• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 68/Pid.Sus/2011/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 68/Pid.Sus/2011/PN."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:

68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt)

SKRIPSI

OLEH :

RIO SUNGSANG WIENAHYU E1A005438

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO

(2)

S K R I P S I

PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:

68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt) Oleh :

RIO SUNGSANG WIENAHYU E1A 005438

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima Dan Disahkan

Pada Tanggal ____________________ Pembimbing I Dr.Budiyono, S.H,M.Hum NIP. 19631107 198901 1 001 Pembimbing II Haryanto Dwiatmodjo,S.H,M.Hum NIP. 19570225 198702 1 001 Mengetahui, D e k a n,

Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001

Penguji

Dr.Setya Wahyudi, S.H,M.H NIP.19610527 198702 1 001

(3)

P E R N Y A T A A N

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yeng pernah ditulis atu diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini, dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Seluruh isi dalam skripsi ini sudah penulis teliti dengan seksama dan tidak terdapat suatu kesalahan. Jika dalam perjalanan waktu skripsi saya tidak sesuai dengan pernyataan ini, saya bersedia untuk menanggung segala resiko, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang saya sandang.

Isi skripsi ini merupakan tanggung jawab pribadi penulis, bukan tanggung jawab pembimbing, atau lembaga-lembaga terkait.

Purwokerto, 30 Juli 2012

(4)

P R A K A T A

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, dapat diselesaikam skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk melengkapai persyaratan penyelesaian studi pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan para pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

2. Bapak Dr.Budiyono, S.H.M.Hum dan Bapak Haryanto Dwiatmodjo, S.H.M.Hum . selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan arah dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Setya Wahyudi, S.H., M.H., selaku Penguji Skripsi yang telah memberikan masukan-masukan yang berguna bagi kesempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh civitas akademik Fakultas Hukum UNSOED yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian dan pendidikan di Fakultas Hukum. 5. Dimas Yusuf A.M, S.H dan Ruby Cahyo Pranowo, S.H dan sahabat-sahabat yang

mengiringi perjalanan hidup penulis yang telah memberikan motivasi dan bantuan. Semoga Tuhan YME membalas semua kebaikan kalian.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Purwokerto, 30 Juli 2012

(5)

P E R S E M B A H A N

SPECIAL THANKS TO : JESUS CHRIST

My savior, My Manager of life, the onlyreason I do and I live what I live, the true and pure existence of love,,

Jesus I love u My Parents

For your immense support and prayers, For teaching me to be strong, For knowing my inside out and outside in.

You are the best parents in this world. My Brother :

For standing up for me,

For your great help to finish this paper. Love u Bro!

(6)

Karya kecil ini Rio persembahakan untuk :

Kedua orangtua saya....terimakasih ya Bapak Ibu untuk bimbingan dan doa yang selalu menyertai..Tuhan memberkati

Adikku Danar dan Puntho yang selalu support doa

Keluarga besar MOERSAN ATMOWINOTO & DHATOEN SISWODIHARDJO....thx for always supporting and praying me..love you all

My love Dian Mayang Sari...makasih banyak ya sudah support aku selama ini...sudah banyak memberi warna di hidupku,,i love u..

Keluarga besar SAPMA PEMUDA PANCASILA...KALIAN SEMUA LUAR BIASA!!KALIAN SEMUA SAHABAT SAHABAT YANG

UNIK....TERIMAKASIH SUPPORTNYA MY BROTHER AND

SISTER...MUACH..MUACH

SOBAT-SOBAT KKN KARANGPARI...tengkyu ya teman2 kita udh saling support untuk desa tercinta...sukses buat kalian semua.

HUKUM „ 05...makasih banyak teman-teman semua...6 tahun yang hebat di kampus merah bersama kalian..semoga kita bisa terus jadi keluarga fakultas hukum..

(7)

A B S T R A K S I

Perkara putusan Nomor 68/Pid.sus/2011/PN.Pwt dengan kasus “PENERAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA”, dalam proses pemeriksaannya yaitu terdakwa tanpa hak menggunakan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, majelis hakim juga mempertimbangkan barang bukti yang telah diperiksa dan dihadirkan di persidangan serta alat bukti sah lainnya berupa alat-alat bukti yaitu saksi yang berjumlah 3 (tiga) orang dan keterangan terdakwa.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur tindak pidana narkotika terhadap pengguna dalam putusan perkara Nomor 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, dan juga untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan dengan Nomor 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian preskriptif, lokasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu di Pengadilan Negeri Purwokerto. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder, data tersebut disusun secara sistematis dan analisis data dilakukan dengan metode normatif kualitatif.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Unsur-unsur setiap penyalah guna telah terpenuhi dan terbukti bahwa pelaku dari tindak pidana narkotika adalah terdakwa Hestining Astuti Als. Nining binti Zaenudin. Dan yang disebut penyalah guna menurut Pasal 1 angka (15) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum berdasarkan alat-alat bukti telah terpenuhi yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah telah terpenuhi dan dalam putusan ini terdapat alat-alat bukti yaitu keterangan saksi 3 (tiga orang) dan keterangan terdakwa.

Kemudian yang dipergunakan sebagai dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap perkara tersebut telah sesuai karena dalam kasus tersebut telah terpenuhi unsur-unsur Pasal 127 ayat 1 (satu) huruf (a) UU No.35 tahun 2009 Tentang Narkotika dalam kasus tersebut hakim juga telah mempertimbangkan hal yang meringankan dan hal yang memberatkan.

(8)

A B S T R A C T

Case by case decision No. 68/Pid.sus/2011/PN.Pwt "APPLICATION FOR USERS narcotic crime", in the examination process that the defendant without any right to use a class of drugs for themselves, the judges also consider the evidence that has been inspected and presented in court and other legal evidence in the form of evidences that the witness which amounts to 3 (three) and a description of the defendant.

The purpose of this study is to know the implementation of elements of the crime of drug users in case Number 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt decision, and also to know the basic legal reasoning of judges in decisions by No. 68/Pid.Sus /

2011/PN.Pwt.

From the approach used in this study is the method of normative juridical approach, the prescriptive research specification, the locations used in this study are in Navan District Court. In this study the data sources used are secondary data, such data are systematically arranged and performed data analysis with normative

qualitative methods.

From the research that has been done, it can be concluded that the elements of each abusers have been met and proven that the perpetrator of the crime is the

defendant narcotics Hestining Astuti Als. Nining Zaenudin bint. And the so-called abusers according to Article 1 point (15) of Law Number 35 Year 2009 on Narcotics is the people who use narcotics without rights or against the law based on the

evidence which has been met under Article 183 Criminal Procedure Code, which is at least two valid evidence has been met and in this ruling are evidences that the

statements of witnesses 3 (three) and a description of the defendant.

Then used as the basis for legal reasoning of judges in imposing capital of the case is appropriate because the case has met the elements of Article 127 paragraph 1 (a) letter (a) of Act No.35 of 2009 on Narcotics in such cases the judge also has consider mitigating and aggravating things.

(9)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III PRAKATA... IV PERSEMBAHAN... V ABSTRAKSI... VII ABSTRACT... VIII DAFTAR ISI... IX BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 12

B. Perumusan Masalah... 15

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Kegunaan Penelitian... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana... 17

B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika... 30

1. Pengertian Narkotika... 30

2. Tindak Pidana Narkotika... 38

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Pendekatan... 45

B. Spesifikasi Penelitian... 45

C. Sumber Data... 45

D. Metode Pengumpulan Data... 46

E. Metode Penyajian Data... 46

F. Metode Analisis Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 47

1. Duduk Perkara... 47

2. Alat Bukti... 48

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum... 76

4. Pembelaan Penasihat Hukum/Terdakwa... 77

5. Putusan Pengadilan... 78

B. Pembahasan... 87

1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana narkotika terhadap pengguna dalam putusan Nomor : 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt……….. 87

(11)

2. Dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan Nomor: 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt…………..………. 94 BAB V PENUTUP A. Simpulan... 102 B. Saran... 103 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Hukum terdapat diseluruh dunia, dimana terdapat pergaulan hidup manusia. Hukum menurut isinya di bagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hukum privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan orang-perorangan.

2. Hukum publik (Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan Negara dengan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warga Negara). Hukum publik itu sendiri terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Internasional.1

Dalam penulisan hukum ini akan dibicarakan tentang hukum pidana sebagai suatu subsistem hukum yang berlaku di Indonesia dengan kasus tindak pidana narkotika yang diputus oleh Pengadilan Negeri Purwokerto.

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku didalam suatu Negara. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk

1

Kansil, CST. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka. 1989.

(13)

undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi yang berupa hukuman, yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu system norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.2

Saat ini peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dengan sasaran potensial generasi muda sudah menjangkau berbagai penjuru daerah dan penyalahgunanya merata di seluruh strata sosial masyarakat. Pada dasarnya narkotika sangat diperlukan dan mempunyai manfaat di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan, akan tetapi penggunaan narkotika menjadi berbahaya jika terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu untuk menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan di satu sisi, dan di sisi lain untuk mencegah peredaran gelap narkotika yang selalu menjurus pada terjadinya penyalahgunaan, maka diperlukan pengaturan di bidang narkotika.

Peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pemberantasan tindak pidana narkotika sangat diperlukan, apalagi tindak pidana narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan inkonvensional yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta

2 Jan Remmelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), Jakarta, Gramedia Pustaka. 2003.

(14)

dilakukan secara terorganisir (organizeci crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime)

Dengan diberlakukannya undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika menggantikan undang Nomor 22 tahun 1997 dan undang-undang Nomor 9 tahun 1976 menandakan keseriusan dari pemerintah untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkotika.

Dalam perkara putusan Nomor 68/Pid.sus/2011/PN.Pwt dengan kasus tindak pidana narkotika yaitu bahwa pada hari sabtu tanggal 17 september 2011 sekitar jam 23.30 wib, bertempat dikos-kosan terdakwa dimangunjaya, kelurahan purwokerto lor kecamatan purwokerto timur kabupaten banyumas, bahwa terdakwa tanpa hak menggunakan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri. Berawal ketika terdakwa menerima ganja dalam bungkus rokok class mild berisi 4 lintingan dari saudara ADAM BUDI SARZKY (terdakwa dalam perkara terpisah). Bahwa setelah menerima ganja tersebut terdakwa menggunakannya untuk dirinya sendiri namun tiba-tiba terdakwa didatangi oleh 2 orang yang mengaku sebagai petugas kepolisian satnarkoba polres banyumas yang sebelumnya mendapat informasi dari saksi yang di rahasiakan identitasnya bahwa ditempat tersebut sering dipakai untuk menggunakan narkoba. Bahwa pada saat terdakwa ditangkap oleh petugas kepolisian juga mengakui pernah menggunakan narkoba jenis ganja bersama-sama saudara ADAM BUDI SARZKY sekitar bulan februari 2011. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Penulis tertarik untuk meneliti perkara tersebut dan mengambil judul “PENERAPAN TINDAK

(15)

PIDANA NARKOTIKA TERHADAP PENGGUNA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan unsur-unsur tindak pidana narkotika terhadap pengguna dalam putusan perkara Nomor : 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt ? 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

pengguna narkotika dalam putusan perkara Nomor : 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur tindak pidana narkotika terhadap pengguna dalam putusan perkara Nomor 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pengguna narkotika dalam putusan perkara Nomor : 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Secara Teoritis

(16)

bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika.

2. Kegunaan Secara Praktis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis bagi penegak hukum dalam praktik pengambil kebijakan khususnya dalam menangani masalah tindak pidana narkotika.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana

Hukum merupakan sarana yang mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum yang melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikan.

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah hukum yang telah dikodifikasikan dalam suatu kitab undang-undang hukum pidana. Dalam hal ini Wirjono Prodjodikoro mengungkapkan mengenai definisi hukum pidana yaitu “ hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana”.

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan

(18)

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.3

Jadi pidana itu berkaitan erat dengan hukum pidana. Dan hukum pidana merupakan suatu bagian dari tata hukum, karena sifatnya yang mengandung sanksi. Oleh karena itu, seorang yang dijatuhi pidana ialah orang yang bersalah melanggar suatu peraturan hukum pidana atau melakukan tindak kejahatan.

Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah “pidana” dengan istilah “hukuman”. Sudarto mengatakan bahwa istilah “hukuman” kadang-kadang digunakan untuk pergantian perkataan “straft”, tetapi menurut beliau istilah “pidana” lebih baik daripada “hukuman. Menurut Muladi dan Bardanawawi

Arief “Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat

mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas”. Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut

3

(19)

mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik. Di antara istilah-istilah itu, yang paling tepat dan baik digunakan adalah istilah tindak pidana dengan pertimbangan selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas dengan istilah hukum juga sangat praktis untuk diucapkan. Di samping itu di dalam peraturan perundang-undangan Negara Indonesia pada umumnya menggunakan istilah tindak pidana.4

Unsur-unsur Tindak Pidana ialah unsur formal meliputi :

1. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.

2. Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.

3. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.

4

(20)

4. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.

5. Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Sedangkan Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi :

1. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).

(21)

2. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.

3. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.

1. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

2. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan

(22)

Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP).

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi : 1. Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran

kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).

2. Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.

3. Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau

poging (Pasal 53 KUHP)

4. Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain

5. Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).5

Tujuan Hukum Pidana menurut R. Abdoel Djamali adalah sebagai berikut :

5

(23)

1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik

2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya6.

Dari kedua tujuan tersebut, dapat diartikan bahwa ketentuan-ketentuan yang ada di dalam hukum pidana dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gejala-gejala sosial yang kurang sehat serta memberikan terapi bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Oleh karena itu, hukum pidana harus memuat tentang aturan-aturan yang membatasi tingkah laku manusia agar tidak terjadi pelanggaran kepentingan umum.7

Fungsi hukum pidana adalah dapat dibedakan menjadi 2 fungsi yaitu : a. Yang umum : Hukum Pidana merupakan sebagian dari

keseluruhan lapangan hukum, maka fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya ialah mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. b. Yang khusus : ialah melindungi kepentingan hukum terhadap

perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang

6 http://www.prasko.com/2011/05/tujuan-hukum-pidana.html

7

(24)

berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang-cabang hukum lainnya.

Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-norma yang diakui dalam hukum, ini sebabnya mengapa hukum pidana harus dianggap sebagai ultimum remedium atau obat terakhir, apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak mempan hukum pidana baru akan diberlakukan. Dalam sanksi pidana itu terdapat sesuatu tragis (nestapa yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai mengiris dagingnya sendiri atau sebagai pedang bermata dua. Dalam hukum pidana itu merupakan hukum sanksi belaka oleh karena itu hukum pidana disebut sebagai accesoir (bergantung) terhadap cabang hukum lainnya.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka syarat-syarat pemidanaan harus diperhatikan untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Menurut Sudarto syarat-syarat pemidanaan itu terdiri dari:

1. Perbuatan yang meliputi:

a. Memenuhi rumusan Undang-unadng

b. Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar) c. Kesalahan

2. Orang yang meliputi:

a. Mampu bertanggungjawab

b. Dolus atau culpa ( tidak ada alasan pemaaf) 8

8

Soedarto , Hukum Pidana jilid IA dan IB Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 1975. Hlm.32

(25)

Perbuatan yang dimaksud disini adalah perbuatan yang oleh hukum pidana diancam dalam hukum pidana bagi barang siapa yang melanggarnya. Mengenai hal ini Moeljatno menyatakan sebagai berikut:

“Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilanggar dan diancam pidana barang siapa melanggar larangan tersebut”.9

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada hakekatnya tiap-tiap persoalan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu perbuatan mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya adalah merupakan suatu kejadian dalam alam lahir, sehingga untuk adanya perbuatan pidana biasanya diperlukan:

1. Kelakuan dan akibat

2. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan.

Perbuatan pidana disebut juga dengan tindak pidana atau delict, perbuatan ini dilakukan oleh orang maupun oleh badan hukum sebagai subyek-subyek hukum dalam hukum pidana. Mengenai pengertian tindak pidana, Wirjono Prodjodikoro menyatakan “ Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subyek tindak pidana”. Syarat untuk menjatuhkan pidana terhadap tindakan seseorang, harus memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan tindak pidana di dalam Undang-undang.10

9

Moeljatno. Azas-azas hukum pidana, Jakarta: Bineka cipta. 2000. Hlm. 61.

10 Soedarto, .Hukum Pidana Jilid IA dan IB.universitas Jenderal Soedirman Purwokerto . 1990. Hlm. 62

(26)

Selanjutnya yaitu pengertian mengenai tindak pidana, tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Rumusan tindak pidana tersebut dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “criminal act”. Dalam hal ini meskipun orang telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang di situ belum berarti bahwa ia mesti dipidana, ia harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah ia lakukan untuk menentukan kesalahannya, yang dikenal dengan istilah “criminal

responsibility”.11

Istilah Tindak pidana (strafbaar feit) diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, pelanggaran pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan dengan tata hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Istilah-istilah tersebut dikemukakan oleh para ahli, yakni sebagai berikut:

a. Simons

Merumuskan bahwa, Strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh

11 Suharto RM, Hukum Pidana Materiil Unsur-unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 1996. hlm. 28-29

(27)

undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kemudian beliau membaginya dalam 2 (dua) golongan unsur yaitu:

1) Unsur subyektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak.

2) Unsur obyektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu.

b. Wirjono Prodjodikoro

Mengemukakan bahwa Tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana.

c. Moeljatno

Menyatakan istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan merupakan perbuatan yang anti sosial.

d. Roeslan Saleh

Menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.

e. Vos

Merumuskan “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam pidana. f. Pompe

Merumuskan bahwa: “Strafbaar feit “ adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana

(28)

pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum.12

Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia (gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya, perilaku mana dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana.13

Bahwa orang dapat dipidana selain telah melakukan tindak pidana masih diperlukan kesalahan. Akan dirasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, jika orang yang tidak bersalah dijatuhi pidana.

Hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dan tindak pidana ada hubungan erat, di mana kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan kata lain orang dapat melakukan tindak pidana tanpa mempunyai kesalahan, tetapi sebaliknya orang

12 M. Sairman, Sahadia, Pengertian Tindak Pidana, (on Line), 2011. Tersedia:http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2142486-pengertian-tindak-pidana/. (02 April 2011).

13

(29)

tidak mungkin mempunyai kesalahan jika tidak melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum.14

Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Bab XV ketentuan pidana, maka perbuatan-perbuatan yang dilarang yang berhubungan dengan narkotika adalah :

1. Menanam, memelihara, mempunyai, dalam persediaan, memiliki, menyimpan untuk dimiliki, atau untuk persediaan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman.

2. Memiliki, menyimpan, untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau menguasai narkotika golongan II dan Golongan III.

3. Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit atau menyediakan narkotika golongan I, II, III.

4. Membawa, mengirim, mangangkut, atau mentransito narkotika Golongan I, II, dan III.

5. Mengimport, mengeksport, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika golongan I, II, III.

6. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I, II, III untuk digunakan oleh orang lain.

7. Menggunakan narkotika golongan I, II, III.

Bahaya narkotika karena penyalahguna menjadi “addict” (pecandu) setelah melewati ketergantungan jiwa dan fisik. Belum lagi bahaya sampingan lainnya, situasi ketertiban dan keamanan bagi masyarakat seperti pencurian, penodongan, perampokan, perampasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan

14

(30)

kejahatan seks lainnya. Jadi antar kejahatan penyalahgunaan obat penenang ini ada kaitan dengan kejahatan lainnya. Bila si pemakai memerlukan obat tetapi tidak mempunyai uang maka ia tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan dan kejahatan.

Karena faktor-faktor antara lain bahaya narkotika seperti yang dijelaskan diatas, maka perkara narkotika digolongkan perkara yang harus didahulukan dari perkara-perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna mendapatkan penyelidikan dan penyelesaian dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika 1. Pengertian Narkotika

Pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan

madat.

Dalam penjelasan Umum Undang-undang Nomor : 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas

(31)

tersebut selain didasarkan pada faktor-faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Salah satu materi baru dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, mengenai bagaimana penggolongan dimaksud dari masing-masing golongan telah di rumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Narkotika.

Sehubung dengan adanya Penggolongan tentang jenis-jenis narkotika sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, seperti terurai di bawah ini.

1. Narkotika Golongan I

Dalam ketentuan ini yang di maksud Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika golongan II

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

(32)

3. Narkotika golongan III

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Sehubungan dengan adanya penggolongan Narkotika tersebut, mengenai jenis-jenis Narkotika golongan I telah di tetapkan dalam lampiran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana terurai di bawah ini.

Narkotika golongan I terdiri dari :

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

3. Opium masak terdiri dari :

a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui

perubahan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

(33)

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo

kimianya.

10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

11. Asetorfina :3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14 endoeteno-oripavina.

12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida. 13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida 14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil]

priopionanilida 15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida 16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida. 17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina

18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina

19. Heroina : Diacetilmorfina

20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina 21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida

23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)

24. Para-fluorofentanil : 4„-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)

25. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida

26. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)4bromo2,5dimetoksi α

-metilfenetilamina

27. DOB

28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol

29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9,

10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6Hdibenzo[b, d]piran-1-ol

31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol

32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina

33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina 34. ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole

35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon

36. ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N,

N-dietil-6-metilergolina-8 β –

(34)

37. MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 38. Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina

39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on

40. 4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina 41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 42. N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin

43. N-hidroksi MDA : (±)-N-[ α -metil-3,4- (metilendioksi)fenetil]hidroksilamina

44. Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo

[b,d] piran-1-ol

45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina

46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol

47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat 48. ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina

PHP,PCPY

49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina

50. TENAMFETAMINA, nama lain : α

-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina MDA

51. TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina TCP

52. TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina 53. AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina

54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina 55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina 56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin

57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina 58. LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α -metilfenetilamina

levamfetamina

59. Levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina

60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon 61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina

62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon

63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil

)-1-piperazinetano

64. Opium Obat

65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika Narkotika Golongan II terdiri dari :

1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana 2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

(35)

5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-

4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida

6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-

karboksilat etil ester

8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana

9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil

ester

10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina

11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol

13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1- benzimidazolinil)-piperidina 16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]- morfolina 17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida 18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2‟-tienil)-1-butena

19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester

20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik 21. Dihidromorfina

22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat 24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena 25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat

26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona 27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol

28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan

kokaina.

29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena 30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-

karboksilat etil ester

31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol

32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester)

33. Hidrokodona : dihidrokodeinona

34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat

etil ester

35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina 36. Hidromorfona : dihidrimorfinona

(36)

38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona

39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida 40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan 41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan 42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksil Etil ester 43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina 44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol 45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima 46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan 47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina 48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan 49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona

51. Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana 52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan

53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina 54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina 55. Metopon : 5-metildihidromorfinona

56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina

57. Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana

karboksilat

58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil

ester

59. Morfina-N-oksida

60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida 61. Morfina

62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina

63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana 64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan

65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona 66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina 67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona 68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona

69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona

70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina

71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat 73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat

(37)

ester

75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4-

Karbosilat armida

76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana

77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester 78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan

79. Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]- morfolina

80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan

81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida 82. Tebaina 83. Tebakon : asetildihidrokodeinona 84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1- karboksilat 85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas

Golongan III terdiri dari : 1. Asetildihidrokodeina

2. 2.Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil butanol propionat

3. Dihidrokodeina

4. Etilmorfina : 3-etil morfina 5. Kodeina : 3-metil morfina

6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina 7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina 8. Norkodeina : N-demetilkodeina 9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina 10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida 11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]- 6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina

12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas

13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

Dalam Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Pecandu Narkotika adalah Orang yang menggunakan atau

(38)

menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis sedangkan penyalah guna narkotika dalam Pasal 1 ayat 15 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah Orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

Pengembangan Narkotika bisa digunakan untuk pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam Bab IX Pasal 53 sampai dengan Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 terutama untuk kepentingan Pengobatan termasuk juga untuk kepentingan Rehabilitasi.

2. Tindak Pidana Narkotika

Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.15

15

(39)

Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.16

Menurut Dr.Graham Bline, penyalahgunaan narkotika dapat terjadi karena beberapa alasan, yaitu :

1. Faktor intern (dari dalam dirinya)

a. sebagai proses untuk menentang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi berwenang,

b. mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual,

c. membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya dan penuh resiko,

d. berusaha mendapatkan atau mencari arti daripada hidup,

e. melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional,

f. mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, disebabkan kurang kesibukan,

g. mengikuti kemauan teman dan untuk memupuk rasa solidaritas dan setia kawan,

h. didorong rasa ingin tahu dan karena iseng. 2. Faktor Ekstern

a. Adanya usaha-usaha subversi untuk menyeret generasi muda ke lembah siksa narkotika,

b. Adanya situasi yang disharmoniskan (broken home) dalam keluarga, tidak ada rasa kasih sayang (emosional), renggangnya hubungan antara ayah dan ibu, orang tua dan anak serta antara anak-anaknya sendiri, c. Karena politik yang ingin mendiskreditkan lawannya dengan

menjerumuskan generasi muda atau remaja.

d. Penyalahgunaan narkotika merupakan wabah yang harus mendapatkan penanggulangan yang serius dan menyeluruh. Penanggulangan dan pencegahan harus dilakukan dengan prioritas yang tinggi serta terpadu.

16

(40)

Tindakan hukum perlu dijatuhkan secara berat dan maksimum, sehingga menjadi jera dan tidak mengulangi lagi atau contoh bagi lainnya untuk tidak berbuat.17

Penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralistik, abolisionistik dan juga kerjasama internasional. Penanggulangan secara preventif maksudnya usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika. Selain itu juga dapat dengan cara mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap eks pecandu narkotika.18

3. Unsur – unsur Tindak Pidana Narkotika

Dalam hal kebijakan kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut :

1. Menanam , memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika (dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman) diatur dalam (pasal 111 sampai dengan pasal 112);

2. Memproduksi , mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan I (pasal 113);

3. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan I (pasal 114);

17 AW Widjaja 1985 masalah kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika, bandung, armico

18 Ruby hardiati Jhony. 2000.diktat kuliah hukum pidana Khusus Tindak Pidana narkotika, Purwokerto. Fakultas Hukum.Unsoed.

(41)

4. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan I (pasal 115);

5. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain (pasal 116);

6. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan II (pasal 117);

7. Tanpa hak atau melawan hukum Memproduksi , mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan II (pasal 118);

8. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan II (pasal 119);

9. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan II (pasal 120);

10. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (pasal 121);

11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III (pasal 122);

12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III (pasal 123);

13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika dalam golongan III(pasal 124);

14. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan III (pasal 125);

15. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain (pasal 126);

16. Setiap penyalah guna : (pasal 127 ayat 1) a. Narkotika golongan I bagi diri sendiri b. Narkotika golongan II bagi diri sendiri c. Narkotika golongan III bagi diri sendiri

17. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (pasal 55 ayat 1) yang sengaja tidak melapor (pasal 128);

(42)

a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Kebijakan sanksi pidana dan pemidaannya antara lain disebutkan sebagai berikut :

1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu tertetentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara asing).

2. Jumlah/lamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sampai Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk tindak pidana Narkotika, untuk pidana penjara minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.

3. Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif (terutama penjara dan denda);

4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus (penjara maupun denda);

(43)

5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan (recidive).

Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan kriminalisasi dari Undang-undang Narkoba tampaknya tidak terlepas dari tujuan dibuatnya Undang-undang itu, terutama tujuan :

1. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika/psikotropika, dan 2. Memberantas peredaran gelap narkotika/psikotropika.

Oleh karena itu, semua perumusan delik dalam Undang-undang Narkoba terfokus pada penyalahgunaan dari peredaran „narkobanya‟-nya (mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya, termasuk pemakaian pribadi, bukan pada kekayaan („property/assets) yang diperoleh dari tindak pidana “narkobanya” nya itu sendiri.

Dalam ilmu hukum pidana, orang telah berusaha memberikan penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana. Van Hamel telah mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu definisi sebagai berikut :

“Pelaku tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun yang tidak dinyatakan secara tegas,

(44)

jadi pelaku itu adalah orang yang dengan seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan”.19

Pengertian Doen pleger atau yang menyuruh lakukan itu merupakan salah satu bentuk deelneming yang terdapat di dalam Pasal 55 KUHP. Mengenai pengertian

doen pleger atau yang menyuruh melakukan, Sumaryanti memberikan penjelasan

tentang hal tersebut yaitu sebagai berikut :

“Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), di sini sedikitnya ada dua orang yaitu yang menyuruh (doen pleger) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan tindak pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun ia tetap dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri tindak pidana”.20

19 Lamintang, 1984a,Hukum Penitersier Indonesia. Alumni , Bandung. Hal. 556 20

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legitis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu, konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normative yang bersifat otonom tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat. 21

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.22

C. Sumber Data

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain baik lisan maupun tulisan. Yaitu bersumber pada

21 Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri Cetakan Ke Satu, Ghalia Indah, Jakarta, 1983. hlm.11.

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1986. hlm. 15.

(46)

buku literatur, dokumen, peraturan perundang-undangan dan arsip penelitian terdahulu yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian.23

D. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen atau pustaka, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeriksa dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti. Kemudian diolah dengan cara mengutip, menyadur tulisan-tulisan baik yang berupa buku-buku, dokumen, karya ilmiah maupun peraturan perundang-undangan.24 E. Metode Penyajian Data

Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif, uraian -uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

F. Metode Analisis Data

Bahan hukum yang diperoleh akan dianalisa secara normatif kualitatif, yaitu dengan membahas dan menjabarkan bahan hukum yang diperoleh berdasarkan norma-norma hukum atau kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan pokok permasalahan.

23 M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2007. hlm. 99.

24

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto pada perkara Nomor : 68/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. maka dapat dikumpulkan keterangan sebagai berikut:

1. Duduk perkara

Terdakwa HESTINING ASTUTI Als. NINING Binti ZAENUDIN pada hari Sabtu tanggal 17 September 2011 sekira jam 23.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September 2011 atau setidak-setidak-tidaknya pada waktu tertentu dalam tahun 2011, bertempat di kost-kostan teman terdakwa di Mangunjaya ikut Kelurahan Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas ditemukan Narkotika jenis ganja yang mana pada waktu itu terdakwa mengakui menerima ganja dalam bungkusan rokok Class Mild berisi 4 (empat) lintingan dari saksi ADAM BUDI SARZKY ( terdakwa diajukan dalam berkas terpisah ), setelah menerima ganja tersebut terdakwa langsung menggunakan Narkotika jenis ganja tersebut untuk dirinya sendiri dengan cara dibakar dan dihisap seperti orang merokok namun tiba-tiba terdakwa didatangi oleh 2 ( dua ) orang yang mengaku sebagai Petugas Kepolisian Satnarkoba Polres Banyumas yang

(48)

sebelumnya mendapat informasi kalau ditempat tersebut sering digunakan untuk tempat menggunakan narkoba, selanjutnya petugas kepolisian langsung mencurigai terdakwa karena melihat barang yang dikuasai oleh terdakwa, sehingga petugas menanyakan kepada terdakwa “ barang apa yang dibawa ” dijawab terdakwa “ rokok ” dan ditanyakan lagi oleh petugas “ rokok apa ” dijawab terdakwa “ gele “, selanjutnya menyuruh terdakwa untuk membuka bungkusan rokok class mild dan ternyata didalamnya berisi 4 ( empat ) linting ganja lalu diserahkan kepada petugas sebagai barang bukti serta terdakwa juga dibawa ke kantor polisi. Pada saat ditangkap terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk menggunakan narkoba jenis ganja tersebut karena dalam pemeriksaan di Kepolisian maupun fakta yang terungkap dipersidangan diketahui bahwa terdakwa bukanlah seorang dokter melainkan seorang mahasiswi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semester IX ( Sembilan ) Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang seharusnya dapat menjadi teladan dan sebagai sebagai generasi penerus bangsa.

Alat-Bukti :

Untuk melengkapi dan menyempurnakan pembuktian dakwaannya Penuntut umum mengajukan alat bukti berupa barang bukti serta saksi-saksi sebagai berikut :

1. Saksi-saksi

a. Saksi I Bambang Subroto, S.H, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

(49)

- Terdakwa diajukan dipersidangan sehubungan terdakwa kedapatan membawa ganja 4 (empat) linting ganja;

- Pada awal mulanya terdakwa ditangkap yaitu pada hari sabtu tanggal 17 September 2011 sekira pukul 23.00 Wib saksi bersama team telah mendapat informasi bahwa di daerah kost-kostan alamat di Mangunjaya, Kelurahan Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas sering digunakan untuk tempat menggunakan narkoba ;

- Menurut dari informasi tersebut menyebutkan ciri-ciri orang yang sebagai pengguna narkoba yaitu ciri-cirinya seorang perempuan, rambut pendek, menggunakan sepeda motor Suzuki ;

- Tindakan saksi selanjutnya adalah saksi bersama team mendatangi tempat kost-kostan tersebut dan mengamati lalu saksi melihat ada sepeda motor Suzuki FU 150 berwarna abu-abu No.Pol : G-3383-WR yang dikendarahi seorang perempuan dan orang tersebut sesuai dengan ciri-ciri informasi yang saksi dapat kemudian saksi dan team mengamati orang tersebut lalu orang tersebut masuk kost-kostan seperti orang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya peningkatan jumlah nasabah dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Adanya kenaikan jumlah nasabah pada tiap tahunnya disebabkan

dan nilai Anti-image Correlation variabel- variabel yang diuji diatas 0,5. Pada analisis selanjutnya dari variabel- variabel preferensi konsumen dalam memilih buah durian,

penampilan produk bisa dilihat dari tanpak rasa, bau, dan bentuk dari produk. 8) Kesan Kualitas (perceived quality), sering dibilang merupakan hasil dari

SimNasKBA-2011 , bahwa dengan segala keterbatasan tersebut Insha Allah dapat melaksanakan SimNasKBA ini dengan sukses, yang tentu saja semua itu atas bantuan Panitia SimNasKBA dari

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah : (1) Memperoleh pemahaman dari unsur-unsur kebudayaan universal masyarakat Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang,

Kemitraan antara Polisi dan masyarakat di wilayah hukum Polsek Maro Sebo sebagai strategi model perpolisian yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dengan

Sebelum praktikan melaksanakan mengajar terbimbing, praktikan terlebih dahulu melakukan bimbingan dengan guru pamong dan guru kelas untuk berkonsultasi tentang materi

Adapun peran guru dalam membentuk perilaku keagamaan Islamanak dari hasil penelitian adalah meliputi: 1) Latar belakang pendidikan guru yang terdiri dari PG-PAUD dan