• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawetan Makanan Melalui Pembuatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengawetan Makanan Melalui Pembuatan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWETAN MAKANAN MELALUI PEMBUATAN BREM DAN TAPE

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Pangan yang dibina oleh Prof. Dr. Utami Sri Hastuti, M. Pd., dan

Agung Witjoro, S. Pd., M. Kes.

Oleh Kelompok 6

Wahyu Wulandari 100342404643 (HB) Septi Kurniama Sari 100342404947 (HB) Eka Yunia Asti 100342400919 (GB) Naailatu Nur Azizah 100342400925 (GB) Dwi Nur A. 209341420883 (AA) Angga Hermawan B. 109341417214 (AA)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan adalah bahan yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau berkebun yang meliputi sumber daya hewan dan tumbuhan. Beberapa orang menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur dan lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging dan sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai makanan pokok.

Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit mengerjakan aktivitasnya sehari-hari. Makanan dapat membantu manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang bergizi akan membantu pertumbuhan manusia, baik otak maupun badan. Setiap makanan mempunyai kandungan gizi dan fungsi yang berbeda.

Karbohidrat merupakan sumber tenaga sehari-hari. Salah satu contoh makanan yang mengandung karbohidrat adalah nasi. Protein digunakan oleh tubuh untuk membantu pertumbuhan, baik otak maupun tubuh. Lemak digunakan oleh tubuh sebagai cadangan makanan dan sebagai cadangan energi. Lemak akan digunakan saat tubuh kekurangan karbohidrat, dan lemak akan memecah menjadi glukosa yang sangat berguna bagi tubuh saat membutuhkan energi.

Makanan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas dikonsumsi,

(3)

secara tepat sulit dijelaskan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).

Seiring dengan perkembangan teknologi, berawal dari masalah yang diakibatkan oleh cepat rusaknya makanan dan untuk lebih meningkatkan kwalitas makanan, maka muncullah pemikiran baru mengenai teknik pengawetan makanan. Teknik pengawetan makanan tersebut bertujuan agar bahan pangan yang dibutuhkan tidak mudah rusak terkena kontaminasi mikroorganisme. Teknik pengawetan makanan secara umum terdiri atas tiga cara yaitu secara fisik yang terdiri atas proses pengawetan dengan cara pendinginan, pengeringan, pengasapan, pengalengan, dan pengentalan. Cara yang kedua yaitu pengawetan secara biologis yang terdiri atas proses fermentasi dan penambahan enzim. Cara yang terakhir yaitu dengan pengawetan secara kimiawi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikaji lebih lanjut tentang proses pengawetan makan baik secara fisik, biologis dan kimiawi. Namun dalam batasan topik yang diberikan, maka penulis hanya mengkaji pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem dan secara biologi melalui pembuatan tape.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem?

2. Bagaimana proses pengolahan pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem ?

3. Bagaimana teknik pengawetan makanan secara biologis melalui pembuatan tape ?

4. Bagaimana proses pengolahan pengawetan makanan secara biologis melalui pembuatan tape ?

(4)

C. Tujuan

1. Mengetahui teknik pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem.

2. Mengetahui proses pengolahan pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem .

3. Mengetahui teknik pengawetan makanan secara biologis melalui pembuatan tape.

4. Mengetahui proses pengolahan pengawetan makanan secara biologis melalui pembuatan tape.

D. Batasan Masalah

1. Proses dan teknik pengawetan makanan yang akan dibahas adalah secara fisik melalui pembuatan brem.

2. Proses dan teknik pengawetan makanan yang akan dibahas adalah secara biologis melalui pembuatan tape.

(5)

BAB II

A. Pembuatan Brem 1. Pengertian Brem

Brem merupakan produk hasil pengolahan lebih lanjut dari hasil fermentasi serealia atau bahan makanan lain yang banyak mengandung gula. Serealia yang umumnya digunakan adalah beras ketan dan difermentasikan dengan starter Saccharomyces cereviseae. Brem padat banyak diusahakan di daerah Jawa Timur, khususnya Madiun. Eksistensi brem padat di daerah Madiun telah menjadi suatu produk unggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan yang hingga kini mampu menyangga perekonomian masyarakat (Hapsari,dkk. 2004).

Brem padat memiliki rasa yang khas, yaitu rasa manis dan sedikit asam. Ketika pertama kali dimakan akan langsung terasa lumer dimulut dan ada sensasi dinginnya. Brem dipercaya memiliki manfaat khusus antara lain untuk kesehatan kulit, sebagai makanan suplemen alternative, dapat menghangatkan badan, serta meningkatkan nafsu makan.

2. Bahan Dasar Brem

Bahan dasar utama dari brem adalah beras ketan putih. Namun sat ini banyak sekali pengembangan pengolahan bahan dasar lain yang digunakan untuk membuat brem. Keterbatasan persediaan beras ketan putih menyebabkan adanya usaha penganekaragaman pangan untuk mengatasi ketergantungan pada satu jenis bahan pangan saja. Oleh sebab itu ada alternatif pembuatan brem dengan bahan baku lainnya, namun kualitas yang dihasilkan cukup tinggi. Ketan hitam merupakan salah satu bahan baku yang sangat potensial sebagai bahan pengganti dalam pembuatan brem padat karena ketan hitam mempunyai kandungan pati mirip ketan putih. Selama ini penggunaan ketan hitam sebagai bahan makanan belum seluas ketan putih, dengan dijadikannya ketan hitam sebagai bahan subtsitusi brem padat, maka diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan beras ketan hitam dan nilai ekonomisnya (Hapsari,dkk. 2004).

(6)

Selain adanya variasi bahan dasar dari brem, saat ini pengembangan roduk brem pada dapat dilakukan dengan membuat brem padat aneka rasa. Pembuatan brem aneka rasa ini dapat dilakukan dengan menambahkan flavor buah. Flavor adalah suatu zt atau komponen yang dapat memberikan rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan. Menurut Tranggono (1990), flavor mempunyai beberapa fungsi dalam bahan makanan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau lebih diterima dan lebih menarik. Dengan pembuatan brem padat aneka rasa ini (misalnya brem rasa stroberi, moka, coklat) diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan kepada konsumen yang kurang menyukai rasa brem padat yang berasa sedikit asam dan terasa alkoholnya.

3. Proses Pembuatan Brem

Bahan dasar dari brem adalah beras ketan. Menurut Wignyanto (2008), proses pembuatan brem padat pada umumnya yaitu terdiri atas:

1. Tahap Perendaman dan Pencucian

Beras ketan direndam dengan air bersih pada baskom atau wadah yang sesuai dengan kapasitas beras ketan yang akan diolah. Selain direndam, beras ketan juga dicuci dengan air bersih kemudian direndam lagi dengan air bersih selama beberapa kali.

2. Tahap Pengukusan

Beras ketan yang sudah direndam dan dicuci bersih kemudian dimasukkan ke dalam kukusan. Pengukusan pertama dilakukan selama ± 60 menit. Pengukusan dilakukan dengan menggunakan alat kukusan (dandang).

3. Tahap Pengaruan

Pada proses ini dilakukan penambahan air dan pengadukan agar proses pemasakan dapat berjalan merata. Setelah dilakukan pengaruan ini dilanjutkan lagi pada proses pengukusan agar bahan baku menjadi lebih matang.

4. Tahap Pendinginan

Setelah dikukus, beras ketan yang sudah matang kemudian ditiriskan dan didinginkan sebelum dilakukan peragian. Hal ini dilakukan karena bahan yang masih terlalu panas dapat merusak kerja mikroba yang digunakan sehingga

(7)

tidak dapat bekerja secara optimum, bahkan mikroba bisa mati jika bahan terlalu panas.

5. Tahap Peragian

Peragian adalah proses pemberian ragi pada bahan baku yang sudah dingin sebelum dilakukan fermentasi. Ragi yang digunakan adalah 0,5% dari berat bahan baku dengan waktu fermentasi ±7 hari dengan tujuan diperoleh air tape yang cukup banyak.

6. Tahap fermentasi

Fermentasi adalah proses perombakan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Proses ini berlangsung ±7 hari dalam kondisi anaerob.

Ragi yang digunakan sama dengan ragi yang digunakan untuk membuat tape. Menurut Dwidjoseputro (1984) dalam Tarigan (1988:278) menyatakan bahwa ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter. Genus-genus tersebut hidup bersama secara sinergetik. Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida, Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol. Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam.

Fermentasi dalam pembuatan brem berlangsung dalam 2 tahap, yaitu tahap fermentasi gula, yaitu perombakan pati menjadi gula sederhana dan tahap fermentasi alkohol. Berikut ini adalah diagram skematis prosesnya,

Pertama-tama pati ketan dirombak oleh Aspergillus oryzae menjadi maltosa dengan reaksi: 2(C6H10O5)n + n(H2O) amilase n(C12H22O11). Kemudian

maltosa akan dirombak menjadi glukosa oleh ragi dengan reaksi: C12H22O11 +

H2O maltase 2C6H12O6. Tahap berikutnya adalah fermentasi alkohol oleh ragi

dengan reaksi: C6H12O6 zymase 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP.

7. Tahap Pengepresan

Pengepresan bertujuan mendapatkan air/sari tape. Pengepresan dilakukan dengan alat pres.

(8)

8. Tahap Pemasakan/Pemekatan

Proses pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada. Pemekatan dilakukan dengan pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu. Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu ±90˚ C selama 1 jam.

9. Tahap Pengadukan

Proses pengadukan dilakukan dengan menggunakan mixer setelah adonan yang telah dipekatkan bersuhu ±35˚ C. Hal ini dimaksudkan agar Kristal gula dapat terbentuk dengan baik. Lama pengadukan dengan menggunakan mixer adalah 30 menit.

10. Tahap Pencetakan

Pencetakan bertujuan untuk memperoleh bentuk produk brem yang disesuaikan dengan kebutuhan. Proses pencetakan dapat menggunakan Loyang atau wadah lainnya.

11. Tahap Pendinginan

Adonan brem yang sudah dicetak dalam Loyang disusun diatas meja kemudian adonan didiamkan semalam agar mengeras.

12. Tahap Pemotongan dan Pengemasan

Adonan brem yang telah mengeras dikeluarkan dari Loyang kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki kemudian dilakukan pengemasan.

Gambar 1 : Brem B. Pembuatan Tape

1. Pengertian Tape

Tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi. Tape dapat dibuat dari bahan dasar singkong, beras ketan putih maupun beras ketan hitam. Pada prinsipnya, tape

(9)

dibuat dengan menggunakan starter yang berisi campuran mikroba yang dikenal dengan sebutan ragi. Produk ini mempunyai cita rasa dan aroma yang khas, yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa alkohol.

2. Pembuatan starter/ragi tape & Mikroorganisme pada Tape

Starter tape atau ragi tape dapat dibuat dengan bahan baku yang cukup sederhana seperti laos, bawang putih, gula pasir atau tebu kuning, ubi kayu dan jeruk nipis. Setelah bahan tersebut dikupas dan dicuci, kemudian dihaluskan kemudian dicampur dengan tepung beras atau malt dan ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan kemudian didiamkan selama 3 hari pada suhu kamar dalam keadaan terbuka, baru kemudian dipisahkan kotorannya dan diperas untuk mengurangi airnya. Setelah proses tersebut adonan dibuat bulatan-bulatan kecil lalu dikeringkan (Pusbangtepa, 1981).

Selama tiga hari adonan akan ditumbuhi ragi dan kapang secara alami. Untuk mempercepat pertumbuhan kapang dapat ditambahkan ragi pasar. Selain sebagai pembangkit aroma, pemberian laos dan bawang putih dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain yang tidak diharapkan dan merangsang atau menstimulir pertumbuhan ragi dan kapang yang diinginkan.

Menurut beberapa penelitian ragi untuk fermentasi tape merupakan campuran dari beberapa mikroorganisme, mikroba pada ragi pasar meliputi kapang dan khamir dari berbagai jenis. Sebagai contoh terdapat Amylomyces, Mucor, Rihzophus, Aspergillus untuk jenis kapang amilolitik dan untuk jenis khamir amilolitik dijumpai Endomycopsis dan untuk yang bersifat non amilolitik dijumpai khamir seperti Candida, Saccharomyces, Endomycopsis dan lain-lain. Mikroba yang diduga paling berperanan dalam fermentasi tape adalah Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces serevisiae. Selain itu dijumpai pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik (Bacillus). Tape hasil fermentasi dengan ragi yang didominasi S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, lunak, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket.

Tape mengandung berbagai macam bakteri “baik” yang aman dikonsumsi dan tergolong sebagai sumber probiotik bagi tubuh. Selain meningkatkan

(10)

kandungan Vitamin B1(tiamin) hingga tiga kali lipat, cairan pada tape dan tape ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tape adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus.

Gambar 2 : Aspergillus, Saccharomyces

3. Proses pembuatan tape

Bahan dasar pembuatan tape yaitu beras ketan hitam atau ketan putih dan singkong. Menurut Rahmat (2008), proses pembuatan tape ketan pada umumnya sebagai berikut :

1. Cuci bersih semua peralatan yang akan digunakan, kemudian ditiriskan.

2. Bersihkan beras ketan yang akan digunakan dari abhan-bahan lain yang tercampur, seperti pasir, gabah atau kotoran lainnya.

3. Cucilah beras ketan dengan air bersih, kemudian ditiriskan.

4. Rendamlah beras ketan yang telah dicuci tersebut dalam air dingin selama 12-18 jam.

5. Setelah 12-18 jam dalam rendaman, angkat beras ketan tersebut kemudian bilas beberapa kali hingga merata.

(11)

7. Angkat beras ketan yang telah matang dan letakan dalam tampah yang telah disediakan, kemudian dinginkan dengan cara mengipasinya.

8. Setelah dingin, campurkan ragi yang telah dihaluskan dan aduklah hingga merata.

9. Bungkuslah ketan yang telah dicampur ragi dengan daun pisang atau masukkan ke dalam kantong plastik atau keler yang bersih.

10. Simpan di tempat yang aman selama 3-4 hari.

Gambar 3: Tape Beras Ketan

4. Mikroba yang digunakan

Saccharomyces cerevisiae adalah Jamur yang banyak berperan dalam proses fermentasi dan dimanfaatkan untuk pembuatan tape, roti dan minuman beralkohol. Tape dibuat dari singkong atau beras ketan. Dalam pembuatan tape, mikroba berperan untuk mengubah pati menjadi gula sehingga pada awal fermentasi tape berasa manis. Glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling

sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH).

Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi tape dengan gula sederhana (glukosa). Adanya gula menyebabkan mikroba yang menggunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Keberadaan alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat dan menyebabkan rasa masam pada tape yang dihasilkan (Hidayat, 2008). Selain alkohol, proses fermentasi karbohidrat juga akan menghasilkan

(12)

asam-asam organik, seperti asam asetat, asam laktat, asam suksinat, dan asam malat.

Pada proses pembuatan tape, jamur ragi akan merombak glukosa yang ada di dalam bahan baku (singkong atau ketan) sebagai makanan untuk pertumbuhannya, sehingga singkong akan menjadi lunak. Selain itu jamur tersebut juga akan merubah glukosa menjadi alkohol. Dalam pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu, tape terasa manis apabila sudah matang walaupun tanpa diberi gula sebelumnya. Saccharomyces cereviceae merupakan bakteri anaerob, sehingga bila terdapat udara pada proses metabolismenya, akan mengganggu dan menyebabkan kegagalan dalam proses pembuatan tape dikarenakan enzim pada ragi Saccharomyces cereviceae tidak pecah (Haris, 2010). Mikroorganisme dri kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida) dan proses ini disebut sakarifikasi.

Gambar 4: Saccharomyces cereviceae

5. Tape Dapat Mengawetkan Makanan

Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana senyawa organik berperan sebagai donor dan akseptor elektron (Winarno dan Fardiaz, 1984). Menurut Steinkraus (1989), perubahan biokimiawi yang utama adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa, karena adanya aktifitas kapang amilolitik Amylomyces rouxii dan khamir Endomycopsis burtonii. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi

(13)

etanol dan asam-asam organik yang menimbulkan aroma dan flavor yang khas pada tape.

Proses pembentukan tape adalah proses fermentasi yang bersifat heterofermentatif karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba dan spesies yang berbeda-beda (Hesseltine, 1979). Menurut Winarno et al., (1980), proses fermentasi tape adalah mengubah rasa, aroma, nilai gizi, dan palabilitas. Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari empat tahap penguraian, yaitu (1) molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula-gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik, (2) gula-gula yang terbentuk akan diubah menjadi alkohol, (3) alkohol akan diubah menjadi asam-asam organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter melalui proses oksidasi alkohol, (4) sebagian asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk citarasa tape yaitu ester (Hesseltine, 1979).

(14)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada berbagai macam proses pengawetan makanan, contohnya seperti proses pembutan tape dan pembutan brem. Mikroba yang didigunakan saat pembuatan brem dan tapai sama, yaitu ragi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter. Kedua cara pengawetan ini menggunakan proses fermentasi.

B. Saran

1. Makalah ini belum sepenuhnya sempurna, perlu disunting dan di lengkapi kembali.

2. Pada proses pembuatan tape dan brem banyak sedikitnya ragi harus disesuaikan dengan bahan yang digunakan.

(15)

DAFTAR RUJUKAN

Anonymous. 1981. Ragi Tape. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengmbangan Teknologi Pangan IPB.

Hapsari, M, dkk. 2004. Pembuatan Brem Padat neka Rasa dan Analisis

Finansialnya (Kajian Proporsi Air Tape Ketan Hitam dan Ketan Putih) dan Penambahan Flavor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Malang: Universitas Brawijaya.

Haris. 2010. Cara Pembuatan tape Singkong, (online), (http://www.carapembuatantapaisingkong/2010/haris.ajah.html),diakses 28 januari 2013.

Hesseltine, C. W. 1979. Microorganisme Involves in Food Fermentation in Tropical Asia. Proc. Inter. Symp on Mic Aspects of Food Storage Process and Fermentation in Tropical Asia. Food Technology and Development Centre. 10-13 Desember 1979. Bogor.

Hidayat, Nur. 2008. Fermentasi dan Mikroorganisme yang Terlibat. J. Teknol. dan Industri Pangan, 19 (2).

Kemdiknas, Pustekkom. 2010. Mikroba Untuk Makanan dan Minuman, (online), (http://belajar.kemdiknas.go.id.html), diakses 28 Januari 2013.

Rahmat, Adi. 2008. Bioteknologi Bahan Bakar (Bioteknologi Energi). Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Bandung.

Steinkraus, K. H. 1989. Handbook of Indigenous Fermented Foods. Marcel Dekker Inc, New York.

Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.

Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Pusat antar Universitas-Pangan dan Gizi. Univesitas Gadjah Mada. h. 191-192.

Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa, Bandung.

Gambar

Gambar 2 : Aspergillus, Saccharomyces
Gambar 3: Tape Beras Ketan
Gambar 4: Saccharomyces cereviceae

Referensi

Dokumen terkait

menyusun buku yang berjudul ” Pembelajaran PKn Di Sekolah Dasar Inovasi Melalui strategi Habituasi Dan Program Kegiatan Sekolah Berkarakter” ini dengan suatu harapan

PowerPoint Presentation for Dennis, Wixom, & Roth Systems Analysis and Design, 3rd Edition Copyright 2006 © John Wiley & Sons, Inc..

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat

Strategi Matahari untuk memberi nilai lebih pada konsumen dengan menawarkan pilihan produk fashion yang sangat beragam dan berkualitas tinggi dengan harga yang

Kepercayaan merek mampu memberikan kesan yang baik bagi konsumen sehingga mendapat perhatian khusus dari konsumen.Dalam persaingan yang semakin ketat mendorong

56 PERBEDAAN OUTCOME PASIEN CEDERA KEPALA YANG DIBERI TERAPI SALIN 7,5 % DENGAN TERAPI MANNITOL 20 % MELALUI RASIO IL-6 : IL-10 Prof.Dr.dr.M.ISTIADJID E S,SpS,SpBS Swadana 57

Sehingga, penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengaruh Penerapan Classroom Rules Terhadap Partisipasi Siswa Kelas 5 SD Kristen 03

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan yang berarti bahwa dengan penerapan e-system perpajakan dan tingkat pemahaman perpajakan tinggi