commit to user
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN THINK PAIR SHARE (TPS) PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DITINJAU DARI KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN PATI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Himawan Sulasthomo1, Budi Usodo2, dan Mardiyana3
1,2,3,Program Magister Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract: The objectives of the research were to find out: (1) which one
providing better mathematics learning achievement, Jigsaw, TPS, or direct learning model, (2) which one having better mathematics learning achievement, students with high, medium, or low learning discipline, (3) in each learning models (Jigsaw, TPS, and direct) which one providing better mathematics learning achievement, high, medium, or low learning discipline, (4) in each student learning discipline (high, medium, or low) which one providing better mathematics learning achievement, Jigsaw, TPS, or direct learning model. This study was a quasi-experimental research. The research design used was a 3x3 factorial design. The population of research was all VIII graders of Public Junior High Schools through out Pati Regency in the academic year of 2015/2016. Meanwhile the sample was taken using stratified cluster random sampling. The sample consisted of 284 students: 96 students for experiment I class, 94 for experiment II class and 94 for control class. The instruments used to collect the data were learning discipline questionnaire and mathematics learning achievement test. From the result of research, it could be concluded as follow: (1) Jigsaw learning model provided mathematics learning achievement the better than TPS or direct learning model; TPS learning model provided mathematics learning achievement the same as direct learning model. (2) The learning achievement of the students with high or medium learning discipline were the same; and the learning achievement of the students with high or medium learning discipline were better than low learning discipline; (3) In each of learning models, students with high or medium learning discipline had the same achievement; In each of learning models, students with high or medium learning discipline had the better than low learning discipline; (4) In each of category of learning discipline, Jigsaw learning model gave the better than TPS or direct learning models; and in each of category of learning discipline, TPS or direct learning models gave learning achievement were the same.
Keywords: jigsaw, TPS, direct learning, learning discipline, and learning achievement.
PENDAHULUAN
Matematika adalah ilmu yang mendasari berbagai disiplin ilmu. Matematika mempunyai peran penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyadari betapa pentingnya matematika, maka matematika sudah diajarkan sejak dari jenjang pendidikan usia dini sampai jenjang pendidikan tinggi. Matematika juga dapat
commit to user
membentuk seseorang untuk mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
Matematika sering dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan karena sukar untuk dipelajari. Ada kecenderungan, bahwa materi yang harus dipelajari siswa semakin hari semakin bertambah jumlah, jenis, dan tingkat kesukarannya. Dari data nilai hasil Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2014/2015, baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional menunjukkan nilai rata-rata matematika menempati urutan keempat atau terbawah dari empat mata pelajaran UN.
Tabel 1. Nilai Rata-rata UN Tahun Pelajaran 2014/2015
Tingkat IndonesiaBahasa Bahasa Inggris Matematika IPA
Kabupaten Pati 73,60 57,16 53,06 57,06
Provinsi Jawa Tengah 74,52 53,04 47,43 52,49
Nasional 71,06 60,01 56,28 59,88
(BNSP, 2015) Berdasarkan kenyataan bahwa prestasi pelajaran matematika rendah, hendaknya dalam pembelajaran matematika perlu dilakukan usaha-usaha meningkatkan prestasi belajar matematika. Salah satu usahanya adalah dengan menerapkan model-model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan presatasi belajar siswa. Sebuah model pembelajaran mungkin tepat untuk diterapkan pada suatu materi tertentu namun bisa tidak tepat untuk materi yang lain.
Model pembelajaran yang sampai saat ini sering diterapkan di mata pelajaran matematika adalah model pembelajaran langsung. Penerapan model pembelajaran langsung, dapat menjadi salah satu faktor rendahnya prestasi belajar matematika. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran langsung guru lebih dominan sehingga siswa lebih bersifat pasif. Hal tersebut menyebabkan siswa berada pada keadaan bosan dan tidak memiliki semangat untuk belajar matematika.
Suatu pembelajaran akan lebih berarti apabila siswa belajar secara aktif, membangun pengetahuan sendiri secara diskusi daripada hanya mendengarkan ceramah guru (Tuan, 2010: 66). Dalam kelas diskusi siswa mendapatkan waktu dan kesempatan yang lebih banyak untuk memperjelas pemahaman, (Walshaw dan Anthony, 2009). Khususnya pembelajaran matematika, hendaknya guru menggunakan model pembelajaran dimana siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi untuk memecahkan masalah matematika yang dipelajari (Goos, 2004: 259).
commit to user
Penelitian Doymus (2007) menyimpulkan pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif secara signifikan menghasilkan prestasi lebih baik daripada menggunakan pembelajaran langsung. Sejalan itu hasil penelitian Awofala, et. Al (2012) menyimpulkan bahwa hasil post tes dengan pembelajaran kooperatif lebih baik daripada pembelajaran individual.
Pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif yang dipilih adalah
model kooperatif tipe Jigsaw dan tipe Think Pair Share (TPS). Beberapa alasan
menjadi dasar pertimbangan dalam memilih tipe model kooperatif tersebut.
Alasan yang pertama adalah sampai saat ini masih belum banyak penelitian yang
membandingkan kedua model tersebut sekaligus. Kebanyakan penelitian yang
sudah ada membandingkan Jigsaw dengan model selain TPS. Alasan yang kedua
adalah model Jigsaw dan TPS mempunyai dua karakter yang berlainan, Jigsaw
mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang cukup rumit, sedangkan TPS
mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang sederhana. Model pembelajaran
dengan langkah-langkah pembelajaran yang berlawanan ini menarik untuk
dibandingkan. Manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik antara model
pembelajaran yang langkahnya cukup rumit dengan model pembelajaran yang
langkahnya sederhana. Alasan lainnya adalah pada model pembelajaran Jigsaw
terdapat diskusi ahli. Apakah yang dimaksud dengan diskusi kelompok ahli dan
bagaimanakah pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Selanjutnya istilah
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw cukup ditulis dengan model
pembelajaran Jigsaw
Alasan lain dalam memilih Jigsaw karena pada materi prisma dan limas
dapat dikenai model pembelajaran Jigsaw. Tidak sebarang materi pelajaran dapat
dikenai model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw dapat diterapkan
pada materi dengan sub-submateri yang independen, artinya sub-sub materi dapat
dipelajari berbarengan tanpa saling mempengaruhi. Sub-sub materi yang
beda dapat dipelajari secara bersama-sama oleh kelompok ahli yang berbeda-
berbeda-beda. Ciri khas yang utama dari model pembelajaran Jigsaw adalah dibentuknya
kelompok ahli. Maksud dari kelompok ahli adalah kelompok tempat
berdiskusinya siswa-siswa yang mendapatkan soal atau permasalahan yang sama.
commit to user
Di kelompok ahli ini mereka berdiskusi memahami dan menyelesaikan masalah
yang nantinya harus disebarkan kepada anggota kelompok asal mereka.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) selanjutnya
ditulis dengan model pembelajaran TPS. Model pembelajaran TPS adalah model
pembelajaran kooperatif yang sederhana karena hanya melibatkan dua siswa
dalam berdiskusi. Tentunya berdiskusi hanya dengan dua siswa memudahkan
dalam pembentukan kelompok dan tidak menyita banyak waktu, sehingga model
ini mudah diterapkan pada pembelajaran di kelas. Dengan demikian diharapkan
dengan model pembelajaran TPS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Model pembelajaran TPS dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu berpikir (think),
berpasangan (pair), dan dilanjutkan dengan berbagi (share). Pada tahapan berpikir
diharapkan siswa dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir (think) secara
individu untuk menjawab masalah/soal dari guru. Dengan berpikir secara
individu, siswa dilatih untuk mandiri tidak bergantung pada siswa lain. Pada
tahapan berpasangan (pair) siswa dapat bertukar pemikiran/dikusi untuk
menemukan solusi yang lebih baik/tepat atau. Pada tahapan berbagi (share)
diharapkan
siswa
dapat
mengomunikasikan
hasil
diskusi.
Dengan
mengomunikasikan tentunya siswa mengalami proses penguatan pemahaman
materi.
Faktor internal juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Kondisi siswa yang berbeda-beda antara lain daya pikir, motivasi, minat,
intelegensi, kemandirian belajar, kedisiplinan belajar, kreativitas belajar, gaya
belajar dan sebagainya.
Pada penelitian ini menggunakan tinjauan dari kedisiplinan belajar sebagai
faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Kedisipinan belajar
dipilih sebagai tinjauan pada penelitian ini karena masih jarang penelitian yang
memilih tinjauan dari kedisiplinan belajar siswa. Tinjauan yang sering dipilih
antara lain kreatifitas belajar, aktifitas belajar, minat belajar, dan kecerdasa.
Seorang siswa dengan tingkat kedisiplinan belajar yang berbeda dimungkinkan
mempunyai prestasi belajar yang berbeda pula. Seorang siswa yang berdisiplin
belajar tinggi apakah berprestasi lebih baik dibanding dengan siswa yang
commit to user
berdisiplin belajar sedang atau rendah. Apakah siswa yang berdisiplin belajar
sedang mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding siswa berdisiplin belajar
rendah. Hal inilah sebagai alasan mengapa peneliti memilih tinjauan ini. Lebih
khusus lagi, penelitian yang membandingkan model pembelajaran Jigsaw dan
TPS yang ditinjau dari kedisiplinan belajar, masih belum dijumpai oleh penulis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik di antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe TPS atau model pembelajaran langsung, 2) pada tingkat kedisiplinan tinggi, sedang, atau rendah mana yang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik, 3) pada masing-masing model pembelajaran, tingkat kedisiplinan belajar mana yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa dengan kedisiplinan tinggi, sedang, atau rendah, 4) pada masing-masing tingkat kedisiplinan, model mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe TPS atau model pembelajaran langsung.
METODOE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain 3x3. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri se-Kabupaten Pati tahun pelajaran 2014/2015. Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling. Dari 59 SMP Negeri terpilih tiga sekolah sebagai sampel, yaitu SMP Negeri 1 Tayu mewakili sekolah kategori tinggi, SMP Negeri 1 Margoyoso mewakili sekolah kategori sedang, dan SMP Negeri 1 Gunungwungkal mewakili sekolah kategori rendah.
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran dan tingkat kedisiplinan belajar, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket, metode tes, dan metode dokumentasi. Metode angket digunakan untuk memperoleh data kedisiplinan belajar siswa dan metode tes digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar matematika, sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sampel penelitian dan data kemampuan awal siswa. Data kemampuan awal diambil dari nilai Ulangan Akhir Semester Gasal tahun pelajaran 2015/2016 siswa. Data kemampuan awal digunakan sebagai data untuk menguji keseimbangan populasi. Sebelum dilakukan uji
commit to user
keseimbangan, data kemampuan awal harus diuji prasyarat terlebih dahulu yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
Setelah penelitian dilakukan, data hasil penelitian yang berupa data prestasi belajar siswa juga diuji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Apabila hasil analisis variansi dua jalan dinyatakan bahwa H0 ditolak, maka dilanjutkan dengan uji pasca anava. Uji lanjut pasca anava meliputi uji komparasi ganda antar baris, uji komparasi ganda antar kolom, dan uji komparasi ganda antar baris dan antar kolom. Uji komparasi antar baris maupun uji komparasi antar kolom dilakukan menggunakan analisis variansi satu jalan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut ini hasil uji normalitas, uji homogenitas, dan uji keseimbangan dari data kemampuan awal siswa. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan menggunakan metode Liliefors dengan taraf signifikansi 0,05.
Tabel 2.
Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal
Uji
Normalitas
L
obsL
tabelKeputusan
Simpulan
Jigsaw
0,0897
0,0904
H
0diterima
Populasi berdistribusi Normal
TPS
0,0657
0,0914
H
0diterima
Populasi berdistribusi Normal
Langsung
0,0873
0,0914
H
0diterima
Populasi berdistribusi Normal
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada kelas Jigsaw, TPS maupun kelas kontrol, Lobs <
L
tabel . Hal ini berarti keputusan uji normalitas populasi diterima. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelas Jigsaw, TPS maupun kelas kontrol masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal.Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui bahwa populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama (homogen). Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett dengan taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji homogenitas populasi dinyatakan bahwa nilai sebesar 2,3167 tidak termasuk dalam daerah kritis (DK = {
2 > 5,9910}). Hal ini berarti keputusan homogenitas populasi diterima. Disimpulkan bahwa kelas Jigsaw, kelas TPS , dan kelas kontrol mempunyai variansi sama (homogen).commit to user
Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui bahwa populasi mempunyai kemampuan awal yang sama. Uji keseimbangan ini menggunakan analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Keseimbangan Kemampuan Awal
Sumber JK dk RK Fobs Fα Keputusan
Model Pemb. 2412,0945 2 1206,0473 3,1349 3,208 H0diterima
Galat 108104,4548 281 384,7134 -
-Total 110516,5493 283 - -
-Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa < maka diterima, sehingga
disimpulkan bahwa populasi mempunyai kemampuan awal yang sama (seimbang).
Selanjutnya uji normalitas dan uji homogenitas untuk hasil penelitian pada
data prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas.
Tabel 4. Hasil Analisis Uji Normalitas Prestasi Belajar
Uji
Normalitas Lobs Ltabel Keputusan Simpulan
Jigsaw 0,0796 0,0904 H0 diterima Populasi berdistribusi Normal
TPS 0,0625 0,0914 H0 diterima Populasi berdistribusi Normal
Langsung 0,0743 0,0914 H0 diterima Populasi berdistribusi Normal
Pada uji normalitas dinyatakan bahwa L
obs< L
tabel ,sehingga H
oditerima
dan disimpulkan bahwa data prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas
berdistribusi normal. Pada uji homogenitas data prestasi belajar siswa dinyatakan
bahwa
2obs
= 0,3641 dan
2tabel= 5,9910. Ini dapat dinyatakan bahwa
2obs<
2
tabelmaka populasi data prestasi belajar mempunyai variansi yang sama
(homogen).
Selanjutnya dari data prestasi belajar siswa dilakukan uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Hasil uji anava dua jalan dengan sel tak sama ini disajikan dalam Tabel 5
commit to user
Tabel 5. Ringkasan Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dK RK Fobs Ftabel Keputusan
Model
Pembelajaran (A) 2497,8118 2 1248,9059 5,7797 3,031 H0Aditolak
Kedisiplinan
Belajar (B) 4898,5617 2 2449,2808 11,3349 3,031 H0Bditolak
Interaksi (AB) 26,2791 4 6,5698 0,0304 2,407 H0ABditerima
Galat 59423,0656 275 216,0839
Total 66845,7182 283
Dari hasil perhitungan > untuk H0A, H0B dan < untuk H0AB,
sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa, 2) terdapat perbedaan pengaruh kedisiplinan belajar siswa terhadap prestasi belajar, dan 3) tidakterdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kedisiplinan belajar siswa terhadap prestasi belajar.
Karena H0A dan H0B ditolak, maka diperlukan uji lanjut pasca anava yakni uji komparasi ganda antar baris dan antar kolom dengan metode Scheffe’. Sebelum dilakukan uji komparasi ganda antar baris, terlebih dahulu dihitung rerata marginalnya. Hasil perhitungan rerata tersebut disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Ringkasan Rerata Masing-Masing Sel dan Rerata Marginal
Model Pembelajaran Kedisiplinan Belajar
Tinggi Sedang Rendah Rerata Marginal
Jigsaw 80,1429 75,9167 69,6000 75,8333
TPS 75,2593 70,2222 63,6364 70,1277
Kontrol 72,3478 68,6957 62,5600 67,9574
Rerata Marginal 76,1538 71,6835 65,0149
Tabel 6. digunakan untuk melihat rerata marginal dari masing-masing model pembelajaran dan kedisiplinan belajar siswa apabila dari perhitungan uji komparasi ganda berikut dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan.
Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan ditolak, sehingga
perlu dilakukan uji komparasi ganda antar baris. Hasil uji rerata antar baris disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7: Ringkasan Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris H0 Fobs 2Ftabel Keputusan Uji
μ1. =μ2. 7,1555 (2)(3,031) = 6,062 H0ditolak
μ1.= μ3. 13,6340 (2)(3,031) = 6,062 H0ditolak
commit to user
Dengan :
μ1. = rataan prestasi belajar tipe Jigsaw μ2. = rataan prestasi belajar tipe TPS
μ3. = rataan prestasi belajar pembelajaran langsung
Berdasarkan Tabel 7. ditunjukkan terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi model pembelajaran Jigsaw dengan TPS maupun Jigsaw dengan pembelajaran langsung. Dengan memperhatikan rerata marginal pada Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran
Jigsaw lebih baik dibanding siswa yang diberi model pembelajaran TPS maupun
pembelajaran langsung. Hal ini sesuai dengan hipotesis pertama yang menyatakan bahwa model pembelajaran Jigsaw menmberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding model pembelajaran TPS maupun pembelajaran langsung. Model pembelajaran Jigsaw memberikan prestasi belajar lebih baik dikarenakan pada model ini memberikan kesempatan siswa untuk belajar lebih aktif, setiap siswa mendapat peran untuk mendiskusikan masalah dan kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi kepada teman yang lain. Tahap diskusi dan menyampaikan hasil ini dapat menjadi sarana penguatan pembahaman yang sudah dipunyai siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman materi yang dipalajari. Hal ini ini relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Subyakto (2009) yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran Jigsaw lebih baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Pada pembelajaran Jigsaw memberikan kesempatan siswa untuk lebih belajar aktif sehingga belajar lebih bermakna dan efektif dalam meningkatkan prestasi. Pembelajaran langsung membuat siswa cenderung pasif, tidak bertanya kepada teman atau guru jika terdapat kendala dalam memahami materi sehingga anak kurang mengerti materi yang disampaikan.
Dari rangkuman Tabel 7. ditunjukkan pula bahwa model pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar yang tidak berbeda secara signifikan dengan model pembelajaran langsung. Ini juga dapat diartikan bahwa model pembelajaran TPS dan model pembelajaran langsung memberikan prestasi belajar yang sama baiknya. Hal ini berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa model pembelajaran TPS memberikan prestasi yang lebih baik dibanding model pembelajaran langsung. Hal ini dimungkinkan disebabkan pada model pembelajaran TPS hanya melibatkan dua siswa dalam diskusi kelompok, hal ini dimungkinkan diskusi kurang optimal untuk menyelesaikan masalah karena sumber pemikiran hanya dari dua siswa.
commit to user
Hasil penelitian ini tidak relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Burhan (2013) yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran TPS lebih baik dibanding prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran langsung. Pada penelitian Burhan subjek penelitiannya adalah siswa SMK yang dimungkinkan dengan model TPS, pada siswa yang lebih dewasa dengan diskusi sederhana antara dua siswa tetap lebih baik daripada siswa tidak diskusi sebagaimana pada pembelajaran langsung. Hasil yang tidak relevan juga dapat dimungkinkan karena materi pembelajaran yang berbeda. Pada penelitian ini materi yang dipelajari adalah prisma dan limas, sedangkan pada penelitian Burhan materi pembelajarannya adalah logaritma. Pada materi prisma dan limas dapat dipahami dengan baik jika siswa mempunyai daya imajinasi yang baik terhadap bangun berdimensi tiga, apabila siswa kurang mempunyai kemampuan ini maka siswa tersebut memerlukan bantuan dari siswa yang jumlahnya mungkin bisa lebih dari satu orang. Pada penelitian burhan materi yang dipelajari adalah logaritma,siswa hanya perlu kemampuan mengoperasikan aljabar, ini mungkin bisa dibantu hanya oleh satu teman yang lain pada model pembelajaran TPS.
Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan ditolak, sehingga
perlu dilakukan uji komparasi ganda antar kolom. Ringkasan hasil uji rerata antar kolom disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8: Ringkasan hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom H0 Fobs 2Ftabel Keputusan Uji
μ.1 =μ..2 4,6208 (2)(3,031) = 6,062 H0diterima
μ.1= μ..3 20,6950 (2)(3,031) = 6,062 H0ditolak
μ..2= μ..3 9,3038 (2)(3,031) = 6,062 H0ditolak
Dengan :
μ..1 = rataan prestasi belajar kedisiplinan belajar tinggi μ..2 = rataan prestasi belajar kedisiplinan belajar sedang μ..3 = rataan prestasi belajar kedisiplinan belajar rendah
Berdasarkan Tabel 6. dan Tabel 8. disimpulkan bahwa prestasi belajar
siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi dan sedang tidak ada perbedaan yang
signifikan. Kesimpulan ini tidak sesuai dengan hipotesis kedua yang menyatakan
bahwa siswa berkedisiplinan tinggi mempunyai prestasi lebih baik dibanding
siswa berkedisiplinan sedang. Hal ini dimungkinkan karena pada materi prisma
commit to user
dan limas, siswa dengan berkedisiplinan sedang sudah cukup untuk dapat
memahami materi prisma dan limas secara baik karena pada materi ini
dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan siswa daripada tingkat
kedisiplinan belajar siswa, sehingga dengan kedisiplinan belajar yang lebih tinggi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan
tabel tersebut juga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kedisiplinan belajar
tinggi maupun sedang mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding dengan
siswa dengan kedisiplinan belajar rendah. Hal ini sesuai dengan hipotesis kedua
yang menyatakan demikian. Prestasi belajar siswa yang berkedisiplinan rendah
sudah barang tentu tidak lebih baik dibanding siswa dengan kedisiplinan tinggi
maupun sedang. Siswa dengan kedisiplinan belajar yang rendah mengakibatkan
siswa sulit untuk memahami suatu materi pelajaran.
Hasil penelitian ini tidak sepenuhnya relevan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Miftachul Anas (2013) yang menyimpulkan bahwa (1) Prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi lebih baik dibanding siswa yang memiliki kedisiplinan sedang maupun rendah. (2) Prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kedisiplinan sedang lebih baik dibanding siswa yang memiliki kedisiplinan rendah.
Berdasarkan Tabel 5,
hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
dinyatakan bahwa H
ABditerima, artinya bahwa tidak ada interaksi antara model
pembelajaran dengan kedisiplinan belajar. Kesimpulan tentang prestasi belajar
mengacu pada efek antar kolom. Kesimpulan yang dapat diambil adalah (1)
Model pembelajaran Jigsaw memberikan prestasi belajar yang sama baiknya pada
siswa berkedisiplinan belajar tinggi maupun sedang dan model pembelajaran
Jigsaw memberikan prestasi lebih baik pada siswa berkedisiplinan belajar tinggi
maupun sedang dibanding dengan siswa berkedisiplinan rendah. (2) Model
pembelajara TPS memberikan prestasi belajar yang sama baiknya pada siswa
berkedisiplinan belajar tinggi maupun sedang dan model pembelajaran TPS
memberikan prestasi lebih baik pada siswa berkedisiplinan belajar tinggi maupun
sedang dibanding dengan siswa berkedisiplinan rendah.(3) Model pembelajaran
langsung memberikan prestasi belajar yang sama baiknya pada siswa
commit to user
berkedisiplinan belajar tinggi maupun sedang dan model pembelajaran langsung
memberikan prestasi lebih baik pada siswa berkedisiplinan belajar tinggi maupun
sedang dibanding dengan siswa berkedisiplinan rendah.
Dari uraian analisis hasil penelitian tentang prestasi belajar siswa yang
diberikan setiap model pembelajaran ditinjau dari kedisiplinan belajar siswa tidak
sepenuhnya sesuai dengan hipotesis penelitian ketiga. Hal ini ditunjukkan pada
prestasi belajar siswa yang pada setiap model dengan kedisiplinan tinggi sama
baiknya dengan prestasi belajar siswa pada setiap model dengan kedisiplinan
belajar sedang.
Kesimpulan yang dapat diambil untuk menjawab hipotesis keempat adalah
(1) Siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi, dengan dikenai model pembelajaran
Jigsaw mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding siswa yang dikenai
model pembelajaran TPS maupun pembelajaran langsung; Siswa dengan
kedisiplinan belajar tinggi, dengan dikenai model pembelajaran TPS mempunyai
prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa yang dikenai model
pembelajaran langsung. (2) Siswa dengan kedisiplinan belajar sedang, dengan
dikenai Model pembelajaran Jigsaw mempunyai prestasi belajar lebih baik
dibanding siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun pembelajaran
langsung; Siswa dengan kedisiplinan belajar sedang, dengan dikenai Model
pembelajaran TPS mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa
yang dikenai model pembelajaran langsung. (3) Siswa dengan kedisiplinan belajar
rendah, dengan dikenai model pembelajaran Jigsaw mempunyai prestasi belajar
lebih baik dibanding siswa yang dikenai model pembelajaran TPS maupun
pembelajaran langsung; Siswa dengan kedisiplinan belajar rendah, dengan dikenai
model pembelajaran TPS mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan
siswa yang dikenai model pembelajaran langsung. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pada setiap tingkat kedisiplinan belajar dengan model pembelajaran Jigsaw
memberikan prestasi belajar lebih baik dibanding dengan model pembelajaran
TPS maupun model pembelajaran langsung. Pada setiap tingkat kedisiplinan
belajar dengan model pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar sama
baiknya dengan model pembelajaran langsung.
commit to user
Dari uraian analisis hasil penelitian tentang prestasi belajar siswa yang
memiliki tingkat kedisiplinan belajar siswa sesuai dengan prestasi yang diberikan
oleh masing-masing model pembelajaran.
Hasil prestasi belajar terhadap efek kolom adalah pada masing-masing model pembelajaran Jigsaw, TPS, maupun pembelajaran langsung, siswa dengan kedisiplinan tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dan pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kedisiplinan tinggi maupun sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan siswa dengan kedisiplinan rendah.
Hasil prestasi belajar terhadap efek baris adalah pada siswa dengan tingkat kedisiplinan tinggi, sedang maupun rendah, model Jigsaw memberikan prestasi belajar lebih baik dibanding model pembelajaran TPS maupun model pembelajaran langsung dan pada masing-masing model pembelajaran Jigsaw dan TPS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan model pembelajaran langsung.
Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kedisiplinan belajar siswa berarti hal ini tidak sesuai dengan hipotesis ketiga maupun hipotesis keempat yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara model dan tingkat kedisiplinan belajar siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis, simpulan dari penelitian ini sebagai berikut: (1) Model
pembelajaran Jigsaw memberikan prestasi belajar lebih baik dibanding model
pembelajaran TPS maupun model pembelajaran langsung; model pembelajaran tipe TPS memberikan prestasi belajar sama baiknya dengan model pembelajaran langsung. (2) Siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi mempunyai prestasi belajar sama baiknya dengan siswa dengan kedisiplinan belajar sedang; siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi maupun sedang mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding siswa dengan kedisiplinan rendah, 3) Pada model pembelajaran Jigsaw, TPS maupun pembelajaran langsung, siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi mempunyai prestasi belajar sama baiknya dengan siswa dengan kedisiplinan belajar sedang; Pada model pembelajaran Jigsaw, TPS maupun pembelajaran langsung, siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi maupun sedang mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding siswa dengan kedisiplinan belajar rendah; 4) Pada siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi, sedang maupun rendah, model pembelajaran Jigsaw memberikan prestasi lebih baik dibanding
commit to user
model pembelajaran TPS maupun model pembelajaran langsung; Pada siswa dengan kedisiplinan belajar tinggi, sedang atau rendah, model pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar sama baiknya dengan model pembelajaran langsung.
Berdasar penelitian ini maka peneliti menyarankan, suatu pembelajaran matematika sebaiknya menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Pembelajaran dengan menerapkan model Jigsaw dapat mengkondisikan siswa belajar lebih aktif, lebih cepat menemukan solusi, dan membangun komunikasi antar teman. Dengan siswa belajar lebih aktif dan dengan diskusi dalam memecahkan masalah, maka belajar menjadi lebih bermakna dan lebih efektif untuk menghasilkan prestasi belajar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, M. 2008. Career Maturity: A Priority fo Secondary Education. Editorial
EOS: Journal of Research in Educational Psychology, Vol.6, No. 16,
749-722
Awofala, A. O. A.,Fatade, A. O., and Ola-Oluwa, S. A. 2012. Achievement in
Cooperative Versus Individualistic Goal-Structured Junior Secondary
School Mathematics Classrooms in Nigeria. International Journal of
Mathematics Trends and Technology. Vol. 3, pp. 7-12, ISSN: 2231-5373.
Aplikasi PAMER UN 2015 tentang Laporan Ujian Nasional SMP Tahun
Pelajaran 2014/2015 diterbitkan oleh BSNP (Badan Nasional Standar
Pendidikan)
Bezonsky, M.D. 1981. Adolescent Development. New York: Macmillan
Publishing Co.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press
Baumann, C, & Krskova, H. 2016. School Discipline, School Uniforms, and
Academic Performance. Research Paper: International Journalof
education Management,Volume 30. Issue 6.
Chaturvedi, A. 2012. Role of Emotional Maturity and Emotional Intelligence in
Learning and Achievment in School Context. SPIJE: International
Journal of Education, Vol. 2, 1-4
Coertse, S. & Schepers, J.M. 2004. Some Personality and Cognitive Correlates of
Career Maturity. Department of Human Resource Management RAU:
Journal of Industrial Psychology. No. 30(2), 56-73
Doymus, K. 2007. Effect of Cooperative Learning Strategy and Learning Phases
of Matter and One Component Phase Diagrams. Journal of Chemical
commit to user
Dunne R & Ted W. 1996. Pembelajaran Efektif. Anwar Jasin. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry,
Journal of Research of Mathematics Education, Vol. 35, No.4, pp
258-291.
J Joseph Hoey IV. 2014. Extending Inquiry-Based Education in Creative
Discipline through Assessment, Journal of Innovations in Higher
Education Teaching and Learning, v.2.
Tim. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka
Walshaw, M. and Anthony, G. 2009. Characteristics of Effective Teaching of
Mathematics: A View from the West. Journal of Mathematics
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imron. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: Pustaka Jaya.
Amir Achsin. 1990. Pengelolaan Kelas dan Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPYK.
Anas Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Arief S. Sadiman, et.al., 1996, Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Austin.2007. Interactive Learning in Mathematics Education.The Journal Of Computer Mathematic and science Teaching.26.(2). 137 - 153
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press. ________.2004.Statistik Untuk Penelitian.Surakarta:UNS Press.
________. 2009. Statistik Untuk Penelitian Edisi ke 2.Surakarta : Sebelas Maret University Press.
________.2011.Penilaian Hasil Belajar. Program Pascasarjana: UNS Press.
Carss, Wendy Diane.2007.”The Effect of Using Think-Pair-Share During Guided Reading Lessons”.Tesis : The University of Waikato
Daryanto. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media. Depdiknas. 2005. Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2005. Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.
Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry, Journal of Research of Mathematics Education, Vol. 35, No.4, pp 258- 291.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Koopertif. Universitas Negeri Surabaya Press.
J Froyd.2008.”International Journal For The Scholarship of Teaching and
Learning”.2.From…ccliconference.com/2008…/Froyd_Stu-CenteredLearning.pdf diakses pada tanggal 2 Agustus 2012
Joesmani.1988.Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Markaban.2008.Model Penemuan terbimbing pada pembelajaran matematika SMP, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, Yogyakarta, P4tk Matematika.
Masykur, M. and Fathani, A. 2007. Mathematical Intelligence. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
M. Cholik Adinawan dan Sugijono. 2004. Matematika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
M. Ngalim Purwanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Edisi Revisi, Cetakan ke-1. Bandung: Remaja Rosda Karya.
commit to user
___________. 2005. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Edisi Revisi, Cetakan ke-11.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Cetakan pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwoto. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Surakarta: UNS Press.
Owens Kay.1998.Responsivenes and affective process in the interactive construction of understanding in mathematics, Educational studies in Mathematics 35 : page 105-127.
http://impjogja.diknas.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=232&itemid =70 diakses pada tanggal 10 Januari 2012 pukul 12.35 WIB.
http://abdullahfaqih.multiply.com/journal/item/5 diakses pada tanggal 0 Januari 2012 pukul 12.54 WIB
http://matemarso.files.wordpress.com/2008/04/penggunaanmedia-
pendidikan-pada-pengajaran-matematika-di-sekolah-menengah.pdf) diakses pada tanggal 24 Januari 2012 pukul 20.15 WIB
Simsek, U., Karacop, A., Doymus. K., and Koc, Y. 2010. The of Two Cooperative Learning Strategies on the Teaching and Learning of the Topics of Cemical Kinestetics. Journal of Turkish Science Education, Vol: 7, Issue. 2, pp. 52-65. Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik . Bandung: Nusa
Media.
Smith-Stoner, M. and Molle, M.E. 2010. Collaborative Action Research: Implementation of Cooperative Learning. The Journal of Nursing Education, Vol. 49, No. 6, pp 312-318.
Stoltz, P.G. 2000. Adversity Quotient : Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: grasindo.
Slavin, R.E.2005. Cooperative Learning :Teori , Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media. Hlm 8-9
Sugiyono.2009.Statistika Untuk Penelitian.Bandung : alfabeta.
Suharsimi Arikunto.2001.Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara. ________________.2005.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek : Jakarta :
Rineka Cipta
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutratinah Tirtonegoro. 1994. Anak Super Normal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bina Aksara.
Tran, V. D. (2012). Effect of Cooperative Learning on Students at An Giang University in Vietnam. International Educational Studies. Vol. 5, No. 1. pp.86-99.
Zakaria, E and Iksan, Z.2007.”Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Volume 3 Number 1 Page 35-39, diakses dari URL: http//www.ejmste.com pada tanggal 2 Agustus 2012