• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Bagaimana respon getaran bangunan berlantai tiga akibat getaran dengan skala tertentu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. Bagaimana respon getaran bangunan berlantai tiga akibat getaran dengan skala tertentu."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN NILAI PARAMETER PEREDAM GETARAN AKIBAT GEMPA PADA

BANGUNAN BERLANTAI TIGA

(Etania Erlita, Ir. Yerri Susatio , MT., Lizda Johar M, ST. MT.)

Jurusan Teknik Fisika

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi sepuluh November

Keputih Sukolilo – Saurabaya, 60111

Abstrak

Getaran adalah suatu gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan. Kesetimbangan di sini maksudnya adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Getaran ada bermacam – macam jenisnya. yang dimaksut di tugas akhir ini adalah getaran gempa yang terjadi ada suatu daerah tertentu. Diaman akibat dari getaran gempa yang besar sangatlah fatal. Untuk itu perlu peredam dalam suatu bangunan agar bisa meredam getaran dan memperkecil redaman, peredam bisa berupa peredam dinamik yang dipasang didalam suatu bangunan. Kekuatan gempa juga mempengaruhi amplitude maksium dari displaicement dan kecepatan (apabila nilai K dan M sesuai dan sama). Semakin besar getaran gempa maka semakin tinggi amplitude displaicement dan kecepatan pada respon peredam dinamik. Nilai K sebesar 427680 kg/cm dan M sebesar 40000 kg dengan pengganggu getaran gempa sebesar 7 SR didapatkan amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan sebesar 4,2 cm dan 0,6 cm, sedangkan pada pengganggu getaran gempa sebesar 8 SR respon yang didapatkan untuk displaicement dan kecepatan adalah 4, 4 cm dan 0,6 cm. Perbandingan respon peredam dinamik pada bangunan dengan menggunakan 4 kolom dan 8 kolom adalah pada pengganggu 7 SR penggunaan 4 kolom lebih baik dibandingkan dengan bangunan dengan 8 kolom. Amplitude maksimum displaicement dan kecepatan untuk bangunan 4 kolom adalah 0,56 cm dan 0,3 cm, bangunan dengan menggunakan 8 kolom memiliki respon aplitudo maksimum displaicement dan kecepatan sebesar 4,2 cm dan 0,6 cm. pada penggangu 8 SR bangunan yang menggunakan 8 kolom lebih baik dibandingkan dengn bangunanyang menggunakan 4 kolom, amplitude maksimum dari displacement dan keceptan sebesar 6 cm dan 3,8 cm. sedangkan amplitude maksimum displaicement dan kecepatan pada peredam dinamik pada bangunan yang mengguakan 8 kolom adalah 4,4 cm dan 0,7 cm.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gempa merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita orang Indonesia, ini dikarenakan indonesia berada pada pertemuan dua palung. inilah yang menyebabkan seringnya terjadi gempa di Indonesia. Gempa yang memiliki intensitas kekuatan yang kecil tidaklah berbahaya. Tetapi apabila gempa yang memiliki intensitas kekuatan yang tinggi sangatlah berbahaya. Di Indonesia sendiri banyak bangunan yang bertingkat. Efek yang ditimbulkan oleh gempa dengan kekuatan intensitas yang tinggi sangatlah berbahaya pada bangunan tersebut dan penghuninya. Maka untuk itu perlu peredam getaran pada bagunan bertingkat tersebut, agar getaran yang terjadi pada bumi tidak terasa sangat kencang apabila ada gempa dengan kekuatan intensitas tinggi pada bangunan bertingkat. Dan biasanya untuk mengukur getaran akibat gempa biasa menggunakan skala richter.

Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangan skala ini banyak diadopsi untuk gempa - gempa yang terjadi pada tempat lainnya yang terjadi gempa. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi.

1.2 Rumusan Permasalahan

Dari paparan latar belakang diatas, maka permasalahan dari tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Berapakah nilai parameter peredam yang diperlukan suatu bangunan berlantai tiga dengan nilai getaran pada skala tertentu.

2. Bagaimana respon getaran bangunan berlantai tiga akibat getaran dengan skala tertentu.

1.3 Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah yang terdapat pada tugas akhir kali ini adalah:

1. Konsruksi bangunan dianggap sebagai konstruksi baja.

2. Nilai K dan C dengan peredam diperoleh dari perhitungan mekanika ternik.

3. Nilai K dan C bersifat linier pada daerah operasional.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Untuk menentukan nilai parameter peredam yang diperlukan suatu bangunan berlantai tiga dengan nilai getaran pada skala tertentu.

2. Untuk menentukan respon getaran bangunan berlantai tiga akibat getaran dengan skala tertentu.

1.5 Manfaat

Manfaat yang di dapat dari tugas akhir ini adalah : 1. Menjadi suatu upaya dalam mengurangi dan

meredam efek getaran akibat gempa pada bangunan berlantai tiga.

2. Menambah wawasan tentang parameter peredam getaran akibat gempa pada bangunan berlantai tiga.

1.6 Sistematika Laporan

Adapun sistematika laporan yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas akhir yaitu :

(2)

Berisi tentang latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika laporan. Bab II Dasar Teori

Berisi tentang dasar teori peredam dinamik dan DOF (Degree Of Freedom)

Bab III Metodologi Penelitian

Berisi tentang diagram alir penelitian, serta rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam penelitian.

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Berisi tentang hasil perhitungan state space dan respon yang dihasilkan setiap lantai akibat getaran gempa.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang hasil yang diperoleh dari perhitungan statespace dan respon setiap antai akibat getaran (gempa) serta saran untuk penulisan laporan tugas akhir.

DASAR TEORI 2.1 Getaran

Getaran adalah suatu gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan. Kesetimbangan di sini maksudnya adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Getaran mempunyai amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama

Getaran dapat diklasifikasikan menurut ada tidaknya eksitasi yang bekerja secara kontinyu menurut derajat kebebasan/menurut sistem massanya. Menurut klasifikasinya yang pertama getaran dibedakan menjadi getaran bebas/getaran paksa. Disebut sebagai getaran paksa jika pada sistem getaran terdapat gaya eksitasi periodik yang bekerja kontinyu sebagai fungsi waktu. Pada sistem getaran bebas getaran terjadi karena adanya eksitasi sesaat seperti gaya impulsif/adanya simpangan awal. Menurut derajat kebebasannya getaran dapat dibedakan sebagai getaran derajat satu, dua, atau n derajat sesuai dengan banyaknya koordinat bebas (independence) yang diperlukan untuk mendefinisikan persamaan gerak sistem tersebut. Pada sistem getaran massa diskret setiap massa dianggap sebagai bodi kaku tetapi memiliki elastisitas sehingga dimasukkan adanya gerak relatif diantara titik-titik pada massa tersebut.

Gambar 2.1 Sistem getaran

(1) Sistem getaran bebas massa diskrit dua derajat kebebasan

(2) Sistem getaran paksa massa diskrit satu derajat kebebasan

(3) Sistem getaran paksa massa kontinyu

Elemen-elemen dari sistem getaran ditunjukkan sebagaimana gambar 2.2 dibawah ini. Masing-masing diidealisasikan sebagai massa (m), pegas (k), peredam (c) dan eksitasi (F). Tiga elemen pertama menunjukkan kondisi fisik dari sistem. Massa diasumsikan sebagai body kaku (rigid) yang tidak memiliki elastisitas dan redaman. Sebaliknya pegas juga dianggap hanya memiliki elastisitas (k) saja sehingga massa dan redamannya diabaikan. Demikian halnya peredam juga dianggap hanya memiliki sifat redaman saja.

Gambar 2.2 Elemen sistem getaran 2.2 Skala Richter

Skala Richter pertama kali dikembangkan oleh ahli seismografi asal Institut Teknologi California bernama Charles Richter yang dibantu koleganya Beno Guttenberg di tahun 1935. Skala Richter ini didasarkan pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh alat yang bernama seismograf

Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter.

Cara penghitungan skala richter sebagai berkut:

Misalkan: gempa X berkekuatan 4 skala Richter, dan gempa Y berkekuatan 2 pada skala Richter, maka:

log X = 4, maka X = = 10.000.

log Y = 2, maka Y = = 100

maka kekuatan gempa X adalah atau = 100 kali

kekuatan gempa Y.

2.3 Sistem Getaran Empat Derajat Kebebasan

Sistem getaran dengan emapt derajat kebebasan memiliki emapat frekuensi natural dan memerlukan emapat koordinat yang menyatakan persamaan geraknya. Bila getaran terjadi pada salah satu frekuensi tersebut maka terdapat hubungan yang pasti antara amplitudo-amplitudo keempat koordinat dan konfigurasinya dinyatakan sebagai ragam normal sehingga sistem getaran ini akan memiliki emapt bentuk ragam normal sebagaimana fungsi naturalnya. Pada sistem getaran paksa, frekuensi yang terjadi adalah frekuensi eksitasi dan amplitudo keemapat koordinat akan terjadi maksimal pada keemapat frekuensi naturalnya. Model sistem getaran dengan empat derajat kebebasan yang sederhana ditunjukkan pada gambar 2.3.

(3)

Dengan memakai koordinat x, x

1 x2 dan x3

Persamaan untuk M : m

maka persamaan geraknya untuk masing-masing massa dapat ditulis sebagai berikut : + k (x – x1) + c( - 1 Persamaan untuk M1: m ) = 0 1 1 k (x1 – x) + c( 1 - ) + c1( 1 - 2) + k1 (x1 – x2 Persamaan untuk M2: m2 ) = 0 2 + c1( 2 - 1) + k1 (x2 – x1) + c2( 2 - 3) + k2 (x2 – x3 Persamaan untuk M3: m ) = 0 3 3 +c2( 3 - 2) + k2 (x3 – x2) +c3( 3 – y’2) + k3 (x3 – y2

Ragam normal getaran dapat ditentukan tiap massa bergetar harmonik dengan frekuensi yang sama pada salah satu frekuensi naturalnya sehingga setiap massa yang akan melewati posisi seimbang pada saat yang sama. Untuk gerakan demikian maka persamaan simpangan masing-masing massa dapat dituliskan sebagai berikut :

) = 0 x = Ae x iωt 1 = A1e x iωt 2 = A2e x iωt 3 = A3eiωt

2.4 Peredam Getaran Dinamik

Pada bangunan yang memiliki gaya struktur yang berbeda-beda dan lapisan tanah yang berberbeda-beda dengan wilayah yang berbeda memiliki atau bisa dikenai gaya yang berasal dari bawah tanah. Gaya tersebut dapat dikatakan sebagai gaya eksitasi. Untuk meredam getaran yang berasal dari gaya eksitasi tersebut dapat dilakukan dengan memasang sistem massa-pegas yang lain yang berfungsi sebagai penyerap getaran. Prinsip kerja penyerap getaran dinamik dapat ditunjukkan dengan model sistem getaran paksa dua derajat

kebebasanseperti ditunjukkan pada gambar

Gambar 2.4 Penyerap getaran dinamik

Katakanlah sitem utamanya adalah m

1 dan k1 yang tidak dapat

diubah dan akan diredam getarannya serta sistem penyerap getarannya adalah m

2 dan k2. Dari sistem dinamik tersebut

dapat disusun persamaan diferensial sebagai berikut:

Jika eksitasinya harmonik maka dari persamaan diatas dapat disusun

Dimana x

1 dan x2 masing-masing amplitudo simpangan m1

dan m

2 . Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse)

seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan.

METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Diagram Alir Penelitian

Dalam metode perancangan ini dibutuhkan beberapa tahapan yang sistematik. Tahapan - tahapan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini :

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan 3.2 Model Fisik Bangunan Berlantai Tiga

Bentuk bangunan lantai tiga

Gambar 3.2 Model bangun berlantai tiga

Gambar 3.3 Asumsi jika suatu bangunan diganggu oleh suatu

(4)

Gambar 3.4 Model matematis bangun berlantai tiga

Persamaan gerak dari masing – masing lantai bangunan Persamaan untuk M : m + k (x – x1) + c( - 1 Persamaan untuk M1: m ) = 0 1 1 k (x1 – x) + c( 1 - ) + c1( 1 - 2) + k1 (x1 – x2 Persamaan untuk M2: m2 ) = 0 2+ c1( 2 - 1) + k1 (x2 – x1) + c2( 2 - 3) + k2 (x2 – x3 Persamaan untuk M3: m ) = 0 3 3 +c2( 3 - 2) + k2 (x3 – x2) +c3( 3 – y’2) + k3 (x3 – y2

X pada persamaan gerak di atas merupakan desplacement akibat getaran gempa.

) = 0

Respon pada masing – masing lantai bangunan ini diperoleh dengan menentukan solusi persamaan diferensial diatas yaitu menggunakan transformasi laplace.

Getaran yang disebabkan oleh gempa dinyatakan dengan rotasi X. Amplitudo getaran di asumsikan dengan skala richter terbesar yang pernah terjadi ditempat dimana gedung tersebut dibangun.

3.3 Pengambilan Data K dan C Untuk Setiap Lantai

Data – data K yang digunakan pada tugas akhir ini diperoleh dari perhitungan dari rumus sebagai berikut:

Di mana :

K = Kekakuan Kolom (Kg/cm) I = Momen Inersia (cm4

L = Panjang Bentang (cm) ) b dan h = Dimensi Kolom (cm)

E = Modulus Elastik baja (2 x 106 kg/cm2)

Data – data C yang digunakan diperoleh dari nilai 20% dari nilai K

3.4 State Space Untuk Menentukan Respon Setiap Lantai

Sate space yang digunakan untuk mencari respon setiap lantai dengan gangguan getaran sebesar 7 skala richter dengan menggunakan 4 kolom sebagai berikut:

Spesifikasi nilai m,k,c dan model matematik dari masing – masing lantai adalah sebagai berikut:

Dari model matematik di atas didapatkan matrik A, B dan U. matrik A adalah nilai – nilai yang ada pada persamaan matematikdi atas. Matrik B adalah nilai – nilai dari persamaan matematik yang tidak dicantumkan pada matrik A. Matik U adalah nilai penganggu yangyang ada pada persamaan matematik. t0 adalah waktu awal dimulainya pencacah data. t1 waktu berakirnya pencacahan data. npoint adalah banyaknya pencacahan data yang dilakukan selama t1. Origin 1 adalah pencacah waktu berada pada sol 1.

(5)

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab IV memuat perhitungan yang dilakukan dengan mathcad untuk menentukan nilai parameter peredam dinamik agar memperoleh peredaman maksimal untuk bangunan berlantai tiga.

4.1 Perhitungan Amplitudo Getaran Gempa

Perhitungan amplitudo getaran gempa 7 SR sebagai berikut: Diketahui E = 2 x 10

A0= 10

15

Rumus Guttenberg: 10 log E = 11,4 + 1,5M

-3 10 log 2 x 1015 M = 94,4 =11,4 + 1,5M M = log 10A – log 10 94,4 = log 10 A0 A – log 10 94,4 = log 10 -3 A 94,4 = log 10 – (-3) A 91,4 = log 10 + 3 A = 91,4 mm A A = 9,14 cm

Perhitungan amplitudo getaran gempa 8 SR sebagai berikut: Diketahui E = 63 x 10

A0= 10

15

Rumus Guttenberg: 10 log E = 11,4 + 1,5M

-3 10 log 63x1015 M = 104,4 =11,4 + 1,5M M = log 10A – log 10 104,4 = log 10 A0 A – log 10 104,4 = log 10 -3 A 104,4 = log 10 – (-3) A 101,4 = log 10 + 3 A = 101,4 mm A A = 10,14 cm

Plot pengganggu 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.1 pengganggu 7 SR

Pengganggu y(t) gambar 4.1 di atas merupakan getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR yang terjdi pada detik ke 10 sampai detik ke 70. Dan memiliki amplitudo maksimum sebesar 9 cm.

Plot pengganggu 8 skala richter sebagai berikut:

Gambar 4.2 pengganggu 8 SR

Pengganggu y(t) gambar 4.2 di atas merupakan getaran gempa yang terjadi sebesar 7 skala richter yang terjdi pada detik ke 10 sampai detik ke 70. Dan memiliki amplitudo maksimum sebesar 10 cm.

4.2 Rancangan Bangunan Berlantai Tiga dan Respon Disetiap Lantai

Dari perhitungan yang dilakkan didapatkan rancangan bangunan pada lantai 1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Rancangan bangunan pada lantai 1

Subjek Nilai

M (kg) 75000

K (kg/cm) (8 kolom) 119416

C (kg/cm) (8 kolom) 23883

L (cm) 700 cm

Respon pada lantai 1 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.3 Respon pada lantai 1 setelah terkena gempa 7 SR

Pada gambar 4.3 dapat dilihat respon lantai 1 setelah terkena getaran gempa 7 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.1 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar1,75 cm sedangkan amplitudo maksimum kecepatan sebesar 0,25 cm. Pada gambar 4.3 terdapat keterangan sol 1, sol 8 dan sol 9, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 8 adalah displaicement dari lantai1, sedangkan sol 9 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 1. Pada gambar 4.3 juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.3 nilai K, C dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Respon pada lantai 1 setelah terkena getaran gempa sebesar 8SR sebagai berikut:

Gambar 4.4 Respon pada lantai 1 setelah terkena gempa 8 SR

Pada gambar 4.4 dapat dilihat respon lantai 1 setelah terkena getaran gempa 8 SR. Dimana amplitudo awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.1 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 1, 9 cm sedangkan amplitudo maksimum kecepatan sebesar 0,35 cm. Pada gambar 4.4 terdapat keterangan sol 1, sol 8 dan sol 9, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 8 adalah displaicement dari lantai1, sedangkan sol 9 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 1. Pada gambar 4.4 juga y t( ):=9(Φ t 10( − )−Φ t 70( − ))

(6)

dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.4 nilai K, C dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Pada gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.3 getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4. 4 getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada gambar 4.3 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.4. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau skala richter yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan.

Tabel 4.2 Rancangan bangunan pada lantai 2

Subjek Nilai

M (kg) 60000

K (kg/cm) (8 kolom) 327680

C (kg/cm) (8 kolom) 65536

L (cm) 500 cm

Respon pada lantai 2 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.5 Respon pada lantai 2 setelah terkena gempa 7 SR

Pada gambar 4.5 dapat dilihat respon lantai 2 setelah terkena getaran gempa 7 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.2 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 3 cm sedangkan amplitudo maksimum kecepatan sebesar 0.4 cm. Pada gambar 4.5 terdapat keterangan sol 1, sol 6 dan sol 7, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 6 adalah displaicement dari lantai2, sedangkan sol 7 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 2. Pada gambar 4.5 juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.5 nilai K, C dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Respon pada lantai 2 setelah terkena getaran gempa sebesar 8 skala richter sebagai berikut:

Gambar 4.6 Respon pada lantai 2 setelah terkena gempa 8 SR

Pada gambar 4.6 dapat dilihat respon lantai 2 setelah terkena getaran gempa 8 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan

M sesuai dengan tabel 4.2 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 3,15 cm sedangkan amplitudo maksimum kecepatan sebesar 0.42 cm. Pada gambar 4.6 terdapat keterangan sol 1, sol 6 dan sol 7, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 6 adalah displaicement dari lantai2, sedangkan sol 7 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 2. Pada gambar 4.3 juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.6 nilai K, C dan M sesuai dengan bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Pada gambar 4.5 dangambar 4.6 dapat dilihat perbedaannya, yaitu pada gambar 4.5 gangguan yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4.6 gangguan yang terjadi sebesar 8 SR. Dari gambar 4.5 dan gambar 4.6 dapar disimpulkan bahwa amplitude respon dipengaruhi oleh besarnya skala richter yang terjadi. Ini terbukti pada gambar 4.5 SR lebih kecil dari SR dari gambar 4.6 hasil dari respon displaicement dan kecepatan dari keduanya berbeda, displaicement dan kecepatan pada gambar 4. 5 lebih rendah dibandingkan dengan displaicement dan keceptan pada gambar 4.6.

Tabel 4.3 Rancangan bangunan pada lantai 3

Subjek Nilai

M (kg) 50000

K (kg/cm) (8 kolom) 327680

C (kg/cm) (8 kolom) 65536

L (cm) 500 cm

Respon pada lantai 3 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.7 Respon pada lantai 3 setelah terkena gempa 7 SR

Pada gambar 4.7 dapat dilihat respon lantai 3 setelah terkena getaran gempa 7 SR. Dimana amplitudo awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.3 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 4.2 cm sedangkan amplitudo maksimum kecepatan sebesar 0.7 cm. Pada gambar 4.7 terdapat keterangan sol 1, sol 4 dan sol 5, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 4 adalah displaicement dari lantai 3, sedangkan sol 5 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 3. Pada gambar 4.7 juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.7 nilai K, C dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

(7)

Respon pada lantai 3 setelah terkena getaran gempa sebesar 8 SR sebagai berikut:

Gambar 4.8 Respon pada lantai 3 setelah terkena gempa 8 SR

Pada gambar 4.8 dapat dilihat respon lantai 3 setelah terkena getaran gempa 8 SR. Dimana amplitudo awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.3 maka didapatkan amplitudo displaicement atau perubahan jarak sebesar 4.8 cm sedangkan amplitudo kecepatan sebesar 0.8 cm. Pada gambar 4.8 terdapat keterangan sol 1, sol 4 dan sol 5, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 4 adalah displaicement dari lantai 3, sedangkan sol 5 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 3. Pada gambar 4.8 juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat cepat dan tidak menimbulkan overshut yang tinngi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.8 nilai K, C dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Pada gambar 4.7 dan gambar 4.8 dapat dilihat perbedaannya, yaitu pada gambar 4.7 gangguan yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4.8 gangguan yang terjadi sebesar 8 SR. Dari gambar 4.7 dan gambar 4.8 dapar disimpulkan bahwa amplitude maksimum respon dipengaruhi oleh besarnya SR yang terjadi. Ini terbukti pada gambar 4.7 SR lebih kecil dari skala richter dari gambar 4.8 hasil dari respon displaicement dan kecepatan dari keduanya berbeda, displaicement dan kecepatan pada gambar 4. 7 lebih rendah dibandingkan dengan displaicement dan keceptan pada gambar 4.8.

Tabel 4.4 Rancangan bangunan pada peredam dinamik

Subjek Nilai

M (kg) 40000

K (kg/cm) (8 kolom) 427680

C (kg/cm) (8 kolom) 0

L (cm) 500 cm

Respon pada peredam dinamik setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.9 Respon pada peredam dinamik setelah terkena

gempa 7 SR

Pada gambar 4.9 merupakan rancangan yang digunakan untuk peredam dinamik yang dipasang pada bangunan tersebut apabila terjadi gempa. Pada gambar 4.7 terdapat keterangan sol 1, sol 2 dan sol 3, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 2 adalah displaicement dari peredam dinamik yang dirancang, sedangkan sol 3 adalah

kecepatan yang terjadi pada peredam dinamik yang dirancang. Pada gambar 4.9 diasumsikan getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR. Dimana nilai K dan M yang dirancang terdapat pada tabel 4.4. pada gambar 4.9 juga dapat dilihat amplitude maksimum pada displaicement sebesar 4,2 cm dan amplitude pada kecepatannya sebesar 0,6 cm. amplitude maksimum awal pengganggu pada 7 SR adalah 9 cm sedangkan setelah dirancang nilai K dan M pada tabel 4.4 nilai amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan dapat berkurang sesuai dengan yang diharapkan. Maka dapat disimpulkan nilai K dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Respon pada peredam dinamik setelah terkena getaran gempa sebesar 8 skala richter sebagai berikut:

Gambar 4.10 Respon pada peredam dinamik setelah terkena

gempa 8 SR

Pada gambar 4.10 merupakan rancangan yang digunakan untuk peredam dinamik yang dipasang pada bangunan tersebut apabila terjadi gempa. Pada gambar 4.7 terdapat keterangan sol 1, sol 2 dan sol 3, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 2 adalah displaicement dari peredam dinamik yang dirancang, sedangkan sol 3 adalah kecepatan yang terjadi pada peredam dinamik yang dirancang. Pada gambar 4.10 diasumsikan getaran gempa yang terjadi sebesar 8 skala richter. Dimana nilai K dan M yang dirancang terdapat pada tabel 4.4. pada gambar 4.10 juga dapat dilihat amplitudo maksimum pada displaicement sebesar 4,4 cm dan amplitude pada kecepatannya sebesar 0,6 cm. amplitudo maksimum awal pengganggu pada 8 skala richter adalah 10 cm sedangkan setelah dirancang nilai K dan M pada tabel 4.4 nilai amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan dapat berkurang sesuai dengan yang diharapkan. Maka dapat disimpulkan nilai K dan M sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut dan mampu meredam getaran gempa yang terjadi.

Pada gambar 4.9 dan 4.10 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.9 merupakan peredam dinamik yang dirancang yang terkena getaran gempa sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4. 10 merupakan peredam dinamik yang dirancang yang terkena getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada gambar 4.9 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.10. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau SR yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan.

Tabel 4.5 Rancangan bangunan pada lantai 1

Subjek Nilai

M (kg) 75000

K (kg/cm) (4 kolom) 59708

C (kg/cm) (4 kolom) 11942

(8)

Respon pada lantai 1 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.11 Respon pada lantai 1 setelah terkena gempa 7

SR

Pada gambar 4.11 dapat dilihat respon lantai 1 setelah terkena getaran gempa 7 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.5 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 4 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2,1 cm. Pada gambar 4.11 terdapat keterangan sol 1, sol 8 dan sol 9, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 8 adalah displaicement dari lantai1, sedangkan sol 9 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 1. Pada gambar 4.11 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.3 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut. Respon pada lantai 1 setelah terkena getaran gempa sebesar 8 SR sebagai berikut:

Gambar 4.12 Respon pada lantai 1 setelah terkena gempa 8

SR

Pada gambar 4.12 dapat dilihat respon lantai 1 setelah terkena getaran gempa 8 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.5 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 4,1 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2,6 cm. Pada gambar 4.12 terdapat keterangan sol 1, sol 8 dan sol 9, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 8 adalah displaicement dari lantai1, sedangkan sol 9 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 1. Pada gambar 4.12 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.3 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut.

Pada gambar 4.11 dan gambar 4.12 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.11 getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4. 12 getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada gambar 4.11 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.12. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau skala richter yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan.

Tabel 4.6 Rancangan bangunan pada lantai 2

Subjek Nilai

M (kg) 60000

K (kg/cm) (4 kolom) 163840

C (kg/cm) (4 kolom) 32768

L (cm) 500 cm

Respon pada lantai 2 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.13 Respon pada lantai 2 setelah terkena gempa

7SR

Pada gambar 4.13 dapat dilihat respon lantai 2 setelah terkena getaran gempa 7 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.6 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 4,4 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2 cm. Pada gambar 4.13 terdapat keterangan sol 1, sol 6 dan sol 7, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 6 adalah displaicement dari lantai 2, sedangkan sol 7 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 2. Pada gambar 4.13 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.13 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut. Respon pada lantai 2 setelah terkena getaran gempa sebesar 8SR sebagai berikut:

Gambar 4.14 Respon pada lantai 2 setelah terkena gempa

8SR

Pada gambar 4.14 dapat dilihat respon lantai 2 setelah terkena getaran gempa 8 SR. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.6 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 4,5 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2,1 cm. Pada gambar 4.14 terdapat keterangan sol 1, sol 6 dan sol 7, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 6 adalah displaicement dari lantai 2, sedangkan sol 7 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 2. Pada gambar 4.14 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.14 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut.

Pada gambar 4.13 dan gambar 4.14 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.13 getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4. 14 getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada

(9)

gambar 4.13 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.14. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau SR yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan.

Tabel 4.7 Rancangan bangunan pada lantai 3

Subjek Nilai

M (kg) 50000

K (kg/cm) (4 kolom) 163840

C (kg/cm) (4 kolom) 32768

L (cm) 500 cm

Respon pada lantai 3 setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.15 Respon pada lantai 3 setelah terkena gempa

7 SR

Pada gambar 4.15 dapat dilihat respon lantai 3 setelah terkena getaran gempa 7 skala richter. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 9 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 4.7 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 2 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2 cm. Pada gambar 4.15 terdapat keterangan sol 1, sol 4 dan sol 5, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 4 adalah displaicement dari lantai 3, sedangkan sol 5 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 3. Pada gambar 4.15 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan kecepatan pada gambar 4.15 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut.

Respon pada lantai 3 setelah terkena getaran gempa sebesar 8 SR sebagai berikut:

Gambar 4.16 Respon pada lantai 3 setelah terkena gempa 8

SR

Pada gambar 4.16 dapat dilihat respon lantai 3 setelah terkena getaran gempa 8 skala richter. Dimana amplitudo maksimum awal pengganggu yaitu 10 cm, dan setelah dipasang nilai K, C dan M sesuai dengan tabel 5,9 maka didapatkan amlpitudo maksimum displaicement atau perubahan jarak sebesar 2 cm sedangkan amplitude maksimum kecepatan sebesar 2 cm. Pada gambar 4.16 terdapat keterangan sol 1, sol 4 dan sol 5, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 4 adalah displaicement dari lantai 3, sedangkan sol 5 adalah kecepatan yang terjadi pada lantai 3. Pada gambar 4.16 juga dapat dilihat dibutuhkan waktu yang lama untuk menuju keadaan stabil pada displaicement dan percepatan sangat lambat dan timbul overshut yang tinggi. Maka dari hasil perubahan jarak dan

kecepatan pada gambar 4.16 nilai K, C dan M kurang sesuai dengan lantai pada bangunan tersebut.

Pada gambar 4.15 dan gambar 4.16 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.15 getaran gempa yang terjadi sebesar 7 skala ricter sedangkan pada gambar 4. 16 getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada gambar 4.15 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.16. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau SR yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan. Tabel 4.8 Rancangan bangunan pada peredam dinamik

Subjek Nilai

M (kg) 40000

K (kg/cm) (4 kolom) 163840

C (kg/cm) (4 kolom) 0

L (cm) 500 cm

Respon pada predam dinamik setelah terkena getaran gempa sebesar 7 SR sebagai berikut:

Gambar 4.17 Respon pada peredam dinamik setelah terkena

gempa 7 SR

Pada gambar 4.17 merupakan rancangan yang digunakan untuk peredam dinamik yang dipasang pada bangunan tersebut apabila terjadi gempa. Pada gambar 4.17 terdapat keterangan sol 1, sol 2 dan sol 3, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 2 adalah displaicement dari peredam dinamik yang dirancang, sedangkan sol 3 adalah kecepatan yang terjadi pada peredam dinamik yang dirancang. Pada gambar 4.17 diasumsikan getaran gempa yang terjadi sebesar 7 skala richter. Dimana nilai K dan M yang dirancang terdapat pada tabel 4.8. pada gambar 4.17 juga dapat dilihat amplitude maksimum pada displaicement sebesar 5,6 cm dan amplitude pada kecepatannya sebesar 3,4 cm. amplitude maksimum awal pengganggu pada 7 skala richter adalah 9 cm sedangkan setelah dirancang nilai K dan M pada tabel 4.8 nilai amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan dapat berkurang sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi membutuhkan wktu yang lama untuk pada keadaan stabil. Maka dapat disimpulkan nilai K dan M kurang sesuai dengan peredam dinamik pada bangunan tersebut.

Respon pada peredam dinamik setelah terkena getaran gempa sebesar 8 SR sebagai berikut:

Gambar 4.18 Respon pada peredam dinamik setelah terkena

gempa 8 SR

Pada gambar 4.18 merupakan rancangan yang digunakan untuk peredam dinamik yang dipasang pada bangunan tersebut apabila terjadi gempa. Pada gambar 4.18

(10)

terdapat keterangan sol 1, sol 2 dan sol 3, maksud dari inisial sol 1 adalah pencacah waktu, Sol 2 adalah displaicement dari peredam dinamik yang dirancang, sedangkan sol 3 adalah kecepatan yang terjadi pada peredam dinamik yang dirancang. Pada gambar 4.18 diasumsikan getaran gempa yang terjadi sebesar 8 SR. Dimana nilai K dan M yang dirancang terdapat pada tabel 4.8. pada gambar 4.18 juga dapat dilihat amplitude maksimum pada displaicement sebesar 6 cm dan amplitude pada kecepatannya sebesar 3,8 cm. amplitude maksimum awal pengganggu pada 8 skala richter adalah 10 cm sedangkan setelah dirancang nilai K dan M pada tabel 4.8 nilai amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan dapat berkurang sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi membutuhkan wktu yang lama untuk pada keadaan stabil. Maka dapat disimpulkan nilai K dan M kurang sesuai dengan peredam dinamik pada bangunan tersebut.

Pada gambar 4.17 dan gambar 4.18 dapat dilihat perbedaan yaitu gambar 4.117 getaran gempa yang terjadi sebesar 7 SR sedangkan pada gambar 4. 18 getaran gempa sebesar 8 SR, dari kedua gambar dapat dibandingkan pada gambar 4.17 amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan lebih rendah dibandingkan amplitude maksimum dari gambar 4.18. perbedaan yang terjadi hanya sedikit. Maka dari kedua gambar dapat disimpulkan semakin besar gangguan atau SR yang terjadi makan semakin tinggi juga amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan.

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari tugas akhir yang dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. K dan M harus saling menyesuaikan. Ini diharapkan mampu menghasilkan respon yang lebih cepat stabil dan menghasilkan amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan yang rendah.

2. Nilai K sebesar 427680 kg/cm dan M sebesar 40000 kg dengan pengganggu getaran gempa sebesar 7 SR didapatkan amplitude maksimum dari displaicement dan kecepatan sebesar 4,2 cm dan 0,6 cm, sedangkan

pada pengganggu getaran gempa sebesar 8 SR respon yang didapatkan untuk displaicement dan kecepatan adalah 4, 4 cm dan 0,6 cm.

3. Perbandingan respon peredam dinamik pada bangunan dengan menggunakan 4 kolom dan 8 kolom adalah pada pengganggu 7 SR penggunaan 4 kolom lebih baik dibandingkan dengan bangunan dengan 8 kolom. Amplitude maksimum displaicement dan kecepatan untuk bangunan 4 kolom adalah 0,56 cm dan 0,3 cm, bangunan dengan menggunakan 8 kolom memiliki respon aplitudo maksimum displaicement dan kecepatan sebesar 4,2 cm dan 0,6 cm. pada penggangu 8 SR bangunan yang menggunakan 8 kolom lebih baik dibandingkan dengn bangunanyang menggunakan 4 kolom, amplitude maksimum dari displacement dan keceptan sebesar 6 cm dan 3,8 cm. sedangkan amplitude maksimum displaicement dan kecepatan pada peredam dinamik pada bangunan yang mengguakan 8 kolom adalah 4,4 cm dan 0,7 cm.

DAFTAR PUSTAKA

1. Singiresu S Rao, Mecanical vibration 3rd

2.

edition, Addison – Wesley publishing company, Use, 1995

Fundamentals of Electrodynamic Vibration Testing Handbook

3. Yari NK’s English Blog 15 Agustus 2007 4. Wikipedia Indonesia, skala gempa bumi 2010

5. Herlian D setio, Rahmad Widarbo, Pasca Rante Patta

, Control vibrasi aktif pada stuktur yang mengalami

beban dinamik dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan dan alogaritma genetic, ITB Bandung, 2008 6. Dewanto, Joni, “Kajian Teoritik Sistem Peredam

Getaran Satu Derajat Kebebasan”, Jurnal Teknik

Mesin Vol 1 No.2, Oktober 1999:156-162

7. Maer,W., Bisatya, “Respon Pendoo Joglo Yogyakarta terhadap Getaran Gempa Bumi”,

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

DATA PRIBADI

Nama

: Etania Erlita

Tempat, Tanggal Lahir : Nganjuk, 28 Agustus 1987

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganegaraan

: Indonesia

PENDIDIKAN

1991 – 1997

:

Sekolah Dasar Negeri Sugihwaras II , Prambon

1997 – 2000

:

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 Prambon

2000 – 2003

:

Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tanjung Anom

2003 – 2008 :

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jurusan D3

Teknik Fisika - Fakultas Teknologi Industri

2009 – sekrang :

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jurusan

Teknik Fisika - Fakultas Teknologi Industri

Gambar

Gambar 2.1 Sistem getaran
Gambar 2.4 Penyerap getaran dinamik  Katakanlah sitem utamanya adalah m
Gambar 3.4 Model matematis bangun berlantai tiga  Persamaan gerak dari masing – masing lantai bangunan  Persamaan untuk M : m + k (x – x 1 ) +    c(  -  1 Persamaan untuk M1: m ) = 0  1 1  k (x 1  – x) +    c( 1 -  ) +  c 1 ( 1 -  2 ) + k 1  (x 1  – x 2 Pe
Gambar 4.1 pengganggu 7 SR
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peserta dapat mengevaluasi tugas pembelajaran dengan mengintegrasikan soft skill..

Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui apakah faktor rasa, harga, manfaat, kualitas dan iklan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk cokelat di Kota Banda

Sentra Buana sama dengan dasar teori yang. dikemukakan Masra

Hasil yang ingin dicapai adalah memberikan perencanaan strategi sistem dan teknologi informasi dengan menyelaraskan strategi bisnis, strategi Sistem Informasi, dan

Puji syukur kepada allah S.W.T tuhan semesta alam karena atas berkat limpahan ramat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan laporan skripsi yang berjudul

Sedangkan jika ditelisik dari karakteristiknya, media keterbukaan informasi yang digunakan PPID Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional telah memiliki

Pengamatan pemangkasan yang dilakukan adalah jumlah mata tunas yang tumbuh setelah pemangkasan pada varietas Jestro AG 60 dan varietas Prabu Bestari.. Jumlah mata tunas

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) diberikan kepada setiap kelompok untuk dipelajari, bukan sekedar diisi dan diserahkan kembali. Siswa mengerjakan tugas secara mandiri atau