tersebut dipelajari dengan kalibrasi menggunakan metode SMLR, PCR, dan PLS.

Kelebihan penggunaan metode NIR antara lain disebabkan banyak komposisi kimia dari bahan pangan dan pertanian yang menyerap (absorption) atau memantulkan (reflectance) cahaya pada rentang panjang gelombang 0.7 - 3.0 µm. Komposisi kimia lainnya memiliki pola serapan yang khas berbeda satu dengan lainnya pada setiap panjang gelombang cahaya yang diberikan (Mohsenin, 1984).

Kendala metode NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metode ini masih tergolong metode sekunder karena memerlukan tahap kalibrasi terutama bagi sampel uji yang belum pernah menggunakan metode ini misalnya tepung ikan, bungkil inti sawit, dedak, tepung singkong dan sebagainya. Metode NIR sangat membantu pekerjaan analisis yang bersifat rumit dan rutin, seperti kadar air, kadar abu, pH, dan kadar amilosa. Metode ini sangat sesuai karena tidak lagi banyak memerlukan tahap kalibrasi.

(7)

B. Kalibrasi dan Validasi

Osborne et al. (1993) menjelaskan bahwa instrumen NIR berguna dalam menentukan komposisi kimia dengan menggunakan nilai pantulan (R) dan absorban (log (1/R). Menentukan spektrum pantulan dan absorban NIR maka nilai hasil analisis kimiawi laboratorium diperlukan. Untuk mengetahui hubungan antara spektrum-spektrum tersebut dengan nilai referensi dari analisis kimiawi di laboratorium (metode konvensional) maka perlu menggunakan metode matematika dengan cara mengkalibrasinya. Untuk tahap kalibrasi sering digunakan untuk sampel yang memiliki karateristik yang hampir mendekati sama.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kalibrasi adalah tanda-tanda menyatakan pembagian skala. Kalibrasi dalam teknik spektroskopi diperoleh dengan mengukur hubungan antara absorban dan reflektan dari panjang gelombang yang dihasilkan dari spektrometer dengan konsentrasi larutan unsur yang akan dianalisis (Nur dan Adijuwana, 1989 dalam Rumahorbo, 2004).

Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum infra merah contohnya setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain.

Berbagai macam metode kalibrasi spektrum NIR telah tersedia tetapi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih atau sering disebut metode lokal dan metode yang melibatkan seluruh spektrum atau sering disebut metode global atau juga disebut dengan metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods), seperti: principal component regression (PCR) dan partial least squares (PLS).

Metode full spectrum banyak digunakan karena data dalam spektrum direduksi untuk mencegah masalah overfitting tanpa mengurangi dan menghilangkan satu atau beberapa informasi yang sangat berguna. Jumlah sampel yang digunakan untuk tahap kalibrasi dan validasi harus cukup banyak. Jumlah sampel untuk tahap kalibrasi harus lebih banyak dari pada untuk keperluan tahap validasi. Validasi bertujuan menguji ketepatan pendugaan komposisi kimia persamaan regresi kalibrasi yang telah dibangun.

(8)

Selain itu, dikenal pula beberapa perlakuan data sebelum spektrum dianalisis seperti smoothing, normalisasi, derivatif pertama dan kedua, standard normal variate (SNV) dan de-trending (DT) (Osborne et al., 1993). Setiap perlakuan data mempunyai fungsi yang berbeda-beda terhadap data spektrum. Pada penelitian ini perlakuan data yang diberikan adalah smoothing, derivatif kedua Savitzky-Golay, dan kombinasi kedua perlakuan data tersebut.

Prosedur derivatif kedua yang paling umum digunakan yaitu prosedur Savitzky-Golay yang dikelaskan oleh Norris dan William (1990). Data spektrum sering diubah menjadi bentuk smoothing dan derivatif, secara umum untuk memperbaiki bentuk dan model persamaan regresi kalibrasi.

Smoothing berfungsi untuk memilih penghalusan fungsi dengan teliti tanpa menghilangkan informasi spektrum yang ada dan mengurangi guncangan (noise) dan memperkecil galat (kekeliruan) yang terjadi selama pengukuran NIR dan analisis kimiawi laboratorium. Derivatif kedua Savitzky-Golay berfungsi untuk mereduksi efek basis dari adanya pertambahan dari proses absorban (shoulder effect) serta menghilangkan masalah basis kemiringan persamaan regresi.

Kombinasi antara smoothing dan derivative kedua Savitzky-Golay dapat diterapkan dan akan mendapatkan bentuk dan model persamaan regresi kalibrasi yang optimum, layak, dan dapat dipercaya (Blanco dan Villarroya, 2002 dalam Yogaswara, 2005).

C. Metode Kalibrasi Multivariatif

Analisis data NIR dapat dimanfaatkan dengan mempelajari hubungannya dengan sifat bahan yang diukur. Kegiatan mempelajari hubungan tersebut pada umumnya dilakukan dengan beberapa metode kalibrasi, antara lain Stepwise multiple linear regression (SMLR), principal component regression (PCR), backward dan partial least squares (PLS).

Lammertyn et al., (1998) menganalisis data NIR Spectroscopy menggunakan metode kalibrasi multivariatif seperti principal component regression dan partial least squares dalam memprediksi sifat-sifat kimiawi seperti keasaman dan total padatan terlarut pada buah apel Jonagold.

(9)

Metode kalibrasi multivariatif yang digunakan pada penelitian yang berjudul pendugaan komposisi kimia modified cassava flour adalah principal component regression (PCR) dan partial least squares (PLS).

1. Metode principal component regression (PCR)

Metode principal component regression merupakan suatu metode kombinasi antara analisis regresi dan analisis komponen utama (Principal Component Analysis, PCA). Prinsip analisis komponen utama adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari variabel asli.

Metode regresi komponen utama (PCR) ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan variabel bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar variabel bebasnya. Metode tersebut dapat digunakan untuk pendugaan kalibrasi peubah ganda dan mengatasi kolinier ganda.

Menurut Miller & Miller (2000), komponen-komponen utama yang dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi yang terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Pearson (1901) dan secara terpisah oleh Hotelling (1933). Pemikiran dasar metode analisis ini adalah mendiskripsikan variasi sebuah set data multivariatif dengan sebuah set data baru dimana variabel-variabel baru tidak berkorelasi satu sama lain. Variabel-variabel baru adalah kombinasi linier dari Variabel-variabel asal. Variabel baru diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama mengandung sebanyak mungkin variasi data asal (Pearson, 1901 dalam Marthaningtiyas, 2005).

Siska dan Hurburgh (1996) dalam Andrianyta (2006), menggunakan metode principal component regression (PCR) untuk mengidentifikasi variasi-variasi utama pada spektrum absorban sampel jagung. Sedangkan Quddus (2006) menentukan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak dengan data reflektan dan absorban menggunakan metode kalibrasi multivariatif yaitu PCR.

(10)

2. Metode partial least squares (PLS)

Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau sering disebut partial least squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1982). Model partial least square didefinisikan dari dua persamaan linier yang disebut model struktural dan metode pengukuran (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).

Metode PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas (respons) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini membentuk model dari variabel yang ada untuk merangkai respons dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom, 2004 dalam Saragih, 2007).

Metode tersebut juga mempunyai keuntungan yaitu dapat mengoptimalkan hubungan prediktif antara 2 (dua) kelompok peubah bebas dan tidak bebas dan permodelannya tidak mengasumsikan sebaran dari peubah bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).

Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut (Junglens regia L.) dengan menerapkan metode NIR dan partial least square sebagai metode kalibrasi. Model tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400 – 2490 nm. Selain itu, NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar 72%.

Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004).

Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga metode ini sering disebut metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mecari ragam koefisien regresi.

(11)

D. Tepung Singkong

Ubi kayu atau singkong merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah padi, jagung, dan sagu. Ubi kayu ini berasal dari Negara Brasil. Singkong memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dahulu dikenal dengan nama Manihot utilissima Pohl, yang dalam nama daerahnya disebut pula kaspe, budin, sampeu, atau ketela pohon (Mulyandari, 1992).

Tanaman ini merupakan tanaman dikotil yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae. Singkong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan pangan pokok ataupun diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati singkong (tepung tapioka), gaplek, dan tepung singkong (Febriyanti, 1990).

Menurut SNI 01-2997-1992, tepung singkong adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi singkong yang dapat dimakan, melalui penepungan singkong iris, parut, ataupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung singkong sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan Bau Rasa Warna - - - Khas singkong Khas singkong Putih

2. Benda asing - Tidak boleh ada

3. Derajat putih % Min. 85

4. Kadar abu % b/b Maks. 1.5

5. Kadar air % b/b Maks. 12

6. Derajat asam Ml N NaOH/100g Maks. 3

7. Asam sianida Mg/kg Maks. 40

8. Kehalusan % lolos (80 mesh) Min. 90

9. Kadar pati % b/b Min. 75

10. Bahan Tambahan Pangan Sesuai SNI 01-02220-1995 - 11. Cemaran logam Timbal Tembaga Seng Raksa Arsen mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5 12. Cemaran mikroba

Angka lempeng total E. coli Kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 1.0 x 106 < 3 Maks. 1.0 x 104 Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (SNI 01-2997-1992)

(12)

Tepung singkong telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung singkong dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan sesuai dengan keinginan. Modifikasi tepung singkong telah dilakukan peneliti terdahulu seperti Muharram (1992), yang memodifikasi tepung singkong dengan pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).

Di beberapa Negara juga dikenal produk tepung-tepung dari bahan ubi kayu (singkong) dengan nama yang berbeda-beda, misal saja menurut Meuser (1978) dalam Febriyanti (1990) farinha de mandioca (Brazil) yang dibuat dengan cara pengupasan kulit, pemerutan ubi, kemudian dikempa untuk mengurangi kadar air awalnya dan pemanggangan dalam wadah tembaga.

Selain itu, dikenal juga gari (Nigeria) yaitu tepung singkong yang dibuat dengan cara pencacahan ubi kayu, dan kemudian dilakukan fermentasi sebelum pengeringan (Weber et al., 1978 dalam Rahman, 2007). Setiap produk tepung singkong yang dihasilkan oleh beberapa Negara memiliki kadar air yang berbeda-beda. Beberapa produk tepung singkong serta kandungan kadar airnya di beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produk tepung singkong di beberapa Negara Produk Kadar Air (%)

Farinha grossa (Brazil) 9.1

Cassava starch (Berlin) 12.0

Cassava starch (Colombia) 12.4

Cassava flour “Hein” (Jerman) 8.6

Gari (Nigeria) 11.7

Sumber: Weber et al. (1978) dalam Rahman (2007)

Modifikasi tepung singkong juga telah dilakukan oleh Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember (LAB. KBHP-UNEJ). Modifikasi tepung singkong tersebut dilakukan proses fermentasi, sehingga dihasilkan produk baru yang merupakan turunan dari tepung singkong yang diberi nama Modified Cassava Flour (MOCAF).

Komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik. Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana senyawa ini dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan

(13)

pemanasan. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13

Kadar Protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2

Kadar Abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2

Kadar Pati (%) 85-87 82-85

Kadar Serat (%) 1.9-3.4 1.0-4.2

Kadar Lemak (%) 0.4-0.8 0.4-0.8

Kadar HCN (mg/kg) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi Sumber: Subagio et al. (2008)

E. Modified Cassava Flour (MOCAF)

Modified cassava flour atau MOCAF merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini (Subagio et al., 2008). MOCAF dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram dapat dilihat pada Gambar 2.

Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12 – 72 jam. Setelah fermentasi, singkong tersebut dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk modified cassava flour.

Gambar 2 Modified cassava flour (MOCAF) dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram (Munthe, 2008).

(14)

Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.

Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma sampai 70% dari cita rasa singkong yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008).

Proses hidrolisis pati menjadi monosakarida dapat menurunkan viskositas MOCAF, akan tetapi proses hidrolisis pati ini terjadi setelah proses pembebasan granula pati yang menaikkan viskositas. Selain itu, proses pembebasan granula pati lebih dominan dibandingkan dengan proses hidrolisis pada fermentasi yang terjadi. Hal ini nampak dari semakin meningkatnya viskositas pasta panas dan pasta dingin MOCAF dengan semakin lama fermentasi.

Namun demikian, dengan fermentasi selama 72 jam akan didapatkan produk MOCAF yang mempunyai viskositas mendekati tepung tapioka (data tidak ditunjukkan). Hal ini dapat dipahami bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan semakin banyak sel-sel singkong yang pecah, sehingga pembebasan granula pati menjadi semakin meningkat (sangat ekstensif) (Subagio et al., 2008).

Pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan tahapan proses pembuatan MOCAF berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) produksi MOCAF berbasis klaster, dimana terdapat 2 (dua) kali proses perendaman. Perendaman I dilakukan pada air yang telah ditambahkan dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 m3 air sawah

dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 m3 air sumber pegunungan dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok makan. Kemudian dilakukan penambahan senyawa aktif B, yang dibuat dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air yang telah

(15)

dicampur enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok makan), perendaman dilakukan selama 24 – 30 jam untuk menghasilkan senyawa aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua untuk air sebanyak 1 m3 (Subagio et al., 2008).

Selanjutnya pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa aktif C (1 sendok makan dalam 1 m3 air) selama 10 menit. Tujuan dari proses perendaman ini adalah mencuci scum (protein) dari ubi yang dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan juga akan menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dari mikroba (Subagio et al., 2008).

 

Gambar 3 Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (Subagio et al., 2008). Singkong Segar Penerimaan Singkong Pengupasan Pencucian Pengecilan Ukuran (Tebal chip = 1-1.5 mm) Perendaman I T = 12-72 jam Perendaman II (t ≥ 10 menit) Pressing Pembuburan Pengeringan Chips Kering Pengakutan Chips Perendaman (t = 24-30 jam) Air Air Senyawa Aktif A Senyawa Aktif C Chips Singkong (± 1 Ons) Senyawa Aktif B Air Enzim Kultur Mikroba Kulit Limbah cair Limbah cair Limbah cair Penyimpanan A

(16)

       

Gambar 4 Diagram alir proses pengolahan chips kering menjadi MOCAF di pabrik induk (Subagio et al., 2008).

Selama proses fermentasi terjadi proses penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung terigu dan tapioka (Anonimf, 2009).

MOCAF mempunyai karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan tepung terigu, tepung beras, tepung singkong, tepung tapioka ataupun tepung yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah MOCAF yang diperoleh dari distributor PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Agro, Tebet, Jakarta selatan, tetapi di produksi oleh koperasi Loh Jinawi, Trenggalek, Jawa Timur. Spesifikasi MOCAF yang diproduksi oleh koperasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Penerimaan Chip Kering Pengeringan (Artificial drying) Penepungan Pengayakan A MOCAF Pengayakan Pengemasan Pengangkutan Produk MOCAF Sortiran Penyimpanan

(17)

Tabel 4 Spesifikasi modified cassava flour (MOCAF) yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek

No. Parameter Satuan Hasil 1. Keadaan: Warna Aroma Rasa - - - Putih Netral Netral

2. Kadar Air % Max. 13

3. Kadar Protein % Max. 1.0

4. Kadar Abu % Max. 0.2

5. Kadar Pati % 82-87

6. Kadar Serat % 1.9-3.4

7. Kadar Lemak % 0.4-0.8

8. Kadar HCN mg/kg Tidak Terdeteksi

9. Derajat Keputihan % 88-91

Sumber: Subagio (2007)

MOCAF merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu MOCAF dapat mengacu kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour. Syarat-syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

1. Kadar air % Maks. 13

2. Kadar abu % Maks. 3

3. Kadar Serat Kasar % Maks. 2

4. Kadar HCN mg/kg Maks. 10

5. Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku

6. Logam berat - Tidak terdeteksi

7. Bahan Tambahan - Tidak terdeteksi Sumber: CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

MOCAF ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah.   Namun demikian, Berdasarkan penelitian sebelumnya, produk-produk makanan yang dibuat dengan berbahan baku 100% MOCAF mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu berprotein rendah (pastry flour) (Anonimf, 2009).

(18)

Selain itu, hasil uji coba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa MOCAF dapat mensubstitusi tepung terigu hingga tingkat substitusi 15% pada produk mie instan dengan mutu baik, dan hingga 25 % untuk mie bermutu rendah. Bahkan alternatif aplikasi MOCAF untuk dipergunakan pada makanan bayi sedang diteliti (Anonimf, 2009).

F. Pati, Amilosa, dan Amilopektin

Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak terdapat pada tanaman, yang memiliki homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz dan Grosch, 1987 dalam Rahman, 2007).

Pada tanaman, pati terdapat dalam bentuk butiran-butiran kecil yang disebut granula. Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa granula pati mempunyai sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat inilah yang disebut birefringent. Pada saat granula pecah maka sifat birefringent ini akan menghilang.

Granula pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein. Perbandingan jumlah diantara ketiga komponen tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis pati, tergantung dari sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin (Winarno, 2002).

Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang berikatan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) glikosidik. Struktur amilosa dapat dilhat pada Gambar 5. Amilosa seringkali dikatakan sebagai struktur linier dari pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil yang sempurna. β-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung non-pereduksi rantai amilosa (Hoseney, 1998 dalam Panikulata, 2008).

Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati dan akan mempengaruhi berat molekul amilosa. Pada umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan berat molekul amilosa

(19)

s s m l i d s a g A m m serealia, den serealia (Mo Juml mirip denga larut pada k ikatan hydro dalam Rahm Amil serta ikatan amilopektin glukosa dal Amilopektin mengendap melarutkan p ngan rantai oorthy, 2004

lah atau kada an pati tanam kondisi yang ogen dengan man, 2007). Gamb lopektin ada n α-(1,6) sama sepe lam jumlah n dapat laru kembali. A pati dalam a polimer leb dalam Pani ar amilosa p man lain. Am drastis sepe n alkali atau bar 5 Struk alah polimer pada titik erti amilosa, yang besa ut dalam air Amilopektin air panas di b bih panjang ikulata, 2007

ati pada sing milosa tidak

erti suhu yan reagen yan ktur amilosa r dengan ik percabanga , yaitu terd ar (Wurzbur dan tidak dan amilos bawah suhu g g daripada r 7). gkong berad dapat larut d ng tinggi ata g sesuai (Be (Chaplin, 20 katan α-(1,4) annya. Pad iri dari ran rg, 1968 da mempunyai sa dapat dip gelatinisasi. rantai polim da pada kisar dalam air, h au dengan pe elitz dan Gr 006). ) pada ranta da dasarnya ntai pendek alam Rahm kecenderun pisahkan de mer amilosa ran 20-27% hanya dapat emotongan osch, 1987 ai lurusnya a, struktur α-(1,4)-D-man, 2007). ngan untuk engan cara

Gambar

Tabel 1  Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992
Tabel 2  Produk tepung singkong di beberapa Negara  Produk  Kadar Air (%)  Farinha grossa (Brazil)  9.1  Cassava starch (Berlin)  12.0  Cassava starch (Colombia)  12.4  Cassava flour “Hein” (Jerman)  8.6
Tabel 3  Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong
Gambar 3  Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips  kering  (Subagio et al., 2008)
+3

Referensi

Dokumen terkait

pengawasan mutu pakan ayam broiler adalah kadar air, abu, protein kasar, lemak.. kasar, serat kasar, kalsium dan fosfor

3 Data statistik kadar air, protein dan karbohidrat biji sorgum hasil analisis kimiawi laboratorium dengan metode konvensional pada tahap kalibrasi dan validasi untuk masukan

Tepung ikan yang dibuat dari bahan offal (sisa dari industry fillet ikan) akan mempunyai kadar protein yang lebih rendah dari kadar mineral yang lebih tinggi dari pada tepung ikan

Kecuali lisin, tingkat isi essential amino acids (EAA) di Didetoksifikasi Jatropha kernel meal (DJKM) adalah sebanding untuk tepung ikan dan bungkil kedelai

Ketika volume dan kandungan organik air limbah lebih kecil jika dibandingkan dengan volume air penerima, maka oksigen terlarut yang terdapat dalam air masih tersedia

Cookies pada umumnya diproduksi dengan menggunakan softwheat flour atau tepung protein rendah yang memiliki kandungan gluten dan kandungan airnya yang rendah (Kulp

Bahan utama yang digunakan adalah ikan , yang akan memberikan tekstur produk yang diinginkan, karena mempunyai kandungan protein myofibril (Soemarno, 2009).. Nugget termasuk

Kandungan Gizi Komponen kimia kacang merah yang meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, dan serat makanan tidak kalah unggul dibandingkan dengan bahan pangan lokal