• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI. beroda karet yang fleksibel dan mengkombinasikan elemen-elemen halte,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LANDASAN TEORI. beroda karet yang fleksibel dan mengkombinasikan elemen-elemen halte,"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1. Bus Rapid Transit

Bus Rapid Transit didefinisikan sebagai moda transportasi umum cepat beroda karet yang fleksibel dan mengkombinasikan elemen-elemen halte, kendaraan, pelayanan, jalur khusus dan Intelligent Transportation System (ITS) ke dalam sistem yang terpadu dan mempunyai identitas yang kuat.

2.1.1 Karakteristik Bus Rapid Transit

Karakteristik utama Bus Rapid Transit meliputi:

 Adanya jalur khusus busway

 Halte yang menarik

 Bus yang mudah menaikkan dan menurunkan penumpang

 Pembelian tiket di halte

 Pengoperasian sepanjang hari minimal 16 jam sehari

2.1.2 Manfaat Bus Rapid Transit

Beberapa manfaat dalam penerapan BRT adalah sebagai berikut :

- Penerapan BRT memberikan pilihan yang nyaman bagi pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke angkutan umum, sehingga di baanyak kota pada jam sibuk jumlah penumpang bisa lebih dari 20.000 orang per jam per arah.

- Penggunaan BRT di banyak negara juga menghemat waktu perjalanan antara 23% sampai 47% dari waktu tempuh sebelum penerapan BRT. - Penerapan BRT juga memberikan manfaat terhadap meningkatnya pengunaan lahan di sekitar halte dan koridor yang dilalui BRT.

(2)

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang analisis Ability To Pay dan Willingness To Pay (WTP. Berikut merupakan penelitian Ability To Pay (ATP) yang dilakukan didalam negeri dengan beberapa variabel – variabel yang ditinjau serta metode pendekatan yang digunakan tertera pada tabel 2.1.

No Judul Variabel Pendekatan Keterangan

1 Pendekatan Willingness To Pay Dalam Penentuan Tarif Tol 1. Household Budget (untuk ATP) 2. Persepsi Konsumen (WTP) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen (ATP) - Kemauan membayar konsumen (WTP) - Biaya Operasional Kendaraan Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Indonesia, 2000 2 Analisa Ability To Pay dan Willingness To Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara SoekarnoHatta- Manggarai 1. Household Budget (untuk ATP) 2. Persepsi Konsumen (WTP) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen ( ATP) - Kemauan membayar konsumen (WTP) Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Indonesia, 2012 3 Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis Ability To Pay (ATP) dan Willingnes To Pay (WTP) di DKI Jakarta 1. Household Budget (untuk ATP) 2. Persepsi Konsumen ( WTP) 3. Vehicle Operation Cost (VOC) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen ( ATP) - Kemauan membayar konsumen (WTP) Jurnal Transportasi, Vol. 1, No. 2, 1999

(3)

No Judul(lanjutan) Variabel Pendekatan Keterangan 4 Analisa Tarif Bus Rapid Transit (BRT) Sarbagita Berdasarkan BOK, ATP dan WTP 1. Household Budget (untuk ATP) 2. Persepsi Konsumen (WTP) 3. Vehicle Operation Cost (VOC) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen (ATP) - Ke\\\mauan membayar konsumen (WTP) Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol.16 No.1, 2012 5 Evaluasi Penerapan Tarif Angkutan Umum Kereta Api (Studi Kasus Kereta Api Madiun Jaya Ekspres ) 1. Household Budget ( untuk ATP 2. Persepsi Konsumen (WTP) 3. Vehicle Operation Cost ( VOC) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen (ATP) - Kemauan membayar konsumen (WTP) Jurnal Matriks Teknik Sipil, 2013 6 Evaluasi Tarif KRL Jabodetabek Berdasarkan ATP & WTP Masyarakat ( Studi Kasus Commuter Line Lintas Bogor – Jakarta Kota ) 1. Household Budget (untuk ATP) 2. Persepsi Konsumen ( WTP) Kebijakan tarif berdasarkan : - Kemampuan membayar konsumen (ATP) - Kemauan membayar konsumen ( ATP) Tugas Akhir Program Sarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung

(4)

Beberapa penelitian di luar negeri yang terkait dengan Ability To Pay (ATP ) dan Willingness To Pay ( WTP) yaitu :

1. Carlsson ( 1999) meneliti kesediaan penumpang untuk membayar perbaikan atribut dari moda transportasi yang berbeda dengan menggunakan survei stated preference pada penumpang pribadi dan bisnis yang berpergian dengan kereta api atau udara antara kedua kota terbesar di Swedia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan membandingkan preferensi penumpang pribadi dan bisnis untuk menyelidiki dan membandingkan preferensi penumpang pribadi dan bisnis untuk moda transportasi yang berbeda, dan atribut yang sesuai. Yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu menyelidiki apakah dampak lingkungan dari moda transportasi mempengaruhi pilihan penumpang. Pandangan tradisional untuk perjalanan antar kota bahwa penumpang bisnis melakukan perjalanan dengan udara, sementara penumpang pribadi melakukan perjalanan dengan kereta api atau mobil. Untuk perjalanan lebih dari 300 km, perjalanan udara masih mendominasi untuk perjalanan bisnis, dengan nilai sebesar 48 persen dari total perjalanan, sementara kereta api memiliki 16 persen dan mobil 36 persen. Untuk perjalanan non-bisnis, mobil adalah moda transpotasi yang mendominasi dengan 66 persen dari total perjalanan, baik kereta api dan udara memiliki 14 persen, dan bus tujuh persen (Luftfartsverket 1998). Pada paper ini tidak meneliti atribut utama kemauan membayar penumpang yaitu harga dan waktu perjalanan, melainkan meneliti beberapa atribut sekunder penumpang yaitu dampak lingkungan, kehandalan dan kenyamanan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa kedua penumpang baik pribadi dan bisnis memiliki nilai yang tinggi untuk perbaikan dampak lingkungan dari sektor

(5)

transportasi. Penumpang udara menghargai lebih tinggi perbaikan lingkungan daripada penumpang kereta api. Dari atribut sekunder, dampak lingkungan adalah atribut yang paling penting bagi penumpang udara, sementara dampak lingkungan dan keandalan adalah sama pentingnya untuk penumpang kereta api. Penumpang Bisnis lebih menghargai kehandalan dari penumpang pribadi, karena secara umum, tarif penumpang bisnis sangat tinggi. Penjelasan untuk ini adalah faktanya bahwa penumpang bisnis tidak membayar tiket sendiri, dengan demikian penumpang bisnis cenderung mengabaikan atribut harga dalam survei. Sehingga ditemukan bahwa penumpang pribadi memiliki nilai jauh lebih rendah untuk semua atribut. Penumpang kereta secara umum memiliki nilai yang lebih rendah semua atribut dari penumpang udara. Penjelasan untuk hasil ini bisa jadi bahwa orang yang lebih sensitif terhadap harga perjalanan dengan kereta api (karena perjalanan kereta api pada umumnya lebih murah daripada perjalanan udara), dan ini tercermin dalam survei SP. Rangkumannya yaitu bahwa ada perbedaan antara penumpang baik pribadi dan bisnis, dan antara penumpang udara dan penumpang kereta api. Perbedaan ini disebabkan beberapa faktor, tapi dua faktor penting adalah proses pengambilan keputusan untuk perjalanan dan siapa yang menanggung biaya perjalanan. Penumpang bisnis biasanya membuat keputusan sendiri dan tidak membayar biaya sendiri. Pada saat yang sama, beberapa penumpang bisnis diatur oleh aturan di perusahaan mereka, dan ini tentu saja dapat juga mempengaruhi pilihan mereka dari moda dari transportasi. Oleh karena itu, terutama dalam kasus penumpang bisnis, penting untuk mendefinisikan dengan jelas nilai-nilai yang kita ukur, bagaimana kita mengukur mereka dan

(6)

2. Mahmoud (2013). Meneliti tentang kemampuan dan membayar untuk fasilitas publik di jalur gaza mengenai listrik dan air. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui nilai faktor utama di balik kemauan dan kemampuan rumah tangga Palestina untuk membayar tagihan mengenai dua utilitas publik tersebut. Dalam penelitian ini, digunakan teknik Stated Preference untuk mengetahui karakteristik responden, kemampuan membayar dan kemauan membayar. Untuk mencapai tujuan ini, tingkat model kemauan dan kemampuan keduanya telah dikembangkan dan diperkirakan. Keputusan yang dibuat oleh rumah tangga yang memiliki kemauan dan atau kemampuan untuk membayar tagihannya, setelah melewati waktu tertentu air atau konsumsi listrik, yang ditentukan dalam model dua persamaan. Karena nilai-nilai variabel terikat dalam model dikodekan 0-5, persamaan dalam model disebut

"ordered probit model". Hasil empiris dari model estimasi menunjukkan satu set personal, ekonomi,variabel sosial dan legislatif yang merupakan penentu utama di balik perilaku rumah tangga terhadap pembayaran tagihan. Oleh karena itu, baik penyedia dan konsumen harus bekerja sama dalam adopsi dan pelaksanaan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan tagihan. Selain itu, beberapa jenis paket dukungan atau bantuan harus dilakukan oleh penyedia air dan listrik jasa dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam menjalankan utilitas umum di Tepi Gaza.

3. Eboly dan Mazzulla (2008) meneliti tentang kemauan membayar pengguna jasa angkutan umum untuk peningkatan kualitas layanan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyediakan alat untuk menghitung kesediaan membayar pengguna untuk meningkatkan kualitas pelayanan di angkutan umum.

(7)

Untuk mencapai tujuan ini beberapa metode MNL ( Multinomial Logit) dan ML (Mixed Logit ) dikalibrasikan berdasarkan pilihan pengguna didalam survei Stated Preference. Beberapa faktor yang heterogen mengenai persepsi dari mulai atribut reabilitas, bus kepenuhan, informasi di halte bus, dan petugas yang ramah telah diteliti. Nilai standar deviasi yang diperoleh dari kalibrasi model menyatakan bahwa ada perbedaan yang besar dari persepsi pengguna mengenai atribut- atribut tersebut.

2.3 Teori Produk Jasa

Pada umumnya produk dapat diklasifikasikan dengan berdasarkan daya tahan atau wujud suatu produk. Berdasarkan kriteria ini, terdapat tiga kelompok produk, yaitu:

1. Barang Tidak Tahan Lama ( Nondurable Goods)

Yaitu barang berwujud yang biasanya habis pakai atau beberapa kali pemakaian dan umur ekonomisnya tidak bisa lebih dari setahun. Contohnya antara lain minuman dan makanan, gula, minyak makan dan sebagainya.

2. Barang Tahan Lama ( Durable Goods)

Adalah barang yang biasanya dapat bertahan lama dan umur ekonomisnya lebih dari setahun. Contohnya antara lain mobil, kulkas, tv dan lain-lain.

3. Jasa ( Services)

Adalah manfaat atau kepuasan yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak yang lain dimana pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan

(8)

kepemilikan sesauatu. Contohnya antara lain transportasi, telekomunikasi, konsultasi dan sebagainya.

Menurut (Simbolon, 2003) jasa mempunyai empat karakteristik utama yaitu tidak bewujud, tidak terpisah, bervariasi dan mudah lenyap. 1. Tidak bewujud ( Intangible)

Sifat jasa tak berwujud ( service intangibility) artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Misalnya, penumpang kereta api tidak akan mempunyai apapun kecuali tiket dan jam untuk dijalankan ke tujuan mereka.

2. Tidak terpisahkan ( Insparibility)

Jasa tak terpisahkan berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari penyediannya, entah penyediaan itu manusia atau mesin. Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Bervariasi ( Varibality)

Jasa bersifat sangat beranekaragam karena mempunyai banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

4. Tidak Tahan Lama ( Perishability)

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi kereta api kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktek dokter akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila jasa tidak digunakan, maka jasa akan berlalu begitu saja. Kondisi ini tidak masalah apabila permintaanya konstan.

(9)

2.4 Teori Permintaan 2.4.1. Hukum Permintaan

Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan. Permintaan adalah kebutuhan masyarakat / individu terhadap suatu jenis barang tergantung kepada faktor- faktor sebagai berikut :

1. Harga barang itu sendiri 2. Harga barang lain 3. Pendapatan konsumen 4. Cita masyarakat / selera 5. Jumlah penduduk

6. Musim / iklim

7. Prediksi masa yang akan datang

Hukum permintaan, pada hakikatnya semakin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Dari keterangan diatas dapat simpulkan, bahwa :

1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya apabila barang tersebut turun, konsumen akan menambah pembelian terhadap barang tersebut.

(10)

2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berkurang, sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang yang akan naik harganya. Pengaruh faktor bunga harga terhadap permintaan.

a. Harga barang lain

Hubungan suatu barang dengan barang lain dapat dibedakan menjadi tiga golongan :

1.) Barang pengganti / barang subsidi, yaitu apabila suatu barang dapat menggantikan fungsi barang lain.

2) Barang pelengkap, yaitu apabila suatu barang selalu digunakan secara bersama.

3)

Barang yang tidak saling berhubungan.

b. Pendapatan Konsumen, berhubungan pendapatan konsumen akan menimbulkan perubahan permintaan terhadap berbagai jenis barang. Jenis barang dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) tipe, yaitu :

1.) Barang normal, yaitu barang yang permintaannya akan meningkat apabila pendapatan konsumen naik.

2.) Barang inferior / barang bermutu rendah, yaitu barang yang diminta konsumen berpenghasilan rendah, apabila pendapatan konsumen tersebut naik maka permintaan terhadap barang inferior akan menurun.

c. Corak distirbusi pendapatan, jika Pemerintah menaikkan pajak pada orang yang berpenghasilan tinggi, untuk menaikkan pendapatan yang berpenghasilan rendah, maka corak permintaan barang berubah.

(11)

2.4.2 Elastisitas Permintaan

Pengertian elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan fungsi permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada variabel - variabel yang mempengaruhinya. (C. Jotin Khisty & B. Kent Lall, 2003) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas seperti berikut :

1. Elastisitas Pendapatan

Elastisitas pendapatan di teknik transportasi dinyatakan dengan :

Suatu barang dikatakan normal apabila permintaan atas barang tersebut meningkat ketika pendapatan konsumen juga meningkat ( ). Suatu barang dapat dikatakan superior apabila permintaan akan barang tersebut meningkat ketika pendapatan konsumen meningkat dan porsi pengeluaran untuk barang tersebut ikut meningkat ). Suatu barang dapat dikatakan inferior jika permintaan akan barang tersebut menurun ketika pendapatan konsumen meningkat.

2. Elastisitas Harga

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas harga : 1.) Jika konsumen membelanjakan pendapatannya dengan persentase

yang cukup besar, konsumen akan berupaya lebih keras untuk mencari pengganti (substitusi) apabila biaya transportasi meningkat.

(12)

2.) Semakin sempit definisi dari suatu barang, semakin banyak barang Penganti untuk barang tersebut, sehingga permintaan akan barang tersebut menjadi lebih elastis.

3.) Jika konsumen mendapati bahwa harga dan ketersediaan barang pengganti tidak sulit, permintaan akan lebih elastis.

4.) Barang- barang yang digolongkan oleh konsumen sebagai barang yang harus dimiliki biasanya memiliki permintaan yang tidak elastis, sedangkan barang- barang yang dianggap mewah biasanya memiliki permintaan yang elastis.

2.5 Teori Tarif

Tarif adalah suatu pembebanan terhadap barang yang melintasi daerah pabean (suatu daerah geografis dimana barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai/bea pabean).

Menurut Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mengindikasikan penetapan tarif angkutan umum harus melibatkan tiga , yaitu:

1. Pengelola jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengharapkan tarif dapat seimbang dengan jasa pelayanan yang diberikan.

2. Pengguna jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengeluarkan biaya setiap kali menggunakan angkutan kota, dengan harapan memperoleh layanan yang baik dan nyaman.

3. Pemerintah sebagai pihak yang menentukan tarif resmi dan sebagai regulator yang menyeimbangkan kepentingan masyarakat pengguna

(13)

dengan pengelola, tanpa mengesampingkan pendapatan asli daerah dari sektor transportasi.

2.5.1 Tarif Jasa Angkutan

Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk para pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur. Pembebanan dalam harga dihitung menuurut kemampuan transportasi (what the traffic

will bear).

Adapun jenis tarif yang berlaku dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tarif menurut trayek

Tarif ini berdasarkan atas pemanfaatan operasional dari moda transport yang dioperasikan dengan memperhitungkan jarak yang dijalani oleh mooda transport tersebut (km/miles).

2. Tarif lokal

Tarif ini berlaku dalam satu daerah tertentu. 3. Tarif diferensial

Ialah tarif angkutan dimana terdapat perbedaan tinggi tarif menurut jarak, berat muatan, kecepatan atau sifat khusus dari muatan yang diangkut.

4. Tarif peti kemas (container)

Jenis tarif ini diberlakukan untuk membawa kotak atau boks diatas truk berdasarkan ukuran boks atau kotak yang diangkut (20 feet atau 40 feet) dari asal pengiriman ke tempat tujuan barang. Atau biasa disebut

(14)

2.5.2 Sistem Penetapan Tarif Jasa Transportasi

Sistem penetapan tarif jasa angkutan kota dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu :

1. Sistem penetapan tarif berdasarkan produksi jasa angkutan kota. Sistem penetapan ini berdasarkan biaya produksi jasa angkutan kota ditambah dengan keuntungan yang layak bagi keberlanjutan dan pengembangan pengelola jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan berdasarkan sistem ini dinyatakan sebagai tarif minimum, dimana pengelola jasa angkutan kota tidak akan menawarkan lagi tarif jasa pelayanannya lebih rendah dari tarif tersebut. Sistem ini digunakan setelah menghitung biaya operasi kendaraan (biaya langsung dan biaya tidak langsung) yang di dalamnya juga sudah termasuk keuntungan dan overhead.

2. Sistem penetapan tarif berdasarkan nilai jasa angkutan kota.

Sistem penetapan ini berdasarkan nilai yang dapat diberikan jasa pelayanan angkutan kota, dengan fokus pada mutu pelayanan dan kepuasan penumpang misalnya kenyamanan, ketertiban dan sebagainya. Biasanya tarif yang ditetapkan berdasarkan nilai jasa angkutan kota dinyatakan sebagai tarif maksimum.

3. Sistem penetapan tarif berdasarkan bentuk layanan apa yang dapat diberikan jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan berdasarkan hal tersebut berada diantara tarif maksimum dan tarif minimum. Dengan menitik beratkan pada usaha untuk menutup seluruh variabel biaya yang timbul akibat pelayanan jasa angkutan tersebut.

(15)

2.5.3 Sistem Pentarifan Angkutan Kota

Ada beberapa bentuk tarif yang dikelompokkan (Frids, 2002) yaitu: 1. Tarif sama rata/seragam (Flat Fare)

Tarif sama rata ini dikenakan sama rata terhadap penumpang dalam trayek yang bersangkutan tanpa memperhatikan jarak tempuh, tarif jenis ini cocok untuk trayek di daerah perkotaan karena memungkinkan transaksi yang cepat dan mudah dalam pengumpulan ongkos di dalam kendaraan. Tetapi sistem ini mempunyai kelemahan bila diterapkan untuk trayek yang panjang. Kelemahan lain dari sistem ini adalah ada kecenderungan panjang perjalanan rata-rata menjadi lebih panjang.

2. Tarif berdasarkan jarak

Tarif ini disebut juga tarif pos, ditentukan berdasarkan jarak tempuh, yaitu tarif diperoleh dari hasil perkalian panjang perjalanan dikalikan dengan harga satuan per kilometer.

3. Tarif berdasarkan zona

Sistem tarif ini adalah penyederhanaan dari tarif bertahap dimana daerah pelayanan pengangkutan dibagi ke dalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam. Kerugian berdasarkan zona ini adalah penumpang yang hanya melakukan perjalanan pendek di dalam dua zona yang berdekatan membayar ongkos untuk dua zona, begitu juga sebaliknya ongkos akan menjadi murah bila perjalanan panjang tetapi dilakukan dalam satu zona saja.

(16)

4. Tarif Waktu

Pada sistem ini yang menjadi penetapan tarif adalah waktu, misalnya waktu 30 menit, 1 jam, 1 jam 30 menit dan seterusnya. Dengan pentarifan yang demikian walaupun seseorang pindah moda selama dalam waktu tertera dalam tiket, yang bersangkutan tidak perlu membayar lagi.

2.6 Ability To Pay dan Willingness To Pay 2.6.1 Ability To Pay

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa angkutan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan intensitas perjalanan pengguna. Besar ATP adalah rasio anggaran untuk untuk transportasi dengan intensitas perjalanan. Besaran ini menunjukkan kemampuan masyarakat dalam membayar ongkos perjalanan yang dilakukannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP adalah :

1. Penghasilan keluarga per bulan

Bila pendapatan total keluarga semakin besar, tentunya semakin banyak uang yang dimilkinya sehingga akan semakin besar alokasi biaya transportasi yang disediakannya.

2. Alokasi biaya transportasi

Semakin besar alokasi biaya transportasi yang disediakan sebuah keluarga, maka secara otomatis akan meningkatkan kemampuan membayar perjalanannya, demikian pula sebaliknya.

(17)

3. Intensitas perjalanan

Semakin besar intensitas perjalanan keluarga tentu akan semakin panjang pula jarak (panjang) perjalanan yang ditempuhnya maka akan semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan yang harus disediakan.

4. Jumlah anggota keluarga

Semakin banyak jumlah anggota keluarga tentunya akan semakin banyak intensitas perjalanannya, semakin panjang jarak yang ditempuhnya dan secara otomatis akan semakin banyak alokasi dana dari penghasilan keluarga per bulan yang harus disediakan.

Untuk menganalisis kemampuan membayar dari masyarakat pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan travel budget, dengan asumsi bahwa setiap keluarga akan selalu mengalokasikan sebagian dari penghasilannya untuk kebutuhan akan aktivitas pergerakan, baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun yang menggunakan angkutan umum. Faktor-faktor ATP diilustrasikan seperti pada gambar 2.1.

Penghasilan keluarga per bulan

Alokasi biaya transportasi

Intensitas perjalanan

Jumlah anggota keluarga

(18)

Gambar 2.1 Faktor-Faktor ATP

Besarnya biaya perjalanan atau tarif merupakan salah satu pertimbangan masyarakat dalam memilih moda angkutan untuk memenuhi kebutuhannya. Jika tarif yang harus dibayar mempunyai proporsi yang besar dari tingkat pendapatannya maka masyarakat akan memilih moda yang lebih murah, tetapi jika tidak ada pilihan lain maka ia akan menggunakan moda tersebut secara terpaksa. Secara eksplisit tampak bahwa pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi daya beli atas jasa pelayanan angkutan umum. Selanjutnya diperhitungkan persentase alokasi dana untuk transportasi untuk setiap keluarga dari total pendapatannya. Setelah dilakukan perhitungan terhadap persentase alokasi biaya transportasi keluarga, maka kemudian diperhitungkan ATP tiap keluarga.

Dengan menggunakan metode travel cost individual ATP yang dapat diterima oleh pengguna jasa, adalah :

Dimana :

Ic = Penghasilan

%TC = Persentase dari penghasilan untuk travel cost D = Frekuensi perjalanan

(19)

2.6.2 Willingness To Pay (WTP)

Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut. Dalam permasalahan transportasi WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pada gambar 2.2, diantaranya adalah:

Gambar 2.2 Faktor-faktor WTP

1. Produk yang ditawarkan/disediakan oleh operator jasa pelayanan transportasi. Semakin banyak jumlah armada angkutan yang melayani tentunya lebih menguntungkan pihak pengguna.

2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan.

Dengan produksi jasa angkutan yang besar, maka tingkat kualitas Willingness To Pay (WTP)

Produk yang ditawarkan

Penghasilan keluarga per bulan

Utilitas atau maksud pengguna

Kualitas dan kuantitas pelayanan

(20)

tidak berdesak-desakkan dengan kondisi tersebut tentunya konsumen dapat membayar yang lebih besar.

3. Utilitas atau maksud pengguna terhadap angkutan tersebut

Jika manfaat yang dirasakan konsumen semakin besar terhadap suatu pelayanan transportasi yang dirasakannya tentunya semakin besar pula kemauan membayar terhadap tarif yang berlaku, demikian sebaliknya jika manfaat yang dirasakan konsumen rendah maka konsumen akan enggan untuk menggunakannya, sehingga kemauan membayarnya pun akan semakin rendah.

4. Penghasilan pengguna

Bila seseorang mempunyai penghasilan yang besar maka tentunya kemauan membayar tarif perjalanannya semakin besar hal ini disebabkan oleh alokasi biaya perjalanannya lebih besar, sehingga akan memberikan kemampuan dan kemauan membayar tarif perjalanannya semakin besar.

Nilai WTP yang diperoleh dari masing-masing responden yaitu berupa nilai maksimum rupiah yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk tarif angkutan jasa Bus Rapid Transit, diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari nilai WTP tersebut, dengan rumus :

Dimana :

MWTP = Rata-rata WTP

(21)

WTPi = Nilai WTP maksimum responden ke- i

2.6.3 Hubungan Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)

Menurut (Tamin,1999) dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara besarnya WTP dan ATP, kondisi ini dinyatakan dalam ilustratif yang terdapat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Hubungan ATP dan WTP

1. ATP > WTP

Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar daripada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa

(22)

2. ATP < WTP

Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar daripada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders.

3. ATP = WTP

Kondisi ini menunjukkan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

Pada prinsipnya penentuan tarif dapat ditinjau dari beberapa aspek utama dalam sistem angkutan umum. Aspek- aspek tersebut adalah ;

1. Pengguna (User) 2. Operator

3. Pemerintah (Regulator)

Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal ini dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut.

(23)

Gambar 2.4 Perhitungan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP

1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/ campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi, dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP ( sesuai Gambar 2.4 )

2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan ( sesuai Gambar 2.4 )

Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan pengajuan nilai tarif baru.

(24)

2.7 Metode Stated Preference

Metode stated preference merupakan suatu teknik yang menggunakan pernyataan atau pendapat responden secara individu mengenai pilihannya terhadap suatu set pilihan. Terdapat beberapa cara mengukur preferensi seseorang dalam melakukan survey SP. Diantara lain adalah:

a. Conjoint Analysis

Conjoin Rating, dalam metode ini responden memberikan penilaian pada alternative yang ditawarkan dengan menggunakan skala rating ( misalnya memilih satu skala diantara 1 sampai 10), Metode ini menggunakan atribut yang bervariasi dan telah dipertimbangkan terlebih dahulu.

Conjoint Rangking, perbedaan metode ini dengan Conjoint Rating adalah responden diberi 3 atau lebih alternatif dalam satu pertanyaan dan diharapkan membuat rangking atau urutan dari alternatif-alternatif tersebut.

Paired Comparison, melalui metode ini responden diharapkan untuk memilih diantara dua alternative dimana satu alternatif menunjukkan keadaan yang ada saat itu dan altternatif lain yang menunjukkan adanya suatu perubahan.

(25)

b. Discrete Choice Method

Refendum Contingen Choice, teknik ini meliputi pertanyaan yang ditujukan kepada responden dan responden diharuskan menetapkan satu pilihan diantara dua alternatif. Model pertanyaan yang sering digunakan untuk metode ini adalah model biner dimana responden hanya diberi pilihan jawaban ya atau tidak.

Choice Modeling, dalam metode ini terdapat banyak data sehingga responden memilih diantara lebih dari dua alternatif dimana setiap alternatif digambarkan dengan beberapa atribut.

Dalam penelitian ini digunakan model pemilihan conjoin rangking untuk kuesioner karakteristik responden, ATP responden dan WTP responden dan conjoin rating untuk prioritas pelayanan Bus Rapid Transit.

Gambar

Gambar 2.2 Faktor-faktor WTP
Gambar 2.3 Hubungan ATP dan WTP
Gambar 2.4 Perhitungan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP  1.  ATP  merupakan  fungsi  dari  kemampuan  membayar,  sehingga  nilai  tarif

Referensi

Dokumen terkait

Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PDAM atau GWR pada gedung dan disalurkan ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakkan pada bagian luar gedung

Seluruh dosen pengajar dan staf karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang yang telah berbagi ilmu dan pengalamannya kepada penulis, telah

4) fotokopi sertifikatldaftar hasil akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) atau Surat Keterangan status akreditasi yang dimiliki yang

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui kondisi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) dalam Balai Benih Ikan

Alhamdulillah Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari program permainan tradisional diintegrasi social behavior terhadap pengembangan social

Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program TUK Teknisi Otomotif di SMK Negeri 2 Salatiga bagi peserta TUK?. Apakah

tanpa Kuasa Penyelenggaraan dengan pola bagi pendapatan atau bagi hasil tol untuk masa tertentu, dan pengoperasiannya dikendalikan oleh Penyelenggara, dicatat oleh Penyelenggara