• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KLASTER INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH KOMPONEN OTOMOTIF WARU-JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KLASTER INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH KOMPONEN OTOMOTIF WARU-JAWA TIMUR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA KLASTER INDUSTRI

USAHA KECIL DAN MENENGAH KOMPONEN OTOMOTIF WARU-JAWA

TIMUR

Abi Laksono, Naning Aranti W. dan Patdono Suwignjo

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: don.abi.laksono@gmail.com ; wessiani@ie.its.ac.id; psuwignjo@yahoo.com

Abstrak

Industri komponen otomotif merupakan sektor yang menjadi komoditas unggulan di Jawa Timur dan diprioritaskan pengembangannya, seperti yang tertuang dalam Roadmap Industri Unggulan 2010. Pengembangan sistem industri dengan pendekatan klaster industri diharapkan bisa meningkatkan daya saing UKM secara kontinyu. Sistem pengukuran kinerja diperlukan sebagai alat bantu dalam evaluasi kinerja klaster agar perbaikan sistem klaster bisa berjalan kontinyu, serta hal-hal dasar pembentuk klaster seperti kolaborasi, jejaring kemitraan akan bisa termonitor sehingga aktivitas dalam klaster bisa berjalan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing stakeholder. Model pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah Integrated Performance Measurement System yang berbasis pada kebutuhan stakeholder klaster. Dari hasil uji coba pengukuran didapatkan bahwa mayoritas indikator kinerja kunci tidak terdokumnetasikan dalam sistem klaster. Selain itu diperlukan adanya fasilitator sebagi pengelola model kinerja yang dibuat agar hasil evaluasi kinerja bisa segera ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan perbaikan. Dalam rekomendasi sistem pengelolaan kinerja yang disusun, Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Eneregi Sumber Daya Mineral Sidoarjo berperan sebagai fasilitator dan penyusun strategi perbaikan klaster. Rencana tersebut kemudian dideploy ke masing-masing stakeholder yang memiliki kompetensi dan komitmen yang relevan dengan rencana perbaikan yang akan dilakukan.

Kata Kunci : klaster industri komponen otomotif, , pengukuran kinerja klaster, Analytical Network Process, IPMS.

Abstract

Automotive component industry is a sector that became pledge commodities of East Java and its development becames priorities, as set forth in the Competitive Industry Roadmap 2010. Development of industrial systems using the industrial cluster approach is expected to increase the competitiveness of SMEs continuously. Performance measurement system is needed as a tool in the evaluation of cluster performance to improve cluster system so its can operate continuously, and basic things such as collaboration-forming clusters, networks and partnerships will be monitored so that activity in the cluster can be run in accordance with the role and functions of each stakeholder. Performance measurement model used in this research is the Integrated Performance Measurement System based on stakeholder Requirement of cluster. From the results of the pilot measurements showed that the majority of key performance indicators are not documented in cluster systems. Also required as a facilitator of the model manager who made the performance so that performance evaluation results could be immediately followed up with corrective measures. The recommendations drawn up performance management systems, Department of Cooperatives, SMEs and Industry Trade and Mineral Resources of Sidoarjo role as facilitator and strategist cluster repair. The plan is then deployed to their respective stakeholders who have the competence and commitment that are relevant to the planned improvements that will be made.

Keywords: automotive parts industry cluster, industrial cluster performance measurement, Analytical Network Process, IPMS.

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Salah satu industri berskala UKM di Jatim yang dipandang potensial adalah sentra industri pengolahan logam di Waru, Sidoarjo. Sentra ini memiliki kapasitas produksi sebesar Rp

478.444.000.000 (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo, 2007). Diantara beberapa jenis usaha yang ada di sentra industri tersebut, industri komponen otomotif merupakan salah satu sektor potensial yang ada dalam sentra industri Waru. Ridwan (2007) menyebutkan bahwa rendahnya pangsa pasar

(2)

suku cadang otomotif yang dimiliki Indonesia terjadi karena tidak adanya standardisasi kualitas pada industri-industri penghasil suku cadang otomotif. Jawa Timur yang memiliki salah satu sentra industri logam di daerah Waru memiliki kontribusi sebesar 5% dalam penjualan suku cadang orisinil di Indonesia (Ridwan, 2007).

Industri berskala Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi dari industri berskala kecil dan menengah pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 54,5 % dari total PDB nasional. Jumlah UKM di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 49 juta atau sekitar 99,9 % dari unit usaha di Indonesia, dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 97,33 % atau sekitar 79 juta tenaga kerja.

Peran UKM menjadi sebuah ironi ketika dihadapkan dengan karakteristik UKM, yang secara umum digambarkan oleh Anoraga dan Sudantoko (2002). Karakteristik yang digambarkan tersebut antara lain: (1) modal yang terbatas serta (2) kemampuan ekonomi serta diversifikasi pasar yang terbatas, yang akhirnya berdampak pada sistem pemasaran yang tidak efisien. Hidayati (2009) juga memaparkan beberapa kelemahan yang mendasar dalam sistem pengelolaannya, yaitu (1) kapasitas dan teknologi pengolahan yang dikembangkan tidak selalu sesuai dengan kuantitas dan kualitas hasil olahan yang inginkan pasar dan (2) sistem pemasaran umumnya belum efisien.

Seiring dengan adanya era globalisasi maka diperkirakan terjadi pergeseran persaingan industri. Dari yang semula persaingan kompetensi industri secara individu dan supply chain, kemudian bergeser menjadi persaingan berbasis pada kompetensi klaster (Partiwi,2007). Dikutip dari Djamhari (2006), klaster industri sendiri adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai suatu bentuk pembangunan jangka panjang dalam rangka memperkuat daya saing industri dan meningkatkan produktivitas. Daya saing inilah yang akan menjadi senjata dalam menghadapi persaingan di pasar bebas. Produk komponen otomotif adalah produk yang memiliki akses ke pasar global, oleh karena itu, peluang ini bisa dimanfaatkan secara optimal asalkan produk – produk lokal tersebut

mempunyai kriteria peningkatan daya saing di pasar global, salah satunya adalah produk dengan standar kualitas internasional.

Peningkatan kualitas sebuah produk hanya bisa diwujudkan dengan peningkatan kualitas manajemen dan kinerja operasional dalam klaster industri yang bersangkutan Untuk bisa mengelola kinerja, maka dibutuhkan alat pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja klaster bertujuan untuk mengetahui sejauh mana performa atau pencapaian faktor – faktor yang berpengaruh pada kinerja klaster. Kondisi eksisting dalam klaster industri komponen otomotif di Waru adalah belum adanya pengukuran kinerja dalam skala klaster yang melingkupi pelaku – pelaku klaster di dalamnya, sehingga aktivitas-aktivitas dalam sistem klaster tersebut masih bersifat individu dan kurang partisipatif.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dirumuskan penyusunan sebuah model pengukuran kinerja klaster yang bisa diimplementasikan secara dalam sistem manajemen klaster industri , sehingga model ini bisa berperan sebagai alat tata kelola yang terintegrasi dalam struktur klaster industri komponen otomotif tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah bagaimana merancang sebuah model sistem pengukuran kinerja bagi klaster industri penghasil komponen otomotif agar bisa menjadi dasar dalam peningkatan performansi aktivitas klaster industri tersebut. Pembahasan klaster industri akan difokuskan dengan mendefinisikan dan mengidentifikasi hubungan dari setiap komponen dan kebutuhan stakeholder dalam klaster sehingga dapat dibuat sebuah model pengukuran kinerja klaster tersebut.

2. Metodologi Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai metode penelitian, yang meliput kerangka berpikir atau prosedur penelitian, instrumen penelitian atau perangkat, serta langkah-langkah yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini.

2.1 Tahap Identifikasi Kebutuhan

Stakeholder

Kebutuhan stakeholder yang dimaksud adalah informasi mengenai kebutuhan masing – masing stakeholder untuk peningkatan kinerja

(3)

dari aktivitas klaster industri ini, baik untuk saat ini dan saat mendatang. Data ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada pihak – pihak (pakar) yang berpengaruh dalam aktivitas klaster. Setelah didapatkan data mengenai kebutuhan stakeholder melalui penyebaran kuesioner, kemudian hasil kuesioner tersebut disimpulkan dan diklasifikasikan menjadi sebuah gambaran awal mengenai kebutuhan seluruh stakeholder dalam rangka untuk meningkatkan kinerja klaster.

Langkah kedua yang dilakukan pada tahap identifikasi kebutuhan stakeholder klaster adalah melakukan penyusunan tujuan

stakeholder (stakeholder objectives). Kebutuhan stakeholder mendeskripsikan harapan masing –

masing stakeholder untuk peningkatan performa klaster. Stakeholder objectives didapatkan melalui proses in-depth interview dan penyebaran kuesioner ke beberapa stakeholder klaster.

2.2 Tahap Pemodelan

Tahap pemodelan disusun agar permasalahan dalam penelitian ini dapat divisualisasikan dan disimulasikan dengan kondisi riil. Harapan yang ingin dicapai dalam tahap pemodelan ini adalah bahwa model yang disusun bisa menggambarkan indikator kinerja yang berpengaruh dalam peningkatan performa klaster dan bisa memfasilitasi kebutuhan

stakeholder di klaster industri Waru ini.

2.2.1 Eksplorasi Indikator Kinerja Kunci Klaster (IKK)

Eksplorasi indikator kinerja kunci klaster diturunkan dari kriteria dan subkriteria kinerja klaster. Indikator kinerja klaster adalah metric terkecil dalam parameter pengukuran kinerja klaster.

2.2.2 Eksplorasi Aspek, Kriteria dan

Subkriteria Pengukuran Kinerja

Klaster

Eksplorasi kriteria dan subkriteria klaster didapatkan dengan judgment pakar dalam klaster suku cadang komponen otomotif ini. Kriteria klaster mendeskripsikan faktor – faktor general yang menjadi parameter penilaian kinerja klaster.

2.2.3 Pembobotan Kriteria, Subkriteria, dan Indikator Kinerja Kunci

Pembobotan dilakukan dengan

menggunakan tool Analytical Network Process (ANP). Sebelumnya dilakukan penyebaran

kueisoner pairwise comparison antara aspek, kriteria, subkriteria, dan IKK kepada para pakar dan pihak yang terkait dalam aktivitas klaster industri suku cadang komponen otomotif. Hasil dari kuesioner kemudian dimasukkan dalam

software Superdecision untuk mendapatkan

bobot kriteria, subkriteria, dan IKK. 2.2.4 Penyusunan Model Konseptual

Dari hasil pembobotan kriteria, subkriteria, dan IKK, disusun model konseptual. Model yang disusun berbasis pada model

Integrated Performance Measurement System.

Penyusunan model konseptual bertujuan untuk memudahkan para pelaku klaster dalam memahami model pengukuran kinerja.

2.2.5 Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan cara memaparkan model konseptual secara detail pada pakar. Yang diharapkan dari proses ini adalah adanya umpan balik dari pakar terhadap model, sehingga dari umpan balik tersebut bisa dijadikan landasan dalam perbaikan model pengukuran kinerja.

2.3 Tahap Pengukuran Kinerja Klaster Tahap pengukuran kinerja bertujuan untuk mengaplikasikan model konseptual dalam model

user interface. Hal ini bertujuan

mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan model bila akan diimplementasikan dalam sistem informasi klaster industri suku cadang otomotif ini, Ada beberapa proses dalam tahap aplikasi model ini, yaitu :

2.3.1 Perancangan User Interface

Penyusunan model user interface

dilakukan sebagai proses verifikasi model konseptual. Hal ini bertujuan agar model konseptual yang disusun bisa secara mudah disimulasikan dan user friendly, serta membantu pelaku klaster dalam menetapkan langkah – langkah perbaikan kinerja secara terstruktur dan teroganisir.

2.3.2 Uji Coba Pengukuran

Uji coba pengukuran bertujuan untuk mendapatkan pencapaian kinerja klaster pada saat ini, apakah sudah memenuhi target yang dibebankan. Kemudian langkah ini juga berfungsi untuk menguji validitas model, apakah hasil yang ditampilkan dalam model bisa merepresentasikan kondisi klaster sebenarnya. 2.4 Penyusunan Rekomendasi Pengelolaan

(4)

Penyusunan rekomendasi dalam pengelolaan sistem pengukuran kinerja klaster bertujuan agar sistem pengukuran kinerja yang telah dibuat bisa diintegrasikan pada semua elemen klaster, sehingga proses penilaian bisa dilakukan dengan terbuka, serta efektif dan efisien.

2.5 Tahap Analisis dan Kesimpulan

Hasil pengolahan data kemudian dianalisis dan diintepretasikan lebih mendalam dengan mempertimbangkan 5W + 1H yaitu who, what,

when, where, why dan how dari hasil

pengolahan data yang telah dilakukan. Dengan analisis dan interpretasi ini akan diketahui konsep skenario perbaikan yang paling efektif untuk klaster industri suku cadang di Waru.

3. Pengumpulan Data dan Penyusunan

Model

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan proses dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data secara urut dan sistematis. 3.1 Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dimulai dengan identifikasi sistem klaster industri komponen otomotif Waru, yaitu berupa industri-industri inti yang menjadi anggota klaster beserta

stakeholder-stakeholder yang terlibat dalam

sistem tersebut. Setelah sistem tersebut teridentifikasi, kemudian dilakukan proses pembentukan model pengukuran kinerja klaster dengan pendekatan Integrated Performance

Measurement System (IPMS).

3.1.1 Identifikasi Sistem Klaster Industri Komponen Otomotif Waru

Secara umum, pelaku di dalam sebuah klaster industri terdiri dari pelaku inti/industri inti, industri pendukung, pemerintah, institusi pendukung, dan masyarakat sekitar. Berikut adalah data profil UKM, hasil observasi, penyebaran kuesioner dan interview pada UKM dan data sekunder dari LPB Mitra Bersama.Data profil UKM terdiri dari dua macam yaitu, lama perusahaan berdiri dan jumlah karyawan. Berikut adalah penyajian data demografi responden UKM dengan pie chart yang merupakan salah satu bentuk statistik deskriptif.

Gambar 3.1 Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Inti

Gambar 3.2 Perbandingan Lama Berdiri Perusahaan Inti

3.1.2 Identifikasi Level Bisnis

Metode pengukuran kinerja dengan model Integrated Performance Measurement

System (IPMS) membagi level bisnis perusahaan

menjadi empat level. Dalam penelitian ini, objek yang diamati adalah sistem klaster, sehingga pembagian levelnya mengacu pada level bisnis klaster. Empat level bisnis yang telah diidentifikasi dalam sistem klaster industri komponen otomotif Waru adalah sebagai berikut :

 Level Bisnis

Klaster Industri Komponen Otomotif Waru  Level Unit Bisnis

Para Stakeholder Klaster Industri Komponen Otomotif yang terdiri atas industri inti, industri pendukung, pemerintah, institusi pendukung, customer, dan masyarakat.

 Level Proses Bisnis

Level proses bisnis diturunkan dari value

chain dalam aktivitas klaster, yang meliputi primary activities dan secondary activities.

 Level Aktivitas

22%

44% 28%

6%

Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Inti

1-10 orang 10-20 orang 20-30 orang 30-40 orang

11% 11%

28% 39%

11%

Perbandingan Lama Berdiri Perusahaan Pada Industri Inti

(5)

Merupakan level paling rendah yang berisi aktivitas masing-masing proses bisnis yang dijalankan oleh sistem klaster komponen otomotif Waru.

Gambaran dari pembagian level bisnis klaster industri komponen otomotif Waru ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 3.3 Level Bisnis Klaster Industri Komponen Otomotif Waru

3.1.3 Pembagian Proses Bisnis

Setiap unit bisnis dalam klaster industri komponen otomotif Waru mempunyai beberapa proses bisnis yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua katergori, yaitu :  Proses inti, yaitu proses yang menunjukkan

alasan dasar bagi keberadaan organisasi  Proses pendukung, yaitu proses-proses lain

yang ditambahkan dalam proses inti untuk mendukung kegiatan proses inti.

Berikut adalah pendetailan dari aktivitas-aktivitas dalam value chain :

 Proses inti

Dalam proses inti ini terdapat beberapa aktivitas yang dinamakan dengan aktivitas primer. Aktivitas primer ini dijabarkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Daftar Aktivitas Primer dalam Klaster

No Aktivitas primer Keterangan

1 Inbound logistics

Penerimaan dan penggudangan

bahan baku beserta distribusinya pada pabrikasi sesuai dengan kebutuhan.

 Distribusi dan Transportasi

bahan jadi dari supplier ke

distributor atau industri

No Aktivitas primer Keterangan

pengolah

2 Operations

Proses transformasi input menjadi produk akhir atau jasa:

 Proses pemotongan logam

 Proses pencetakan, Dies

(Press tools)

Proses blanking, piercing,

bending, forming, drawing.

Proses Finishing, Packing.

3 Outbound Logistics

Penggudangan dan disribusi produk-produk jadi

Distribusi dan Transportasi bahan jadi dari industri pengolah ke distributor atau pasar

4 Marketing & Sales

Identifikasi kebutuhan pelanggan dan mengenerate penjualan

 Periklanan dan promosi, serta

peningkatan area penjualan

5 Service

Dukungan kepada pelanggan

setelah produk dan layanan terjual:

Service

 Garansi

Proses pendukung

Dalam proses pendukung terdapat beberapa aktivitas yang dinamakan dengan aktivitas sekunder. Aktivitas primer ini dijabarkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Daftar Aktivitas Sekunder dalam Klaster No Aktivitas sekunder Keterangan

1 Infrasructure Firm

Struktur kelembagaan klaster, sistem manajemen dan evaluasi klaster, dan lain-lain.

2 Resource Human Management

Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi penerimaan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi.  Pelatihan electroplating  Pelatihan pembuatan laporan keuangan  Pelatihan lainnya 3 Development Technology Teknologi yang mendukung semua aktivitas penciptaan nilai dalam klaster

 Dies Centre

 Mesin cutting, Mesin Press, Mesin Blanking, Mesin Piercing, Mesin Bending

4 Procurement Pembelian input seperti material, pemasok dan peralatan Bisnis : Klaster Industri Komponen Otomotif Waru Unit Bisnis

Pelaku Inti Pelaku Pendukung Pemerintah PendukungInstitusi & CustomerMasyarakat

Proses Bisnis

Inbound Logistic Operations Oubound Logistic Marketing & Sales Services

Procurement Human Resources Management DevelopmentTechnology Infrastructure

(6)

3.1.4 Identifikasi Kebutuhan Stakeholder Tahapan identifikasi kebutuhan

stakeholder bertujuan untuk mendapatkan

kebutuhan/harapan stakeholder klaster industri komponen otomotif Waru.. Identifikasi kebutuhan stakeholder dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan pada responden yang telah ditentukan, dalam hal ini adalah stakeholder klaster industri komponen otomotif di Waru. Pemilihan responden, khususnya untuk pelaku inti, didasarkan atas keterwakilan skala usaha pada industri-industri intri di klaster komponen otomotif Waru, serta pada pihak yang mempunyai komitmen, kompetensi, dan kemampuan dalam merepresentasikan kebutuhan dari seluruh

stakeholder klaster komponen otomotif.

Dari hasil identifikasi didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Terciptanya rantai nilai dan jejaring kemitraan yang kokoh antar pelaku klaster 2. Kemampuan dalam pengembangan

teknologi dan kemampuan berinovasi 3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia

dan kemampuan berwirausaha

4. Perbaikan kualitas infrastruktur yang menunjang aktivitas industri

5. Peningkatan kemudahan akses pembiayaan usaha dan formalitas anggota klaster

6. Peningkatan layanan dalam pengaksesan informasi kondisi pasar

7. Keunggulan kompetitif dan komparatif yang berkelanjutan dalam klaster untuk meningkatkan daya saing klaster

8. Percepatan pengembangan dan pertumbuhan industri komponen otomotif

9. Adanya peningkatan keuntungan usaha yang berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3.1.5 Identifikasi Stakeholder Objectives

Stakeholder Objectives diidentifikasi untuk

mendapatkan strategi-strategi yang harus dilakukan dalam rangka mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditetapkan oleh para

stakeholder klaster. Setelah diidentifikasi,

kemudian objectives dimappingkan dalam aktivitas di value chain. Proses mapping

stakeholder objectives bertujuan untuk

memastikan bahwa strategi yang telah disusun bisa menjangkau semua aktivitas dalam value chain, mulai primary activities hingga secondary activities. Dari hasil validasi, diperoleh hasil

akhir dari stakeholder objective klaster pada Tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3.3 Hasil akhir dari stakeholder objective No Requirement No Objectives 1 Terciptanya rantai nilai dan jejaring kemitraan yang kokoh antar pelaku klaster 1 Meningkatkan kolaborasi antar UKM dari proses hulu hingga hilir 2 Meningkatkan kontribusi lembaga/institusi pendukung pengembangan klaster 3

Meningkatkan jumlah UKM /industri yang tergabung dalam klaster dalam region klaster 2 Kemampua n dalam pengemban gan teknologi dan kemampuan berinovasi 1 Dukungan fasilitas/sarana pengembangan teknologi dan inovasi dari institusi yang relevan

2

Meningkatkan proses alih teknologi melalui pelatihan / pendampingan

3

Adanya pertautan teknologi antar UKM untuk mendukung proses alih teknologi

3 Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan berwirausah a

1 Meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal oleh UKM 2

Meningkatkan jumlah tenaga kerja dari luar region klaster yang memiliki background keprofesian

3 Adanya fasilitas dan sarana peningkatan kualitas SDM

4 Perbaikan kualitas infrastruktu r yang menunjang aktivitas industri

1 Adanya sarana pengolahan limbah industri

2

Adanya fasilitas umum di sekitar lokasi sebagai faktor pendukung aktivitas industri

5 Peningkatan kemudahan akses pembiayaan usaha dan formalitas anggota klaster

1 Meningkatkan jumlah UKM yang memiliki legalitas usaha 2

Memperbaiki tingkat NPL menuju Zero NPL agar kepercayaan institusi pemberi modal meningkat

3

Penyuluhan dan pemberian bimbingan mengenai pentingnya aspek legalisasi bagi UKM 6 Peningkatan layanan dalam pengaksesan informasi kondisi pasar 1 Penyediaan fasilitas pemasaran berupa display produk, baik via web maupun media lainnya

2

Meningkatkan orientasi pengembangan usaha pada market driven 7 Keunggulan kompetitif dan komparatif yang berkelanjut an dalam klaster untuk meningkatk an daya 1 Menjaga kelengkapan komponen klaster serta meningkatkan kontribusi masing-masing komponen 2 Meningkatkan efektivitas fungsional masing-masing

stakeholder klaster

3

Adanya sosialisasi dan wadah yang mendukung

pengembangan strategis klaster

(7)

No Requirement No Objectives saing

klaster 4 Meningkatkan potensi dan daya saing produk di pasar global

5

Meningkatkan kualitas produk klaster 8 Percepatan pengemban gan dan pertumbuha n industri komponen otomotif 1

Meningkatkan area pemasaran klaster

2

Meningkatkan penjualan dan kapasitas produksi klaster

9 Adanya peningkatan keuntungan usaha yang berdampak peningkatan kesejahtera an masyarakat 1 Meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal oleh pelaku klaster

2

Meningkatkan rata-rata omzet dan profit pelaku klaster

Dari hasil mapping, didapatkan bahwa strategi yang disusun sebagian besar mengarah pada faktor firm infrastructure, karena faktor tersebut berkaitan dengan faktor – faktor dasar pembentuk klaster, seperti jejaring kemitraan, kelengkapan komponen, dan sebagainya. Oleh karena itu, penguatan pada firm infrastructure relatif lebih diutamakan daripada faktor-faktor yang lain.

3.1.6 Penyusunan Indikator Kinerja Kunci Penyusunan indikator kinerja kunci didasarkan pada objective-objective yang telah divalidasi pada proses sebelumnya. Indikator kinerja kunci mendeskripsikan indikator-indikator pengukuran ketercapaian dari masing-masing objective. Masing-masing-masing indikator yang telah disusun kemudian diklasifikasikan menjadi dua jenis indikator, yaitu Outcome indicator dan

Driver indicator. Outcome indicator (indikator

hasil) menunjukkan indikator-indikator yang mendeskripsikan tujuan akhir yang akan dicapai oleh klaster. Sedangkan driver indicator (indikator proses) menunjukkan indikator yang merupakan pendorong kinerja bagi peningkatan performa klaster.

3.2 Pengembangan Model Pengukuran

Kinerja Klaster

Pengembangan model pengukurannya kinerja terdiri atas beberapa proses, yaitu penentuan aspek, kriteria, sub kriteria dari indikator kinerja kunci, serta pembobotan kriteria, subkriteria, dan indikator kinerja kunci.

3.2.1 Penentuan Aspek Pengukuran Kinerja Klaster

Gambar 3.4 Framework Aspek Pengukuran Kinerja Klaster

Dari Error! Reference source not found.3.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa performansi dari klaster diukur berdasarkan empat aspek/perspektif, yaitu social capital, economic

social result, company’s performance, dan collective efficiency. Berikut adalah penjelasan

dari masing-masing aspek :

1. Collective efficiency (efisiensi kolektif) : aspek yang mengukur hal – hal yang berkaitan dengan aktivitas external economies di antara perusahaan-perusahaan

anggota klaster.

2. Social capital (modal sosial) : aspek yang mengukur komitmen serta tujuan bersama dalam sistem klaster tersebut, contohnya kelengkapan komponen klaster.

3. Company’s performance (performansi perusahaan) : aspek yang berhubungan dengan pertumbuhan individu perusahaan (competitiveness of the firms) anggota klaster, yang diukur lewat indikator finansial dan indikator non finansial. 4. Economic & social result (benefit sosial dan

ekonomi) : aspek yang mengukur parameter yang berkaitan dengan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas klaster, serta hal-hal eksternal yang mendukung berjalannya aktivitas klaster secara optimal.

3.2.2 Penentuan Kriteria dan Subkriteria Setelah masing-masing IKK di-deploy pada aspek yang bersangkutan, langkah selanjutnya adalah men-deploy IKK tersebut ke dalam kriteria atau sub kriteria yang relevan. IKK di-deploy pada kriteria atau sub kriteria bila jumlah IKK pada masing-masing aspek lebih dari 7 buah IKK. Ketiga aspek memiliki tujuh atau lebih IKK, yaitu social capital,

economic-social result, dan company’s performance

sehingga masing-masing aspek di-breakdown lagi menjadi kriteria / subkriteria. Hanya aspek

(8)

3.2.3 Penyusunan Network Aspek, Kriteria, Subkriteria dan Indikator Kinerja Kunci

Pembobotan aspek, kriteria, subkriteria dan indikator kinerja kunci dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Network

Process dengan bantuan software Super

Decision. Berikut adalah model ANP dari hierarki model pengukuran kinerja klaster :

Gambar 3.5 Network ANP dalam Superdecision

Pada gambar 3.5, adanya inner dependence ditunujukkan dengan adanya anak panah melingkar pada kluster indikator kinerja kunci.

3.2.4 Hasil Akhir Model Pengukuran Kinerja Klaster

Berikut adalah hierarki akhir dari kerangka pengukuran kinerja klaster industri komponen otomotif Waru, Sidoarjo, beserta bobot untuk masing-masing IKK :

Gambar 3.6 Hierarki Sistem Pengukuran Kinerja Klaster Industri Komponen Otomotif Waru

Gambar 3.7 Aspek, Kriteria, Subkriteria dan Indikator Kinerja Kunci Klaster Pengukuran Kinerja Klaster Industri Komponen

Otomotif Waru

Efisiensi Kolektif

(0.18) Social Capital(0.13) Social-economic result (0.29) Company’s Performance (0.40) Efektifitas fungsional (0.53) Kelengkapan komponen klaster (0.47) Keterwakilan industri inti (0.67) Keterwakilan industri pendukung (0.23) Keterwakilan institusi pendukung (0.10) Ketenagakerjaan (0.75) Penyerapan tenaga kerja (0.37) Kualitas SDM (0.63) Sarana Pendukung Industri (0.25) Profitabilitas Klaster (0.39)

Legalitas usaha & Pemodalan (0.10) Marketing & Sales (0.10) Teknik operasional (0.16) Pertumbuhan klaster (0.24) KPI 1 (0.25) KPI 2 (0.16) KPI 3 (0.18) KPI 4 (0.16) KPI 5 (0.17) KPI 6 (0.08) KPI 9 (0.08) KPI 10 (0.09) KPI 18 (0.06) KPI 20 (0.27) KPI 54 (0.18) KPI 56 (0.12) KPI 57 (0.19) KPI 7 (0.37) KPI 8 (0.28) KPI 17 (0.12) KPI 19 (0.23) KPI 12 (0.19) KPI 13 (0.57) KPI 15 (0.08) KPI 16 (0.16) KPI 11 (0.34) KPI 14 (0.23) KPI 51 (0.43) KPI 22 (0.46) KPI 23 (0.20) KPI 35 (0.34) KPI 24 (0.19) KPI 26 (0.05) KPI 27 (0.12) KPI 28 (0.19) KPI 30 (0.06) KPI 31 (0.16) KPI 32 (0.23) KPI 36 (0.40) KPI 37 (0.17) KPI 38 (0.19) KPI 39 (0.16) KPI 40 (0.07) KPI 72 (0.47) KPI 73 (0.14) KPI 74 (0.39) KPI 58 (0.75) KPI 59 (0.25) KPI 46 (0.04) KPI 47 (0.29) KPI 64 (0.18) KPI 67 (0.19) KPI 63 (0.30) KPI 60 (0.63) KPI 62 (0.37) KPI 41 (0.22)KPI 43 (0.10)

KPI 44 (0.23) KPI 45 (0.14) KPI 61 (0.31)

(9)

4. Uji Coba Pengukuran Kinerja Klaster Bab ini berisi penjelasan mengenai proses uji coba atau trial pengukuran pada klaster industri komponen otomotif Waru dengan menggunakan model pengukuran kinerja klaster yang telah disusun pada proses sebelumnya. 4.1 Penentuan Skor Pencapaian Kinerja

Sistem

Untuk mengetahui pencapaian IKK perlu dibuat scoring system dan traffic light system sebagai rambu-rambu apakah IKK tersebut sudah mencapai target atau belum. Penentuan

scoring system didasarkan pada metode higher is better, lower is better, serta zero-one yang

terdiri atas must be zero dan must be one. Setelah mendapatkan skor pencapaian kinerja dari setiap indikator kinerja yang merepresentasikan kinerja masing-masing aspek dan kriteria dalam pengukuran kinerja klaster, selanjutnya masing-masing skor tersebut dikategorikan ke dalam traffic light system yaitu warna merah, kuning dan hijau. Manfaat dari pengkategorian IKK ke dalam warna-warna tersebut adalah dapat mempermudah pihak penilai dalam memahami dan mengevaluasi skor dan kondisi kinerja dari sistem klaster. 4.2 Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja

Berbasis Web

Untuk menunjang pengoperasian model pengukuran yang telah dibuat, maka dirancang sebuah software yang terintegrasi dengan web dan terkomputerisasi.

Sistem ini akan mendukung multi user sehingga pengoperasiannya bisa dilakukan tanpa batasan geografis.

Hasil pengukuran kinerja klaster industri komponen otomotif akan ditampilkan dalam bentuk scoring board. Scoring board bertujuan untuk menampilkan pencapaian dari masing-masing indikator kinerja kunci serta memudahkan dalam proses evaluasi kinerja klaster. Berikut adalah tampilan dari scoring boardnya :

Gambar 4.1 Scoring board dalam User Interface

4.3 Pengukuran Kinerja Klaster Dengan Penggunaan Scoring Board

Hasil pengukuran kinerja klaster industri komponen otomotif akan ditampilkan dalam bentuk scoring board. Scoring board bertujuan untuk menampilkan pencapaian dari masing-masing indikator kinerja kunci serta memudahkan dalam proses evaluasi kinerja klaster. Dalam proses pengukuran kinerja, input yang diperlukan agar performa sebuah indikator kinerja bisa diketahui adalah adanya data mengenai pencapaian (achievement) dari indikator tersebut serta adanya target pencapaian yang dibebankan pada indikator tersebut. Sedangkan pada saat penelitian ini dilakukan, tidak ada sistem atau lembaga yang mengelola dan mengintegrasikan data-data atau indikator yang berkaitan dengan perkembangan klaster industri komponen otomotif Waru secara komprehensif. Oleh karena itu, uji coba pengukuran hanya dilakukan pada dua indikator kinerja kunci saja, yaitu IKK no. 58, 59, seperti yang ada pada tampilan gambar 4.1 di atas. Pemilihan dua indikator tersebut didasarkan pada ketersediaan data yang bisa diakases.

Berikut adalah daftar IKK yang tidak ada dalam record atau tidak ada sumber data yang valid untuk bisa dilakukan proses pengukuran pada indikator tersebut.

(10)

Tabel 4.1 Indikator Kinerja Kunci Yang Tidak Ter-record Dalam Sistem Klaster

No

IKK Indikator Kinerja Kunci

1 Jumlah pelaku yang bekerja sama dalam pengadaan bahan baku 2 Jumlah pelaku yang bekerja sama dalam proses produksi 3 Jumlah pelaku yang bekerja sama dalam proses distribusi / pemasaran 4 Persentase peningkatan jumlah pelaku yang bekerja sama dalam proses pengadaan bahan baku 5 Persentase peningkatan jumlah pelaku yang bekerja sama dalam proses produksi 6 Persentase peningkatan jumlah pelaku yang bekerja sama dalam proses distribusi / pemasaran 7 Jumlah institusi pemerintah yang berkontribusi terhadap pengembangan klaster 8 Jumlah institusi pendidikan yang berkontribusi terhadap pengembangan klaster 9 Persentase pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi pemerintah dari total pelatihan yang diselenggarakan pada

klaster

10 Persentase pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi penelitian dari total pelatihan yang diselenggarakan pada klaster

11 Jumlah industri komponen otomotif yang tergabung sebagai anggota klaster 12 Jumlah industri mesin dan peralatan yang tergabung dalam klaster 13 Jumlah industri supplier bahan baku utama yang tergabung dalam klaster 14 Persentase peningkatan jumlah industri komponen otomotif yang tergabung sebagai anggota klaster 15 Persentase peningkatan jumlah industri mesin dan peralatan yang tergabung dalam klaster 16 Persentase peningkatan jumlah industri supplier bahan baku utama yang tergabung dalam klaster 17

Jumlah institusi pendidikan dalam region klaster (Sidoarjo & Surabaya) yang memiliki disiplin ilmu yang relevan dengan proses bisnis klaster

19 Persentase jumlah institusi pendidikan dalam region klaster yang berkontribusi pada pengembangan klaster 22 Persentase jumlah tenaga kerja lokal (sekitar region Waru) 23 Turn over tenaga kerja lokal selama satu tahun

24 Persentase tenaga kerja non lokal yang berpendidikan => S1 30 Persentase SDM lokal (sekitar region Waru) yang berpendidikan SD-SMP 31 Persentase SDM lokal (sekitar region Waru) yang berpendidikan SMA / STM 32 Persentase SDM lokal (sekitar region Waru) yang berpendidikan D3 & S1 35 Turnover tenaga kerja selama satu tahun 36 Ketersediaan sarana pengolahan limbah 37 Persentase industri pelaku yang memiliki sarana pengolahan limbah 41 Persentase UKM anggota klaster yang memiliki legalitas usaha 44 Persentase peningkatan jumlah pelaku yang memiliki legalitas usaha 45 Persentase peningkatan jumlah pelaku yang mengajukan legalitas usaha per tahun 46 Persentase pelaku yang memiliki display produk baik display fisik maupun non fisik 47 Persentase peningkatan market share klaster per tahun 51 Persentase jumlah pelaku inti yang tergabung dalam

No

IKK Indikator Kinerja Kunci

klaster

Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahu bahwa ada 42 IKK atau 75 % dari total keseluruhan IKK yang belum mempunyai sumber data yang valid yang bisa dijadikan sebagai dasar dalam penilaian kinerja. Oleh karena itu, perlu adanya rekomendasi berupa penyusunan sistem yang mengelola indikator kinerja kunci yang digunakan dalam pengukuran kinerja.

5. Analisis Dan Pembahasan

5.1 Analisis Kondisi Klaster Industri

Komponen Otomotif Waru

Klaster industri komponen otomotif Waru merupakan bagian dari klaster industri berbasis logam di Jawa Timur. Dari 58 pelaku inti (pelaku yang memproduksi barang yang terbuat dari logam), 18 di antaranya merupakan pelaku yang bergerak dalam bidang komponen otomotif. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi penurunan jumlah pelaku inti dalam bidang komponen otomotif, dimana pada tahun 2008 terdapat 26 pelaku inti komponen otomotif (Hidayati, 2009). Hal ini terjadi dikarenakan karakteristik dari pelaku-pelaku industri kecil menengah mayoritas merupakan industri yang bersifat make to order, sehingga pendapatan dan profit yang diraih bergantung banyak sedikitnya order yang didapat.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, klaster industri komponen otomotif di Waru ini masih belum adanya champion klaster yang definitif. Champion di sini adalah pelaku inti yang diharapkan bisa menjadi driver bagi pengembangan dan kemajuan pelaku-pelaku klaster serta pendorong berjalannya sistem klaster secara optimal. Akibat belum adanya champion dan penggerak kolaborasi antar pelaku tersebut, maka mayoritas pelaku-pelaku inti masih beraktivitas secara individu.

Sedangkan bila ditinjau dari keterwakilan industri pendukung yang menjadi anggota klaster, maka klaster industri komponen otomotif dinilai memiliki sumber daya industri pendukung yang cukup. Hal ini dibuktikan dengan keterwakilan masing-masing proses, dimana pada region klaster terdapat industri-industri yang bergerak pada bidang usaha yang mendukung proses bisnis indutri inti klaster.

(11)

5.2 Analisis Tujuan Strategis Klaster

Tujuan strategis klaster didapatkan dari hasil stakeholder Requirement dan stakeholder

objectives. Stakeholder Requirement merupakan

kebutuhan-kebutuhan dari stakeholder klaster agar sistem klaster bisa berjalan dengan optimal dan mampu meng-cover semua kepentingan

stakeholder yang terlibat dalam klaster.

5.2.1 Analisis Stakeholder Requirement

Berikut adalah diagaram sebab akibat yang menunjukkan keterkaitan antar kebutuhan, sehingga masing-masing kebutuhan mempunyai efek berantai pada kebutuhan lain dan pada akhirnya akan memberikan perbaikan yang positif bagi sistem klaster :

Gambar 5.1 Causal Loop Diagram Stakeholder Requirement

Dari gambar 5.1 di atas dapat disimpulkan bahwa jejaring kemitraan pelaku klaster adalah kunci dalam penciptaan keunggulan kompetitif serta pengembangan industri komponen otomotif. Hal ini sesuai dengan definisi klaster bahwa klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara geografis berdekatan, bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. (Porter, 1998). Oleh karena itu, penciptaan jejaring kemitraan dan kolaborasi perlu diperkuat dengan melibatkan semua

stakeholder dalam klaster.

5.2.2 Analisis Penyusunan Stakeholder

Objectives

Stakeholder Objectives diidentifikasi untuk mendapatkan strategi-strategi yang harus dilakukan dalam rangka mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditetapkan oleh para

stakeholder klaster.

Hasil obyektif yang telah divalidasi kemudian di-mapping-kan dalam aktivitas di value chain. Dari hasil mapping didapatkan bahwa aktifitas firm infrastructure memiliki proporsi paling banyak dalam mapping, yaitu sebesar 29% dari total obyektif yang dimapping. Sebagian besar obyektif yang disusun berada pada aspek secondary activities.

Belum optimalnya aspek aktivitas sekunder dikarenakan karakteristik dari UKM komponen otomotif di daerah Waru, di mana aktivitasnya lebih berorientasi pada aktivitas primernya dan cenderung kurang dalam pengembangan dan peningkatan performa aktivitas sekunder. Selain itu, untuk aktivitas primer seperti operation,

marketing& sales, dan lain-lainnya merupakan

aktivitas dimana sebagian besar pelaku sudah memiliki keunggulan dan strategi masing-masing dalam aktivitasnya.

Strategi yang disusun sebagian besar mengarah pada faktor firm infrastructure, karena faktor tersebut berkaitan dengan faktor – faktor dasar pembentuk klaster, seperti jejaring kemitraan, kelengkapan komponen, klaster, serta hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas penguatan sistem klaster. Oleh karena itu, penguatan pada firm infrastructure relatif lebih diutamakan daripada faktor-faktor yang lain. 5.3 Analisis Keterkaitan Indikator Kinerja

Kunci Dengan Stakeholder

Setelah beberapa indikator kinerja kunci dieliminasi hingga menjadi 56 IKK, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi keterwakilan dari masing-masing pelaku klaster pada indikator-indikator kinerja kunci.

Hal ini bertujuan untuk memetakan indikator-indikator pada stakeholder terkait, sehingga bisa dianalisis sejauh mana indikator yang ada bisa merepresentasikan kinerja dari klaster secara keseluruhan.

Indikator kinerja terdistribusi dengan hasil sebagai berikut : sistem sebanyak 31 IKK, industri inti sebanyak 27 IKK, serta industri pendukung dengan IKK sebanyak 23 IKK. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi institusi pendukung klaster seperti pemerintah maupun lembaga pengembangan bisnis cukup signifikan dalam perkembangan klaster, karena jumlah indikator yang merupakan “tanggung jawab” dari sistem relatif lebih banyak daripada industri inti dan industri pendukung. Performa dan pencapaian tujuan klaster tidak hanya ditentukan oleh aktivitas industri inti dan Peningkatan kualitas SDM

dan kemampuan dalam

berwirausaha antar pelaku klasterJejaring kemitraan

Peningkata kualitas infrastruktur fisik Kemudahan akses

mengenai informasi kondisi pasar Percepatan pengembangan dan

pertumbuhan industri komponen otomotif Peningkatan kemudahan akses pembiayaan usaha dan formalitas

anggota klaster

Peningkatan kemampuan dalam pengembangan

teknologi Adanya peningkatan keuntungan usaha yang berdampak peningkatan

kesejahteraan masyarakat Keunggulan kompetitif dan komparatif yang berkelanjutan dalam klaster untuk meningkatkan daya saing klaster

(12)

pendukung, tetapi juga performa dari sistem, dalam hal ini adalah pemerintah dan institusi pendukung lainnya.

Peran pemerintah sebagai regulator memiliki kekuatan dalam mengatur sistem dalam klaster. Oleh karena itu, keberhasilan klaster perlu adanya dorongan dari pemerintah. Pemerintah berfungsi sebagai driver dan pihak yang memonitor perkembangan klaster, serta adanya dukungan dari institusi pendukung lain untuk menunjang aktivitas industri inti,seperti adanya inovasi teknologi, bantuan pemodalan, serta pengembangan sumber daya dalam klaster. 5.4 Analisis Penyusunan Aspek, Kriteria, dan

Subkriteria

Aspek yang digunakan dalam pengukuan kinerja klaster industri komponen otomotif Waru terdiri atas empat aspek, yaitu aspek efisiensi kolektif, social capital, company’s

performance, dan social & economic result

Aspek dalam pengukuran kinerja diadaptasi dari Jurnal “A measurement system for

managing performance of industrial clusters”

(Carpinetti dkk, 2008).

Dari definisi keempat aspek tersebut, bisa disimpulkan bahwa kinerja klaster tersusun atas kolaborasi antar stakeholder klaster dan kelengkapan komponen-komponen klaster, kemudian juga ditentukan oleh performa pelaku – pelaku inti dalam klaster, serta adanya benefit yang didapatkan dari adanya klaster bagi masyarakat. Hal ini didasarkan pada dari definisi klaster oleh Porter (1998) bahwa klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara geografis berdekatan, bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. Oleh karena itu aspek yang digunakan mendukung ketercapaian definisi tersebut.

Aspek social capital terdiri atas kriteria efektifitas fungsional dan kelengkapan komponen klaster. Efektifitas fungsional mengukur performa kelembagaan dalam klaster dalam rangka untuk mendukung berjalannya aktivitas klaster. Kriteria kelengkapan komponen klaster dibagi menjadi tiga subkriteria, yaitu kelengkapan industri inti, kelengkapan industri pendukung, serta kelengkapan institusi pendukung.

Aspek

social economic result terdiri atas

kriteria ketenagakerjaan dan kriteria sarana pendukung industri. Aspek social economic result bertujuan untuk mengukur dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh klaster serta

sarana umum penunjang aktivitas klaster. Sedangkan kriteria sarana pendukung industri mengukur performa klaster dalam menyediakan sarana-sarana yang bisa dimanfaatkan masyarakat dan pelaku klaster untuk meminimalkan dampak negatif klaster bagi komunitas sekitar klaster.

Aspek company’s performance lebih fokus pada kinerja financial klaster, serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan profitabilitas klaster, dimana profitabilitas klaster ditentukan oleh performa finansial dan proses bisnis utama pelaku-pelaku inti dalam klaster.

5.5 Analisis Pembobotan Aspek, Kriteria, dan Subkriteria

Dari kelima kriteria dalam aspek

company’s performance, profitabilitas klaster

memiliki bobot yang terbesar. Bisa disimpulkan bahwa kriteria yang bersifat outcome merupakan ukuran keberhasilan kinerja sebuah sistem yang berorientasi profit. Keberhasilan performa financial di-drive oleh performa pelaku-pelaku dalam klaster, sehingga bila segi profitabilitas klaster mempunyai performa yang baik, maka indikator-indikator yang bersifat driver kemungkinan juga mempunyai performa yang bagus.

Dari aspek social capital, kriteria yang mempunyai bobot tertinggi adalah kriteria efektivitas fungsional, yang mempunyai bobot sebesar 53 %, rekatif lebih besar dengan kriteria kelengkapan komponen klaster yang berbobot 47%. Kriteria ini mempunyai bobot yang lebih besar dibandingkan dengan kriteria kelengkapan komponen klaster karena efektivitas fungsional mengukur seberapa baik performa lembaga-lembaga dan perangkat dalam klaster dalam rangka menunjang aktivitas klaster. Hal ini relatif lebih penting dibandingkan dengan kelengkapan komponen klaster, dimana ketika komponen klaster sudah lengkap, maka hal yang perlu dimonitor adalah menjaga performa dari kelembagaan klaster dalam meningkatkan kualitas sumber daya klaster.

Kriteria yang mempunyai bobot tertinggi dalam aspek social economic result adalah kriteria ketenagakerjaan, yang berbobot 75%, lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria sarana pendukung industri yang berbobot 25%. Hal ini disebabkan faktor ketenagakerjaan merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur

(13)

seberapa besar dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh klaster.

5.6 Penyusunan Rekomendasi Pengelolaan Sistem Pengukuran Kinerja

Hasil trial pengukuran kinerja pada klaster menunjukkan bahwa sistem dalam klaster industri komponen otomotif belum bisa memfasilitasi adanya sistem pengukuran kinerja klaster secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa indikator kinerja yang tidak bisa diukur karena tidak adanya database yang mengelola indikator-indikator tersebut. Seharusnya dalam sistem pengukuran kinerja, ada pihak yang disebut “administrator”, yaitu pihak yang bertanggung jawab sebagai collector data dan memiliki database data yang berkaitan dengan indikator-indikator yang diukur. Hal ini bertujuan agar proses evaluasi dan penentuan aksi perbaikan klaster bisa dijalankan dengan dukungan yang kuat. Dari hasil diskusi dengan beberapa stakeholder klaster, pihak yang seharusnya bertanggungjawab dalam pengelolaan kinerja klaster adalah pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Sidoarjo. Dinas ini memiliki peran sebagai penentu kebijakan dan regulasi bagi perkembangan klaster. Oleh karena itu, idealnya Dinas Koperasi memegang peranan sebagai pihak yang mengelola sistem pengukuran kinerja klaster komponen otomotif Waru, sekaligus sebagai penentu besarnya target pencapaian yang harus dicapai oleh klaster.

Oleh karena itu seharusnya ada kerjasama atau kolaborasi antara pemerintah dengan lembaga-lembaga swasta yang berkompeten dan berkontribusi dalam pengembangan UKM yang menjadi anggota klaster. Pemerintah memiliki porsi dalam pengukuran kinerja klaster secara makro, sedangkan lembaga – lembaga pengembangan bisnis yang ada memiliki porsi dalam indikator-indikator yang bersifat mikro, seperti kinerja pelaku-pelaku klaster. Dari hasil pengukuran dan evaluasi kinerja yang dilakukan, pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Eneregi Sumber Daya Mineral Sidoarjo berfungsi untuk menyusun rencana dan strategi perbaikan klaster. Rencana tersebut kemudian dideploy ke masing-masing

stakeholder yang memiliki kompetensi dan

komitmen yang relevan dengan rencana perbaikan yang akan dilakukan.

Gambar 5.2 Alur Pengelolaan Sistem Pengukuran Kinerja Klaster Pada Masing-Masing Stakeholder

Gambar 5.2 di atas menunjukkan proses-proses yang dilakukan dalam pengelolaan kinerja, termasuk di dalamnya proses pengukuran kinerja klaster. Sumber data yang digunakan dalam proses pengukuran kinerja didapatkan dari stakeholder-stakeholder yang relevan dengan indikator yang dimaksud. Adapun pihak yang berfungsi sebagai data

collector, dalam arti meng-compile data dalam

satu kesatuan sistem adalah Dinas Koperasi. Seluruh proses pengukuran kinerja dilakukan oleh Dinas Koperasi hingga penyusunan rencana dan strategi perbaikan klaster berdasarkan hasil evaluasi kinerja. Kemudian eksekusi dari rencana perbaikan tersebut dilakukan oleh

stakeholder-stakeholder terkait.

6. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini berdasar tujuan penelitian adalah : 1. Stakeholder Requirement dari klaster industri komponen otomotif Waru yang berhasil diidentifikasi adalah sebanyak sembilan Requirement, antara lain terciptanya rantai nilai dan jejaring kemitraan yang kokoh antar pelaku klaster; kemampuan dalam pengembangan teknologi dan kemampuan berinovasi; peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan berwirausaha; adanya peningkatan keuntungan usaha yang berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jejaring kemitraan pelaku klaster adalah kunci dalam penciptaan keunggulan kompetitif serta pengembangan industri komponen otomotif. Oleh karena itu, penciptaan jejaring kemitraan dan kolaborasi perlu diperkuat dengan melibatkan semua stakeholder dalam klaster. PELAKU INTI SUMBER DATA PELAKU PENDUKUNG LPB MITRA BERSAMA PEMERINTAH (BPS, DINAS, dll) COLLECTOR DATA

PROSES PENGUKURAN KINERJA

PENENTUAN TARGET REVISI BOBOT

LEMBAGA PENDUKUNG

LAIN

Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Eneregi Sumber Daya Mineral

Sidoarjo SCORING PROCESS PENENTUAN RENCANA & STRATEGI PERBAIKAN EVALUASI KINERJA EKSEKUSI RENCANA PERBAIKAN Dinas Pemerintah LPB MITRA BERSAMA PELAKU INTI PELAKU PENDUKUNG LEMBAGA PENDUKUNG LAIN

(14)

2. Stakeholder objective dari klaster industri komponen otomotif Waru yang berhasil sebanyak 25 buah stakeholder objectives, Strategi atau obyektif yang disusun sebagian besar mengarah pada faktor firm infrastructure, karena faktor tersebut

berkaitan dengan faktor – faktor dasar pembentuk klaster, seperti jejaring kemitraan, kelengkapan komponen, klaster, serta hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas penguatan sistem klaster. Oleh karena itu, penguatan pada firm infrastructure relatif lebih diutamakan daripada faktor-faktor yang lain.

3. Indikator kinerj akunci yang digunakan dalam model pengukuran kinerja sebanyak 56 buah IKK. Dari hasil identifikasi keterwakilan indikator kinerja pada masing-masing stakeholder, didapatkan bahwa IKK terdistribusi dengan hasil sebagai berikut : sistem sebanyak 31 IKK, industri inti sebanyak 27 IKK, serta industri pendukung dengan IKK sebanyak 23 IKK. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi pemerintah dalam pengembangan klaster relatif lebih besar dibandingkan dengan

stakeholder lainnya.

4. Dalam model pengukuran kinerja klaster, aspek yang digunakan dalam pengukuran kinerja adalah : company’s performance,

social – economic result, social capital, dan

efisiensi kolektif. Aspek company’s

performance merupakan aspek yang

memiliki bobot terbesar dibandingkan dengan aspek yang lainnya. Dari aspek yang didapat, kemudian dilakukan

pem-breakdown-an dengan penyusunan kriteria

dan subkriteria pada aspek yang memiliki lebih dari tujuh buah IKK.

5. Rekomendasi pengelolaan sistem pengukuran kinerja yang dapat diberikan adalah ada kerjasama atau kolaborasi antara pemerintah dengan lembaga-lembaga swasta yang berkompeten dan berkontribusi dalam pengembangan UKM yang menjadi anggota klaster. Pemerintah memiliki porsi dalam pengukuran kinerja klaster secara makro,

sedangkan lembaga – lembaga

pengembangan bisnis yang ada memiliki porsi dalam indikator-indikator yang bersifat mikro, seperti kinerja pelaku-pelaku klaster.

6. Dalam rekomendasi sistem pengelolaan kinerja yang disusun, pemerintah, dalam hal

ini adalah Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan dan Eneregi Sumber Daya Mineral Sidoarjo berfungsi sebagai administrator sistem dan berperan untuk menyusun rencana dan strategi perbaikan klaster. Rencana tersebut kemudian dideploy ke masing-masing

stakeholder yang memiliki kompetensi dan

komitmen yang relevan dengan rencana perbaikan yang akan dilakukan.

7. Daftar Pustaka

Agustina,S. 2010. Analisis Pangsa Pasar Suku

Cadang Otomotif Dalam Persaingan Global Dengan Pendekatan Dinamika Sistem (Studi Kasus : Klaster Industri Logam Di Ngingas, Jawa Timur). Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS

Anoraga, P. dan Sudantoko, D. 2002. Koperasi, Kewirausahaan, Dan Usaha Kecil, : 227. Rineka Cipta 2002

Badan Pusat Statistik. 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama

Sosial-Ekonomi Indonesia. (URL:

http://www.bps.go.id/). Diakses tanggal 4 Februari 2010

Basyir, A. 2009. Perumusan Strategi bagi Klaster Indsutri Komponen Otomotif Menggunakan Pendekatan Strategic Management untuk Meningkatkan Daya Saingnya. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.

Carpinetti, Luiz Cesar, dkk. 2008. A Measurement System For Managing Performance Of Industrial Clusters. A Conceptual Model And Research Cases. Department of Production Engineering, School of Engineering of Sao Carlos, University of Sao Paulo, Sao Paulo, Brazil. International Journal of Productivity and Performance Management Vol. 57 No. 5, 2008. David, F.1989. Strategic Management,

(15)

Djamhari, C. 2006. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Perkembangan

Sentra UKM Menjadi Klaster

Dinamis. Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006.

Hanoum, S. & Partiwi, S.G. 2009. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur dengan Pendekatan Klaster Industri dan Manajemen Strategis : Pilot Project Klaster Industri Kecil & Menengah Berbasis Logam di Jawa

Timur. Proposal Usulan Hibah

Penelitian Program Hibah Kompetisi A3.

Hidayati, Novita. 2009. Analisis Rantai Nilai Untuk Mengetahui Pola Peningkatan Daya Saing Klaster Industri Berbasis Logam di Jawa Timur Dengan Pendekatan Sistem Dinamik. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS. Juwita Putri, D. 2010. Analisis Daya Saing

Industri Migas di Jawa Timur

dengan Pendekatan Dinamika.

Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.

Marsuki, I. H. 2009. Personal Communication tanggal 4 September 2009.

Partiwi, S.G. 2007. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri. Disertasi Institut Pertanian Bogor. Pearce, J. A, Robinson, R. B.1996. Strategic

Management, Formulation,

Implementation, and Control. Boston: McGraw Hill Companies, Inc.

Porter M.E. 1998. “Clusters and the New Economic of Competetion”. Harvard Business Review.

Rencana Strategis Pembangunan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi 2004 – 2009. 2004. Departemen Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Republik Indonesia.

Ridwan. 2007. Nilai Penjualan Suku Cadang di Jawa Barat Terbesar. (URL:

http://disperindag-jabar.go.id//?pilih=lihat&id=2703). Diakses tanggal 7 Februari 2010.

Roeland, T, den Hertag, P.1999. Klaster Analysis and Klaster-Based Policy making in OECD Countries: An Introduction to the theme. In Boosting Innovation: The Klaster Approach. Paris: OECD.

Saaty, T. L. 2001. Decision making with dependence and feedback the analytic network process (2nd ed.). RWS

Publication. Pittsburgh, USA

Suartika, I Made et al. 2008. Perancangan Dan Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Dengan Metode Integrated Performance Measurement Systems (Studi Kasus: Jurusan Teknik Mesin Universitas Mataram). Tesis Magister Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Suwigjo, Patdono 2009. Manajemen Performansi. Surabaya : Teknik Industri ITS.

_____ 2000, “Sistem Pengukuran Kinerja: Sejarah Perkembangan dan Agenda Penelitian ke Depan”, Proceeding

Seminar Nasional Performance

Management, Bagian C, Hotel Wisata,

Jakarta.

Waribrata, Hanafi. 2005. Klaster Industri: Bermitra untuk Bersaing. Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bogor. Yohan, Dendy. 2008. Peningkatan EBITDA

Dengan Pendekatan Siklus Six Sigma Menggunakan Metode Path Analysis (Studi Kasus : Telkom Kendatel Jember). Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan kemampuan harus diperhatikan saat menggunakan konverter frekuensi pada tekanan udara rendah (ketinggian), pada kecepatan rendah, dengan kabel motor yang panjang, kabel

Peran public relations yang dimaksud meliputi peran sebagai : (1) Teknisi komunikasi (communication technician); (2) Penasehat Ahli (Expert Prescriber); (3)

Variabel Beta T Sig. Nilai signifikansi dibawah 0,05 tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal

Beberapa ahli mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian dari kualitas pelayanan, berikut merupakan pengertian kualitas pelayanan menurut bebrapa ahli, Menurut

Sistem penjajaran yang digunakan pada Rumah Sakit Islam Kendal adalah SNF (Straight Numberical Filing) yaitu suatu sistem penyimpanan DRM dengan mensejajarkan folder

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey), sedang sumber limbah

Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah manggis, disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal bebas, juga dapat bekerja sebagai

Salah satu cara dalam menurunkan harga saham sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat adalah stock split atau pemecahan saham mejadi beberapa lembar saham sehingga harga