• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

1

1.1.

PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

1

1.2.

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

3

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

7

2.1.

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

7

2.1.1.

Pendidikan

7

2.1.2.

Kesehatan

9

2.1.3.

Perumahan

11

2.1.4.

Mental/Karakter

12

2.2.

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

13

2.2.1.

Pengembangan Sektor Pangan

14

2.2.2.

Pengembangan Sektor Energi

17

2.2.3.

Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

18

2.2.4.

Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

20

2.3.

ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

23

2.3.1.

Pusat Pertumbuhan Wilayah

23

2.3.1.1

Kawasan Ekonomi Khusus

23

2.3.1.2

Kawasan Industri

23

2.3.2.

Kesenjangan intra wilayah

24

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

25

4.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

34

(3)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Bengkulu terus meengalami perlambatan dari tahun 2011-2014 (Gambar 1). Selama kurun waktu 2011-2014 kinerja perekonomian Provinsi Bengkulu memiliki laju pertumbuhan rata-rata 6,35 persen, sementara laju pertumbuhan rata-rata nasional sebesar 5,90 persen. Seluruh sektor tumbuh positif pada tahun 2014 dengan laju pertumbuhan terbesar adalah sektor perdagangan, sektor akomodasi dan makanan, jasa pendidikan dan jasa kesehatan.

Gambar 1

Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Sumber: BPS, 2014

Selama kurun waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi Bengkulu cenderung meningkat dan lebih rendah dari pendapatan per kapita nasional. Jika pada tahun 2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Bengkulu dan PDB Nasional sebesar 57,21 persen, maka pada tahun 2014 rasionya meningkat menjadi 57,52 persen (Gambar 2). Besarnya PDRB perkapita yang

2011 2012 2013 2014 BENGKULU 6,85 6,83 6,08 5,49 INDONESIA 6,16 6,16 5,74 5,21 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 P ers en

(4)

menunjukkan tingkat kesejahteraan di Provinsi Bengkulu relatif meningkat namun tidak secara riil menunjukkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

Gambar 2

PDRB Per Kapita ADHB

Sumber: BPS, 2013

1.1.2. Pengurangan Pengangguran

Tingkat pengangguran di Provinsi Bengkulu berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun 2008-2014, namun kembali meningkat pada tahun 2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun 2008-2014 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Pada tahun 2015 peningkatan angkatan kerja tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan sehingga tingkat pengangguran meningkat. Perkembangan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Bengkulu tahun 2008-2015 berkurang sebesar 0,77 persen (Gambar 3).

Gambar 3

Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS, 2015 2010 2011 2012 2013* 2014** Bengkulu 16.463,68 18.368,80 20.298,91 22.300,15 24.520,48 Perkapita Nasional 28.778,1 32.336,2 35.338,4 38.632,6 42.432,0 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 Ribu Ru p ia h 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Bengkulu 3,98 5,31 4,06 3,41 2,14 2,12 1,62 3,21 Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,81 - 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 p er sen

(5)

1.1.3. Pengurangan Kemiskinan

Perkembangan ekonomi yang melambat di Provinsi Bengkulu berdampak signifikan terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di wilayah ini. Selama kurun waktu 2008-2015 persentase penduduk miskin di Provinsi Bengkulu telah berkurang sebesar 2,76 persen (Gambar 4). Kemiskinan disebabkan karena struktur sosial dalam masyarakat, yaitu kurang mampunya memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah akibat terbatasnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tingkat kemiskinan di Provinsi Bengkulu tahun 2008-2015 selalu berada di atas rata-rata nasional.

Gambar 4

Persentase Penduduk Miskin

Sumber: BPS, 2014

1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.

1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Mukomuko termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.

Kedua, Kabupaten Kaur, Seluma, Lebong dan Bengkulu Utara terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Perkotaan 21,95 19,16 18,75 17,74 17 16,64 18,22 17,79 Perdesaan 19,93 18,28 18,05 17,39 17 19,1 17,14 17,93 Bengkulu 20,64 18,59 18,3 17,5 17 18,34 17,48 17,88 Nasional 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 11,25 11,22 7 9 11 13 15 17 19 21 23 p er sen

(6)

pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangand dan jasa.

Gambar 5

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Bengkulu Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Ketiga, Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah memningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

(7)

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong masuk daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.

.

Gambar 6

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM

Provinsi Bengkulu Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Kedua, Kabupaten Lebong, Kaur, dan Bengkulu Utara yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan

.

(8)

Ketiga, Kabupaten Seluma terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.

Keempat, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2012. Pertama, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kepahiang, Mukomuko, dan Rejang Lebong termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Kedua, Kabupaten Seluma dan Bengkulu Utara yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Lebong, dan Kaur terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.

Keempat, Kabupaten Bengkuku Tengah dan Kota Bengkulu terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.

(9)

Gambar 7

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran

Provinsi Bengkulu Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.

2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

2.1.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Bengkulu memiliki peran penting dan strategis, pendidikan menjadi sektor prioritas yang berada pada urutan pertama diantara sektor-sektor prioritas lainnya.

Secara keseluruhan tingkat pendidikan di Bengkulu cukup berkembang, namun perkembangan pendidikan di beberapa kabupaten masih lambat perkembangannya, terutama

(10)

di kabupaten yang terisolir. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu tidak merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Bengkulu tahun 2013 sebesar 99,47 persen untuk usia 7-12 tahun dan 92,81 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Bengkulu dengan APS terendah di Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Utara. Pendidikan dasar di beberapa wilayah di Provinsi Bengkulu belum terpenuhi karena kekurangan tenaga pendidik dan masih rendahnya tingkat layanan pendidikan lainnya. Terbatasnya tenaga pendidik banyak terjadi pada jumlah guru yang bertugas di daerah pinggiran, serta terpencil. Kurangnya guru di daerah pedalaman Bengkulu ini dikarenakan sulitnya transportasi menuju daerah tersebut dan jaraknya cukup jauh. Angka ketidakhadiran guru dan kepala sekolah di wilayah terpencil dan terisolir cukup tinggi. Selain itu, terbatasnya ketersediaan gedung sekolah juga mengakibatkan banyaknya anak Bengkulu yang belum mendapatkan pendidikan.

Gambar 8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)

Sumber: BPS, 2013

Capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun berdampak pada trata-rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan pembangunan oleh MDGs di Provinsi Bengkulu (Gambar 9). RLS di Provinsi Bengkulu 8-8,5 tahun, lebih rendah dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi Bengkulu tahun 2009-2013 berkisar pada angka 94,9-96,55 persen dan tidak banyak peningkatannya, lebih tinggi daripada AMH nasional yang terus meningkat dari 92,58 persen di tahun 2009 menjadi 94,14 persen di tahun 2013. Beberapa faktor yang juga mendoromh perkembangan APS, AMH, dan RLS di Provinsi Bengkulu, antara lain dukungan alokasi anggaran untuk pengembangan sektor pendidikan yang memadai, ketersediaan unit layanan dan kapasitas pelaksana kegiatan yang menyebabkan tingginya pertumbuhan AMH. Ketersediaan tenaga pendidik di Bengkulu cukup memadai tetapi tidak terdistribusi secara merata ke daerah yang disebabkan adanya hambatan secara geografis yang sulit.

99,47 92,81 75 80 85 90 95 100 105 Kab. Bengkulu Selatan Kab. Rejang Lebong Kab. Bengkulu Utara

Kab. Kaur Kab.

Seluma Mukomuko Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Kab. Tengah

Kota Bengkulu

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun APS 07-12 tahun Provinsi APS 13-15 tahun Nasional

(11)

Gambar 9

Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013

Sumber: BPS, 2013

Provinsi Bengkulu perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Bengkulu.

2.1.2. Kesehatan

Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Bengkulu. Tingkat kesehatan masyarakat Bengkulu belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas nasional. Kematian pada bayi baru lahir disebabkan karena gangguan pernafasan serta tidak mencukupinya berat badan bayi yang baru lahir. Hal lain anak-anak yang baru lahir kemudian mengalami masalah kesehatan akibat menderita gizi buruk sebelum usia 5 tahun. Angka kematian bayi di Bengkulu pada tahun 2012 sebanyak 29 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami penurunan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka kematian bayi Bengkulu 46 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai, kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan. Kondisi geografis Bengkulu membuat tenaga medis sulit memberikan pekayanan kesehatan terutama di daerah pedalaman. Sarana penunjang kesehatan bayi yang masih terbatas menjadi salah satu penyebab tingginya AKB di Bengkulu. 90 91 92 93 94 95 96 97 7,2 7,4 7,6 7,8 8 8,2 8,4 8,6 8,8 2009 2010 2011 2012 2013

RLS_Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun) AMH_Provinsi (%) AMH Nasional (persen)

(12)

Gambar 10

Angka Kematian Bayi Provinsi Bengkulu

Sumber: BPS, 2012

Pemerintah Provinsi Bengkulu telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Bengkulu. Program prioritas pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Bengkulu adalah peningkatan sarana prasarana alat RS rujukan regional RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, RSUD MukoMuko, RSUD Curup Kab. Rejang Lebong, RSUD Manna Kab. Bengkulu Selatan. Jumlah puskesmas tahun 2014 tercatat sebanyak 180 unit yang terdiri dari 45 puskesmas dengan perawatan, dan 135 puskesmas non perawatan. Mengingat luas wilayah Bengkulu dengan sebaran penduduk dan pelayanan kesehatan yang tidak merata, jarak antara pusat kesehatan masyarakat cukup jauh. Walaupun jumlah layanan kesehatan telah tersedia, namun aksesibilitas dan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat masih rendah.

Tabel 1

Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Bengkulu

No. Kabupaten/ Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan

1 Kab. Bengkulu Selatan 14 5 9

2 Kab. Rejang Lebong 21 7 14

3 Kab. Bengkulu Utara 22 8 14

4 Kab. Kaur 16 4 12

5 Kab. Seluma 22 3 19

6 Kab. Mukomuko 17 7 10

7 Kab. Lebong 14 4 10

8 Kab. Kepahiang 14 2 12

9 Kab. Bengkulu Tengah 20 2 18

10 Kota Bengkulu 20 3 17 Provinsi 180 45 135 Nasional 9.731 3.378 6.336 Sumber: BPS, 2014 46 28 29 39 26 34 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2007 2010 2012 Bengkulu INDONESIA

(13)

Untuk masalah gizi buruk, di Bengkulu masih terdapat kasus kurang gizi pada beberapa daerah. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat, jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.

2.1.3. Perumahan

Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Bengkulu sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk yang belum meiliki rmah yang layak ditempati, kepemilikan pemukiman yang belum tertata, serta terdapat keterbatasan lahan yang disebabkan oleh kondisi fisik wilayah Bengkulu. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Masyarakat berpenghasilan rendah masih banyak yang belum tinggal di rumah layak huni karena rendahnya keterjangkuan mereka untuk membangun maupun membeli rumah.

Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Bengkulu yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat, meskipun masih di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Bengkulu menurun cukup tajam pada tahun 2012, yaitu dari 32,37 persen dibandingkan tahun 2010 mencapai 41,64 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Bengkulu selama 2010-2013 cenderung meningkat, dan masih jauh di bawah rata-rata nasional.

Gambar 11

Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum

Sanitasi Air Minum

Sumber: BPS, 2013

Tantangan terbesar dalam meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi di Bengkulu adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengadakan perilaku hidup bersih dan sehat. Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya

41,64 39,22 35,93 32,37 55,53 55,6 57,35 60,91 0 10 20 30 40 50 60 70 2010 2011 2012 2013 Bengkulu Nasional 28,23 31,62 35,94 36,82 44,19 63,48 65,05 67,73 0 20 40 60 80 2010 2011 2012 2013 Bengkulu Nasional

(14)

sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan).

Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah kawasan kumuh dan tingkat layanan listrik PLN untuk rumah tangga. Berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Bengkulu sebagian besar banyak tersebar di daerah perkotaan. Data BPS tahun 2014 dari 1.532 desa/kelurahan di Bengkulu, sebanyak 24 desa yang memiliki permukiman kumuh. Sementara untuk perkembangan jumlah rumah tangga yang menggunakan penerangan listrik PLN dari tahun 2009-2013 menunjukan peningkatan, namun masih berada dibawah rata-rata nasional (Gambar 12). Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan.

2.1.4. Mental/Karakter

Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam. Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial.

Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah Bengkulu menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan.

Salah satu upaya membentuk karakter masyakarat di Bengkulu adalah melalui pendidikan agama. Masyarakat Bengkulu cukup majemuk sehingga upaya pembentukan karakater bisa dimulai dari pendidikan dalam keluarga, kelompok kegamaan, serta organisasi kepemudaan lain. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media tempat ibadah dan pendidikan guru agama adalah komponen masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan.

(15)

Tabel 2

Data Umat, Tempat Ibadah, Penyuluh PNS Provinsi Bengkulu

Agama Kristen Katholik Islam Hindu Budha

Jumlah Umat 15208 12149 1921904 4660 2151 Tempat Ibadah 109 38 3940 39 10 Penyuluh PNS 418 36 7812 38 20

Sumber: Kementerian Agama Kanwil Bengkulu, 2015

Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan. Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat.

Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Bengkulu dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Bengkulu yang maju dan cerdas.

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan

Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Bengkulu karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Bengkulu. Sumber pangan lokal di Provinsi Bengkulu antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Produksi padi di Provinsi Bengkulu tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mencapai 644.646 ton (Gambar 13). Peningkatan produksi ini disebabkan karena bertambahnya luas panen seluas 12.653 hektar (8,15 persen) dan naiknya produktivitas sebesar 0,69 ton/hektar. Kontribusi produksi padi di provinsi Bengkulu tahun 2015 sebesar 0,85 persen terhadap produksi padi Nasional.

Produksi jagung di Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 mencapai 96.828 ton, meningkat sebesar 24.072 ton (3,06 persen) dari tahun 2014 sebesar 72.756 ton (Gambar 14). Peningkatan produksi ini juga dikarenakan meningkatnya luas panen sebesar 3.863 ha (24,69 persen). Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Bengkulu diharapkan dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu mengurangi impor jagung

(16)

Gambar 13

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ton/Ha) Tanaman Padi Provinsi Bengkulu

Sumber: BPS, 2014

Gambar 14

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Bengkulu

Sumber: BPS, 2014

Untuk komoditas kedelai, kontribusi Provinsi Bengkulu terhadap nasional berfluktuatif. Pada tahun 2015 produksi kedelai mencapai 12.756 ton naik sebesar 7.041 ton (123,2 persen) dibandingkan tahun 2014 sebesar 5.715 ton (Gambar 15). Meningkatnya produksi kedelai dipengaruhi oleh naiknya produktivitas kedelai Bengkulu tahun 2015 1,35 ton per hektar dari 1,29 ton per hektar tahun 2014, serta bertambahnya luas panen sebesar 6.346 hektar pada tahun 2015. 5 13 .1 02 5 81 .9 11 6 26 .1 76 6 01 .2 93 6 44 .6 46 4,01 4,03 4,22 4,04 4,74 4,98 5,14 5,15 5,13 5,28 - 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 - 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 2011 2012 2013 2014 2015

Produksi Produktivitas Provinsi Produktivitas Nasional

87.362 103.771 93.988 72.756 96.828 0 10 20 30 40 50 60 - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 2011 2012 2013 2014 2015 To n K w/Ha

(17)

Gambar 15

Produksi (Ton) dan Produktivitas (ton/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Bengkulu

Sumber: BPS, 2014

Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga bersal dari peternakan. Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Bengkulu dipenuhi dari produksi sendiri dan pasokan daerah lain. Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Rejang Lebong merupakan penyuplai daging sapi terbesar di wilayah Bengkulu, dan Penyuplai terbesar daing kerbau Kabupaten Bengkulu Utara dan Seluma. Terdapat kendala pada aspek produksi dan produktivitas ternak dalam penyediaan daging di Bengkulu khususnya daging sapi, yaitu jumlah kepemilikan ternak yang tidak ekonomis dan sistem pemeliharaan ternak dengan subsistem. Produksi daging di Provinsi Bengkulu didominasi oleh daging sapi dan kerbau yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 16). Produksi daging sapi dan kerbau di Bengkulu tahun 2014 berkontribusi masing-masing sebesar 0,66 persen dan 4,73 persen terhadap produksi daging sapi dan kerbau nasional.

Gambar 16

Produksi Daging Provinsi Bengkulu (Ton)

Sumber: BPS, 2014 3.458 2.316 3.987 5.715 12.756 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 - 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 2011 2012 2013 2014 2015 p rodu ksi ton /h a

Produksi (ton) Produktivitas_Provinsi Produktivitas Nasional

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Daging Sapi Daging Kambing Daging Kerbau

(18)

Gambar 17

Populasi Ternak Unggas Provinsi Bengkulu ( Ekor

)

Sumber: BPS, 2014

Peternakan unggas di Provisi Bengkulu juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Bengkulu adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 2,8 juta ekor pada tahun 2014, meningkat sebesar 9,4 persen dari tahun sebelumnya (Gambar 17). Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari pemerintah. Kebutuhan pakan ternak di Bengkulu sebagian didatangkan dari Pulau Jawa karena produksi bahan utama pembuat pakan ternak masih terbatas.

Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Bengkulu juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Bengkulu cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Kabupaten Bengkulu Utara, Lebong, dan Mukomuko merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk perluasan areal tanaman pangan. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Bengkulu diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3). 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Ayam Buras Ayam Ras Pedaging Ayam Ras Petelur Itik

(19)

Tabel 3

Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Bengkulu Desa Mandiri Benih Cetak Sawah (Ha)*

Target Produksi 2019 (ribu ton)

Padi Jagung Kedelai Gula Daging Sapi

dan kerbau

25 4.500 747.452 164.473 11.120 - 6.110

* Indikasi awal

Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015

Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya.

Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik.

2.2.2. Pengembangan Sektor Energi

Sumberdaya energi merupakan sarana produksi dan sarana kehidupan sehari-hari yang memegang peran penting dalam pembangunan. Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum dominan karena masih didominasi penggunaan bahan bakar fosil. Penggunaan energi terbarukan di Indonesia masih di bawah 50 persen, dengan kontribusi terbesar pada pemanfaatan tenaga air

Pemadaman listrik dan kelangkaan BBM menjadi fenomena yang biasa terjadi di Bengkulu. Bengkulu memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah dan belum dimanfaatkan, antara lain luasnya wilayah pegunungan dengan potensi hutan yang mengandung sumber energi air dan biomasa energi biogas dari produk pertanian dan peternakan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi

(20)

di Provinsi Bengkulu tahun 2014 yaitu 82,17 lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81, 70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Wilayah Bengkulu secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang cukup tinggi, namun masih terdapat daerah-daerah yang belum mendapakan pelayanan listrik PLN karena jarak yang cukup jauh.

Gambar 18

Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014

Tidak termasuk pelanggan non PLN

Sumber: Statistik PLN, 2014

Pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan listrik dengan pemenuhan yang terfokus di Kabupaten atau daerah yang selama ini relatif masih belum memperoleh pelayanan energi yang memadai dibandingkan daerah lainnya. Pelayanan sistem jaringan kelistrikan merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Bengkulu. Rencana penyediaan kebutuhan listrik selain untuk meningkatkan ketersediaan listrik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat membantu kegiatan sosial dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu.

2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Bengkulu memiliki wilayah laut (Zona Ekonomi Eksklusif) yaitu Samudera Hindia yang belum termanfaatkan secara optimal, dengan potensi maritim antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam, wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, dan industri maritim. Batas maritim memberikan kepastian hukum untuk seluruh kegiatan kelautan, penegakan kedaulatan dan hukum laut, khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan.

82,17 81,70 0 20 40 60 80 100 120 A ce h Sum at er a U ta ra Sum at er a Ba ra t R ia u Ja m bi Sum at er a Se lat an Be ngk ulu La m pun g Kep Ba ngk a Be lit un g Kepul aua n R ia u D KI Ja kar ta T an ge ra ng Ja wa Ba ra t Ja wa T en ga h D .I Yo gya kar ta Ja wa T im ur Ba nt en B A L I N us a T en ggar a Ba ra t N us a T en ggar a T im ur Kali m an ta n Ba ra t Kali m an ta n T en ga h Kali m an ta n Se lat an Kali m an ta n T im ur dan U ta ra Sulaw esi U ta ra Sul aw es i T enga h Sulaw esi S elat an Sulaw esi T en ggar a Go ro nt alo Sulaw esi Ba ra t M aluk u M aluk u U ta ra Pa pua Ba ra t Pa pua

(21)

Untuk pengembangan sektor kemaritiman, terdapat pelabuhan Pulau Baai, yang melayani pelayaran dalam negeri dan luar negeri. Aktivitas di dermaga Pelabuhan Pualu Baai jumlah aktivitas pelayaran nasional sebanyak 1.737 unit dengan volume 5.467.366 GRT, dan jumlah aktivitas pelayaran luar negeri sebanyak 300 unit dengan volume 1.879.860 GRT. Jumlah kunjungan kapal dapat digunakan untuk menganalisis aktivitas suatu pelabuhan karena data jumlah kunjungan kapal di suatu pelabuhan menunjukkan tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan. Semakin rendahnya aktivitas pelabuhan, biaya logistik semakin tinggi sehingga biaya operasional kurang efisien. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah. Namun tingginya biaya logistik menyebabkan pengiriman barang di Bengkulu lebih mahal daripada pengiriman barang ke luar negeri. Mahalnya biaya logistik ini menyebabkan transportasi maritim Indonesia tidak masuk dalam peta perdagangan maritim dunia.

Bengkulu memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Bengkulu. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 50.918 ton. Hasil perikanan budidaya di Bengkulu terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi yang kecil (gambar 19).

Gambar 19

Produksi Perikanan (ton) Provinsi Bengkulu Tahun 2013

Sumber: BPS, 2013

Hasil produksi perikanan tangkap laut Bengkulu menyumbang 0,89 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012 ton pada tahun 2013. Potensi perikanan laut terbesar di Bengkulu terdapat di Kabupaten Mukomuko dan Kota Bengkulu, dan untuk perikanan budidaya terbesar terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Bengkulu antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya,

55%

2% 2% 39%

2%

Perikanan Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak Kolam Keramba Jaring Apung

(22)

dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan. Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas.

Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Bengkulu masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Bengkulu belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Bengkulu meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Bengkulu dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20).

Gambar 20

Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014

Sumber: BPS, 2014 232 635 1.022 1.238 1.128 118.364 189.317 222.941 290.427 384.625 - 20.000.000 40.000.000 60.000.000 80.000.000 100.000.000 - 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)

(23)

Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Potensi pariwisata Bengkulu cukup beragam, baik wisata alam, budaya maupun sejarah, wisata alam antara lain: Bukit Kaba di Curup, Bukit Belerang Semaleko di Lebong Selatan, Bunga Raflesia Arnoldi di Taba Pananjung; rekreasi pantai antara lain: pantai Panjang Nala di Gading Cempaka, pantai pasir putih Pulau Baai di Selebar, danau di Selebar, danau Tes di Lebong Selatan, cagar alam Pagar Gunung di Kepahyang, cagar alam Lubuk Tapi di Pino, dan sebagainya; dan wisata budaya: kesenian Tabot, tarian rakyat Enggano, dan kerajinan kain Besurek, serta wisata sejarahnya meliputi rumah peninggalan Bung Karno, Benteng Malborough, dan monumen Thomas Par di Teluk Segara.

Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu.

Potensi sumberdaya alam Bengkulu yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Bengkulu, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Bengkulu (Gambar 21). Penyerapan tenaga kerja di sektor industri mikro kecil dan menengah banyak terdapat di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, dan Bengkulu Tengah. Pelatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki industri mandiri.

Gambar 21

Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun 2014

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Bengkulu, 2014

855 1347 3063 791 1250 3765 750 633 2173 1763 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

(24)

Jumlah industri kecil dan menengah di Provinsi Bengkulu pada tahun 2014 sebanyak 4.604 industri bertambah dari tahun 2013, dengan jumlah industri terbanyak terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara, Mukomuko, dan Kota Bengkulu (Tabel 4). Pertumbuhan produksi industri manufaktur Pengembangan usaha industri manufaktur mikro, kecil dan menengah belum menunjukkan hasil maksimal karena masih terkendala keterbatasan modal, bahan baku, serta pemasaran. Untuk meningkatkan skala industri dan menjadi industri yangberdaya saing industri, jenis usaha manufaktur sering mengalami kendala infrastruktur berupa akses jalan dan jembatan.

Tabel 4

Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah Menurut Sektor Usaha Tahun 2014

Kabupaten/ Kota 2013 2014 Bengkulu Selatan 301 321 Rejang Lebong 377 425 Bengkulu Utara 629 975 Kaur 170 178 Seluma 235 413 Mukomuko 236 1023 Kepahiang 183 215 Lebong 278 275 Bengkulu Tengah 472 332 Kota Bengkulu 403 447 Jumlah 3.284 4.604

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Bengkulu, 2014

Selain industri mikro kecil menengah, industri sedang besar memberikan kotribusi cukup besar terhadap peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja di Bengkulu. Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertanian untuk tanaman perkebunan yang berlimpah seperti kelapa sawit, karet, dan kopi yang menjadi komoditas unggulan dan merupakan komoditas ekspor dengan nilai tambah cukup besar untuk perekonomian daerah. Industri sedang-besar dengan nilai output terbesar merupakan industri pengolahan berbasis pada komoditas unggulan daerah, yaitu industri minyak makan kelapa sawit, industri karet remah, industri pengolahan kopi, dan industri pengolahan makanan. Sementra industri yang mampu meyerap tenaga kerja paling banyak yaitu Industri karet reman dengan total tenaga kerja sebanyak 3.325 orang, kedua terbesar industri minyak makan kelapa sawit (Tabel 5).

Permasalahan yang dihadapi daerah saat ini adalah belum diterapkannya perencanaan perekonomian daerah yang menjadi komitmen bersama di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Upaya meningkatkan kontribusi sektor industri dalam pembentukan PDRB Bengkulu dapat dilakukan apabila ada jaminan pasokan bahan baku dengan berbagai jenisnya, jumlah produksi dan harga stabil untuk sektor primer yang akan diolah. Dalam hal ini diperlukan mobilisasi pada pelaku usaha sektor primer (petani, nelayan, peternak) agar menjamin kelangsungan produksi di sektor industri.

(25)

Tabel 5

Nilai Output Terbesar Industri Sedang-Besar Tahun 2013

Jenis Industri Nilai Output (Rp. miliar) Tenaga Kerja

Industri Minyak Makan Kelapa Sawit 8.840.386,8 1.942 Industri Karet Reman (Crumb Rubber) 4.904.538,5 3.325 Industri Pengolahan Kopi dan Teh 48.207,5 243 Industri Produk Roti dan Kue 13.530,6 203

Sumber: Database Industri Sedang Besar, BPS Tahun 2013

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah

Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.

2.3.1.1.

Kawasan Ekonomi Khusus

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan kemajuan daerah perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah, namun belum ada pengembangan KEK di Provinsi Bengkulu.

2.3.1.2.

Kawasan Industri

Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan lokasi industri berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. Rencana pembangunan KI membutuhkan: kesiapan infrastruktur yang memadai sehingga semua fasilitas dapat terintegrasi; fasilitas pendukung tumbuhnya industri prioritas berupa area komersil serta penelitian dan pengembangan; dan fasilitas pendukung lainnya. Pemerintah telah menetapkan 14 kawasan industri di Indonesia, namun belum ada pengembangan kawasan industri di Provinsi Bengkulu.

(26)

2.3.2. Kesenjangan intra wilayah

Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 berkisar antara 0,36-0,38 dan berada di bawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Bengkulu tergolong pada kelompok ketimpangan rendah (Gambar 22). Kesenjangan ekonomi di Bengkulu dikarenakan masih terbatasnya jangkauan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Kondisi di atas menghadapkan Bengkulu pada tantangan untuk meningkatkan, memeratakan, dan memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke seluruh pelosok daerah.

Gambar 22

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Bengkulu cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 6). Pendapatan perkapita di Provinsi Bengkulu relatif lebih rendah daripada pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu. Wilayah Bengkulu memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah daripada wilayah lain di Indonesia dengan konsentrasi penduduk tersebar di perdesaan. PDRB perkapita di Kabupaten tertinggi di Kabupaten Reang Lebong dan Kota Bengkulu, dan terrendah di Kabupaten Seluma. Kota Bengkulu sebagai ibukota provinsi memiliki nilai PDRB perkapita tertinggi di Provinsi Bengkulu, dan jauh meninggalkan kota dan kabupaten lainnya. Ketersediaan infrastruktur perkotaan turut mendukung tingginya PDRB perkapita di daerah ini

0,36 0,36 0,37 0,37 0,38 0,78 0,78 0,80 0,80 0,78 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 2009 2010 2011 2012 2013 Bengkulu Nasional

(27)

Tabel 6

Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2008-2013 (000/jiwa)

Kabupaten/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Bengkulu Selatan 7.242 7.580 8.518 9.491 10.512 11.731 Rejang Lebong 11.735 12.834 14.736 16.593 18.592 20.884 Bengkulu Utara 5.872 6.061 6.567 7.118 7.798 8.537 Kaur 4.272 4.514 4.877 5.312 5.881 6.533 Seluma 3.819 4.064 4.528 4.983 5.478 6.061 Mukomuko 7.577 8.037 8.787 9.457 10.360 11.294 Lebong 9.127 9.817 10.794 11.898 12.892 14.288 Kepahiang 10.389 11.513 12.942 14.416 16.059 17.990 Bengkulu Tengah 6.827 7.905 8.699 9.775 10.896 12.069 Kota Bengkulu 13.100 13.846 14.881 16.400 18.134 20.162 Bengkulu 8.940 9.661 10.801 12.118 13.522 15.095 Sumber: BPS, 2013

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Bengkulu adalah sebagai berikut:

1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Primer

Perekonomian Provinsi Bengkulu masih tergantung pada sektor pertanian. Strukur perekonomian Provinsi Bengkulu tahun 2014 didominasi oleh kontribusi sektor pertanian dengan kotribusi sebesar 32,21 persen, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor administrasi pemerintahan, pertambahan dan jaminan sosial sebesar 8,96 persen (Tabel 7). Sementara peranan sektor industri pengolahan hanya memberikan kontribusi sebesar 4,18 persen.

Tabel 7

Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 Lapangan Usaha

Distribusi Persentase (%)

ADHK ADHB

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 30,25 31,21 2. Pertambangan dan Penggalian 3,98 4,18 3. Industri Pengolahan 6,28 6,31 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,08 0,05 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 0,24 0,20

(28)

Lapangan Usaha

Distribusi Persentase (%)

ADHK ADHB

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 14,27 13,42 8. Transportasi dan Pergudangan 7,72 7,62 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,45 1,48 10. Informasi dan Komunikasi 4,20 3,47 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,57 3,69

12. Real Estat 4,46 4,01

13. Jasa Perusahaan 2,17 2,05 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,47 8,96 15. Jasa Pendidikan 6,24 6,37 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,46 1,45

17. Jasa lainnya 0,70 0,68

Sumber: BPS, 2014

Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor pengadaan, sektor transportasi dan pergudangan, sektor real estat, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Bengkulu memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 8).

Tabel 8

Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Bengkulu

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,34 2,34 2,36 2,34 2,31 2. Pertambangan dan Penggalian 0,41 0,40 0,41 0,41 0,44 3. Industri Pengolahan 0,25 0,26 0,26 0,27 0,27 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,26 0,28 0,29 0,30 0,31 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 3,19 3,06 3,00 2,89 2,85

6. Konstruksi 0,49 0,47 0,47 0,46 0,46

7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,02 1,02 1,00 1,01 1,03 8. Transportasi dan Pergudangan 2,13 2,09 2,06 2,08 2,04 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,47 0,46 0,47 0,47 0,48 10. Informasi dan Komunikasi 1,04 1,01 0,96 0,94 0,91 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,80 0,96 0,98 0,96 0,97

12. Real Estat 1,45 1,47 1,49 1,50 1,50

13. Jasa Perusahaan 1,33 1,35 1,36 1,36 1,33 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,22 2,22 2,27 2,41 2,44 15. Jasa Pendidikan 2,06 2,01 1,96 1,95 1,96 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,47 1,42 1,39 1,38 1,38

17. Jasa lainnya 0,26 0,25 0,25 0,24 0,25

Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010

(29)

Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja.

Di Provinsi Bengkulu terdapat potensi pengolahan kelapa sawit dan karet dengan luas penanaman yang terus bertambah di beberapa kabupaten. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik dari segi jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugastugas pendampingan, terbatasnya sarana produksi terutama pestisida, terbatasnya sumber dana pengembangan, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya proses pengolahan. Di Provinsi Bengkulu juga terdapat potensi pengolahan kopi. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan pengolahan komoditas lainnya, yaitu terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik dalam aspek jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugas-tugas pendampingan, rendahnya nilai tambah produksi biji kopi kering, terbatasnya sarana produksi, rendahnya proses pengolahan dan pengeringan dan belum tertatanya kelembagaan di tingkat petani plasma.

Selama periode 2011-2015, perubahan orang bekerja di sektor jasa-jasa, industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang bekerja di sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor angkutan dan komunikasi cenderung menurun (Tabel 9). Ke depan, sektor industri pengolahan non migas masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian dan jasa-jasa dengan yang kurang produktif.

Tabel 9

Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-2015

No. Lapangan Pekerjaan 2011 2015 (Feb) Perubahan

1 Pertanian 456.467 438.733 -17.734

2 Pertambangan 9.490 11.239 1.749

3 Industri Pengolahan 25.323 51.757 26.434 4 Listrik, Gas, Air 2.929 1.344 -1.585

5 Bangunan 43.567 51.338 7.771

6 Perdagangan, Hotel, Restoran 149.330 172.671 23.341 7 Angkutan & Telekomunikasi 26.210 24.968 -1.242

8 Keuangan 14.795 20.440 5.645

9 Jasa-Jasa 133.999 171.391 37.392

Total 862.110 943.881 81.771

(30)

2. Pertumbuhan Daerah Lebih Didorong oleh Konsumsi daripada Investasi

Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi selama 2007-2014 adalah pada konsumsi rumah tangga (Tabel 10). Pertumbuhan yang didorong oleh konsumsi memiliki keterbatasan, yakni tidak berkelanjutan. Dalam jangka menengah pertumbuhan berbasis konsumsi akan menggerus tabungan masyarakat, dan karena tabungan bisa dikonversi menjadi investasi maka pada tahap selanjutnya pertumbuhan semacam ini dapat mengurangi potensi investasi.

Tabel 10

PDRB Menurut Penggunaan 2014

Penggunaan Kontribusi (%)

ADHK 2010 ADHB

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 62,94 65,16 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,86 2,67 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerlntah 20,13 19,65 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 44,22 42,10 5. Perubahan Inventori 2,17 2,99 6. Ekspor Luar Negeri 6,59 6,83

7. Impor Luar Negeri 1,33 1,35

8. Net Ekspor Antar Daerah -37,59 -38,04

Total 100 100

Sumber : BPS, 2014

Sejalan dengan kebijakan percepatan pembangunan di Bengkulu, kegiatan investasi perlu ditingkatkan dengan mengembangkan potensi wilayah, meliputi sumber daya alam sumber daya hutan dan perairan, pengembangan pertanian dan agribisnis, serta potensi pariwisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah, hal yang perlu diperhatikan adalah kelembagaan yang ramah dunia usaha. Pencapaian nilai tambah pada komponen investasi diantaranya dipengaruhi oleh pembenahan sarana infrastruktur, pengurusan perizinan usaha, kepastian hukum dan kondisi keamanan suatu daerah.

3.

Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah

Pembangunan infrastruktur yang baik akan menjamin efisiensi, memperlancar pergerakan barang dan jasa, dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah. Keberadaan infratsruktur seperti jalan raya dan jembatan akan mampu membuka akses bagi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Provinsi Bengkulu dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 8.577 km. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan sarana transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai. Kerapatan jalan yang menunjukkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di Provinsi Bengkulu menempati 15 dibandingkan provinsi lain di Indonesia (Tabel 11).

(31)

Tabel 11

Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014

No. Provinsi PDRB Per Kapita

( Ribu Rp) Kerapatan Jalan 1 DKI Jakarta 136.407,58 1068,36 2 D.I Yogyakarta 21.873,72 136,19 3 Bali 29.666,48 133,20 4 Jawa Tengah 22.858,32 90,56 5 Jawa Timur 32.703,80 89,03 6 Banten 29.961,85 70,84 7 Sulawesi Selatan 27.760,65 69,98 8 Jawa Barat 24.961,05 69,55 9 Kepulauan Riau 76.753,11 60,40 10 Lampung 23.648,76 56,85 11 Sumatera Barat 25.963,24 54,57 12 Sumatera Utara 30.482,59 50,41 13 Sulawesi Utara 27.804,68 49,14

14 Nusa Tenggara Barat 15.351,54 43,52

15 Bengkulu 19.631,40 43,06

16 Gorontalo 18.627,37 42,76

17 Nusa Tenggara Timur 10.742,42 42,10

18 Sulawesi Barat 19.211,14 41,93

19 Aceh 23.199,49 39,86

20 Sulawesi Tenggara 27.898,88 31,32 21 Sulawesi Tengah 25.316,32 30,38

22 Kalimantan Selatan 27.230,80 30,16 23 Kep Bangka Belitung 32.868,70 29,62

24 Riau 72.331,01 28,27 25 Jambi 36.088,33 26,65 26 Maluku Utara 16.872,31 19,39 27 Sumatera Selatan 30.627,55 18,71 28 Maluku 14.230,08 16,61 29 Kalimantan Timur 123.985,45 12,13 30 Kalimantan Barat 22.707,79 10,42 31 Kalimantan Tengah 30.220,97 9,93 32 Papua Barat 59.156,84 8,40 33 Papua 38.891,99 5,26 Sumber: BPS (2014)

Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 23). Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula. Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Bengkulu relatif

(32)

lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Bengkulu tidak mengalami defisiensi infrastruktur jalan.

Gambar 23

Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun 2014

Sumber: BPS (2014) - diolah

Secara kualitas, kondisi jalan di Provinsi Bengkulu belum cukup baik. Data kualitatif menunjukkan adanya tingkat kerusakan jalan di Bengkulu lebih tinggi dari pada wilayah lain. Kondisi jalan yang buruk akan meningkatkan waktu tempuh perjalanan dan membengkakkan biaya distribusi barang antar daerah, yang pada gilirannya menghambat perekonomian daerah. Dengan adanya perbedaan kapasitas fiskal antardaerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan integrasi jaringan jalan antarwilayah.

Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Bengkulu termasuk rendah (395,50 kWh) dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional yang sebesar 787,6 kWh (Gambar 24). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 25). Wilayah yang memiliki posisi di bawah kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Bengkulu berada beririsan dengan kurva linier, menunjukkan konsumsi listrik Bengkulu lebih rendah dari di provinsi lain yang memiliki pendapatan perkapita sama. Dengan demikian, ketersediaan jaringan listrik merupakan salah satu masalah di Bengkulu

y = 0,2139x - 0,008 R² = 0,0149 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20 Log K erap at an Ja lan

Log PDRB per kapita

Gambar

Gambar  6  menunjukkan  distribusi  kabupaten  dan  kota  di  Provinsi  Bengkulu  berdasarkan  rata-rata  pertumbuhan  ekonomi  dan  peningkatan  IPM selama  tahun  2008-2013

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini: 1 Peran guru IPS dalam meningkatkan moral siswa dapat membentuk dan membangun sikap siswa kearah yang lebih baik dengan memberikan pembiasaan-pembiasaan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kulit dari bobot potong pada kambing Kejobong, kambing PE dan kambing Kacang secara statistik tidak

Mahasiswa lama yang terlambat regestrasi administrasi dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan dan pada semester tersebut dinyatakan tidak terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah

Pengetahuan dasar tersebut adalah pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang penerjemahan) dan pengetahuan prosedural (tahu cara menerjemahkan). Kedua jenis

Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian adalah 60 siswa siswi berumur 10 sampai 12 tahun yang memenuhi persyaratan yaitu siswa siswi yang mengalami

Dari pengamatan peneliti dan guru mitra pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, terdapat peningkatan aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan

1) Member Identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing- masing. 2)

Dalam divisi humas, contoh kebijakan pimpinan kepada bawahan, untuk kegiatan menangani website, terdapat peraturan dari Sekretariat Jenderal yaitu biro komunikasi