6
LANDASAN TEORI
2.1 Non Performing Loan (NPL)
2.1.1. Pengertian Kredit Bermasalah/NPL
Menyalurkan kredit kepada debitur merupakan kegiatan bank selain menghimpun dana, namun tidak semua kredit yang disalurkan kepada debitur dapat dikembalikan dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas hitangnya, maka akan tergambar perjalanan kredit yang bermasalah.
Menurut Kuncoro, Mudrajad, dan Suharjono dalam Ismail (2010:222) kredit bermasalah adalah “suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah dijanjikan”.
Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima.
Menurut Hariyani (2010:35) kredit bermasalah ialah kredit yang tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.
Istilah kredit bermasalah telah digunakan Perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loan yang merupakan istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional. Istilah lain dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai bagi istilah kredit bermasalah adalah non-performing loan. Tingkat kesehatan bank
salah satunya diukur dengan tingkat rasio kredit bermasalah (non-performing loan) atau biasa dikenal sebagai Rasio NPL.
Menurut Ikatan Bankir Indonesia (2016:91) kredit bermasalah yaitu “kredit yang mengalami kesulitan di dalam penyelesaiannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur”
Bagi bank, semakin dini menggangap kredit yang diberikan menjadi masalah, semakin baik karena akan berdampak semakin dini pula dalam upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat semakin sulit penyelesaiannya.
Menurut Perarturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015 menetapkan bahwa rasio non performing loan Total Kredit yang selanjutnya disebut rasio NPL total kredit adalah rasio antara jumlah total kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap total kredit. Nilai rasio NPL total kredit secara bruto untuk bank umum di Indonesia sebesar 5%.
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Kredit Bermasalah atau Non Performing Loan adalah suatu keadaan dimana nasabah mangalami kesulitan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada bank baik dalam pembayaran pokok maupun bunganya, dan digolongkan menjadi kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet.
2.1.2. Faktor Penyebab Kredit Bermasalah
Kredit macet dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal menurut Hariyani (2010:38).
1. Faktor internal penyebab kredit macet yaitu: a. Kebijakan perkreditan yang ekpansif
b. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan c. Itikad kurang baik dari pemilik, pengurus, atau pegawai bank d. Lemahnya sistem informasi kredit macet
2. Faktor eksternal penyebab kredit macet adalah: a. Kegagalan usaha debitur
b. Pemanfaatan iklim persaingan yang tidak sehat oleh debitur c. Menurunnya kegiatan ekonomi
d. Tingginya suku bunga kredit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yaitu faktor yang berasal dari nasabah dan faktor yang berasal dari bank menurut Supramono (2009:269-272).
1. Faktor yang berasal dari nasabah a. Nasabah menyalahgunakan kredit
b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya c. Nasabah beritikad tidak baik
2. Faktor yang berasal dari bank a. kesalahan pejabat bank b. persaingan antarbank
c. hubungan interen bank d. pengawasan bank
Jika kasus kredit bermasalah hanya terjadi dalam skala kecil (di masing-masing bank), maka penanggulangannya cukup hanya melibatkan manajemen bank yang bersangkutan. Di lain pihak, jika krisis keuangan terjadi dalam skala dunia maka penyelesaiannya harus melibatkan Pemerintah dan Bank Sentral di berbagai negara di dunia.
2.1.3. Penggolongan Kredit Bermasalah
Untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu kredit perlu diberikan ukuran-ukuran tertentu, menurut Kasmir (2014:107), Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit menurut ketentuan sebagai berikut:
1. Lancar (Pas)
2. Dalam Perhatian Khusus (special mention) 3. Kurang Lancar (substandard)
4. Diragukan (doubtful) 5. Macet (loss)
2.1.4. Pembinaan Kredit Bermasalah
Pembinaan kredit bermasalah merupakan upaya awal yang dilakukan terhadap debitur kredit bermasalah sehingga dapat menjaga dan mengamankan kepentingan bank atas fasilitas kredit yang telah disalurkan, serta dapat memperoleh hasil yang optimal sebagimana yang diharapkan sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit.
Langkah yang dapat dilakukan dalam tahapan pembinaan kredit bermasalah menurut Ikatan Bankir Indonesia (2016:94-95) antara lain melalui:
a. Melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah.
b. Selain itu, aktivitas pembinaan juga termasuk dalam hal melakukan aktivitas penagihan secara intensif terhadap debitur bermasalah.
2.1.5. Penyelamatan Kredit Bermasalah
Penyelamatan kredit bermasalah di sektor perbankan menurut Hariyani (2010:39) dapat ditempuh dengan cara-cara:
1. Penyelamatan Kredit Oleh Bank
2. Penyertaan Modal di Bidang Keuangan 3. Penyertaan Modal Sementara
Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara sebagai berikut menurut Kasmir (2014:110). 1. Rescheduling 2. Reconditioning 3. Restructuring 4. Kombinasi 5. Penyitaan jaminan
Akibat yang ditimbulkan dari penyelamatan kredit ini berdampak pada perjanjian kredit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian Kredit yang telah disepakati sebelumnya dapat diubah dengan memperhatikan kondisi
debitur dan bank, hal ini bertujuan untuk mencari solusi agar potensi kerugian kedua belah pihak dapat dikurangi.
2.1.6. Penyelesaian Kredit Bermasalah
Apabila tindakan penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank ternyata tidak berhasil, maka bank dapat melakukan tindakan lanjutan berupa penyelesaian kredit macet melalui program pengahpusan kredit macet (write-off). Penghapusan kredit macet terbagi menjadi dalam dua tahap menurut Hariyani (2010:41) yaitu:
1. Hapus buku atau penghapusan secara bersyarat atau conditional write-off:
2. Hapus tagih atau pengahapusan secara mutlak atau absolute write-off. Jika program hapus buku dan hapus tagih belum berhasil mengembalikan dana kredit yang disalurkan kepada debitur, maka bank dapat menyelesaikan portofolio kredit macet melalui jalur litigasi (proses peradilan) maupun jalur non-litigasi (di luar proses peradilan).
Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan melalui upaya pelunasan kembali atas fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur menurut Ikatan Bankir Indonesia (2016:100-104) dengan cara:
1. Setoran dari debitur atau dari pemegang saham 2. Penjualan barang agunan
3. Take over fasilitas kredit debitur oleh kreditur lain (bank lain atau investor)
5. Litigasi (penyelesaian melalui pengadilan)
Langkah-langkah yang dilakukan oleh bank dalam upaya penyelesaian kredit tersebut, antara lain.
1. Bank melakukan upaya penagihan kepada debitur untuk penyelesaian kewajibannya kepada bank (tunggakan pokok, angsuran, denda, dan biaya lainnya).
2. Kredit yang telah berada pada kolektabilitas lima telah dapat diusulkan untuk dihapus buku.
3. Untuk memudahkan penetapan action plan/action step dalam upaya penagihan kepada debitur, debitur yang telah dihapus buku dikelompokkan berdasarkan potensi penagihan yang dapat direalisasi. Dalam penyelesaian kredit bermasalah, bank berhak untuk:
1. Menagih kewajiban debitur sehubungan dengan fasilitas yang diterimanya, baik on balance sheet maupun off balance sheet sesuai dengan yang tercatat dalam pembukuan bank (tunggakan pokok, bunga, denda, dan kewajiban lainnya).
2. Memiliki hak preferensi terhadap agunan debitur yang telah diikat sehingga bank tidak perlu merasa was-was terhadap timbulnya gugatan pihak lain terhadap debitur.
3. Melakukan eksekusi terhadap agunan yang dikuasai bank, seperti eksekusi terhadap Hak Tanggungan.
Strategi bank dalam upaya penyelesaian kredit bermasalah didasarkan pada faktor pendukung untuk penyelesaian kredit, serta cara penyelesaian kredit, yaitu:
Tabel II.1
Faktor Pendukung, Cara, dan Strategi Penyelesaian Kredit Faktor Pendukung
Penyelesaian Kredit Cara Penyelesaian Kredit
Strategi Penyelesaian
Kredit a. Penguasaan jaminan
lemah
b. Pencairan jaminan relatif sulit
c. Masih diperlukannya kelangsungan hubungan dengan nasabah
d. Keberhasilan penagihan tidak terbatas waktu
Memelihara kelayakan debitur meskipun sedang dalam proses penyelesaian kredit/pemutusan
hubungan.
Secara
kooperatif/persuasif
a. Penguasaan agunan kuat b. Integritas manajemen
rendah
c. Dicurigai atau terbukti adanya kecurangan (baik dari sisi debitur maupun bank).
d. Pencairan jaminan sulit dan nilai agunan cenderung menurun. e. Keberhasilan penagihan
terbatas waktu.
Melakukan penyelesaian kredit/pemutusan
hubungan dengan nasabah secepat mungkin tanpa memperhatikan
pemeliharaan kelayakan kredit nasabah
Secara agresif (paksaan)
Sumber : Ikatan Bankir Indonesia (2016:102)
2.2. Kinerja Keuangan
2.2.1. Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Hery (2014:29) pengukuran kinerja keuangan adalah “suatu usaha formal untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dan posisi kas tertentu”.
Dengan pengukuran kinerja keuanagan ini dapat dilihat prospek pertumbuhan dan perkembangan keuangan perusahaan dari mengandalkan sumber daya yang dimiliki. Perusahaan dikatakan berhasil apabila perusahan telah mencapai suatu kinerja tertentu yang telah ditetapkan.
Menurut Sutrisno (2009:53) kinerja keuangan perusahaan merupakan “prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dan perkembangan keuangan perusahaan tersebut”.
Informasi dan gambaran perkembangan keuangan perusahaan bisa diperoleh dengan mengadakan interprestasi dari laporan keuangan, yakni dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada pada laporan keuangan.
Menurut Fahmi (2010:142) kinerja keuangan adalah “suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar”.
Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standar dan ketentun dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Accepted Accounting Priciple), dan lainnya.
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat simpulkan bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk mengevaluasi prestasi yang telah dicapai perusahaan dalam menghasilkan laba dan posisi kas tertentu dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
2.2.2. Analisis Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis. Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan menurut Hery (2014:29) dapat dibedakan menjadi:
1. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan 2. Analisis Tren (tendensi posisi)
3. Analisis Persentase per-Komponen (common size). 4. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja 5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas
6. Analisis Rasio Keuangan 7. Analisis Perubahan Laba Kotor 8. Analisis Titik Impas (break even) 9. Analisis Kredit
2.2.3. Tahap-tahap Dalam Menganalisis Kinerja Keuangan
Penilaian kinerja keuangan setiap perusahaan adalah berbeda-beda karena itu tergantung kepada ruang lingkup bisnis yang dijalankannya. Begitu juga pada perusahaan dengan sektor keuangan seperti perbankan yang jelas memiliki ruang lingkup bisnis berbeda dengan ruang lingkup bisnis lainnya.
Maka di sini ada lima tahap dalam menganalisis kinerja keuangan menurut Fahmi (2010:143), yaitu:
1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan. 2. Melakukan perhitungan.
4. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan.
5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan.
2.3. Laporan Keuangan
2.3.1. Pengertian Laporan Keuangan
Suatu kegiatan usaha (bisnis) yang dijalankan oleh suatu perusahaan tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik dan manajemen. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, pemilik maupun manajemen harus membuat perencanaan yang tepat dan akurat. Perencanaan dapat dilakukan dengan membuat catatan keuangan selama periode tertentu yang dibuat dalam laporan keuangan.
Menurut Kasmir (2015:7) laporan keuangan adalah “laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”.
Maksud laporan keuangan yang menujukkan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi). Biasanya laporan keuangan dibuat per periode, misalnya tiga bulan, atau enam bulan untuk kepentingan internal perusahaan. Sementara itu, untuk laporan lebih luas dilakukan satu tahun sekali. Disamping itu, dengan adanya laporan keuangan, dapat diketahui posisi perusahaan terkini setelah menganalisis laporan keuangan tersebut dianalisis.
Menurut Fahmi (2011:22) laporan keuangan adalah “suatu informasi yang menggambarkan kondisi suatu perusahan, dimana selanjutnya itu akan menjadi suatu informasi yang menggambarkan tentang kinerja perusahaan”.
Informasi akuntansi ini diharapkan dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang rasional dalam praktek bisnis yang sehat dan digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan kinerja keuangan perusahaan yang dikelola kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Wardiah (2013:285) laporan keuangan adalah:
Ringkasan dari suatu proses pencatatan, serta ringkasan dari transaksi keuangan yang disusun untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya: laporan arus kas dan laporan arus dana). Catatan dan laporan lain, serta informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan.
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah ringkasan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
2.3.2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan menurut Kasmir (2015:11) yaitu:
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode
7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan 8. Informasi keuangan lainnya.
Dengan memperoleh laporan keuangan suatu perusahaan, akan dapat diketahui kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Kemudian, laporan keuangan tidak hanya sekedar cukup dibaca saja,tetapi juga harus dimengerti dan dipahami tentang posisi keuangan perusahaan saat ini. Caranya adalah dengan melakukan analisis keuangan melalui berbagai rasio keuangan yang lazim dilakukan.
2.3.3. Sifat Laporan Keuangan
Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan.
Laporan keuangan bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu program report laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari kombinasi antara menurut Munawir (2014:6):
1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact)
2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate)
3. Pendapat pribadi (personal judgment)
2.3.4. Keterbatasan Laporan Keuangan
Ada beberapa keterbatasan laporan keuangan menurut Syahrial dan Purba (2013:10), yaitu:
1. Bersifat khusus 2. Bersifat umum 3. Unsur taksiran 4. Bersifat konservatif
5. Menggunakan istilah-istilah teknis 6. Menggunakan informasi kuantitatif 7. Mengabaikan nilai waktu dari uang
Keterbatasan laporan keuangan tidak akan mengurangi arti nilai keuangan secara langsung karena hal ini memang harus dilakukan agar dapat menunjukkan kejadian yang mendekati sebenarnya, meskipun perubahan berbagai kondisi dari berbagai sektor harus terjadi. Artinya selama laporan keuangan disusun sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, maka inilah yang dianggap telah memenuhi syarat sebagai suatu laporan keuangan.
2.3.5. Pihak-Pihak Yang Memerlukan Laporan Keuangan
Ada beberapa pihak yang selama ini dianggap memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan menurut Fahmi (2011:30), yaitu:
1. Kreditur 2. Investor 3. Akuntan Publik 4. Karyawan Perusahaan 5. Bapepam 6. Underwriter 7. Konsumen 8. Pemasok 9. Lembaga Penilai 10. Asosiasi Perdagangan 11. Pengadilan
12. Akademis dan Peneliti 13. Pemda
14. Pemerintah Pusat 15. Pemerintah Asing 16. Organisasi Internasional
Pengguna laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda menurut Martani, dkk (2012:34), diantaranya sebagai berikut.
1. Investor 2. Karyawan
3. Pemberi pinjaman
4. Pemasok dan kreditur lain 5. Pelanggan
6. Pemerintah 7. Masyarakat
Manajemen entitas merupakan penanggung jawab utama penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Manajmen dapat menentukan bentuk, isi, dan informasi tambahan lainnya yang memenuhi tujuan pengambilan keputusan manajemen.
2.3.6. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Laporan keuangan berisikan informasi keuangan yang pada hakikatnya adalah informasi kuantitatif. Agar informasi tersebut berguna bagi pemakai informasi tersebut harus memenuhi karakteristik kualitatif, ada empat karakteristik kualitatif pokok menurut PSAK dalam Martani, dkk (2012:37) yaitu:
1. Dapat dipahami 2. Relevan
3. Keandalan
4. Dapat dibandingkan
Dalam praktik, keseimbangan atau trade-off di antara berbagai karakteristik kualitatif sering diperlukan. Tujuannya secara umum adalah untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat diantara berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan. Kepentingan relatif dari berbagai karakteristik dalam berbagai kasus yang berbeda merupakan masalah pertimbangan profesional.
2.3.7. Jenis dan Unsur Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya.
Ada beberapa jenis laporan keuangan menurut Wardiah (2010:287), yaitu sebagai berikut.
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Laporan perubahan modal 4. Laporan arus kas
5. Catatan atas laporan keuangan 6. Laporan
7. Laporan komitmen dan kontinjensi
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini menurut Mulya (2008:15):
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Laporan perubahan ekuitas 4. Laporan arus kas