• Tidak ada hasil yang ditemukan

Provinsi Kalimantan Selatan 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Provinsi Kalimantan Selatan 2015"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

1

1.1.

PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

1

1.2.

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

4

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

8

2.1.

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

8

2.1.1.

Pendidikan

8

2.1.2.

Kesehatan

9

2.1.3.

Perumahan

11

2.1.4.

Mental/Karakter

12

2.2.

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

14

2.2.1.

Pengembangan Sektor Pangan

14

2.2.2.

Pengembangan Sektor Energi

18

2.2.3.

Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

19

2.2.4.

Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

21

2.3.

ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

24

2.3.1.

Pusat Pertumbuhan Wilayah

24

2.3.1.1

Kawasan Ekonomi Khusus

24

2.3.1.2

Kawasan Industri

25

2.3.2.

Kesenjangan intra wilayah

25

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

27

4.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

35

(3)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan terus menurun selama periode 2011 – 2014, selama kurun waktu 2011-2014. Kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan memiliki laju pertumbuhan rata-rata 5,79 persen, berada di bawah rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 5,90 persen (Gambar 1). Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional terutama sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki komoditas utama kelapa sawit dan karet.

Gambar 1

Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Sumber: BPS, 2014 2011 2012 2013 2014 Kalimantan Selatan 6,97 5,97 5,36 4,85 Nasional 6,16 6,16 5,74 5,21 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Per sen / Ta h u n

(4)

Selama kurun waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi Kalimantan Selatan cenderung meningkat. Jika pada tahun 2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Kalimantan Selatan dan PDB Nasional sebesar 81,38 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi

79,06 persen (Gambar 2). Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan

laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Gambar 2

PDRB Per Kapita ADHB

Sumber: BPS, 2014

1.1.2. Pengurangan Pengangguran.

Tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Selatan berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun 2008-2013, namun kembali meningkat pada tahun 2014-2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun 2008-2013 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008-2015 berkurang sebesar 1,13 persen (Gambar 3). Perbandingan secara nasional menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Kalimantan Selatan tergolong rendah. Dengan PDRB per kapita yang relatif rendah, kondisi ini menyiratkan rendahnya produktivitas tenaga kerja dan terbatasnya nilai tambah yang diciptakan perekonomian daerah. Tantangan yang harus dihadapi adalah peningkatan produktivitas sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan yang dapat menyerap teanga kerja relatif tinggi. 2010 2011 2012 2013 2014 Kalimantan Selatan 23.418,47 26.594,38 28.197,08 30.062,76 33.545,74 Nasional 28.778,17 32.336,26 35.338,48 38.632,67 42.432,08 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 Ribu Ru p ia h

(5)

Gambar 3

Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS, 2015

1.1.3. Pengurangan Kemiskinan

Sejalan dengan petumbuhan ekonomi dan penurunan pengangguran, tingkat kemiskinan di daerah berhasil ditekan. Selama kurun waktu 2007-2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Selatan telah berkurang sebesar 2,33 persen dan berada di bawah kemiskinan nasional (Gambar 4). Tantangan yang harus dihadapi adalah tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan dengan laju penurunan yang relatif lambat. Hal ini menunjukkan adanya stagnasi pertumbuhan sektor pertanian dan kegiatan ekonomi lainnya di perdesaan. Selain itu, laju penurunan kemiskinan di perkotaan yang relatif lambat juga perlu dipercepat.

Gambar 4

Persentase Penduduk Miskin 2008-2015

Sumber: BPS, 2015 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kalimantan Selatan 6,91 6,75 5,89 5,62 4,32 3,91 4,03 4,83 Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,81 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 p er sen 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Perkotaan 6,01 5,79 4,82 4,54 3,84 3,56 3,25 3,79 Perdesaan 7,72 6,97 5,33 5,69 6,34 6,07 5,88 5,33 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,12 5,21 5,29 5,01 4,77 4,68 Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96 - 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 Per sen

(6)

1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.

1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, dan Tanah Bumbu termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kuadran ini dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat

(pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga

momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.

Gambar 5

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013

(7)

Kedua, Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Utara, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Barito

Kuala terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa.

Ketiga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Banjar, Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru

terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013.

Pertama, Kabupaten Tanah Bumbu, Tanah Laut dan Kota Banjarbaru masuk daerah dengan

rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (growth,

pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah

daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.

Kedua, Kabupaten Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara yang terletak di kuadran II

termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Ketiga, Hulu Sungai Selatan, Balangan, dan Tapin terletak di kuadaran III dengan

rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata-rata-rata provinsi (low growth, less

pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi

pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.

Keempat, Kabupaten Banjar, Tabalong, Kota Baru, Hulu Sungai Tengah dan Kota

Banjarmasin terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

(8)

Gambar 6

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2012. Pertama, Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu, Kota Banjar Baru dan Kota Banjarmasin termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Kedua, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, dan

Balangan di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.

(9)

Gambar 7

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Ketiga, Kabupaten Tabalong, Kotabaru, dan Tanah Laut terletak di kuadran IV dengan

rata pertumbuhan tinggi di atas rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.

(10)

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.

2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

2.1.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Kalimantan Selatan memiliki peran penting dan strategis, pendidikan menjadi sektor prioritas yang berada pada urutan pertama diantara sektor-sektor prioritas lainnya. Suatu wilayah relatif lebih mudah berkembang apabila kualitas pendidikan pendudduknya memadai. Di sisi lain pendidikan merupakan ha warga negara yang harus dipenuhi sehingga Pemerintah Kalimantan Selatan menempatkan pendidikan sebagai target penting dalam setiap kebijakannya

Capaian pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan telah menunjukkan kemajuan hingga saat ini, namun harus terus dioptimalnya karena terdapat beberapa indikator yang pencapaiannya masih rendah. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan belum merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013 sebesar 98,8 persen untuk usia 7-12 tahun dan 86,31 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan dengan APS terendah meliputi Kota Banjarmasin (81,56 persen), Kabupaten Tabalong (82,35 persen), dan Kabupaten Kotabaru (85,75 persen).

Gambar 8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)

Sumber: BPS, 2013 98,8 86,31 0 20 40 60 80 100 120

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun

(11)

Gambar 9

Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013

Sumber: BPS, 2013

Peningatan jumlah penduduk yang bersekolah menunjukkan keberhasilan dalam upaya memperluas layanan pendidikan. Perkembangan RLS dan AMH Kalimantan Selatan menunjukkan peningkatan (Gambar 9). RLS di Provinsi Kalimantan Selatan 7 – 8 tahun, lebih rendah dari RLS nasional. Dari RLS terlihat bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah baru berjalan sekitar 7 sampai 8 tahun. AMH Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009-2013 berkisar pada angka 97 persen dan tidak banyak peningkatannya, namun lebih tinggi dari APS nasional. Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di daerah.

Provinsi Kalimantan Selatan perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan.

2.1.2. Kesehatan

Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan. Tingkat kesehatan masyarakat Kalimantan Selatan belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas nasional. Angka kematian bayi di Kalimantan Selatan pada tahun 2012 sebanyak 44 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000

kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

kondisi pada 2007, angka kematian bayi Kalimantan Selatan 58 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai, kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan. 96,89 97,05 97,21 97,55 97,95 92,58 92,91 92,99 93,25 94,14 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 7,2 7,3 7,4 7,5 7,6 7,7 7,8 7,9 8 8,1 8,2 2009 2010 2011 2012 2013 R LS ( tahu n ) A M H (%)

RLS_Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun) AMH_Provinsi (%) AMH Nasional (persen)

(12)

Gambar 10

Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: BPS, 2012

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Kalimantan Selatan. Sasaran pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan adalah program peningkatan sarana prasarana alat RS rujukan regional di RSUD Ulin Kota Banjarmasin, RSUD Ansari Saleh Kota Banjarmasin, RSUD Ratu Zalecha Kab. Banjar, RSUD Hasan Basri Kandangan Kab. Hulu Sungai Selatan, RSUD Kab. Kotabaru. Jumlah fasilitas kesehatan di Kalimantan terbanyak adalah posyandu, yaitu sebanyak 3.772 buah, sedangkan rumah sakit jumlahnya 32 buah. Praktek dokter dan puskesmas merupakan layanan kesehatan yang paling banyak diakses oleh penduduk Sulawesi Selatan. Jumlah puskesmas di Kalimantan Selatan tahun 2014 sebanyak 228 puskesmas yang tersebar di kecamatan-kecamatan Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 1). Keberadaan puskesmas paling banyak di Kabupaten Kotabaru sebanyak 27 puskesmas, sedangkan paling sedikit berada di Kota Banjarbaru sebanyak 8 puskesmas.

Tabel 1

Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Selatan

No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan

1 Kab. Tanah Laut 18 3 15

2 Kab. Kotabaru 27 9 18

3 Kab. Banjar 23 3 20

4 Kab. Barito Kuala 19 10 9

5 Kab. Tapin 13 2 11

6 Kab. Hulu Sungai Selatan 21 5 16

7 Kab. Hulu Sungai Tengah 19 1 18

8 Kab. Hulu Sungai Utara 13 2 11

9 Kab. Tabalong 16 3 13

10 Kab. Tanah Bumbu 14 4 10

11 Kab. Balangan 11 2 9 2007 2010 2012 Kalimantan Selatan 58 34 44 INDONESIA 39 26 34 0 10 20 30 40 50 60 70 AK B

(13)

No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan 12 Kota Banjarmasin 26 0 26 13 Kota Banjarbaru 8 1 7 Provinsi 228 45 183 Nasional 9.731 3.378 6.336 Sumber: BPS, 2014

Untuk masalah gizi buruk, banyak faktor yang menyebabkan tingginya penderita gizi buruk di Kalimantan Selatan. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Selama tahun 2015 sedikitnya terdapat 70 kasus penderita gizi buruk yang mayoritas adalah balita. Jumlah ini sudah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya namun tidak bisa dijadikan pedoman bahwa gizi buruk dan krang gizi telah berkurang. Terdapat empat faktor yang menyebabkan terjadinya kurang gizi dan gizi buruk di Kalimantan Selatan, diantaranya aspek produksi panan, aspek distribusi pangan, akses masyarakat terhadap pangan yang bergizi, serta aspek konsumsi. Daerah dengan prevalensi gizi kurang antara lain Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan dan Barito Kuala. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.

2.1.3. Perumahan

Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Kalimantan Selatan sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk yang belum memiliki rumah yang layak ditempati, kepemilikan pemukiman yang belum tertata, serta terdapat keterbatasan lahan yang disebabkan oleh kondisi fisik wilayah Kalimantan Selatan. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus.

Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Kalimantan Selatan yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat, meskipun masih di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Kalimantan Selatan meningkat tajam pada tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 48,95 persen menjadi 57,54 persen; dan masih berada dibawah rata-rata nasional. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Kalimantan Selatan selama 2010-2013 sedikit peningkatannya, dan masih jauh di bawah rata-rata nasional.

(14)

Gambar 11

Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum

Sanitasi Air Minum

Sumber: BPS, 2013

Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Kalimantan Selatan banyak tersebar di daerah perkotaan. Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan.

2.1.4. Mental/Karakter

Pembangunan karakter di setiap wilayah berbeda, tergantung dari budaya, agama, serta kehidupan masyarakatnya. Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi.

Pembangunan wilayah Kalimantan Selatan menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang

2010 2011 2012 2013 Kalimantan Selatan 48,95 48,38 49,72 57,54 Nasional 55,53 55,6 57,35 60,91 40 45 50 55 60 65 pe rs en 2010 2011 2012 2013 Kalimantan Selatan 48,97 59,39 61,39 62,07 Nasional 44,19 63,48 65,05 67,73 30 35 40 45 50 55 60 65 70 pe rs en

(15)

materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan. Peran lembaga adat juga dapat memberikan pemahaman tentang kearifan lokal yang memiliki nilai positif untuk pembangunan.

Tabel 2

Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah Provinsi Kalimantan Selatan

Uraian Islam Kristen Katholik Budha Hindu

Jumlah pemeluk agama 3.772.700 49.277 22.234 13.109 63.073

Jumlah Tempat peribadatan 2.590 48 31 18 90

Sumber: Kementerian Agama Kanwil Kalimantan Selatan, 2015

Pendidikan karakter di Kalimantan Selatan dapat dikembangkan melalui budaya lokal berbasis masyarakat adat dan agama. Pendidikan agama dalam masyarakat dan lingkungan sekolah juga menjadi dasar pada terbentuknya karakter masyarakat. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2) Pembentukan karakter bisa dilakukan melalui pemuka agama dan penyuluh agama di Kalimantan Selatan.

Gambar 12

Bidang Organisasi Kepemudaan di Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 (diolah)

Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan karena dapat melatih rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. Jumlah organisasi kepemudaan yang terdaftar pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 24

kegamaan 17% kebangsaan 29% kesiswaan 50% kepartaian 4%

(16)

organisasi (Gambar 12) yang menjadi wadah aspirasi generai muda dalam menjalankan aktivitas kepemudaan. Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Kalimantan Selatan dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Kalimantan Selatan yang maju dan cerdas.

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan

Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Kalimantan Selatan karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Kalimantan Selatan. Produksi padi di Provinsi Kalimantan Selatan di mengalami kenaikan sebesar 2,87 persen dibandingkan dengan tahun 2014 atau meningkat sebanyak 60 ribu ton dengan total produksi sebesar 2,15 juta ton, dimana luas panen mengalami kenaikan sebesar 21.123 hektar meskipun produktivitas menurun dari 42,05 ku/ha menjadi 41,50 ku/ha (Gambar 13). Kenaikan ini disebabkan karena adanya upaya–upaya khusus untuk meningkatkan luas panen yang dilakukan oleh Instansi terkait dengan peningkatan areal tanam meskipun produkstivitas menurun karena adanya pengaruh musim kemarau yang cukup panjang. Kontribusi produksi padi di provinsi Kalimantan Selatan tahun 2015 sebesar 3 persen terhadap produksi padi Nasional.

Gambar 13

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: BPS, Tahun 2014

Produksi jagung di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 9,48 persen atau produksi sebesar 129.175 ton pipilan kering (Gambar 14). Kenaikan ini dikarenakan ada penambahan luas panen sebesar 917 hektar atau 4,40 persen dan terjadi kenaikan produktivitas sebesar 2,75 ku/ha atau sebesar 4,86 persen

2.038.309 2.086.221 2.031.029 2.094.590 2.154.683 0 10 20 30 40 50 60 1.960.000 1.980.000 2.000.000 2.020.000 2.040.000 2.060.000 2.080.000 2.100.000 2.120.000 2.140.000 2.160.000 2.180.000 2011 2012 2013 2014 2015

(17)

Gambar 14

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: BPS, 2015

Untuk komoditas kedelai, produksi kedelai mengalami peningkatan mencapai 10.757 ton atau meningkat 20,24 persen dibandingkan produksi tahun 2014 (Gambar 15). Peningkatan ini karena adanya peningkatan produktivitas sebesar 1,09 ton/hektar atau meningkat 8,35 persen dan kenaikan luas panen sebesar 756 hektar atau 11,04 persen.

Gambar 15

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: BPS, 2014

Kondisi agroekosistem Kalimantan Selatan sangat mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Produksi padi Kalimantan Selatan terdiri atas padi sawah dan padi ladang,

99.779 112.066 107.043 117.986 129.175 0 10 20 30 40 50 60 70 0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional 4.376 3.860 4.072 8.946 10.757 11,5 12 12,5 13 13,5 14 14,5 15 15,5 16 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 2011 2012 2013 2014 2015

(18)

dengan produksi terbesar di Kabupaten Barito Kuala dan Banjar. Kedua kabupaten ini menyuplai lebih dari sepertiga produksi padi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dan Banjarbaru juga memproduksi padi secara total 11 ribu ton lebih. Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya.

Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan. Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Kalimantan Selatan dipenuhi dari produksi sendiri dan pasokan daerah lain. Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru merupakan penyuplai daging terbesar di wilayah Kalimantan Selatan. Terdapat kendala pada aspek produksi dan produktivitas ternak dalam penyediaan daging di Kalimantan Selatan khususnya daging sapi, yaitu jumlah kepemilikan ternak yang tidak ekonomis dan sistem pemeliharaan ternak dengan subsistem. Produksi daging di Provinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh daging sapi yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 16). Produksi daging sapi di Kalimantan Selatan tahun 2015 berkontribusi sebesar 1,69 persen terhadap produksi daging sapi nasional.

Gambar 16

Produksi Daging Provinsi Kalimantan Selatan (Ton)

Sumber: BPS, 2014

Peternakan unggas di Provisi Kalimantan Selatan juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Kalimantan Selatan adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 63 juta ekor pada tahun 2014, meningkat dari tahun sebelumnya 51 juta ekor (Gambar 17). Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari pemerintah.

7.058 8.459 9.610 9.770 9.514 1.221 785 784 825 933 675 741 730 663 500 71 56 124 135 133 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 2010 2011 2012 2013 2014

Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda Daging Kambing Daging Domba Daging Babi

(19)

Gambar 17

Populasi Ternak Unggas Provinsi Kalimantan Selatan (Ribu Ekor

)

Sumber: BPS, 2014

Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Kalimantan Selatan juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Kalimantan Selatan cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Kabupaten Banjar, Barito Kuala, dan Tapin merupakan wilayah yang potensial untuk perluasan areal tanaman pangan. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Selatan diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3).

Tabel 3

Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan Desa

Mandiri Benih

Cetak Sawah (Ha)*

Target Produksi 2019 (ribu ton)

Padi Jagung Kedelai Daging Sapi

dan kerbau

40 40.000 2.430.871 131.757 11.619 14.337

Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015

Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti

13.702,60 13.651,80 12.847,60 10.012,40 8.779,40 2.765,30 2.631,10 2.782,80 3.233,00 5.004,40 39.947,50 43.647,80 40.603,20 51.860,70 63.669,90 4.354,10 4.488,50 4.615,50 4.412,00 4.089,80 0,00 10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 60.000,00 70.000,00 2010 2011 2012 2013 2014

(20)

waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik.

2.2.2. Pengembangan Sektor Energi

Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum begitu menggembirakan. Sebagian besar kebutuhan energi di Kalimantan Selatan baik untuk sektor ekonomi maupun sebagai pembangkit tenaga listrik masih mengandalkan potensi migas yang sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi komoditas ekspor. Pemanfaatan sumber energi terbarukan bersifat lokal dan tidak ekonomis jika ditransportasikan antar wilayah. Kondisi ini menyebabkan pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi.

Kondisi energi Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi sistem kelistrikan Kalimantan Selatan saat ini didukung oleh Sistem Barito, Sistem Kotabaru, dan Sistem Batu Licin. Sistem Barito terdiri atas PLTD Tanjung 7 MW, PLTD Panangkalaan 6,5 MW, PLTD Selat 4 MW, PLTG Trisakti 17 MW, PLTD Trisakti 64 MW, PLTA Riam Kanan 10 x 3 MW, PLTU Asam-Asam Unit 1 dan 2: 2 x 65 MW, PLTU Asam-Asam Unit 3 dan 4 (2 x 65 MW). Total daya terpasang dari Sistem Barito adalah 396,9 MW dan daya mampu 329,36 MW. Sistem Kota Baru terdiri atas PLTD dengan daya terpasang 15,1 MW dan daya mampu 10.80 MW; sedangkan Sistem Batulicin terdiriatas PLTD dengan daya terpasang 16,0 MW dan daya mampu 15.36 MW. Sebagai daerah penghasil batu bara, namun sebagian besar pembangkit lisrik Kalimantan Selatan menggunakan tenaga diesel.

Pemadaman listrik menjadi fenomena yang biasa terjadi di Kalimantan Selatan. PLN

hanya mampu menyediakan daya sebesar 250 MW, sementara beban puncak untuk Kalimantan Selatan dan Tengah mencapai 320 MW. Akibatnya pada masa-masa beban puncak di petang dan malam hari, pelanggan industri seperti pabrik dan hotel harus keluar dari sistem listrik PLN dan menggunakan generator sendiri. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014 masih di bawah 100 persen, namun lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat.

(21)

Gambar 18

Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014

Tidak termasuk pelanggan non PLN

Sumber: Statistik PLN, 2014

Salah satu bentuk antisipasi dari pemerintah untuk mencegah krisis listrik agar tidak semakin berkepanjangan, dan juga untuk menghindari kerugian yang semakin dirasakan oleh masyarakat adalah mewajibkan pembangunan power plant. Apabila perusahaan besar pertambangan yang menanamkan investasi di Kalimantan Selatan tidak membuat power plant untuk membantu mengatasi krisis energi listrik, Kalimantan Selatan akan semakin mengalami krisis listrik. Salah satu pemanfaatan EBT di Kalimantan Selatan adalah dari PLTA. Namun apabila musim kemarau PLTA menjadi terganggu dan tidak bisa memasok daya listrik maksimal sebesar 30 MW karena hanya bisa beroperasi di bawah 10 MW. Apabila curah hujan tinggi PLTA bisa beroperasi lancar.

2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Kalimantan Selatan memiliki posisi strategis untuk pengembangan poros maritim. Beberapa pengembangan pelabuhan laut untuk mendukung transportasi laut di Kalimantan Selatan antara lain pengembangan pelabuhan laut Batulicin, Pelabuhan Sebuku, Pelabuhan Pelaihari, Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, dan Pelabuhan Marabatuan.

Aktivitas di dermaga Pelabuhan terdiri atas pelayaran lokal, pelayaran antarpulau, dan pelayaran samudera. Dermaga Pelabuhan Banjarmasin dan Kotabaru merupakan pelabuhan utama di Kalimantan Selatan yang disinggahi oleh kapal penumpang dan kapal perintis. Volume bongkar muat terbesar terdapat di Kabupaten Kotabaru dan Kota Banjarmasih, sedangkan

82,68 81,70 0 20 40 60 80 100 120 A ce h Sum at er a U ta ra Sum at er a Ba ra t R ia u Ja m bi Sum at er a Se lat an B engku lu La m pun g Kep Ba ngk a Be lit un g Kepul aua n R ia u D KI Ja kar ta T an ge ra ng Ja wa Ba ra t Ja wa T en ga h D .I Yo gya kar ta Ja wa T im ur Ba nt en B A L I N us a T en ggar a Ba ra t N us a T engga ra T im ur Ka lim ant an B ar at Kali m an ta n T en ga h Kali m an ta n Se lat an Kali m an ta n T im ur dan U ta ra Sulaw esi U ta ra Sulaw esi T en ga h Sulaw esi S elat an Sulaw esi T en ggar a Go ro nt alo Sulaw esi Ba ra t M aluk u M aluk u U ta ra Pa pua Ba ra t Pa pua

(22)

paling kecil terdapat di Pelabuhan Tanjung Batu (Tabel 4). Jumlah kunjungan kapal dapat digunakan untuk menganalisis aktivitas suatu pelabuhan karena data jumlah kunjungan kapal di suatu pelabuhan menunjukkan tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan. Semakin rendahnya aktivitas pelabuhan, biaya logistik semakin tinggi sehingga biaya operasional kurang efisien. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah.

Tabel 4

Aktivitas Pelabuhan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014

Pelabuhan Antar Bongkar Muat

Pulau Negara Antar Antar Pulau Negara Antar

Banjarmasin 80.957.983 164.945 4.649.015 71.023.928 Kintap 221.419 - 47.063.040 3.918.843 Sungai Danau/Satui 9.890.500 - 10.740.367 24.191.834 Kotabaru 27.443.921 9.787.280 3.461.619 38.707.960 Pulau Sebuku 187.747 - 18.354.504 4.914.470 Tanjung Batu 48.514 - 1.867.566 2.160.899 Jumlah 118.750.084 9.952.225 86.136.111 144.917.934

Sumber: Statistik Perhubungan Provinsi Kalimantan Selatan, 2014

Kalimantan Selatan memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut karena berada di posisi laut yang strategis dan memiliki potensi bahari yang melimpah. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut mencapai 52 persen dari total produksi perikanan di Kalimantan Selatan. Sementara untuk perikanan budidaya meliputi budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi), produksi perikanan budidaya terbesar meliputi kolam, tambak, dan keramba (gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame, mujair, nila dan ikan mas. Sementara itu, jumlah nelayan laut di perairan umum, pembudaya ikan di tambak, kolam, dan keramba serta budidaya ikan lainnya di Kalimantan Selatan berjumlah 166.330 orang. Untuk meningkatkan produksi perikanan pemerintah memberikan bentuk pelatihan berupa pelatihan peralatan tangkap ikan, pengawasan pembudidayaan kelautan, dan budidaya ikan air tawar maupun budidaya ikan air laut.

Hasil produksi perikanan tangkap laut Kalimantan Selatan menyumbang 2,1 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012 ton pada tahun 2013. Potensi perikanan yang besar di Kalimantan Selatan terdapat di Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru dengan potensi perikanan cukup tinggi. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Kalimantan Selatan antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya, dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan.

(23)

Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Gambar 19

Produksi Perikanan (ton) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013

Sumber: BPS, 2013

2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas.

Pariwisata di daerah Kalimantan Selatan termasuk sektor yang potensial untuk dikembangkan. Daerah Kalimantan Selatan memiliki beberapa obyek wisata yang menarik, baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Kalimantan Selatan memiliki potensi besar untuk pengembangan wisata bahari mengingat masih banyak wilayah bahari di provinsi ini yang belum diberdayakan. Salah satu misi pembangunan pariwisata di Provinsi Kalimantan Selatan adalah mengembangkan dan mempromosikan produk pariwisata yang berwawasan lingkungan, kebudayaan, sejarah, dan pesona alam yang memiliki daya saing sebagai salah satu devisa. Pemerintah terus akan mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Provinsi

52% 19% 1% 7% 11% 8% 2%

Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak

(24)

Kalimantan Selatan agar menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang potensial bagi pengembangan pariwisata.

Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Kalimantan Selatan belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Kalimantan Selatan meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Kalimantan Selatan mengalami peningkatan dari 1 juta pengunjung pada tahun 2013 menjadi 1,4 juta pengunjung pada tahun 2014. Target peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Kalimantan Selatan adalah 10 persen, sedangkan untuk wisatawan nusantara sebesar 20 persen.

Gambar 20

Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014

Sumber: BPS, 2014

Pengembangan destinasi dan kawasan strategis pariwisata sesuai potensi yang dimiliki Kalimantan Selatan, khususnya wisata alam berbasis sungai, kawasan Pegunungan Meratus atau Loksado, dan wisata bahari. Kalimantan Selatan memiliki kawasan pantai dengan berbagai kekayaan dan keundahan biotalautnya yaitu Kabupaten Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Pelaihari yang sudah dikenal adanya Pantai Angsana, Pulau Samber Gelap, Pulau Teluk Tamiang, Pantai Batakan, dan Pantai Takisung. Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Kalimantan Selatan belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, padahal potensinya sangat besar untuk dikembangkan. 8.661 11.808 7.659 9.007 8.569 852.346 1.033.374 1.017.488 1.069.211 1.489.316 - 10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000 80.000.000 90.000.000 100.000.000 - 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)

(25)

Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini

adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya

daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu.

Kontribusi sektor industri pengolahan di Kalimantan Selatan tidak setinggi sektor pertambangan. Potensi sumberdaya alam Kalimantan Selatan yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Kalimantan Selatan, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Kalimantan Selatan (Tabel 5).

Tabel 5

Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun 2014

Tahun Unit

Usaha (Buah)

Tenaga Kerja

(orang) Nilai Investasi (Rp. 000) Nilai Produksi (Rp. 000) Nilai Tambah (Rp. 000) 2012 63.554 184.270 10.680.798.337 26.451.103.404 19.884.343.934 2013 66.544 207.773 11.550.010.060 29.490.437.256 20.722.211.329

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan, 2014

Pada tahun 2013 jumlah industri mikro menurun dari 66.544 unit menjadi 66.544, namun untuk nilai tambah, serapan tenaga kerja, dan nilai investasi menajdi meningakat dari tahun sebelumnya. elatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki industri mandiri. Pengembangan usaha industri manufaktur mikro, kecil dan menengah belum menunjukkan hasil maksimal karena masih terkendala keterbatasan modal, bahan baku, serta pemasaran. Jenis industri yang paling banyak menghasilkan nilai output antara lain industri minyak makan dan kelapa sawit, karet reman, dan kayu lapis (Tabel 6). Ketiga industri tersebut juga menyerap tenaga kerja terbesar di Kalimantan Selatan

Tabel 6

Jenis Industri , Nilai Output, dan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2013

Jenis Industri Output Tenaga Kerja

Industri Minyak Makan Kelapa Sawit 10.400.578.018 5.368

Industri Karet Reman (Crumb Rubber) 3.524.536.563 2.008

Industri Kayu Lapis 2.071.325.906 6.662

Industri Semen 1.622.143.602 733

Industri Perekat/Lem 1.058.654.080 185

Industri Makaroni, Mie dan Produk Sejenisnya 664.214.066 779

Industri Konsentrat Makanan Hewan 543.713.177 306

(26)

Jenis Industri Output Tenaga Kerja

Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung 165.553.044 290

Industri Barang Anyaman dari Rotan dan Bambu 159.809.326 1.013

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan, 2014

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah

Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.

2.3.1.1.

Kawasan Ekonomi Khusus

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun saat ini belum ada pengembangan KEK di Kalimantan Selatan.

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan kemajuan daerah perlu dikembangkan kawasan prioritas yaitu pengembangan kawasan metropolitan Banjarkuala Kota Banjarmasin, Kab. Banjarbaru, Kab. Banjar, Baritokuala dan Tanah laut yang berfungsi untuk memantapkan keterkaitan dengan pusat-pusat wilayah Pulau Kalimantan Bagian Selatan. Pengembangan Kawasan Marabahan dan sekitarnya dengan pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya, kawasan transmigrasi, dan kota otom dengan komoditas unggulan ikan patin, ikan haruan, padi dan jeruk.

Untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi membutuhkan penguatan konektivitas di masing-masing wilayah. Kebutuhan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di pusat pertumbuhan ekonomi antara lain mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara, pembangunan ruas jalan strategis nasional, dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Beberapa pembangunan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain:

1. Pengembangan jaringan transportasi darat: jaringan jalur kereta lintas selatan antarkota, pembangunan jalur kereta api Bajarmasin Pelaihari Batu Licin engayam Tanah Grogot, pembangunan jalur KA Tanjung-Balikpapan, dan pengembangan jalur KA

Banjarmasin-Palangkaraya; pembangunan jembatan penghung Pulau Laut,

pembangunan jalan lingkar Sei Ulin dan Batu licin;

2. Pengembangan perhubungan darat: pengembangan sistem transit dan semi BRT Kota Banjarmasin; pembangunan jalan akses ke kawasan Industri Batulicin,

(27)

2.3.1.2.

Kawasan Industri

Kawasan Industri (KI) bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. KI di Kalimantan Selatan terletak di Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu dan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Fokus fokus kegiatan utama KI Batu Licin adalah industri besi dan baja, KI Jorong adalah industri bauksit.

Pada KI Batulicin, pasokan bahan baku untuk industri besi dan baja terdapat di

Batulicin, berupa pertambangan mineral dan batu bara. PT Batulicin Steel akan membangun

pabrik baja ulir dan besi beton di Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dengan total nilai investasi mencapai US$ 1,5 miliar (14 T rupiah). Keberadaan KI Batulicin di Kalimantan Selatan akan memperkuat industri baja tanah air karena memacu realiasi investasi baru. Hal tersebut bertujuan meningkatkan volume produksi baja tanah air sehingga mengurangi ketergantungan impor. Pemerintah pun telah memperketat ekspor guna mengamankan pasokan bahan haku bijih besi sesuai dengan UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk mendorong industri baja. Di sektor hilir baja, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan, seperti penetapan standar nasional Indonesia wajib untuk produk baja keperluan umum (Kementerian Perindustrian, 2015)

KI Jorong lahannya tidak dibebaskan oleh pemerintah namun mengijinkan konversi peruntukan lahan menjadi kawasan industri besar. Saat ini lahan di KI Jorong adalah milik

pemerintah daerah Tanah Laut, Swasta, dan masyarakat. Berdasarkan data yang didapat dari

Pusat Sumber Daya Geologi tahun 2008, bijih besi sebagai bahan baku industri hilir besi/baja di Kabupaten Tanah Laut tersebar di beberapa tempat. Tempat yang memiliki cadangan terkira (probable) besi primer (bijih dan logam) yang besar di Kabupaten Tanah Laut adalah Riampinang, Gunung Tembaga dan Tanjung. Sumber daya besi primer terukur (measured) jumlahnya melebihi 1,5 juta ton, berada di daerah Pontain dan Tebing Siring; sedangkan sumber daya besi primer tereka (inferred) lebih dari seratus tujuh puluh ribu ton. Penambang bijih besi yang dapat menjadi pemasok bahan baku bagi calon investor industri hilir besi adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan produksi per bulan sebanyak 30.000 ton dan masyarakat dengan luas tambang 1.907 ha yang memiliki potensi bijih besi sebesar 50 juta ton. Jika investor mampu mendapatkan bahan baku sebanyak 1 juta ton dari penambang di Kabupaten Tanah Laut, maka nilai investasi yang dibutuhkan yang dibutuhkan berkisar antara 10 - 700 juta USD (BKPM, 2015)

2.3.2. Kesenjangan intra wilayah

Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 cenderung sama dan berada di bawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Kalimantan Selatan tergolong pada kelompok ketimpangan sedang (Gambar 21). Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Provinsi Kalimantan Selatan adalah kurangnya investasi, kurangnya keberadaan sektor industri besar, serta kualitas tenaga kerja di Kalimantan Selatan. Pendidikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi kesenjangan di daerah. Keberadaan sektor pertambangan turut meningkatkan perekonomian di Kalimantan Selatan

(28)

sehingga meninggalkan daerah lain yang struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian. Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 7). Pendapatan perkapita tertinggi adalah di Kabupaten Kotabaru, Tabalong, dan Balangan. Tingginya pendapatan perkapita di daerah ini terutama didukung potensi pertambangan terutama batu bara sehingga semakin meningkatkan kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian

Gambar 21

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Tabel 7

Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2013 (000/jiwa)

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tanah Laut 11.286 12.254 13.915 15.620 17.464 19.429 Kotabaru 27.038 29.486 33.152 36.767 39.964 43.027 Banjar 10.848 12.288 13.636 14.888 16.275 17.402 Barito Kuala 11.208 11.961 13.068 14.202 15.672 16.951 Tapin 10.989 12.042 13.173 14.149 15.266 16.302 Hulu Sungai Selatan 8.233 9.187 10.166 10.980 11.856 13.058 Hulu Sungai Tengah 6.861 7.940 8.798 9.724 10.647 11.503 Hulu Sungai Utara 5.642 6.467 7.373 8.446 9.236 10.158 Tabalong 17.712 20.552 23.863 27.484 31.182 34.044 Tanah Bumbu 18.906 21.810 24.030 25.905 27.696 29.223 Balangan 19.081 21.075 25.547 30.362 32.546 35.781 Kota Banjarmasin 12.380 14.159 15.518 17.650 19.621 21.940 Kota Banjar Baru 8.205 8.697 9.382 10.195 11.059 12.079

Kalimantan Selatan 13.114 14.399 16.423 18.358 20.051 21.627 Sumber: BPS, 2013 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,78 0,78 0,80 0,80 0,78 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 2009 2010 2011 2012 2013

(29)

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:

1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Primer (Pertambangan)

Aktivitas ekonomi masih tergantung pada sumberdaya primer pertanian dan pertambangan. Pada strukur perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2014, sektor pertambangan berkontribusi sebesar 28,73 persen dan sektor pertanian sebesar 14,47 persen, serta industri pengolahan 12,71 persen. Sementara untuk sektor jasa kontribusi masih relatif kecil (Tabel 8).

Tabel 8

Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014

Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%) ADHK ADHB

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 14,47 14,32

2. Pertambangan dan Penggalian 28,73 27,03

3. Industri Pengolahan 12,71 13,15

4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,06

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 0,37 0,36

6. Konstruksi 7,19 7,28

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8,06 8,60

8. Transportasi dan Pergudangan 5,53 5,79

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,80 1,80

10. Informasi dan Komunikasi 3,30 3,11

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,16 3,27

12. Real Estat 2,15 2,09

13. Jasa Perusahaan 0,54 0,57

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,20 5,95

15. Jasa Pendidikan 4,03 3,97

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,65 1,63

17. Jasa lainnya 1,03 1,02

Sumber: BPS, 2014

Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertambangan dan penggalian; pengadaan air, pengelolaan sampah dan limbah; jasa perusahaan; dan jasa lainnya merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai

location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Kalimantan

Selatan memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 9).

(30)

Tabel 9

Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Kalimantan Selatan

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,59 0,57 0,57 0,56 0,57

2. Pertambangan dan Penggalian 1,37 1,47 1,52 1,55 1,61

3. Industri Pengolahan 0,29 0,28 0,29 0,28 0,28

4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,13 0,14 0,15 0,15 0,17

5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah 2,27 2,19 2,16 2,14 2,25

6. Konstruksi 0,40 0,39 0,38 0,38 0,38

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor 0,29 0,28 0,28 0,29 0,30

8. Transportasi dan Pergudangan 0,77 0,74 0,74 0,76 0,75

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05

10. Informasi dan Komunikasi 0,38 0,36 0,35 0,36 0,35

11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,27 0,27 0,28 0,30 0,30

12. Real Estat 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09

13. Jasa Perusahaan 1,72 1,71 1,70 1,67 1,63

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib 0,55 0,53 0,54 0,57 0,59

15. Jasa Pendidikan 0,27 0,26 0,26 0,27 0,27

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,57 0,54 0,51 0,49 0,50

17. Jasa lainnya 18,71 18,36 18,40 18,30 18,08

Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010

Sumber: BPS, 2014(diolah)

Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja.

Selama periode 2011-2015, perubahan orang bekerja di sektor pertanian, perdaggangan, hotel dan restoran, industri pengolahan, dan jasa-jasa, dan menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang bekerja di sektor pertambangan, angkutan dan komunikasi dan keuangan cenderung menurun (Tabel 10). Ke depan, sektor industri pengolahan non migas masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian dan jasa-jasa dengan yang kurang produktif.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan nilai tambah melalui kegiatan penjaringan nilai pada lada didefinisikan sebagai kegiatan mengoptimalkan proses budidaya dan pengolahan lada dengan tujuan untuk

Dalam pengujian citra perusahaan mengenai iklan yang telah dimuat dalam majalah dapat mengubah persepsi bahwa venue tersebut mahal, didapatkan sebanyak 70 responden lebih

Sehingga menurut peneliti “Bakti Pada Negeri” merupakan tagline dari Djarum Foundation yang menggambarkan keseluruhan isi pesan dalam iklan TVC Djarum

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian yang mengungkapkan secara rasional tentang keresahan-keresahan yang ditemui penulis dalam langkah diplomasi

Dengan mempublikasikan penggunaan dana daris etiap sumber dana yang ada di sekolah kepada dewan guru, Komite sekolah, Siswa dan Wali murid dengan memasang Rekapitulasi

Dapat dilihat bahwa diperoleh nilai R square sebesar 0,252, ini berarti R 2 mendekati 1 artinya semakin besar kemampuan variabel bebas (X) menjelaskan perubahan

Upaya kesehatan pengembangan yang dilaksanakan di kuta alam adalah kesehatan usia lanjut, kesehatan mata/pencegahan kebutaan, kesehatan ji wa, usaha kesehatan gigi dan

1) Memberikan informasi proyek yang akan dikerjakan. 2) Menentukan waktu dan lamanya pengerjaan proyek. 4) Memberikan gambaran langkah–langkah pengerjaan proyek. 5)