• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016

TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR

(III)

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 57/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 58/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 59/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 22], [Pasal 1 angka 1 dan angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)], [Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Syamsul Hidayat, Abdul Kodir Jailani (Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016)

2. Yayasan Satu Keadilan (Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016)

3. Leni Indrawati, Hariyanto, Wahyu Mulyana (Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016)

4. Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera (DPP SBSI), Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dkk (Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016)

ACARA

Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III)

Selasa, 20 September 2016 Pukul 14.16 – 16.03 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Anwar Usman (Anggota)

3) Aswanto (Anggota)

4) Suhartoyo (Anggota)

5) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

6) Patrialis Akbar (Anggota)

7) Manahan MP Sitompul (Anggota)

8) Maria Farida Indrati (Anggota)

9) Wahiduddin Adams (Anggota)

Mardian Wibowo Panitera Pengganti

Yunita Rhamadani Panitera Pengganti

Cholidin Nasir Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016:

1. Marulo Sitompul

B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016:

1. Muhammad Daud Berweh

C. Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016:

1. Sugeng Teguh Santoso

D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016:

1. Prasetyo Utomo 2. Heri Perdana Tarigan

E. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016:

1. M. Pilipus Tarigan

2. Muhammad Nuzul Wibawa

F. Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016:

1. Said Iqbal

G. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016:

1. Eggi Sudjana H. Pemerintah: 1. Hadiyanto 2. Sri Mulyani 3. Yasonna H. Laoly 4. Ken Dwijugiasteadi 5. Suryo Utomo I. DPR

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 57, 58, 59, dan 63/PUU-XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Saya cek kehadirannya terlebih dahulu. Pemohon Perkara Nomor 57?

2. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

57/PUU-XIV/2016: MUHAMMAD DAUD BERWEH

Ya, baik. Pemohon Perkara Nomor 57 dihadiri oleh Kuasa Hukumnya Muhammad Daud Berweh dan dihadiri oleh Prinsipal Marulo Sitompul dari Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Perkara Nomor 58?

4. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

58/PUU-XIV/2016: HERI PERDANA TARIGAN

Terima kasih, Yang Mulia. Perkara Nomor 58 dihadiri oleh Pemohon Prinsipal Yayasan Satu Keadilan yang diwakili oleh Sugeng Teguh Santoso. Kemudian dari kami Kuasa Hukum Pemohon saya Heri Perdana Tarigan dan Prasetyo Utomo. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Perkara Nomor 59?

6. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

59/PUU-XIV/2016: M.PILIPUS TARIGAN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Perkara Nomor 59 dihadiri oleh Kuasa Hukum. Saya sendiri Pilipus Tarigan dan Nuzul Wibawa, S.H. terima kasih, Yang Mulia.

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Yang terakhir Pemohon Perkara Nomor 63.

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.16 WIB

(5)

8. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 63/PUU-XIV/2016: EGGI SUDJANA

Perkara Nomor 63 diwakili saya selaku Penasihat Hukumnya Eggi Sudjana dan Prinsipalnya Presiden KSPI Said Iqbal.

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Dari DPR yang hadir siapa, saya persilakan.

10. DPR: MELCHIAS MARCUS MEKENG

Terima kasih, Yang Mulia. Dari DPR saya Melchias Marcus Mekeng selaku Pimpinan Komisi XI mewakili DPR. Terima kasih, Yang Mulia.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. dari Pemerintah yang mewakili Presiden Republik Indonesia siapa yang hadir, silakan.

12. PEMERINTAH: HADIYANTO

Baik, terima kasih, Yang Mulia. dari Pemerintah yang mewakili Bapak Presiden diwakili oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan), serta Bapak Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia). Selain itu kami juga didampingi oleh sebelah kiri Dirjen Pajak Pak Ken, kemudian Pak Suryo Staf Ahli Menteri Keuangan, serta Pak Dirjen Hukum Aturan Perundang-Undangan Dirjen Kementerian Hukum dan HAM. Serta di belakang beberapa staf dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM. Demikian, Yang Mulia.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Yang pertama yang perlu saya sampaikan pada Pemohon, DPR, dan Pemerintah. Permohonan maaf agak mundur karena tadi ada persidangan Panel yang tidak bisa tepat waktu, bisa diselesaikan pada pukul 14.00 WIB. Sehingga agak mundur sedikit dimulainya persidangan perkara ini.

Agenda kita pada pagi hari ini adalah Sidang Pleno yang pertama untuk mendengarkan keterangan DPR dan keterangan Pemerintah. Saya persilakan terlebih dahulu dari DPR Pak Melchias, silakan. Di mimbar Pak, yang disediakan, silakan. Ada dua mimbar, terserah. Nanti kalau di sana dekat-dekat Pemohon nanti.

(6)

14. DPR: MELCHIAS MARCUS MEKENG

Supaya Pemohonnya agak kalem. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, Para Pemohon dan Pemerintah yang saya hormati. Saya Melchias Marcus Mekeng, Nomor Anggota A299 selaku Ketua Komisi XI DPR RI. Dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, selanjutnya disebut DPR RI.

Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengampunan Pajak selanjutnya disebut Undang-Undang Pengampunan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diajukan oleh:

a. Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Marlo Sitompul dan Didi Riyadi selaku Ketua Umum dan Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia dan kawan-kawan. Sebagai Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III. Selanjutnya disebut Para Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016.

b. Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Sugeng Teguh Santoso, S.H., Samsul Alam Bagus, S.H., selaku Ketua dan Sekretaris Eksekutif Yayasan Satu Keadilan sebagai Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016.

c. Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Kusnadi Hutahapean, S.H., dan kawan-kawan sebagai Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV selanjutnya disebut Para Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016.

d. Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPPSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Dewan Pimpinan Pusat Partai Buruh (DPPPB) sebagai Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, selanjutnya disebut Para Pemohon Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016.

Dengan ini, DPR-RI menyampaikan keterangan terhadap Permohonan Pengujian Undang-Undang Pengampunan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016, Perkara Nomor 58/PUU-57/PUU-XIV/2016, dan Perkara Nomor 59/PUU-XIV/2016, dan Perkara Nomor 63/PUU-XIV/2016 sebagai berikut.

Ketua … Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang … Yang Mulia. hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dianggap Pemohon dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Para Pemohon dalam permohonan perkara-perkara a quo mengungkapkan bahwa hak konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunya pasal-pasal a quo Undang-Undang Pengampunan Pajak yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23A, Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D … Pasal

(7)

28 ayat … Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 281 ayat d … ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Keterangan DPR-RI.

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon.

Terhadap dalil Para Pemohon sebagaimana yang diuraikan dalam permohonan perkara-perkara a quo, DPR-RI dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing).

Bahwa terhadap kedudukan hukum Para Pemohon, DPR-RI menyerahkan kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai Parameter Kerugian Konstitusional.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, pandangan terhadap Pengujian Undang-Undang Pengampunan Pajak.

a. Pandangan umum.

1. Bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dalam peradilan memerlukan pendanaan yang besar yang sumber utamanya dari penerimaan pajak. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang ada. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan masih perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan terdapat harta, baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan … Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

2. Bahwa mencermati perkembangan global sistem perpajakan,

dibutuhkan terobosan kebijakan yang dilandasi payung hukum yang kuat guna membantu otoritas perpajakan dalam merealisasikan potensi penerimaan pajak yang semestinya terutang. Salah satu terobosan kebijakan untuk mendongkrak tingkat kepatuhan wajib pajak adalah dengan memberikan pengampunan pajak kepada wajib pajak. Pengampunan pajak perlu dipertimbangkan secara khusus oleh Pemerintah Indonesia untuk memberikan kesempatan terakhir atau one shot opportunity bagi wajib pajak yang melakukan onshore mau pun offshore tax evasion dengan tujuan utama sebagai wahana rekonsililasi perpajakan nasional bagi seluruh potensi masyarakat pembayar pajak dan diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak.

(8)

3. Bahwa untuk itu, perlu diterapkan langkah khusus dan terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus memberikan jaminan keamanan bagi warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan dan mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam bentuk pengampunan pajak. Kebijakan pengampunan pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika wajib pajak diwajibkan untuk membayar uang tebusan atas pengampunan pajak yang diperolehnya.

4. Bahwa dalam jangka pendek, hal ini akan meningkatkan

penerimaan pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang berguna bagi negara untuk membiayai program pembangunan. Dalam jangka panjang, negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari repatriasi yag berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan dalam wilayah NKRI. Dari aspek yuridis, pengaturan kebijakan pengampunan pajak melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang-undang ini dapat menjembatani agar harta yang tidak dilaporkan dapat diungkapkan secara sukarela, sehingga data dan informasi atas harta tersebut masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan kepatuhan, pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang akan datang.

5. Bahwa dalam ilmu behavioral economic ... economics, faktor

keadilan, rasa memiliki, dan keyakinan bahwa pajak yang diterima oleh pemerintah akan digunakan dengan benar berkontribusi dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Jika pemerintah membuat sistem pajak lebih adil, meningkatkan rasa memiliki pembayar pajak (membangun identitas) dengan komunikasi yang lebih besar, dan menunjukkan bahwa uang pajak akan digunakan untuk hal-hal produktif, kepatuhan pajak akan meningkat tanpa melakukan insentif ekonomi, oleh Morris Altman, Behavioral

Economics, a Wiley brand, tahun 2012. Dengan demikian, upaya

peningkatan insentif bahkan mengurangi ukuran hukuman dapat meningkatkan kadar kepatuhan.

6. Bahwa dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dan

pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan berpegang teguh pada prinsip atau asas kepastian hukum, keadilan, keamanfaatan, dan kepentiangan nasional, pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak bertujuan untuk.

a. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, melalui pengalihan harta yang antara lain akan berdampak

(9)

tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi.

b. Merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.

c. Meningkatkan penerimaan pajak yang antara lain akan digunakan pembiayaan pembangunan.

Ketua Mejalis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, pandangan pokok perkara.

1. Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil Para Pemohon yang

beranggapan bahwa frasa penghapusan pajak dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 3, Pasal 1 angka 7, Pasal 4, Pasal 5 undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan penjelasan sebagai berikut.

a. Bahwa terkait dengan istilah pengampunan pajak (tax amnesty) berasal dasi ... dari bahasa Yunani (Amnestia) yang diartikan ‘lupakan’ atau ‘suatu tindakan melupakan’ secara umum amnesti merupakan hak kepala negara yang diamanatkan dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI. Pengaturan amnesti juga dapat ditemukan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesty dan Abolicy. Dalam perkembangannya amnesti sebagai pilihan kebijakan, legal policy, penerapannya tidak hanya dalam rezim hukum pidana, tapi juga diberlakukan dalam bidang politik. Pemberian amnesti dalam hukum pidana merupakan kewenangan presiden, selain itu amnesti juga diterapkan dalam bidang hak asasi manusia, ekonomi, maupun pajak.

b. Bahwa program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak hanya diterapkan di Indonesia. Saat ini terdapat 13 negara lain yang sedang menerapkan kebijakan serupa. Berdasarkan data Danny Darussalam Tax Center, adanya 13 negara tersebut adalah Korea Selatan, Thailand, Fiji, Argentina, Honduras, Trinidad, dan Tobago, Pakistan, dan Giblar ... dan Gibraltar. Adapun 5 negara sisanya melakukan amnesti pajak khusus repetelasi, yaitu Malaysia, India, Brazil, Israel, dan Rusia. Sebelumnya sudah ada 24 negara terlebih dahulu menerapkan kebijakan pengampunan pajak, artinya kebijakan tersebut sudah diterapkan di 38 negara.

c. Bahwa pengujian Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak hanya terjadi di Indonesia. Gugutan terhadap kebijakan amnesti pajak juga pernah diajukan di Mahkamah Konstitusi Jerman pada tahun 1990. Namun, Mahkamah Konstitusi Jerman memutuskan menganggap tax amnesty tidak

(10)

melanggar konstitusi. Kebijakan ini justru dinilai sebagai jembatan kewajiban pajak yang tidak patuh untuk kembali patuh, selain itu gugatan tax amnesty juga terjadi di Kolombia hasilnya sama dengan gugatan kebijakan di Jerman. Dengan amnesty pajak, basis dan penerimaan pajak akan meningkatkan dan itu digunakan untuk meraih cita-cita konstitusi itu sendiri (pembangunan untuk kesejahteraan)

d. Bahwa dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun

1945 diatur pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Hal ini bermakna bahwa sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, pemerintah tidak boleh memaksakan berlakunya ketentuan bersifat kewajiban ... kewajiban material yang mengikat dan membebani rakyat tanpa disetujui terlebih dahulu oleh rakyat itu sendiri, melalui wakilnya di DPR.

e. Bahwa mengenai pajak yang sifatnya memaksa telah diatur dalam beberapa undang-undang, antara lain Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Walaupun undang-undang tersebut sudah memiliki sifat memaksa, tetapi masyarakat masih banyak yang belum taat atau patuh. Bahwa dalam pasal 3 ayat (1) undang-undang a quo diatur setiap warga negara berhak mendapatkan pengampunan pajak. Artinya undang-undang a quo ini berlaku bagi setiap warga negara termasuk Para Pemohon dan bersifat insentif atau kemudahan. Bahwa kebijakan pengampunan pajak dengan undang-undang a quo bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan sebagai upaya terobosan untuk mengatasi rendahnya kepatusan pajak ... kepatuhan pajak, rendahnya penerimaan pajak, hingga rendahnya kapasitas lembaga administrasi perpajakan.

f. Bahwa terkait dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pengampunan Pajak yang dianggap Para Pemohon melanggar prinsip negara hukum dan persamaan di muka hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. DPR RI berpandangan bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak dibentuk berasaskan pada asas kapastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan keadilan nasional … kepentingan nasional. Artinya, sesuai asas kepastian hukum, pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dan sesuai dengan asas keadilan, pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dalam setiap pihak yang

(11)

terlibat. Dari aspek manfaat, seluruh pengaturan kebijakan pengampunan pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum. Bahwa untuk kepentingan nasional, pelaksanaan pengampunan pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui program pembangunan yang didanai bersumber dari penerimaan pajak. g. Bahwa pada prinsipnya, setiap wajib pajak berhak

memperoleh pengampunan pajak sebagai bentuk persamaan di hadapan hukum. Namun, untuk memenuhi asas keadilan terhadap pengecualian dalam hal terhadap … terdapat wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan atau tindak pidana perpajakan karena hal ini sudah masuk dalam ranah hukum. Ketentuan pengecualian tersebut berlaku bagi semua wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan atas tindak pidana perpajakan, sehingga ketentuan Pasal 3 ayat (3) huruf a undang-undang a quo tidak melanggar asas persamaan di hadapan hukum dan memberikan kepastian hukum yang adil bagi wajib pajak karenanya sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

h. Bahwa dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pajak maupun pungutan lain memiliki sifat memaksa dan diatur dalam undang-undang. Bahwa negara melalui pemerintah sebagai representasi rakyat memiliki kewajiban untuk mengembalikan pajak yang dibayarkan oleh (suara tidak terdengar jelas) melalui program-program pembangunan nasional di berbagai bidang, baik fisik maupun nonfisik. Hal yang patut diingat adalah bahwa fungsi dan tujuan akhir setiap negara adalah menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya, bonum publicum = common good, (Budiarjo Tahun 2003). Oleh karena itu, ketaatan membayar pajak sama pentingnya dengan ketaatan terhadap aturan hukum lainnya yang telah ditetapkan oleh negara berdasarkan consensus bersama.

2. Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil Para Pemohon yang

beranggapan frasa uang tebusan dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 4 dan Pasal 5 undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 28D angka 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan penjelasan sebagai berikut.

(12)

a. Bahwa kebijakan pengampunan pajak dilakukan dalam bentuk pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terhutang.

b. Bahwa uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika wajib pajak diwajibkan untuk membayar uang tebusan atas pengampunan pajak yang diperolehnya.

Dalam rangka pelaksanaan undang-undang a quo, penerimaan uang tebusan, diperlakukan … diperlukan sebagai perlindungan pajak penghasilan dalam APBN.

Dalam jangka pendek, hal ini akan dapat meningkatkan perlindungan pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang berguna bagi negara untuk membiayai berbagai program pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dalam jangka panjang, negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan dalam wilayah NKRI.

b. Bahwa kebijakan pengampunan pajak salah satunya dimaksudkan untuk menarik harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar wilayah NKRI, baik dalam bentuk likuid maupun nonliquid yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan. Pengalihan harta tersebut dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pembayaran uang tebusan akan berimplikasi pada penerimaan negara dan diatur … dengan diaturnya uang tebusan dalam undang-undang a quo, maka akan menciptakan kepastian hukum bagi wajib pajak.

c. Undang-undang a quo tidak bersifat diskriminatif karena dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) undang-undang a quo menyatakan setiap pajak … wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Artinya, program pengampunan pajak berlaku untuk semua wajib pajak termasuk Para Pemohon dan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak memberi perlakuan secara khusus terhadap wajib pajak yang tidak taat. Bahwa terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak agar dapat diberikan pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Pengampunan Pajak, pembayaran uang tebusan ini dianggap sebagai pengganti uang … utang pokok pajak yang seharusnya dibayarkan bertahun-tahun yang lalu sebelum pengampunan.

d. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pengertian diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang berlangsung atau kontak langsung berdasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan,

(13)

politik yang berakibat pengurangan penyimpangan atau penghapusan pengakuan. Pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Artinya, Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak memenuhi salah satu unsur diskriminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang HAM karenanya tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

e. Bahwa merujuk ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pengampunan Pajak yang menyatakan setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Bahwa yang berhak mendapatkan pengampunan pajak adalah setiap wajib pajak kecuali wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dalam proses … dalam proses peradilan atau menjalani hukuman pidana atas tindak pidana perpajakan di bidang perpajakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil Para Pemohon yang beranggapan frasa pengampunan pajak dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 3 angka 1, Pasal 1 angka 7, Pasal 4, Pasal 5 undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 23A Undang-Undang Tahun 1945 dengan penjelasan bahwa program pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964, 1984, dan 2008.

Program pengampunan pajak tahun 1964 dilakukan berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Bahwa program pengampunan pajak di tahun 1984 dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984 tanggal 18 April 1984.

Bahwa program sunset policy pada tahun 2008 sebagai program paripurna modernisasi pajak tahun pada periode 2001-2007. Dari tiga kebijakan pengampunan pajak yang pernah dilaksanakan sunset policy tahun 2008 adalah kebijakan yang yang dianggap berhasil karena realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.

Empat. Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang beranggapan Pasal 11 ayat 2, Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 11 ayat (5) undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dengan penjelasan sebagai berikut. a. Bahwa terkait dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) kata ditangguhkan

dalam Pasal 11 ayat (3) dan frasa memperoleh pengampunan pajak berupa dalam Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Pengampunan Pajak ingin dianggap Para Pemohon melanggar asas persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan adalah tidak berdasar. Karena Para Pemohon adalah termasuk wajib pajak yang memperoleh hak untuk

(14)

mendapatkan pengampunan pajak dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam undang-undang a quo sesuai dengan asas persamaan di depan hukum dan pemerintahan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 karena pemberlakuan ketentuan Pasal 11 a quo berdasarkan pada asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.

b. Bahwa program pengampunan pajak yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak ialah untuk mendorong setiap wajib pajak agar patuh terhadap ketentuan perpajakan untuk mengungkap harta yang berada di dalam maupun di luar wilayah NKRI yang dialihkan dan diinvestasikan di dalam wilayah NKRI guna meningkatkan penerimaan pajak untuk pembiayaan pembangunan. Undang-Undang Pengampunan Pajak memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh untuk mendeklarasikan hartanya sehingga ke depan setiap wajib pajak akan berkontribusi bagi penerimaan negara. Program pengampunan pajak ini merupakan upaya pemerintah untuk membina wajib pajak yang tidak patuh menjadi patuh.

c. Bahwa dengan demikian Undang-Undang Pengampunan Pajak sama sekali tidak bersifat diskriminatif, tetapi justru memperlakukan sama terhadap … terhadap setiap wajib pajak utuk memperoleh hak mendapatkan pengampunan, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Lima. Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil Para Pemohon yang beranggapan Pasal 20 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dengan penjelasan sebagai berikut. Bahwa Pasal 20 undang-undang a quo menyatakan data dan informasi bersumber dari surat pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penututan pidana terhadap wajib pajak.

Bahwa Pasal 20 undang-undang a quo merupakan jaminan perlindungan hukum bagi setiap warga negara sebagai wajib pajak untuk mengikuti program pengampunan pajak karenanya program pengampunan pajak yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak ialah kebijakan negara sebagai hukum yang harus dijunjung oleh setiap warga negara, termasuk Para Pemohon.

Bahwa berdasarkan pandangan tersebut DPR RI berpandangan bahwa Pasal 20 Undang-Undang Pengampunan Pajak merupakan landasan yuridis untuk memberikan jaminan perlindungan hukum kepada setiap warga negara sebagai wajib pajak sehingga sudah sepatutnya setiap warga negara menjunjung hukum (Undang-Undang Pengampunan

(15)

Pajak) dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana yang diamanatkan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Enam. Bahwa DPR Republik Indonesia tidak sependapat dengan dalil permohonan Pemohon yang beranggapan bahwa Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dengan penjelasan sebagai berikut. Bahwa terkait dengan penyelesaian gugatan pajak pada badan peradilan pajak yang dipersoalkan Para Pemohon dipandang perlu untuk melihat Pasal 27 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, selanjutnya disebut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur bahwa pengadilan khususnya pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Ketentuan mengenai pembentukan pengadilan khusus diatur dalam undang-undang … undang-undang. Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.

Menurut penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman bahwa pengadilan khusus antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial, dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara.

B. Bahwa pengaturan badan-badan peradilan yang diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan kehakiman tersebut merupakan amanat dari Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Badan-badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

C. Bahwa selain Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman tersebut diatur juga dalam Pasal 9A Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan, “Di lingkungan peradilan tata usaha negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang.” Pengadilan khusus merupakan diferensiasi dan spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya pengadilan pajak.

D. Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah dibentuk Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Peradilan TUN, dimana berdasarkan kedua undang-undang tersebut telah dibentuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pajak Pengadilan, selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak. Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan ... keadilan terhadap sengketa pajak.

(16)

E. Bahwa dengan demikian, penyelesaian gugatan oleh Badan Peradilan Pajak yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

7. Bahwa DPR RI tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 22 dan Pasal 23 undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan penjelasan sebagai berikut.

Bahwa terkait dengan norma yang mengatur frasa dilarang dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pengampunan Pajak dipandang perlu merujuk juga undang-undang ketentuan umum perpajakan yang mengatur bahwa setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Bahwa ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pengambunan Pajak tersebut sesuai dengan pengaturan keterbukaan informasi publik yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur bahwa badan publik berhak menolak memberikan informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi dimana informasi yang diberikan oleh wajib pajak merupakan hak pribadi wajib pajak sehingga untuk setiap orang yang melanggar dipidana, pidana penjara paling lama 5 tahun.

Bahwa pengaturan pengampunan pajak yang melarang pejabat memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya, selaras juga dengan pengaturan Pasal 17 huruf j Undang-Undang KIP yang mengatur pengecualian kewajiban badan publik untuk membuka akses informasi yang wajib dirahasiakan berdasarkan undang-undang.

Bahwa dengan demikian, Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

B. Bahwa Para Pemohon beranggapan bahwa Pasal 22 Undang-Undang Pengampunan Pajak mengandung makna hak imunitas tidak memiliki landasan norma konstitusi sehingga dianggapnya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Terhadap dalil Para Pemohon tersebut, DPR RI berpandangan bahwa norma yang mengatur pegawai/petugas yang melaksanakan tugas jabatan karena perintah undang-undang tidak dapat dituntut, baik secara pidana maupun perdata merupakan bentuk jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada pegawai/petugas yang karena perintah undang-undang melaksanakan tugasnya dengan didasarkan pada iktikad baik serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ... perundang-undangan.

(17)

Sebaliknya jika pegawai/petugas melakukan perbuatan tidak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka kepada yang bersangkutan tetap dikenai tuntutan pidana dan/atau perdata.

C. Bahwa pengaturan hal tersebut terdapat pula dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, selanjutnya disebut KUHP. Secara tegas menyatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana. Selanjutnya dalam ... di dalam Pasal 51 KUHP dinyatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana. Perintah jabatan tanpa berwenang tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

D. Bahwa benar hanya DPR yang diberikan hak imunitas oleh konstitusi, yaitu Pasal 20A ayat (3) tentang ... Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tetapi dalam praktik ketatanegaraan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pegawai yang dalam melaksanakan tugas karena perintah undang-undang tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana seperti advokat, pegawai pajak, anggota dan sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, anggota BPK, gubernur, deputi gubernur senior, deputi gubernur dan/atau pejabat Bank Indonesia.

Bahwa untuk ... 8. Bahwa untuk memahami makna pasal a quo dipandang perlu untuk melihat latar belakang perumusan dan pembahasan pasal-pasal terkait dalam undang-undang a quo, sebagaimana terlampir dalam lampiran keterangan ini.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Dengan demikian atas dasar uraian tersebut, DPR RI berpandangan ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 7, Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Juga tidak merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon. Karenanya Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia menyatakan Para Pemohon a quo ditolak untuk seluruhnya.

Demikian keterangan DPR RI disampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mengambil keputusan.

(18)

Hormat kami, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Sekian dan terima kasih.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak Melchias Marcus Mekeng. Silakan duduk terlebih dahulu.

Berikutnya kita akan dengarkan keterangan Pemerintah. Saya persilakan, siapa yang akan menyampaikan? Ibu Menteri Keuangan. Silakan, Ibu Sri Mulyani.

16. PEMERINTAH: SRI MULYANI

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, kami akan menyampaikan ringkasan keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sehubungan dengan permohonan pengujian beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau selanjutnya disebut Undang-Undang Pengampunan Pajak terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945 yang teregistrasi dalam Perkara Nomor 57/PUU-XIV/2016, 58/PUU-XIV/2016, 59/PUU-XIV/2016, dan 63/PUU-XIV/2016. Perkenankanlah kami selaku kuasa Presiden menyampaikan keterangan atas permohonan pengujian ketentuan Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dalam kesempatan ini pertama-tama izinkanlah kami menyampaikan landasan konsep hubungan negara dengan rakyatnya secara konstitusional, filosofis, sosiologis untuk memahami dan menyikapi lahirnya Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Indonesia adalah negara merdeka yang memiliki kedaulatan penuh atau sovereign state, yang lahir dari upaya dan pengorbanan para pendiri bangsa kita. Kemerdekaan dan kedaulatan negara Indonesia tidak datang dengan sendirinya, namun merupakan hasil susah payah dengan darah, keringat, dan air mata dari seluruh lapisan rakyat Indonesia dan para pahlawan pendiri bangsa ini.

Kemerdekaan dan kedaulatan ini adalah modal awal yang harus selalu kita pelihara dan harus terus kita jaga untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berlandaskan asas Pancasila. Menjaga kemerdekaan dan kedaulatan memerlukan sumber daya yang berkelanjutan dan memadai. Oleh karena itu, negara memiliki hak dan kewajiban untuk

(19)

mengumpulkan sumber daya dalam rangka menjaga kemerdekaan dan kedaulatan, serta untuk memenuhi kewajibannya, yaitu mewujudkan cita-cita bernegara. Dari sinilah muncul hubungan kewajiban dan hak antara negara dan rakyatnya.

Di bumi Indonesia inilah warga negara Indonesia menumbuhkan dan mengembangkan harapannya, cita-citanya, serta impiannya. Di bumi Indonesia ini juga rakyat hidup dan bekerja untuk mewujudkan cita-cita dan impiannya. Negara memiliki kewajiban untuk memelihara ketentraman dan keamanan serta kepastian hukum, dan peraturan perundang-undangan agar terdapat ruang bagi rakyat untuk melakukan aktifitas kehidupan politik, sosial, budaya, dan ekonomi di dalam rangka mewujudkan aspirasi dan cita-citanya. Negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi segenap rakyatnya untuk dapat mencapai kehidupan yang adil dan sejahtera. Negara juga memiliki kewajiban untuk ikut memelihara perdamaian dunia.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berbagai kewajiban negara tersebut memerlukan sumber daya yang memadai dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, negara memiliki hak untuk menggali pendapatan dan penerimaan negara dalam rangka melaksanakan seluruh kewajiban dan menjaga kemerdekaan serta kedaulatan negara. Hak negara untuk memungut dan mengumpulkan penerimaan negara merupakan kewajiban bagi rakyat dan warga negaranya. Kewajiban memungut dan mengumpulkan penerimaan negara dilaksanakan melalui undang-undang dan kebijakan perpajakan dan penerimaan bukan pajak lainnya.

Pajak merupakan kewajiban yang lahir dari hubungan yang paling fundamental antara negara dan rakyatnya. Pemungutan pajak dimandatkan oleh konstitusi, yaitu hak negara untuk memungut sebagian pendapatan dan harta warga negaranya. Oleh karena ini, hubungan ... hubungan tersebut bersifat kewajiban yang tentunya menimbulkan dimensi emosional yang sangat kental dengan nuansa politik, keadilan sosial, dan keadilan ekonomi karena rakyat diwajibkan menyerahkan sebagian dari pendapatan atau hartanya untuk negara meskipun ini adalah negara yang merdeka.

Hubungan negara dan rakyatnya tentu harus terus dibangun berdasarkan landasan saling percaya dan saling menghargai, dan berdasarkan landasan kesatuan cita-cita untuk mewujudkan negara dan bangsa yang merdeka, adil, makmur, dan bermartabat di dunia internasional. Hubungan yang berlandaskan atas asas saling percaya dan saling menghormati, mengharuskan kedua belah pihak, yaitu negara melalui lembaga penyelenggara negara pemerintahan untuk melakukan tugas kewajibannya secara amanat, sesuai amanat konstitusi dan perundang-undangan, dan di sisi lain, rakyatnya yang melaksanakan kewajiban dan mentaati serta tunduk kepada aturan perundang-undangan.

(20)

Undang-Undang Pengampunan Pajak yang disahkan pada tanggal 1 Juli 2016 merupakan bagian dari suatu upaya yang menyeluruh untuk membangun hubungan saling percaya antara masyarakat dengan negaranya dan dalam hal ini Pemerintah. Pengampunan pajak menjadi satu permulaan dari perjalanan panjang untuk memulai membangun suatu rasa percaya dan membangun momentum penting bagi perbaikan pengelolaan pajak dengan tertib dan bersih dari korupsi.

Melalui kebijakan ini, Pemerintah dengan dukungan, kepatuhan, dan kepercayaan segenap rakyatnya yang membayar pajak, bertekad untuk memperbaiki pengelolaan pajak oleh negara sehingga negara bisa mengelola ekonomi dan menghasilkan dampak yang lebih besar bagi kepentingan rakyat.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, pada kesempatan ini yang akan Pemerintah sampaikan secara lisan adalah pokok-pokok atas ringkasan keterangan Presiden yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dengan keterangan Presiden yang lengkap dan menyeluruh yang kami sampaikan dalam bentuk tertulis. Sebelum Pemerintah menyampaikan lebih lanjut keterangan Presiden atas Undang-Undang Pengampunan Pajak yang dimohonkan penguji ... pengujian ini, perkenankanlah Pemerintah untuk terlebih dahulu menanggapi kedudukan hukum atau legal standing dari Para Pemohon.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Para Pemohon dalam masing-masing permohonannya, Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa dirinya selaku kelompok perorangan yang memiliki kepentingan yang sama sebagai masyarakat miskin yang taat membayar pajak dan badan hukum privat yang mewakili masyarakat yang taat membayar pajak, serta perorangan warga negara yang telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum dan Pemerintah, serta tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil dengan berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak ini. Karena pihak-pihak yang tidak taat membayar pajak justru dapat memperoleh pengampunan pajak.

Dari legal standing, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan legal standing Para Pemohon, perkenankanlah kami, Pemerintah, dalam keterangan lisan ini menyampaikan pendapat bahwa para Pemohon tidak memenuhi syarat kualifikasi untuk mengajukan uji material dari sisi objek legal standing. Sebagaimana diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi telah menetapkan 5 syarat kumulatif terkait kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional untuk mengajukan uji material undang-undang. Dalam permohonan ini Para Pemohon hanya memenuhi 1 syarat saja, yaitu adanya hak konstitusional yang diberikan Undang-Undang Dasar Tahun

(21)

1945, yaitu persamaan di dalam hukum dan pemerintahan, dan jaminan kepastian hukum.

Adapun 4 syarat lainnya terkait kerugian yang dialami Para Pemohon akibat berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak, Pemerintah berpendapat tidak dipenuhi karena:

1. Undang-Undang Pengampunan Pajak adalah satu hak yang diberikan dan berlaku bagi seluruh warga negara yang akan ikut serta dalam kebijakan pengampunan pajak, sebagai suatu bentuk kepatuhan atas kewajiban perpajakan yang belum dilaksanakan, sehingga dalil adanya kerugian karena diskriminasi tidak berdasar.

2. Undang-Undang Pengampunan Pajak nyata-nyata tidak merugikan masyarakat miskin, namun justru memberikan keuntungan kepada masyarakat secara luas. Setidaknya ada 3 manfaat pengampunan pajak yang akan menguntungkan perekonomian nasional.

1) Dana repatriasi akan dapat menggerakkan perekonomian nasional.

2) Uang tebusan dapat digunakan secara langsung bagi pembangunan.

3) Terjaminnya penerimaan pajak secara berkelanjutan karena kebijakan pengampunan pajak akan menciptakan subjek atau ekstensifikasi dan objek pajak baru atau intensifikasi.

Dengan meningkatnya pertumbuhan di berbagai sektor perekonomian, maka akan tercipta lapangan pekerjaan baru, tingkat suku bunga yang dapat dikurangi, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pergerakan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Oleh karena itu, Undang-Undang Pengampunan Pajak yang semata-mata bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia jelas-jelas tidak mengakibatkan kerugian konstitusional bagi siapa pun.

Yang Mulia Ketua Majelis dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, meskipun Pemerintah berpendapat bahwa Para Pemohon tidak memenuhi persyaratan kedudukan hukum atau legal standing dalam mengajukan permohonan pengujian undang-undang ini, Pemerintah akan tetap memberikan keterangan mengenai Undang-Undang Pengampunan Pajak yang dimohonkan pengujian.

Pertama, latar belakang Undang-Undang Pengampunan Pajak. Sebagaimana diketahui bersama bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam mewujudkan tujuan tersebut, Indonesia memiliki agenda pembangunan nasional yang memerlukan pembiayaan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan mendasar rakyat Indonesia. Misalnya, membangun di sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, menciptakan keamanan, pertahanan, hingga pembangunan infrastruktur. Besarnya kebutuhan pembiayaan

(22)

dan sumber daya untuk melakukan kewajiban negara dihadapkan pada kondisi perekonomian dunia yang masih lemah dan tidak baik akibat dampak krisis global tahun 2008 yang berimbas pada perlemahan ekonomi negara maju dan RRT, serta penurunan harga komoditas dan perlemahan perdagangan internasional.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi global tersebut mengakibatkan defisit neraca perdagangan, membesarnya defisit anggaran, dan menurunkan laju pertumbuhan sektor pertambangan dan industri, serta manufaktur. Sementara kebutuhan membangun dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia justru semakin meningkat untuk mengentaskan kemiskinan, untuk mengurangi kesenjangan, dan untuk menciptakan kesempatan kerja dimana kebutuhan infrastruktur sangat mendesak dan sangat tinggi di berbagai daerah terutama di daerah pinggiran.

Berdasarkan data Pemerintah, dapat kami sampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan sejak tahun 2012. Pada tahun 2012 tercatat pertumbuhan 6%, 2013=5,6%, 2014=5%, dan 2015=4,8%. Untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi diperlukan sumber-sumber pembiayaan, baik dari sektor publik maupun sektor swasta untuk meningkatkan investasi. Dari berbagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan saat ini sektor perpajakan memiliki peran yang semakin penting di dalam pembangunan. Rencana penerimaan pajak pada tahun 2016 adalah sebesar Rp1.355 triliun dari target total pendapat negara sebesar Rp1.786 triliun. Rencana penerimaan perpajakan tersebut meningkat sekitar 28% dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak dan penerimaan dari sektor migas tahun 2015 yang sebesar Rp1.060 triliun. Dalam hal ini berarti terdapat target kenaikan penerimaan pajak hampir Rp300 triliun untuk tahun 2016 ini.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dapat kami sampaikan bahwa pada dekade terakhir ini penerimaan pajak di Indonesia dirasakan belum optimal, hal ini ditandai dengan rendahnya tax ratio Indonesia jika dibandingkan dengan tax ratio negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Tax ratio Indonesia tahun 2012 adalah 11,89% sedangkan negara tetangga kita Malaysia ada di 15,6%, Singapura 13,85%, dan Filipina 12,89%, serta Thailand 15,45%. Rendahnya tax ratio Indonesia setidaknya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

Pertama. Karena masih banyaknya wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di dalam dan di luar negeri, serta belum dikenai pajak di Indonesia. Data dan informasi yang berhasil Pemerintah kumpulkan menunjukkan bahwa banyak wajib pajak Indonesia yang menempatkan harta atau asetnya di berbagai negara yang disebut sebagai tax haven. Studi oleh satu konsultan international yang cukup kredibel menjelaskan bahwa dari US$250 milliar atau sekitar Rp3.250

(23)

triliun kekayaan high net worth individual, yaitu orang-orang yang memiliki kekayaan sangat tinggi dari Indonesia yang ditempatkan di luar negeri terdapat sekitar 200 miliar atau sekitar 2.600 triliun yang disimpan di negara Singapura sendiri, dimana sekitar 50 miliar atau sekitar 650 triliun disimpan dalam bentuk non investable asset dalam bentuk real estate sedangkan yang 150 miliar atau sekitar 1.950 triliun diinvestasikan dan disimpan dalam bentuk investable asset seperti contohnya deposito atau surat berharga, serta saham.

Data mengenai jumlah harta orang-orang di Singapura yang berjumlah lebih dari 2.500 triliun tersebut belum termasuk data dari dana serta harta yang disimpan di negara atau yuridiksi lainnya, seperti Hongkong, Macau, Labuan, Luxemburg, Swiss, dan negara-negara tax haven lainnya, termasuk Panama.

Lebih lanjut apabila mengacu pada laporan Bank Indonesia terkait posisi investasi international Indonesia pada triwulan satu 2016 disebutkan bahwa posisi asset finacial luar negeri atau AFLN pada akhir triwulan satu 2016 adalah sebesar $214.6 miliar USD atau sekitar Rp2.800 triliun. Data ini belum termasuk aset Warga Negara Indonesia yang dimiliki oleh special purpose vehicle (SPV) yang berada di luar negeri yang menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah dari WNI.

Alasan kedua. Rendahnya tax ratio adalah karena rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakannya. Data Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015 menunjukkan wajib pajak terdaftar yang memiliki kewajiban menyampaikan SPT sebesar 18.000.000 wajib pajak. Sedangkan realisasi SPT yang masuk di tahun 2015 adalah sebesar 10,8 juta. Mengingat rasio kepatuhan penyampaian SPT hanya sekitar 60% sehingga masih ada potensi wajib pajak yang belum menyampaikan SPT kira-kira sebesar 40% dari wajib pajak terdaftar.

Data tersebut belum termasuk warga negara yang berpotensi menjadi WP (Wajib Pajak) namun belum memiliki NPWP. Bahkan kalau kita hitung dari jumlah pekerja di Indonesia dan dikurangkan, mereka yang memiliki pendapatan tidak kena pajak, kami masih menganggap 10,8 juta SPT ini masih sangat kecil.

Faktor ketiga adalah karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak di dalam mengakses data perbankan. Pemerintah memiliki kendala di dalam mengawasi aktifitas perekonomian di sektor informal dan mencegah larinya modal (capital flight) ke luar negeri karena adanya kebijakan bank secrecy atau kerahasiaan bank.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun 2015 telah dilakukan

prereview yang diselenggarakan oleh organisasi negara-negara maju

atau OECD terhadap negara-negara yang telah menandatangani automatic exchange of information. Di mana Indonesia dianggap masih

(24)

sangat tertutup di dalam hal kerahasiaan bank (bank secrecy) untuk keperluan perpajakan.

Tentu juga harus kami akui bahwa kapasitas dan kinerja Direktorat Jenderal Pajak masih sangat perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan. Dari sisi kompetensi, profesionalisme, dan integritasnya. Termasuk upaya kami yang harus terus menerus dilakukan untuk menjaga institusi ini dari ancaman inefisiensi serta ancaman oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang serta berkorupsi. Reformasi perpajakan dan perbaikan Direktorat Jenderal Pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan membangun kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan upaya membangun confidence terhadap keseluruhan jalannya pemerintahan.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Praktik kebijakan fiskal di arena internasional menunjukkan bahwa semua negara, semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju saat ini sedang berlomba-lomba untuk menerapkan strategi kebijakan fiskal yang merupakan kombinasi antara upaya menarik investor di satu sisi dan upaya meningkatkan penerimaan perpajakannya. Saat ini secara global juga telah disepakati untuk saling menerapkan dan mendukung transparansi di bidang keuangan untuk keperluan pajak. Karena banyak negara-negara di dunia merasakan bahwa selama ini wajib pajak selalu bisa menghindarkan dari kewajiban membayar pajak dengan memindahkan headquarter-nya atau bagian dari kegiatannya seolah-olah berada di negara lain yang memiliki tingkat pajak lebih rendah. Kita semua mengikuti seperti Apple Computer yang saat ini dituduh menghindari pajak dengan memindahkan seolah-olah kegiatan ekonominya di Irlandia.

Secara global saat ini disepakati untuk semua negara mulai menerapkan dan mendukung transparansi di bidang keuangan, di bidang perpajakan ini dengan diterapkannya apa yang disebut automatic exchange of information, yang akan berlaku efektif pada tahun 2018. Artinya pada saat itu semua negara memiliki hak secara otomatis mendapatkan informasi dari wajib pajak dan objek pajak yang seharusnya ada di dalam domain suatu yurisdiksi yang kemudian disembunyikan di negara lain.

Setiap negara yang menandatangani perjanjian tersebut, wajib menyampaikan informasi keuangannya. Dengan demikian, Indonesia akan dapat mendapatkan informasi terkait warga negara Indonesia yang berada di negara-negara lain yang memiliki potensi pembayaran pajak. Data ini akan sangat berguna bagi kami di dalam memperluas wajib pajak dan basis pajak.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dalam kesempatan ini, Pemerintah juga menyampaikan bahwa banyak negara telah lebih dahulu menyikapi perkembangan isu perpajakan di tingkat global dengan menerapkan kebijakan pengampunan pajak. Tadi Saudara

(25)

Melchi sudah menyampaikan berbagai negara, kami hanya akan menambahkan sedikit. Kebijakan pengampunan pajak bukanlah suatu yang baru di dunia ini. Di Itali, yang menerapkan kebijakan tax amnesty dilakukan dengan terbatas pada pengampunan sanksi dan denda administrasi untuk keperluan repatriasi dan yang ditempatkan oleh wajib pajaknya di luar negeri. Afrika Selatan menerapkan tax amnesty untuk tujuan utama, yaitu rekonsiliasi nasional. India berhasil menerapkan tax amnesty untuk repatriasi dana dan mendorong agar underground economy dan informal economy dapat melakukan kewajiban pembayaran pajak dan meningkatkan kepatuhan membayar pajak.

Sehubungan dengan beberapa latar belakang yang telah Pemerintah sampaikan, maka Pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak dengan tiga tujuan utama. Pertama adalah untuk merepatriasi dana yang ditempatkan oleh warga negara Indonesia di luar negeri, yang tentunya akan berguna untuk meningkatkan aktifitas ekonomi Indonesia, dimana dana yang berhasil direpatriasi di dalam negeri dan dana yang selama ini berada di underground economy atau informal economy dapat dimunculkan di … kemudian disampaikan untuk aktifitas yang menunjang pertumbuhan ekonomi secara lebih formal. Dengan demikian, ini akan membantu terbangunnya perekonomian yang lebih tertata dan terarah yang pada akhirnya adalah untuk kesejahteraan rakyat.

Tujuan kedua dari pengampunan pajak adalah untuk meningkatkan basis perpajakan nasional, dimana aset atau harta yang diungkapkan dalam permohonan pengampunan pajak dapat dimanfatkan untuk pemajakan pada masa-masa yang akan datang. Tentu kebijakan pengampunan pajak harus disertai dengan perbaikan administrasi dan kompetensi dari perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak serta penegakan hukum di sektor perpajakan.

Sedangkan tujuan kebijakan pengampunan pajak yang ketiga adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun ini. Kebijakan pengampunan pajak tentu akan menghasilkan penerimaan negara dari uang tebusan yang dibayar oleh wajib pajak yang mengikuti program tersebut. Kebijakan tersebut hanya akan dilakukan sekali dalam periode pelaksanaan kebijakan ini atau one shot opportunity. Pada tahun selanjutnya, akan dikenakan tarif normal dan akan dilakukan penegakan hukum perpajakan secara konsisten dan tegas.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, kebijakan strategi pengampunan pajak secara filosofis, sosiologis dapat dijadikan sebagai tahap baru untuk membangun kebersamaan dan solidaritas sosial bagi wajib pajak untuk berperan serta dalam membiayai kegiatan pembangunan nasional demi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.

Secara ekonomis dan keuangan, pelaksanaan pengampunan pajak bukan hanya memperhatikan kepentingan pemerintah dalam rangka

(26)

pengumpulan sebesar-besarnya penerimaan negara, melainkan juga untuk memperhatikan jaminan kepastian hukum atas harta yang sebelumnya tidak dilaporkan, baik di dalam maupun di luar negeri, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak di masa yang akan datang, juga untuk memanfaatkan dana yang direpatriasi dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.

Oleh karenanya secara yuridis, pengaturan kebijakan pengampunan pajak harus memiliki dasar yang kuat dalam bentuk undang-undang. Pembentukan dan pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak ini telah dilakukan dengan mengikutsertakan dan konsultasi secara luas ke berbagai stakeholder, termasuk dari kalangan akademis, akademisi, praktisi, penegak hukum, dan para pelaku ekonomi.

Bahwa dalam pembahasannya telah dipertimbangkan pro dan kontra dari berbagai aspek. Salah satunya adalah pendapat sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak adalah kebijakan yang tidak mencerminkan rasa keadilan terutama bagi wajib pajak yang selama ini telah menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik.

Terhadap hal tersebut, dapat Pemerintah sampaikan bahwa kebijakan pengampunan pajak sama sekali bukan diusulkan demi untuk memberi pengampunan bagi para pengemplang pajak. Namun, lebih merupakan sarana kebijakan agar wajib pajak dapat menarik dana atau hartanya yang selama ini ditempatkan di luar negeri. Kemudian, dapat ditempatkan di dalam negeri untuk menggerakkan perokonomian nasional dan untuk wajib pajak dapat menyampaikan secara jujur harta maupun pendapatannya.

Justru dengan kebijakan ini, Pemerintah akan mampu membangun suatu basis data baru terutama data dari lapang ... lapisan masyarakat yang terkaya untuk memulai kepatuhan dan pemenuhan kewajiban perpajakannya secara konsisten pada masa-masa yang akan datang. Manfaat kepatuhan ini akan sangat besar bagi perekonomian Indonesia dan dalam rangka mewujudkan dan terbangunnya rasa percaya antara rakyat dengan negaranya.

Yang Mulia dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, berdasarkan keterangan Presiden di atas, maka Pemerintah menyampaikan bahwa diterbitkannya Undang-Undang Pengampunan Pajak telah sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan materi muatan yang terkandung di dalamnya adalah selaras dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Dampak berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, perlu Pemerintah menyampaikan bahwa reaksi positif atas kebijakan pengampunan pajak terhadap pasar keuangan di Indonesia secara nyata terlihat pada

(27)

pergerakan indeks harga saham gabungan pada tanggal 27 Juni, yakni sebelum Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan.

Pada tanggal 20 Juli 2016, indeks harga saham tercatat pada tingkat 4.836,052 dan setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan indeks meningkat ke 5.242,823, yaitu naik sebesar 406,771 poin. Peningkatan juga terjadi pada nilai kapitalisasi pasar di bursa efek Indonesia pada tanggal 20 Juli yang menembus angka Rp5.639 triliun. Selain itu, terkait dengan nilai tukar, terjadi penguatan nilai tukar rupiah dari Rp13.335,00 per US dollar pada tanggal 27 Juni setelah disahkan menjadi Rp13.110,00 per US dollar pada tanggal 20 Juli atau menguat 225 atau 1,69%. Bahkan pada tanggal 14 Juli menguat ke Rp13.085,00 per dollar. Di pasar obligasi dan pasar uang juga terjadi reaksi positif terlihat dari penguatan pasar obligasi negara dalam bentuk penurunan yield, sbn, benchmark, tenor 10 tahun dari 7,67% pada tanggal 27 Juni menjadi 6,97% pada tanggal 20 Juli 2016 atau menguat 70 basis poin. Bayangkan, 70 basis poin dikalikan outstanding sbn negara yang sangat besar, ini nilainya sangat signifikan.

Di pasar uang, rata-rata suku bunga pasar uang antar bank untuk tenor overnight juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 5,43% pada 27 Juni menjadi 4,6% pada tanggal 20 Juli atau turun 83 basis poin. Pemerintah tetap berupaya maksimal untuk melaksanakan Undang-Undang Pengampunan Pajak secara konsisten dan kredibel. Data monitoring amnesti pajak yang dirilis pada laman resmi Derektorat Jenderal Pajak sampai dengan tanggal 20 September tadi pagi pukul 08.30 WIB tercatat bahwa jumlah uang tebusan yang masuk ke kas negara mencapai Rp28,8 trilliun yang didominasi oleh wajib pajak orang pribadi non-UMKM.

Jumlah harta yang diungkap dan ini akan sangat berguna bagi basis data perpajakan baru adalah sebesar Rp1.013 triliun sampai dengan tadi pagi dan akan terus bertambah, kami harapkan sampai dengan periode pengampunan pajak 31 Maret 2017 yang akan datang. Jumlah tersebut tentu akan meningkatkan … akan terus meningkat seiring dengan gencarnya Pemerintah melakukan sosialisasi program ini dan juga meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa ini adalah suatu masa yang penting untuk menggunakan haknya di dalam berpartisipasi program pengampunan pajak untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan nasional.

Yang Mulia dan Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menanggapi secara umum dalil-dalil Para Pemohon pada permohonan pengujian Undang-Undang Pengampunan Pajak ini. Para Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa kebijakan pengampunan pajak bertentangan dengan prinsip pajak yang bersifat memaksa, prinsip keadilan, prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum, prinsip penegakan hukum, serta prinsip

(28)

keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Sifat memaksa pajak dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Perlu Pemerintah tegaskan bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak mendasarkan pada Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengatur bahwa pajak sebagaimana juga pungutan negara lainnya yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, kata memaksa dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak dapat dimaknai bahwa Pemerintah tidak dapat merumuskan kebijakan pengampunan pajak. Karena Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sendirilah yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat secara bersama-sama untuk membentuk suatu kebijakan atas pajak dalam bentuk undang-undang.

Sifat memaksa dalam pajak haruslah dimaknai bahwa setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak dan negara memiliki kewenangan untuk memberi sanksi apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut. Sedangkan sistem perpajakan sendiri menganut sistem self assessment dimana Pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir Para Pemohon dalam memaknai kata memaksa di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah pola pikir yang kurang tepat.

Pengampunan pajak merupakan wujud nyata dari instrument kebijakan pembuat undang-undang yang merupakan kewenangan dari Pemerintah dan DPR. Untuk merumuskan pengaturan-pengaturan yang ditetapkan dengan undang-undang yang tentunya telah disusun dengan hati-hati dan memperhatikan kepentingan negara secara luas baik dari aspek filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Prinsip keadilan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terhadap dalil Para Pemohon bahwa pengampunan pajak bertentangan dengan keadilan, Pemerintah berpendapat Undang-Undang Pengampuan Pajak justru akan menimbulkan keadilan seluas-luasnya karena kebijakan pengampunan pajak akan menambah basis jumlah subjek dan objek pajak baru serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak setelah kebijakan pengampunan pajak yang pada akhirnya beban pajak untuk pembangunan menjadi lebih merata dan adil.

Perlu Pemerintah sampaikan bahwa apabila kita membandingkan jumlah pekerja yaitu sebesar 114,819 juta jiwa atau rakyat Indonesia yang bekerja statusnya dibandingkan dengan jumlah orang pribadi yang telah terdaftar sebagai wajib pajak yaitu sebesar 27,571 juta jiwa pada tahun 2015, maka di sini terlihat hanya 24, 01% dari potensi jumlah pekerja yang telah mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Artinya terdapat potensi sekitar 87 juta wajib pajak yang belum terdaftar dalam

(29)

sistem administrasi perpajakan. Bahkan kalau dikurangi mereka yang pendapatannya tidak kena pajak sekalipun, angkanya masih sangat signifikan.

Selanjutnya tingkat kepatuhan wajib pajak yang telah terdaftar di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya juga masih rendah. Dengan kondisi tersebut kebijakan pengampunan pajak diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh rakyat Indonesia karena dengan semakin banyaknya wajib pajak yang terdaftar, maka beban kewajiban perpajakan untuk seluruh masyarakat dalam rangka menuntut kebutuhan pendapatan negara akan semakin ringan. Sehingga juga akan memberikan manfaat yang makin besar, serta memberikan keadilan yang makin merata bagi seluruh wajib pajak, baik yang sebelumnya telah menjalankan kewajiban perpajakan secara patuh maupun yang akan mengikuti program pengampunan pajak.

Selain itu menurut Pemerintah, Para Pemohon dalam permohonannya hanya melihat dari satu sisi, dimana wajib pajak yang patuh tidak diperlakukan sama dengan wajib pajak yang tidak patuh yang dapat menebus kewajiban pajaknya dengan tarif yang rendah, sehingga dapat merugikan negara. Akan tetapi Para Pemohon tidak melihat manfaat lahirnya Undang-Undang Pengampunan Pajak yang dapat menumbuhkan kepatuhan dan manfaatnya dapat menggerakan perekonomian secara lebih cepat. Prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terhadap dalil Para Pemohon bahwa pengampunan pajak bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum. Perlu Pemerintah tegaskan bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak memberikan perlakuan eksklusif bagi pihak yang tidak taat pajak. Ketentuan Undang-Undang Pengampunan Pajak mengenai penghentian, dan penangguhan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu insentif yang lazim diberikan terhadap wajib pajak yang secara sukarela melaporkan seluruh harta yang berada di dalam maupun di luar negeri, serta membayar seluruh kewajiban hutang pajaknya dengan benar.

Sebagaimana sifat pajak yang lebih mengutamakan tujuan budgeter dan regulerend, maka dalam ketentuan perpajakan merupakan suatu hal yang lazim melakukan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan setelah wajib pajak melunasi hutang pajak dan membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar, sebagaimana diatur di dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.

Undang-Undang Pengampunan Pajak tetap memberikan persamaan dalam hukum karena kebijakan pengampunan pajak tidak dapat diikuti oleh wajib pajak yang sedang dalam proses penyidikan yang telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Dalam proses peradilan

(30)

atau sedang menjalani hukum pidana atas tindakan pidana bidang perpajakan. Wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak tetap dapat dilakukan pemidanaan apabila aparat penegak hukum mempunyai bukti yang tidak didasari dari data dan informasi dari pelaksanaan pengampunan pajak.

Prinsip perlindungan hukum dalam Undang-Undang Pengampunan pajak. Perlindungan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak kepada Menteri, Wakil Menteri, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak tidak bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum atau equality before the law. Perlindungan hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak merupakan wujud dari perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda dari warga negara dalam hal ini Menteri, Wakil Menteri, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan perlindungan pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk menujudkan prinsip prudentiality dalam pelaksanaannya dapat Pemerintah sampaikan bahwa perlindungan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak diabatasi sepanjang pelaksanaan tugas dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Itikad baik dimaknai tidak digunakan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang berindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.

Oleh karena itu, perlindungan hukum yang bersifat limitatif sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Pengampunan Pajak tersebut adalah patut dan wajar, serta bukan merupakan suatu pelanggaran terhadap prinsip persamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan.

Perlu kami tambahkan bahwa pengaturan mengenai perlindungan hukum yang diatur secara khusus kepada pihak-pihak tertentu juga sudah secara umum digunakan dalam berbagai undang-undang di Indonesia, seperti dalam Pasal 50 KUHP, Pasal 45 Undang-Undang Bank Indonesia, Pasal 36A ayat (5) Undang-Undang KUP, dan berbagai yang telah disampaikan oleh Saudara Melchias Mekeng sebelumnya.

Prinsip penegakan hukum dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, ketentuan yang mengatur bahwa penyelesaian segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan pada Badan Peradilan Pajak tidak selaras dengan prinsip penegakan hukum, berdasarkan kekuasaan kehakiman.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk Menghasilkan produk asap cair dari limbah kebun kelapa sawit berupa pelepah dan tandan kosong sawit serta untuk mengetahui kandungan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Per- aturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah

Interpretasi tersebut berarti bahwa semakin besar perbedaan tingkat verifikasi yang diminta terhadap laba dibandingkan terhadap rugi, maka semakin tinggi tingkat

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor psikologi, lingkar lengan atas (LLA), pertumbuhan janin dan berat badan lahir rendah terhadap kejadian gizi

segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum kepada kami dan telah menjadikan kami orang orang islam. doa

Penelitian tentang Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Dibidang Medis dalam persefektif hukum pidana di Indonesia menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis

Berdasarkan analisis data spasial, makalah ini dikonstruk dari model ekonometrika spasial tentang pendanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengkaji lebih lanjut

a) Observasi, dengan metode penelitian langsung pada saat PKL/magang waktu itu, penulis melakukan penelitian mengenai penerapan bagi hasil yang diterapkan di BPR