• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cookies

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Cookies"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cookies

Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan atau biasa disebut dengan kue kering yang berbentuk kecil dan bertekstur renyah (Hardiyanti,dkk., 2018). Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak dan gula tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang pemotongnya bertekstur kurang padat (Standar Nasional Indonesia.2011). Cookies pada umumnya diproduksi dengan menggunakan softwheat flour atau tepung protein rendah yang memiliki kandungan gluten dan kandungan airnya yang rendah (Kulp & Ponte, 2010).Bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan cookies secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 kategori, yang pertama ialah bahan bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk struktur cookies, seperti terigu, air, garam, susu tanpa lemak, dan putih telur.

Sedangkan golongan kedua ialah bahan bahan sebagai pelembut tekstur seperti margarine, gula, bahan bahan pengembang pati (pati jagung, gandung, tapioka, dan lainnya), serta kuning telur (Hui, 2006).

Syarat mutu cookies di Indonesia sudah tercantum menurut Standar Nasional Indonesia (2011) pada Tabel 1:

Tabel 1. Syarat Mutu biskuit berdasarkan SNI 01-279-1992

Kriteria Uji Syarat

Air (%) Maks. 5

Protein (%) Min. 5

Lemak (%) Min. 9,5

Karbohidrat (%) Min. 70

Abu (%) Maks. 2

Serat Kasar (%) Maks. 0,5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber: (Standar Nasional Indonesia, 1992) 2.1.1 Bahan Pembuatan Cookies

Bahan pembuatan cookies dibedakan menjadi dua, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan yang mempunyai fungsi sebagai pengikat pada cookies terdiri dari terigu, putih telur, susu tanpa lemak, garam dan air. Sedangkan bahan yang mempunyai fungsi sebagai pelembut tekstur pada cookies terdiri dari

(2)

4 shortening dan emulsifier, gula, leavening agent dan kuning telur (Faridah, 2008).

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan cookies menjadi faktor utama yang menentukan kualitas produk akhir dari cookies yang dihasilkan.

a. Tepung Terigu

Tepung merupakan komponen pembentuk struktur dalam pembuatan biskuit, juga memegang peran penting dalam cita rasa. Selain itu, tepung berfungsi untuk mengikat bahan lain dan mendistribusikannya secara merata (Sutomo, 2012). Untuk membuat cookies yang baik, maka tepung terigu yang paling sesuai adalah tepung terigu lunak dengan kadar protein sekitar 8% dan kadar gluten yang tidak terlalu banyak (Sultan, 2000).

Soft flour (terigu protein rendah) Tepung jenis ini memiliki sifat daya serap air yang rendah, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.

Soft flour cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan cookies, pastel, dan kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Tepung ini terbuat dari soft wheat dengan kandungan protein gluten 8% sampai 9%.

Tepung terigu mengandung protein dalam bentuk gluten. Gluten merupakan senyawa pada terigu yang memberikan sifat kenyal, elastis dalam menghasilkan suatu produk makanan (Wayne.2013). Kandungan gizi dalam tepung terigu dapat dilihat pada abel 2.

b. Tepung Maizena

Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi (USDA, 2001). Protein yang terdapat pada jagung sekitar 10% dan hanya mengandung sedikit kalsium tetapi memiliki kandungan fosfor dan zat besi yang lebih banyak. Cookies dengan penambahan tepung maizena sebanyak 200g mampu membuat tekstur dari cookies menjadi lebih renyah (Faridah, 2008). Pada pembuatan cookies, maizena mempunyai fungsi untuk merenyahkan tekstur pada cookies karena pada tepung terigu rendah protein mengandung gluten yang rendah yang membuat cookies menjadi keras. sehingga penambahn maizena mampu membuat tektur cookies tetap terjaga kerenyahannya.

(3)

5 Tabel 2. Kandungan gizi tepung terigu

Informasi Gizi Jumlah

Energy 365 kal

Lemak 1,3 g

Protein 10,3 g

Karbohidrat 77,3 g

Serat 2,7 g

Fosfor 1,6 g

Besi 1,2 g

Kalsium 16 g

Sumber: (Direktorat Gizi, 2018) c. Lemak

Lemak memiliki sifat fungsional yang berguna dalam pengolahan pangan, diantaranya mempengaruhi warna, flavour, tekstur, kelembutan, emulsifikasi, dan medium pindah panas dalam proses pengolahan pangan (Kusnandar, 2011).

Lemak merupakan komponen terpenting dalam pembuatan cookies. Penggunaan lemak dalam pembuatan cookies dapat membantu memperkuat jaringan zat gluten tepung, melembabkan adonan, menjaga produk tidak cepat mengeras dan meningkatkan nilai gizi (Faridah dkk., 2008). Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega dan margarin. Mentega terbuat dari lemal hewani yang mengandung 82% lemaksusu dan 16% air. Sedangkan margarin terbuat dari lemak nabati (Faridah dkk., 2008). Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan 6 margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret di mulut (Faridah, Yulastri, & Yusuf, 2008).

Butter atau mentega adalah produk lemak yang berasal dari hewan.

Mentega yang terbuat dari hewan memiliki kandungan lemak jenuh yang cukup tinggi. Mentega memiliki aroma harum khas susu sehingga sering sekali digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan cookies atau yang lain.

Menurut Pratiwi (2008), pembuatan cookies ini menggunakan butter untuk

(4)

6 bertujuan menambah aroma serta untuk memudahkan pemindahan cookies dari loyang, penambahn butter sebanyak kurang lebih 150g sudah cukup untuk adonan cookies, karena jika cookies terlalu banyak penambahan butter akan membuat adonan cookies akan terlalu cair dan juga membuat adonan tidak kokoh (Faridah, 2008).

Tidak berbeda dengan butter, mentega sering dibuat menjadi bahan utama pembuatan cookies, namun mentega berasal dari lemak nabati,berbeda dengan butter, mentega mempunyai rasa asin gurih yang dapat meningkatkan cita rasa pada produk cookies (Faridah,2008). Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara bahan baku yang lain dalam industri cookies atau biskuit. Dibandingkan dengan terigu dan gula, harga lemak yang paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Lemak digunakan baik pada adonan, disemprotkan dipermukaan biscuit atau cookies, sebagai isi krim dan coating pada produk biskuit cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan jenis lemak yang berbeda pula (Anni, 2008).

d. Telur

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari 3 bagian utama yaitu telur utuh, kuning telur, dan putih telur (Pyler,2009). Telur ayam merupakan jenis telur yang sering digunakan untuk membuat kue. Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan kue khususnya cookies. Telur biasanya digunakan dalam cookies sebanyak 1-3 telur atau tergantuk jumlah adonan yang dibuat. Telur berfungsi sebagai pengikat bahan bahan lain sehingga struktur cookies lebih stabil dan pemberi warna dan rasa pada cookies yang dihasilkan. Kuning telur mengandung 30% letisin ynag merupakan pembentuk emulsi (Faridah dkk, 2008). Fungsi lain dari telur yaitu memerangkap udara di dalam adonan pada saat pengadukan, menambah warna dan rasa, memberikan zat gizi protein serta lemak esensial dan berfungsi sebagai emulsifier (Sarifudin,2015).

(5)

7 e. Gula

Gula digunakan sebagai bahan pemanis, membantu proses pembentukan krim, membantu dalam pembentukan warna kulit roti yang baik dan menambahkan nilai gizi pada produk (Faridah dkk, 2008). Gula yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah gula halus atau gula pasir dengan butiran halus agar susunan cookies rata dan juga empuk (Faridah dkk, 2008). Peran gula dalam pembuatan cookies ialah mematangkan dan mengempukkan susunan sel pada protein tepung. Penambahan gula halus pada adonan cookies sekitar ku rang lebih 10-80 g sudah cukup untuk meningkatkan cita rasa manis pada produk, namun hal tersebut tergantung juga dari jumlah adonan yang dibuat.(Fatmawati, 2012). Gula pada waktu pemanggangan harus dalam waku singkat agar cookies tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat pembentukan warna.

f. Susu Skim

Susu merupakan suatu emulsi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil dalam larutan protein cair, gula dan mineral. Sedangkan susu skim adalah produk samping dari pemisahan butterfat (lemak mentega) dari susu utuh atau full cream sehingga dihasilkan susu bebasa lemak (Faridah dkk, 2008). Susu skim berperan dalam memperbaiki rasa dan aroma pada cookies . penambahan susu skim umumnya hanya untuk meningkatkan aroma serta cita rasa creamy dan gurih pada cookies. Penambahan susu skim sendiri cukup dengan 10 sampai 20 gram saja agar aroma khas dari bahan baku pembuatan cookies tidak hilang (Nurbaya, 2013). Laktosa yang terdapat pada susu skim merupakan disakarida pereduksi apabila berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Faridah dkk, 2008). .

g. Garam

Garam terdiri dari 40% sodium dan 60% klorida. Garam berfungsi untuk membangkitkan rasa lezat pada bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat cookies (Faridah dkk, 2008). . Penambahan garam pada jumlah yang cukup dapat meningkatkan kekuatan gluten. Dalam jumlah terlalu banyak, garam akan menurunkan kemampuan gluten dalam menahan gas karna gluten tidak

(6)

8 mempunyai daya regang yang cukup. Sebaliknya, jika penambahan garam dalam jumlah yang sedikit berpengaruh terhadap pencapaian volume yang maksimal karena gluten tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gas (Faridah dkk, 2008). Garam efektif digunakan pada konsentrasi 1-1,5%, dari jumlah tepung. Jika digunakan lebih besar dari 2,5% menyebabkan rasa yang kurang menyenangkan. Oleh karena itu, jumlah digunakan dalam adonan hanya sedikit (Manley, 1998).

2.1.2 Proses Pembuatan Cookies

Poses pembuatan cookies terdiri dari pencampuran adonan, pencetakan cookies, dan pemanggangan cookies (Faridah dkk, 2008).

1. Proses pencampuran adonan

Pembuatan adonan diawali dengan persiapan bahan-bahan kemudian pencampuran dan pengadukan bahan. Terdapat dua metode pencampuran adonan yaitu metode krim (creaming method) dan metode all in. Metode krim merupakan metode pencampuran bahan dilakukan secara bertahap. Lemak, gula garam dan bahan pengembang dicampur terlebih dahulu sampai terbentuk krim homogen.

Kemudian pada tahap akhir ditambahkan susu dan tepung secara perlahan dan dilakukan pengadukan sampai adonan cukup mengembang. Sedangkan metode all in merupakan semua bahan dicampur secara langsung sampai adonan cukup mengambang. Selama pembentukan adonan waktu pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dengan pengembangan gluten yang diinginkan.

2. Proses pencetakan cookies

Pencetakan bertujuan untuk memperoleh cookies dengan bentuk sesuai selera dan yang seragam. Pencetakan biasanya dilakukan pada loyang dengan memberi jarak antar cookies untuk menghindari agar cookies tidak saling lengket dan bertabrakan. Berdasarkan cara mencetaknya terdapat lima jenis cookies yaitu, drop cookies, rolled cookies, piped cookies, bar cookies, dan short cut cookies (Lolita, 2010). Proses pencetakan sebaiknya segera dilakukan setelah adonan terbentuk.

(7)

9 3. Proses pemanggangan

Proses pemanggangan memerlukan waktu dan suhu yang berbeda tergantung dari jenis dan ukuran cookies. Suhu pemanggangan cookies pada umumnya 160-200oC selama 10-15 menit. Selama proses pemanggangan terjadi perubahan fisik maupun kimiawi. Perubahan fisik terjadi seperti mengembangnya gas dan menguapnya air pada bahan. Perubahan kimiawi seperti koagulasi protein dan reaksi maillard.

2.2 Daun Kelor

Kelor merupakan tanaman perdu yang tingginya mencapai 10 meter, berbatang lunak dan rapuh, dengan daun sebesar ujung jadi berbentuk bulat telur dan tersusun menjemuk. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun, berwarna putih, buah bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30cm, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700m diatas permukaan laut (Suriawiria,2005).

Adapun morfologi daun kelor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Kelor Sumber : Kelor.web.id

Menurut Roloff (2009) dalam Nugraha (2013), klasifikasi tanaman kelor adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Division : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Subclassis : Dialypetalae

Ordo : Rhoeadales (Brassicales) Familia : Moringaceae

Genus : Moringa

Species : Moringa oleifera

(8)

10 Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam daun kelor, daun kelor dengan tingkat kematangan yang berbeda secara fisik, akan mempengaruhi dari kandungan kelor. Apabila kematangan yang hijau pada daun kelor memiliki kandungan kimia yang dimiliki daun kelor antara lain asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan dkk, 2007).

Senyawa antinutrisi yang banyak terkandung dalam daun kelor antara lain saponin, tanin dan fenol. Menurut Foild, dkk (2007) daun kelor segar mengandung 5% saponin sedangkan daun kelor yang telah diekstraksi dengan alkohol mengandung saponin sebesar 0,2%. Fenol banyak terdapat dalam tanaman dan biasanya pada saat diekstraksi dapat bersifat larut dalam alkohol. Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6% (Foild, dkk, 2007).Hasil penelitian di Afrika menunjukkan bahwa daun kelor mengandung vitamin C tujuh kali lebih banyak dari buah jeruk, mengandung empat kali kalsium lebih banyak dari susu disamping kandungan protein daunnya yang dapat mencapai 43 % jika diekstrak dengan ethanol.

2.3 Tepung Daun Kelor

Tepung daun kelor merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari daun kelor yang diproses dengan cara dikeringkan dan dibuat serbuk dengan dihancurkan dan diayak (Tanico, 2011). Daun kelor dapat dimanfaatkan dalam bentuk tepung agar lebih awet dan mudah disimpan. Tepung daun kelor merupakan suplemen makanan yang bergizi dan dapat ditambahkan sebagai campuran dalam makanan. Daun kelor yang akan dijadikan tepung harus dicuci untuk menghilangkan kotoran dan kuman (Doerr & Cameron 2005). Menurut Broin (2010), terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengeringkan daun kelor yaitu pengeringan di dalam ruangan, pengeringan dengan cahaya matahari, dan menggunakan mesin pengering. Daun yang sudah kering dan dapat dijadikan tepung dicirikan dengan daunnya rapuh dan mudah dihancurkan. Daun yang sudah kering dihancurkan 9 menggunakan mortar ataupun penggilingan. Tepung daun kelor sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara dan terhindar dari panas, kelembaban, dan cahaya untuk menghindari pertumbuhan mikroogranisme dan masalah lain yang berbahaya. Tepung yang disimpan dalam keadaan bersih,

(9)

11 kering, kedap udara, terlindung dari cahaya dan kelembaban serta suhu di bahwa 24°C dapat bertahan hingga 6 bulan (Doerr & Cameron 2005) Daun kelor (Moringa oleifera) yang digunakan dalam pembuatan tepung daun kelor menurut Zakaria dkk., (2012) adalah daun berwarna hijau yang dipetik dari dahan pohon yang kurang lebih dari tangkai daun pertama (di bawah pucuk) sampai tangkai daun ketujuh yang masih hijau, meskipun daun tua bisa digunakan asal daun kelor tersebut belum menguning. Daun kelor memiliki aroma khas langu. Daun kelor mengandung enzim lipoksidase, enzim ini terdapat pada sayuran hijau dengan menghidrolisis atau menguraikan lemak menjadi senyawa-senyawa penyebab langu yang tergolong pada kelompok heksanal 7 dan heksanol. Aroma langu pada daun kelor dapat dikurangi dengan cara diblanching (Ilona, 2015).

Proses pembuatan tepung daun kelor akan dapat meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, karbohidrat, serat dan zat gisi lainnya. Pada tepung daun kelor memiliki kandungan senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organic yang ditemukan di alam. Senyawa ini biasanya ditemukan pada daun- daunan yang memiliki rasa pahit. Kegunaan lain dari senyawa ini di bidang farmakologi sebagai stimulan sistem saraf, obat batuk, obat tetes mata, sedative, obat malaria, kanker, dan anti bakteri. (Porras-Reyee dkk., 1993 ; Dong dkk., 2005). Perbandingan nilai gizi daun kelor dengan tepung daun kelor dalam 100 gram disajikan pada Tabel 3.

(10)

12 Tabel 3. Perbandingan Kandungan Gizi Dalam Tiap 100 Gram Daun Kelor

Dengan Tepung Daun Kelor

Daun Kelor Tepung Daun Kelor

Kalori (kkal) 92,00 205,00

Protein (g) 6,70 27,10

Lemak (g) 1,70 2,30

Karbohidrat (g) 13,40 38,20

Serat (g) 0,90 19,20

Ca (mg) 440,00 2003,00

Mg (mg) 24,00 368,00

P (mg) 70,00 204,00

K (mg) 529,00 1324,00

Cu (mg) 1,10 0,60

Fe (mg) 7,00 28,20

S (mg) 137,00 870,00

Vitamin A-B carotene (mg) 6,80 16,30

Vitamin B choline (mg) 423,00 -

Vitamin B1 thiamin (mg) 0,21 2,60

Vitamin B2 riboflavin (mg) 0,05 20,50

Vitamin B3 nicotinic acid (mg) 0,80 8,20

Vitamin C ascorbi acid (mg) 220,00 17,30

Vitamin E tocopherol - 113,00

Sumber : (Winarti, 2010)

Selain alkaloid, dalam tepung daun kelor juga mengandung senyawa flavonoid, saponin, fenolat, steroida, dan tanin. Aktivitas antioksidan juga dimiliki oleh komponen aktif flavonoid tertentu digunakan untuk menghambat pndarahan dan skorbut (Tarziah, 2012). Fenolat sebagian besar adalah antioksidan yang menetralkan reaksi oksidasi dari radikal bebas yang dapat merusak struktur sel dan berkontribusi terhadap penyakit dan penuaan. Peranan beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui, misalkan senyawa fenolik atau polifenolik merupakan senyawa antioksidan alami tumbuhan. Senyawa tersebut bersifat multifungsional dan berperan sebagai antioksidan karena mempunyai kemampuan sebagai pereduksi dan penangkap radikal bebas (Estiasih dan Andiyas, 2006).

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu biskuit berdasarkan SNI 01-279-1992
Gambar 1. Daun Kelor  Sumber : Kelor.web.id

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, ragam data yang pada awal tahun enam puluhan cukup dikumpulkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), sekarang memerl;ukan keterlibatan penyelenggara kegiatan statistik lainnya

Dalam metode ini, kendaraan bergerak dalam arus lalu-lintas untuk mengumpulkan data yang meliputi waktu perjalanan serta arus lalu-lintas baik yang searah maupun yang berlawanan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) Penggunaan model pembelajaran langsung dapat

LMND tetap terus akan melakukan resistensi dan menolak untuk takluk terhadap segala bentuk apparatus yang menyerang tubuh gerakan. Namun, sekali lagi filsafat adalah

Penilaian kinerja karyawan di Klinik Pengobatan Keluarga Kita dengan beberapa kriteria diantaranya: Kualitas kerja, Kejujuran, Disiplin, Pengetahuan dan Kerjasama

Kriteria keberhasilan dalam tindakan ini adalah ketika subyek penelitian mencapai skor post-test ≥ 84 (kategori tinggi).. Siklus I dilakukan selama 5 kali tindakan,

Pengaturan pencemaran nama baik dalam UU No.11 Tahun 2008 terdapat dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang yaitu Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (1) dan Pasal

Untuk profesional lainnya, melihat hasil yang diperoleh dari penelitian bahwa pelatihan bersyukur cukup efektif untuk meningkatkan resiliensi, diharapkan metode