• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

1

1.1.

PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

1

1.2.

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

3

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

7

2.1.

ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

8

2.1.1.

Pendidikan

8

2.1.2.

Kesehatan

9

2.1.3.

Perumahan

12

2.1.4.

Mental/Karakter

13

2.2.

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

15

2.2.1.

Pengembangan Sektor Pangan

15

2.2.2.

Pengembangan Sektor Energi

19

2.2.3.

Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

20

2.2.4.

Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

22

2.3.

ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

25

2.3.1.

Pusat Pertumbuhan Wilayah

25

2.3.1.1

Kawasan Ekonomi Khusus

25

2.3.1.2

Kawasan Industri

26

2.3.2.

Kesenjangan intra wilayah

27

3.

ISU STRATEGIS WILAYAH

29

4.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

38

(3)

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

1.

KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.

1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA

Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.

1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Provinsi Sumatera Utara memiliki peran penting bagi perekonomian wilayah dan nasional, terutama melalui peran industry makan dan minuman, industri logam, dan sektor perkebunan kelapa sawit, kopi dan kakao. Sumatera Utara juga merupakan penghasil pangan terbesar di luar Jawa untuk komoditas padi dan jagung. Selama kurun waktu 2011-2014 kinerja perekonomian Provinsi Sumatera Utara melambat (Gambar 1) dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,13 persen.

Gambar 1

Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Sumber: BPS, 2014

Selama kurun waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi Sumatera Utara cenderung meningkat, namun lebih rendah dari pendapatan per kapita nasional. Dukungan pendapatan dari sektor pertanian dan industri pengolahan, serta sektor perdagangan mempengaruhi peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Sumatera Utara. Jika pada tahun

2011 2012 2013 2014 SUMATERA UTARA 6,66 6,45 6,08 5,23 INDONESIA 6,16 6,16 5,74 5,21 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00 6,50 7,00 P er sen

(4)

2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Sumatera Utara dan PDB Nasional sebesar 88,30 persen, maka pada tahun 2014 rasionya meningkat menjadi 89,32 persen (Gambar 2). Hal ini berarti secara per kapita, perekonomian Sumatera Utara bertumbuh relatif cepat dibandingkan rata-rata provinsi lain.

Gambar 2

PDRB Per Kapita ADHB

Sumber: BPS, 2014

1.1.2. Pengurangan Pengangguran

Tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara cenderung menurun, berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional, namun pernah lebih tinggi dari nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun 2008-2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun 2008-2015 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sumatera Utara tahun 2008-2015 berkurang sebesar 3,74 persen (Gambar 3).

Gambar 3

Tingkat Pengangguran Terbuka

Sumber: BPS, 2015 2010 2011 2012 2013* 2014** Sumatera Utara 25.412,67 26.711,24 28.036,38 29.343,04 30.482,59 Perkapita Nasional 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 Ribu Ru p ia h 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumatera Utara 9,55 8,25 8,01 7,18 6,31 6,01 5,95 6,39 Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,81 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 p er sen

(5)

1.1.3. Pengurangan Kemiskinan

Peningkatan pendapatan masyarakat dan penurunan tingkat pengangguran juga diiringi oleh penurunan tingkat kemiskinan daerah. Pada tahun 2007-2014 persentase penduduk miskin turun secara konsisten baik di perkotaan maupun di perdesaan (Gambar 4). Pada tahun 2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai 9,38 persen (Gambar 4). Kemiskinan disebabkan karena struktur sosial dalam masyarakat, yaitu kurang mampunya memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah akibat terbatasnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.

Gambar 4

Persentase Penduduk Miskin Tahun 2008-2015

Sumber: BPS, 2014

1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA (SUMATERA

UTARA)

Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.

1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Nias, Nias Barat, Nias Utara, Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, Mandailing Natal, dan Kota Gunung Sitoli merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Perkotaan 14,21 12,85 11,45 11,34 10,75 10,28 9,98 9,35 Perdesaan 13,63 12,29 11,56 11,29 11,89 10,53 10,1 9,40 Sumatera Utara 13,90 12,55 11,51 11,31 11,33 10,41 10,0 9,38 Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96 - 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 Per sen

(6)

Gambar 5

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Kedua, Kabupaten Samosir, Humban Hasudutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Langkat, Toba Samosir, Dairi, Nias Selatan, dan Batu Bara terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa.

Ketiga, KabupatenSimalungun, Asahan, Tanjung Balai, Padang Lawas, Karo, Labuan Batu, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, dan Kota Tanjung Balai terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.

(7)

Keempat, Kabupaten Labuan Batu Selatan, Padang LAwas Utara, labuan Batu Utara, Serdang Bedagai, deli Serdang, Kota Padang Sidimpuan, Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Binjai terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah meningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM

Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013. Pertama, Kabupaten Labuan Batu Utara, Nias Utara, deli Serdang, Pakpak Bharat, Nias Barat, Nias, Labuan Batu Selatan, dan Kota Tebing Tinggi merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.

Gambar 6

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013

(8)

Kedua, Kabupaten Nias Selatan, Asahan, Labuan Batu, Tapanuli Utara, Karo, Batu Bara, dan Dairi yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Langkat, Tanjung Balai, Padang Lawas, Simalungun, Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Samosir, Kota Sibolga, dan Kota Pematang Siantar terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah.

Keempat, Kabupaten Tapanuli Tengah, padang Lawas Utara, mandailing Natal, Serdang Bedagai, Kota Padang Sidimpuan, Kota Gunung sitoli, dan Kota Medanterletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.

1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran

Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-2013. Pertama, Kota Binjai, Kota Padang Sidimpuan, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan Kabupaten Pakpak Bharat termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Kedua, Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Pematang Siantar, Asahan, Karo, Darisi, Tapanuli Selatan, Simalungun, Langkat, Padang Lawas, dan Kota Sibolga yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan.

Ketiga, Kabupaten Batu Bara, Tapanuli Utara, Nias Selatan, Tanjung dan Balaiterletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar.

(9)

Gambar 7

Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah)

Keempat, Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Tengah, Serdang Bedagai, Nias Barat, Nias Utara, Labuan Batu, MandailingNatal, Padang Lawas Utara, LabuanBatu Utara, Labuan Batu Selatan, dan Kota Gunungsitoli terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran.Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal.

2.

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH

Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.

(10)

2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

2.1.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Sumatera Utara memiliki peran penting, pendidikan menjadi sektor prioritas yang berada pada urutan pertama di antara sektor-sektor prioritas lainnya.

Tingkat pendidikan di Sumatera Utara menunjukkan perubahan meningkat, namun Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara belum merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 99,04 persen untuk usia 7-12 tahun dan 92,01 persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan APS terendah meliputi Kabupaten Padang Lawas, Asahan, Tapanuli Tengah dan Labuan Batu Selatan. Pendidikan dasar di wilayah terpencil dan terisolir di Provinsi Sumatera Utara belum terpenuhi karena kekurangan tenaga pendidik dan layanan pendidikan lainnya. Dalam 3 tahun terakhir APS Sumatera Utara mengalami pergeseran pada kelompok umur 16-18 tahun dan kelompok umur 19-24 tahun, artinya terjadi peningkatan penduduk yang sedang sekolat tingkat SLTA dan universitas. Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang minimal telah tamat SLTA mencapai 50 persen terdapat di Kota Medan, artinya secara umum kota tersebut memiliki sumberdaya manusia yang baik.

Gambar 8

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)

Sumber: BPS, 2013

Capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun berdampak pada rata-rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan pembangunan oleh MDGs di Provinsi Sumatera Utara (Gambar 9). RLS di Provinsi Sumatera

99,04 92,01 75 80 85 90 95 100 105 Kab . N ia s Kab . M an dai lin g N at al Kab . T ap an uli S elat an Ka b. T apa nuli T enga h Kab . T ap an uli U ta ra Kab . T ob a Sa m osi r Kab . La buha n Ba tu Kab . A sa ha n Kab . S im alun gun Ka b. Da ir i Kab . Kar o Kab . D eli S er dan g Kab . La ngk at Kab . N ia s Se lat an Kab . Hum ba ng Ha su nduta n Kab . Pa kp ak Bha ra t Kab . S am osi r Kab . S er dan g Be daga i Kab . Ba tu Ba ra Kab . Pa dan g La wa s U ta ra Kab . Pa dan g La wa s Kab . La buha n Ba tu Se lat an Kab . La buha n Ba tu U ta ra Kab . N ia s U ta ra Kab . N ia s Ba ra t Ko ta S ib olg a Ko ta T an jung Ba lai Ko ta Pe m at ang Si ant ar Ko ta T eb in g T in ggi Ko ta M eda n Ko ta Bi nja i Ko ta Pa dan gsi dim pua n Ko ta Gun un gsi to li

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun APS 7-12 tahun Provinsi APS 13-15 tahun Provinsi

(11)

Utara 8,45 tahun, lebih tinggi dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2013 berkisar pada angka 97,38 persen dan lebih tinggi daripada AMH nasional yang terus meningkat dari 91 persen di tahun 2009 menjadi 94 persen di tahun 2013.

Gambar 9

Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013

Sumber: BPS, 2013

Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara. Angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga Sumatera Utara berada dalam ekonomi dengan produktivitas rendah. Provinsi Sumatera Utara perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Sumatera Utara.

2.1.2. Kesehatan

Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara. Tingkat kesehatan masyarakat Sumatera Utara belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas nasional. Angka kematian bayi di Sumatera Utara pada tahun 2012 sebanyak 40 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka kematian bayi Sumatera Utara 46 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai, kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan. Kondisi kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan. Dengan penduduk yang sehat pembnagunan dapat berjalan lancar. Sebagian besar penolong kelahiran

89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 7 7,5 8 8,5 9 9,5 2009 2010 2011 2012 2013 RLS_Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun) AMH_Provinsi (%) AMH Nasional (persen)

(12)

di Sumatera Utara dilakukan oleh bidan (75,10 persen), namun masih beberapa kelahiran dibantu tenaga dukun (5,10). Terkait dengan kesehatan balita, kesadaran penduduk Sumatera Utara tehadap imunisasi balita tergolong tinggi , terlihat dari tingginya persentse balita yang pernah diimnisasi sebesar 91,06 persen dari jumlah balita.

Gambar 10

Angka Kematian Bayi Provinsi Sumatera Utara

Sumber: BPS, 2012

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Sumatera Utara. Program prioritas pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Sumatera Utara antara lain peningkatan sarana prasarana alat RS rujukan regional di RSUD Pirngadi Kota Medan, RSUD Haji Provinsi, RSUD Djasamen Saragih Kota Pematang Siantar, RSUD Rantau Prapat Kab. Labuhan Batu, RSUD Padang Sidempuan, RSUD Gunung Sitoli. Pembangunan rumah sakit dan puskesmas dengan ruang rawat inap yang diprioritaskan pada daerah yang belum terjang kau pelayanan kesehatan menjadi prioritas pembangunan. Sementara itu jumlah puskesmas yang tersedia saat ini sebanyak 571 unit yang terdiri dari 161 unit puskesmas perawatan dan 407 unit puskesmas non perawatan (Tabel 1). Jumlah daerah yang memiliki puskesmas terbanyak adalah , sedangkan daerah dengan jumlah puskesmas paling rendah adalah. Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat terwujud dari keberadaan puskesmas yang sebagian telah ditingkatkan menjadi puskesmas rawat inap dan puskesmas pembantu. Di samping itu terdapat 206 unit rumah sakit, balai pengipatan, posyandu, serta apotek. Dengan demikian Sumatera Utara memiliki 29.368 unit layanan kesehatan yang melayani 13.766.851 jiwa, yang berarti setiap satu layanan kesehatanakan melayani 469 jiwa. 46 26 40 39 26 34 0 10 20 30 40 50 2007 2010 2012

(13)

Tabel 1

Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Sumatera Utara

No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Rawat Inap Puskesmas Non Rawat Inap

1 Kab. Nias 10 4 6

2 Kab. Mandailing Natal 26 3 23

3 Kab. Tapanuli Selatan 16 4 12

4 Kab. Tapanuli Tengah 23 6 17

5 Kab. Tapanuli Utara 19 6 13

6 Kab. Toba Samosir 19 2 17

7 Kab. Labuhan Batu 13 5 8

8 Kab. Asahan 22 10 12

9 Kab. Simalungun 34 8 26

10 Kab. Dairi 18 5 13

11 Kab. Karo 19 6 13

12 Kab. Deli Serdang 34 17 17

13 Kab. Langkat 30 8 22

14 Kab. Nias Selatan 36 8 28

15 Kab. Humbang Hasundutan 12 3 9

16 Kab. Pakpak Bharat 8 2 6

17 Kab. Samosir 12 5 7

18 Kab. Serdang Bedagai 20 6 14

19 Kab. Batu Bara 13 4 9

20 Kab. Padang Lawas Utara 17 3 14

21 Kab. Padang Lawas 14 4 10

22 Kab. Labuhan Batu Selatan 17 9 8

23 Kab. Labuhan Batu Utara 17 7 10

24 Kab. Nias Utara 11 5 6

25 Kab. Nias Barat 8 3 5

26 Kota Sibolga 5 1 4

27 Kota Tanjung Balai 8 1 7

28 Kota Pematang Siantar 19 0 19

29 Kota Tebing Tinggi 9 0 9

30 Kota Medan 39 13 26 31 Kota Binjai 8 2 6 32 Kota Padangsidimpuan 9 2 7 33 Kota Gunungsitoli 6 2 4 Provinsi 571 164 407 Nasional 9.740 3.395 6.345 Sumber: BPS, 2014

Untuk masalah gizi buruk, prevalensi gizi buruk dan kurang gizi pada balita di Sumatera Utara masih tinggi. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Penanggulangan gizi buruk bukan saja tugas dinas

(14)

kesehatan, namun sangat dibutuhkan juga peran serta masyarakat termasuk kepala keluarga untuk segera melaporkan jika bayi bermasalah dengan gizi. Peran posyandu diperlukan untuk memberikan pengetahuan mengenai sadar gizi untuk balita. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.

2.1.3. Perumahan

Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Sumatera Utara sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk dengan kepemilikan pemukiman yang belum tertata. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasarana sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus. Beberapa fasilitas perumahan mencakup jenis atap, dinding, dan jenis lantai terluas merupakan indikator kesejahteraan rumah tangga di bidang perumahan. Kondisi perumahan Sumatera Utara selama tahun 2012-2014 semakin membaik, terlihat dari jumlah rumah tangga yang memiliki perumahan dengan kondisi lantai bukan tanah, beratap layak, dan berdinding permanen.Persentase rumah tanggga dengan lantai bukan tanah mencapai 97,46 persen meskipun baru sebagia bangunan tempat tinggal berdinding tembok.

Gambar 11

Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum

Sanitasi Air Minum

Sumber: BPS, 2013

Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Sumatera Utara yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Sumatera Utara meningkat pada tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 57,1 persen menjadi 61,92 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Sumatera Utara selama 2010-2013 meningkat dari 46,06 persen menjadi 67,81 persen. Akses terhadap air minum bresih masih haus ditingkatkan, karena masih terdapat 2,56 persen rumah tangga di Sumatera Utara

57,1 56,47 59,7 61,92 55,53 55,6 57,35 60,91 50 52 54 56 58 60 62 64 2010 2011 2012 2013 Sumatera Utara Nasional

46,06 62,29 65,48 67,81 44,19 63,48 65,05 67,73 30 35 40 45 50 55 60 65 70 2010 2011 2012 2013 Sumatera Utara Nasional

(15)

menggunakan air hujan sebagai sumber air minum. Pada tahun 2012 sumber air minum masyarakat Provinsi Sumatera Utara yang berasal dari air ledeng dan kemasan mencapai 42,51 persen, meningkat menjadi 43,98 persen tahun 2013, dan mencapai 45,14 tahun 2014.

Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan).

Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Sumatera Utara banyak tersebar di daerah perkotan. Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan.

2.1.4. Mental/Karakter

Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam. Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial.

Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah Sumatera Utara menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan.

Salah satu upaya membentuk karakter masyakarat di Sumatera Utara adalah melalui pendidikan agama. Masyarakat Sumatera Utara cukup majemuk sehingga upaya pembentukan karakater bisa dimulai dari pendidikan dalam keluarga, kelompok kegamaan, serta organisasi kepemudaan lain. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media tempat ibadah dan pendidikan guru agama adalah komponen masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan.

(16)

Tabel 2

Data Umat, Tempat Ibadah Provinsi Sumatera Utara

Agama Kristen Katholik Islam Hindu Budha

Jumlah Umat 70640 47639 4963260 1129 4392

Tempat Ibadah 303 126 13322 1 4

Sumber: Kementerian Agama Kanwil Sumatera Utara, 2015

Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Sumatera Utara dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Sumatera Utara yang maju dan cerdas. Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan. Jumlah organisasi di Sumatera Utara yang terdaftar pada Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 10 organisasi, terdiri atas keagamaan, kekeluargaan, dan lain-lain (Gambar 12).

Gambar 12

Bidang Organisasi di Provinsi Sumatera Utara

Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 (diolah)

Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan organisasi kepemudaan adalah adanya sifat dan karakter dari generasi muda yang tidak relevan dengan norma kehidupan masyarakat. Melalui peran organisasi-organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan untuk menghindari masalah negatif dalam internal maupun eksternal organisasi. Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan

keagamaan 33% kebangsaan 23% kesiswaan 20% kepartaian 14% kekeluargaa n 1% kekaryaan 8% Profesi 1%

(17)

2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan

Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Sumatera Utara karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Sumatera Utara. Sumber pangan lokal di Provinsi Sumatera Utara antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Produksi padi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mencapai 3.866.492 ton (Gambar 13). Peningkatan produksi ini disebabkan karena bertambahnya luas panen dan meningkatnya produktivitas. Kontribusi produksi padi di provinsi Sumatera Utara tahun 2015 sebesar 5,16 persen terhadap produksi padi nasional.

Gambar 13

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Sumatera Utara

Sumber: BPS, 2014

Produksi jagung di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 mencapai 687.904 ton, meningkat sebesar 82.552 ton (13,64 persen) dari tahun 2014 sebesar 1.478.584 ton (Gambar 14). Peningkatan produksi ini juga dikarenakan bertambnhnya luas panen sebesar dan meningkatnya produkstivitas jagung. Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu mengurangi impor jagung

.

3.607.403 3.715.514 3.727.249 3.631.039 3.866.492 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 3.450.000 3.500.000 3.550.000 3.600.000 3.650.000 3.700.000 3.750.000 3.800.000 3.850.000 3.900.000 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi Padi Produktivitas Padi Produktivitas Nasional

(18)

Gambar 14

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Sumatera Utara

Sumber: BPS, 2014

Untuk komoditas kedelai, produksi tahun 2011-2015 cenderung berfluktatif namun memlikikecenderungan menurun. Pada tahun 2015 produksi kedelai sebesar 6.583 ton, meningkay dibandingkan tahun 2014 sebesar 5.705 ton (Gambar 15). Meningkatnya produksi kedelai dipengaruhi oleh bertambahnya luas panen dan meningkatnya produktivitas kedelai Sumatera Utara sebesar pada tahun 2015.

Gambar 15

Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Sumatera Utara.

Sumber: BPS, 2014 1.294.645 1.347.124 1.183.011 1.159.795 1.478.584 0 10 20 30 40 50 60 70 0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional

11.426 5.419 3.229 5.705 6.583 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 2011 2012 2013 2014 2015 Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional

(19)

Kondisi agroekosistem Sumatera Utara sangat mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Selain padi dan jagung, berbagai sumber pangan lokal di Sumatera Utara telah dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Tanaman pangan lokal yang sudah dimanfaatkan masyarakat Sumatera Utara antara lain kacang tanah dan ubi kayu, namun produktivitasnya terus mengalami penurunan.

Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan. Produksi daging di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh babi, dengan hasil produksi sebsar 39.584 ton pada tahun 2014. Produksi babi di Sumatera Utara terus meningkat selama 2010 – 2014 (Gambar 16). Produksi daging babi Sumatera Utara berkontribusi sebesar 12,73 persen terhadap produksi daging babi nasional.

Gambar 16

Produksi Daging Provinsi Sumatera Utara (Ton)

Sumber: BPS, 2014

Gambar 17

Populasi Ternak Unggas Provinsi Sumatera Utara (Ribu Ekor

)

Sumber: BPS, 2014 14.256 18.299 24.547 18.437 25.696 5.654 4.942 7.308 3.395 7.760 2.717 3.269 5.353 3.470 3.557 32.488 35.786 38.221 39.212 39.584 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 2010 2011 2012 2013 2014 Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda

Daging Kambing Daging Domba Daging Babi

11.929,50 11.963,70 12.073,40 15.545,20 16.475,70 8.350,00 8.994,40 12.055,60 15.704,30 16.383,60 45.155,00 40.167,70 42.813,20 46.064,40 47.528,60 2.026,10 2.627,00 3.107,90 2.819,90 3.111,30 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 50.000,00 2010 2011 2012 2013 2014 Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik

(20)

Peternakan unggas di Provisi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Sumatera Utara adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 47 juta ekor pada tahun 2014, meningkat sebesar 31,18 persen dari tahun sebelumnya (Gambar 17). Ayam jenis ini banyak diminati karena lebih menguntungkan dan mudah pemeliharaannya. Sedangkan itik sangat sedikit peminatnya di Jawa Barat sebanyak 3 juta ekor. Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari pemerintah.

Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Sumatera Utara juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Sumatera Utara cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Sumatera Utara diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3).

Tabel 3

Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Sumatera Utara

Desa Mandiri Benih Cetak Sawah (Ha)*

Target Produksi 2019 (ribu ton)

Padi Jagung Kedelai Gula Daging Sapi

dan kerbau

35 8.000 4.394.901 1.915.713 10.184 69.423 41.466

*indikasi awal

Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015

Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya.

Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak

(21)

diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik.

2.2.2. Pengembangan Sektor Energi

Sumberdaya energi merupakan sarana produksi dan sarana kehidupan sehari-hari yang memegang peran penting dalam pembangunan. Ketersediaan energi yang berkesinambungan, handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara. Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis. Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum dominan karena masih didominasi penggunaan bahan bakar fosil.

Pemerintah terus mendorong investasi sektor energi di Sumatera Utara terkait dengan kebutuhan listrik yang cukup besar. Sistem kelistrikan di Provinsi Sumatera Utara dipasok dengan menggunakan sistem transmisi 150kV dan transmisi 275 kV yang berasal dari Sektor Pembangkitan Belawan, Sektor PembangkitanMedan, Sektor Pembangkitan Pandan dan Sektor Pembangkitan Labuhan Angin (tidak termasukPulau Nias/Gunung Sitoli, Teluk Dalam, Pulau Tello dan Pulau Sembilan yang masih beroperasisecara isolated). PLN juga melakukan swap energy dengan PT Inalum untuk ikut membantumemenuhi kebutuhan beban puncak. Disamping pusat-pusat pembangkit tersebut, ada beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLN) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (IPP) yang memasok listrik langsung ke sistem distribusi (20kV). Kapasitas terpasang pembangkit listrik di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 2178,4 MW dengan Daya Mampu Netto (DMN) 1609,5 MW. Dengan total beban puncak pada tahun 2013 yang mencapai 1455 MW , dimana beban puncak yang terlayani hanya sebesar 1374 MW sehingga Provinsi Sumatera Utara masih mengalami defisit sebesar 81 MW.

Gambar 18

Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014

Tidak termasuk pelanggan non PLN

Sumber: Statistik PLN, 2014 89,91 81,70 0 20 40 60 80 100 120 A ce h Sum at er a U ta ra Sum at er a B ar at R ia u Ja m bi Sum at er a Se lat an B engku lu La m pun g Kep Ba ngk a Be lit un g Kepul aua n R ia u D KI Ja kar ta T an ge ra ng Ja wa Ba ra t Ja wa T en ga h D .I Yo gya kar ta Ja wa T im ur Ba nt en B A L I N us a T en ggar a Ba ra t N us a T en ggar a T im ur Ka lim ant an B ar at Kali m an ta n T en ga h Kali m an ta n Se lat an Kali m an ta n T im ur dan … Sulaw esi U ta ra Sulaw esi T en ga h Sulaw esi S elat an Sulaw esi T en ggar a Go ro nt alo Sulaw esi Ba ra t M aluk u M aluk u U ta ra Pa pua Ba ra t Pa pua

(22)

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 masih di bawah 100 persen dan lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18) namun kekurangan pasokan energi masih menjadi masalah yang harus diatasi segera. Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Selama periode 2012-2014 terjadi sedikit penambahan pembangkit listrik PLN untuk wilayah Sumatera Utara yaitu sebesar 447,26 MW, dari 1.932,02 MW meningkat menjadi 2.379,28 MW pada tahun 2014.

Penggunaan listrik di Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan ekonominya. Namun pasokan tenaga listrik (pembangkitan) mengalami penurunan daya mampu (derating capacity) karena umur pembangkit yang semakin tua dan penambahan kapasitas pembangkit baru yang relatif kecil. Kota Medan merupakan pusat beban terbesar di Sumatera Utara (hampir 60% dari seluruh demand di Provinsi ini) dengan tingkat pertumbuhan beban yang tinggi. Sehubungan dengan kurangnya pasokan listrik di Sumatera Utara sebagai akibat dari tidak seimbangnya penambahan pembangkit dan pertumbuhan beban, maka pada saat beban puncak diberlakukan pemadaman bergilir. Untuk menanggulangi pemadaman yang berkepanjangan, sementara PLN Wilayah Sumatera Utara telah melakukan demand side management dengan cara mengurangi laju pertumbuhan beban, yaitu membuat kuota (pembatasan) jumlah sambungan baru. Untuk mengantisipasi beban puncak, PLN setidaknya harus memiliki tambahan cadangan listrik sebesar 30 persen sehingga bila ada gangguan masih ada cadangan listrik yang bisa digunakan.

2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan

Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, wilayah dengan potensi maritim besar perlu didorong untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi kelautan. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah.

Sumatera Utara memiliki luas wilayah 181.680 km2 yang terdiri atas 71.680 km2 wilayah darat dan 110.000 km2 wilayah laut dengan total panjang pantai 1.300 km. Wilayah Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis sebagai gerbang poros maritim barat Indonesia karena daerah ini terletak di antara Samudera Indonesia di bagian barat dan Selat Malaka di bagian timur. Wilayah pantai barat mempunyai panjang garis pantai 755 km dan pantai timur sepanjang 545 km. Terdapat 200 pulau-pulau kecil dan 3 pulau diantaranya merupakan pulau-pulau kecil terluar yaitu Pulau Berhala, Pulau Simuk, dan Pulau Wunga. Di wilayah pesisir pantai timur Sumatera terdapat 9 (sembilan) wilayah kabupaten/ kota yaang berhadapan dengan perairan Selat Malaka, yaitu Kabupaten Langkat, Kota Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batubara dan Tanjung Balai, sedangkan di wilayah pesisir Pantai Barat terdiri dari 9 (sembilan) Kabupaten/Kota yang berhadapan dengan Samudera Indonesia yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli

(23)

Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan. Pelabuhan laut merupakan jantung kegiatan ekonomi maritim, karena sangat menentukan kapasitas volume perdagangan melalui transportasi laut. Sampai saat ini terdapat 54 pelabuhan laut di Sumut yang terdiri dari 1 pelabuhan internasional yakni pelabuhan Belawan, 13 pelabuhan nasional, 10 pelabuhan regional, dan 30 pelabuhan lokal. Beberapa prasarana pelabuhan di Sumatera Utara disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4

Pelabuhan di Provinsi Sumatera Utara

Kabupaten /Kota Pelabuhan

Nias Pertamina Gunung Sitoli

Kab. Tapanuli Tengah Barus, Manduamas, Oswald Siahaan/Labuan Angin Kab. Labuhan Batu Labuan Bilik, Sei Berombang

Kab. Deli Serdang Panai Labu, Percut

Kab. Langkat Kuala Sarapu, Pangkalan Brandan, Pelabuhan Pulai Kampai, Pelabuhan Tanjung Pura, Tapak Kuda, TUKS PT Pertamina Kab. Nias Selatan Tello, Teluk Dalam, Teluk Dalam Baru

Kab. Serdang Bedagai Pelabuhan Pantai Cermin, Sialang Buah, Tanjung Beringin Kab. Batubara Kuala Tanjung, Pangkalan Dodek, Tanjung Tiram

Kab, Labuanbatu Utara Leidong, Tanjung Sarang Elang Kab. Nias Utara Lahewa

Kab. Nias Barat Sirombu

Kab. Sibolga Pertamina Sibolga, Sibolga Kab. Tanjung Balai Tanjung Balai Asahan

Kota Medan Belawan

Kota Gunung Sitoli Gunung Sitoli

Sumber: Kementerian Perhubungan, 2015

Dari segi potensi sumber daya maritim, perairan pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara mengandung potensi yang sangat besar, dan layak dijadikan sebagai modal pembangunan daerah ini. Perairan pantai timur memiliki potensi sumber daya ikan pelagis mencapai 126.500 ton/tahun, dan ikan demersal 110.000 ton/tahun, sementara di pantai barat potensi ikan pelagis mencapai 115.000 ton/tahun dan ikan demersal mencapai 80.000 ton. Belum lagi potensi ikan hias, rumput laut, bahan tambang dan mineral di dasar laut, harta karun, dan jasa lingkungan laut untuk transportasi, pelabuhan niaga dan pelabuhan perikanan. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Sumatera Utara. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 508.359 ton. Hasil perikanan budidaya di Sumatera Utara terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi paling tinggi pada budidaya jaring apung sebesar 83.154 ton (gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame, mujair, nila dan ikan mas.

(24)

Gambar 19

Produksi Perikanan (ton) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Sumber: BPS, 2013

Agar Sumatera Utara mampu mengembangkan industri maritim, maka di wilayah ini harus dibangun dan dikembangkan galangan kapal yang mampu membuat kapal ukuran menengah dan perbaikan kerusakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan agar pengusaha lokal terdorong untuk bergerak dalam bisnis maritim, baik dalam jasa pengangkutan barang atau penangkapan sumberdaya ikan di laut. Selain itu, juga harus dikembangkan pusat pengolahan produk perikanan, sehingga industri ini memberikan nilai tambah produk perikanan, baik untuk kebutuhan domestik maupun tujuan ekspor. Oleh sebab itu, pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mendorong sektor swasta untuk dapat mengembangkan industri pengolahan, dengan menyediakan fasilitas pendukungnya seperti cold storage, pabrik es, dan fasilitas pendukung lainnya. Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri

Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam

68% 6% 1% 5% 8% 11% 1%

Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak Kolam Keramba Jaring Apung Sawah

(25)

pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas.

Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Sumatera Utara belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Sumatera Utara meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Sumatera Utara mengalami peningkatan terutama pada tahun 2014 sebesar 39 persen (tamu domestik) dan 4,73 persen (tamu asing). .

Gambar 20

Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014

Sumber: BPS, 2014

Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Sumatera Utara belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, Potensi pariwisata Sumatera Utara meliputi wisqta alam, wisata budaya, dan sejarah. Beberapa objek wisata yang merupakan wisata alam merupakan kawasan strategis yang mendukung fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu Kawasan Ekosistem Leuser dan Bahorok, Kawasan Konservasi Hutan Batang Toru, serta Kawasan Konservasi Taman Nasional Batang Gadis di Kabupaten Mandailing Natal. Terkait dengan kegiatan sosial budaya objek wisata di Sumatera Utara yagn dapat dikunjungi meliputi situs dan peninggalan bersejarah Kota Cina di Kota Medan dan Kota Rantang di Kabupaten Deli Serdang, bangunan bersejarah di Koridor Kota Lama Belawan dan Kota Lama Kesawan di Kota Medan, bangunan bersejarah budaya Kesultanan Deli di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, kawasan religi dan situs candi/biara di Kabupaten Padanglawas dan Padang Lawas Utara, kawasan tradisional Bawomataluo Kabupaten Nias Selatan dan sekitarnya, kawasan religi dan situs bersejarah Islam di Barus Kabupaten Tapanuli Tengah, serta kawasan religi dan situs bersejarah suku Batak di Pusuk Buhit Kabupaten Samosir. Masih banyak potensi wisata di Sumatera Utara yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Utara.

135.531 151.570 319.404 355.927 490.979 1.801.370 2.208.091 3.582.574 5.707.390 6.510.348 - 10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000 80.000.000 90.000.000 100.000.000 - 1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000 7.000.000 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)

(26)

Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu.

Potensi sumberdaya alam Sumatera Utara yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri pengolahan baik skala mikro, kecil, dan menengah maupun skala besar dan sedang perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Sumatera Utara, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara Pelatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki industri mandiri. Industri pengolahan memegang peran penting sebagai bagian proses menuju modernisasi.

Tabel 5

Statistik Industri Besar Sedang

Uraian 2012 2013 2014

Jumlah Perusahaan (Unit) 1.022 963 996 Tenaga Kerja (orang) 154.108 154.029 167.038 Nilai Tambah (Milyar) 43.383,67 80.797,84 80.315,73

Sumber: BPSProvinsi Sumatera Utara, 2014

Gambar 21

Jumlah usaha dan Tenaga Kerja IBS Tahun 2014

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 0 50 100 150 200 250 300 350 Nia s Ma nd ailing Na ta l T ap anu li Sela ta n T ap anu li T enga h T ap an uli U ta ra T oba Samos ir La bu ha n Ba tu A sa ha n Sim al ungu n D airi Karo D el i Serd ang La ngkat Nia s Sela ta n H um ba ng H as und ut an Pa kp ak Bh ara t Samos ir Serd ang Be da ga i Ba tu Ba ra Pa da ng La wa s U ta ra Pa da ng La wa s La bu ha n Ba tu Sela ta n La bu ha n Ba tu U ta ra Nia s U ta ra Nia s Ba ra t Kot a Sibol ga Kot a T anjung Ba la i Kot a Pe m at ang Sia ntar Kot a T ebin g T in ggi Kot a Me da n Kot a Bi nja i Kot a Pa da ng Sid em pu an Kot a Gu nu ng Sit oli

(27)

Pada tahun 2014 jumlah usaha industri besar sedang di Sumatera Utara sebanyak 966 perusahaan atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3,31 persen (Tabel 5). Jumlah perusahaan industri besar sedang di Sumatera Utara paling banyak terdapat di Kabupaten Deli Serdang yaitu sebanyak 325 perusahaan atau sebesar 32,63 persen. Pada tahun 2014 jumlah IBS terbesar terdapat di Kabupaten deli Serdang yaitu sebanyak 325 perusahaan, nemun penyerapan tenaga kerja terbesar kelompok IBS berada di Kota Medan sebanyak 52.239 orang (Gambar 21). Pada kelompok IBS ini jenis industrinya meliputi industri makanan minuman dan tembakau, tekstil dan pakaian jadi, kayu dan perabot rumah tangga, keras, kimia dan plastik, dan industri pengolahan lainnya.

2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah

Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.

2.3.1.1.

Kawasan Ekonomi Khusus

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan kemajuan daerah perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan gesostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Pengembangan KEK di Provinsi Sumatera Utara adalah di Sei Mangkei yang berlokasi di Kabupaten Simalungun dengan fokus pembangunan pada industri pengolahan CPO. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei memiliki lahan seluas 1933.80 Ha dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL). KEK Sei Mangkei terletak di Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Jarak dari KEK Sei Mangkei menuju Kota Medan ± 144 Km, akses ke jalan lintas Sumatra ± 10 Km, ke Pelabuhan Kuala Tanjung ± 40 Km dan jarak ke Bandara Internasional Kuala Namu ± 115 Km. KEK Sei Mangkei merupakan sebuah kawasan industri yang berada di sentra bahan baku berbasis agro , dimana kondisi tersebut tidak dimiliki oleh kawasan industri lainnya di Indonesia.

Perkembangan pembangunan KEK Sei Mangke terkait infrastruktur pendukung wilayah meliputi energi listrik, gas, IPAL, serta pembangunan rel kereta api. PLN telah memasok daya tarik listrik sebesar 10 MW namun pasokan listrik tersebut sering mengalami flukstuasi tegangan. Rencana ke depan akan dibangun gardu induk baru di KEK Sei Mangkei dengan kapasitas 60 MW, dan target selesai pada Februari 2016. Infrastruktur dalam kawasan di KEK Sei Mangkei selesai dibangun untuk tahap 1.

KEK Sei Mangkei diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebesar 83.304 orang, dengan nilai investasi pembangunan kawasan sebesar 5,7 T rupiah dan diperkirakan menarik investasi 123,3 T hingga tahun 2025. Beberapa investasi di KEK Sei Mengke disajikan pada Tabel 6. Industri agro yang terdapat di KEK Sei Mangke meliputi hirlirisasi kelapa sawit, hilirisasi karet, sarana pendukung produksi, serta aneka industri.

(28)

Tabel 6

Investasi di KEK Sei Mangke

Investor Jenis Industri/Infrastruktur Luas Areal (Ha)

PT Unilever Oleochemical Indonesia Industri Oleokimia 27,39 PT Pertamina, PTPN III, POSCO Energy IPP PLTGU 250 MW 10,00 – 20,00

PT PLN (Persero) Gardu Induk 150 KV 14,2

PT Pertagas Niaga Metering Gas Station 0,88 Kementerian Perindustrian Gedung Pusat Inovasi Sawit 1,02

PTPN III PKO 4

PTPN III PKS 4

PTPN III PLTBS 4

PTPN III dan PTPN IV Pabrik Minyak Goreng 8

Kementerian Perindutrian Tank Farm 9

Kementerian Perindutrian Dry Port 14

Kementerian Perindutrian Jalur Kereta Api 35 Kementerian Perindutrian Jalan Poros ROW 62 22

PT. Agro Jaya Perdana PKO 1,5

PT. STTC (Sumatra Tobacco Trading Company) Aneka Industri 10 PTPN III dan Mitra Strategis Industri Ban Sepeda Motor 10

Sumber: PTPN,2015

Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3.1.2.

Kawasan Industri

Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan lokasi industri berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. KI di Sumatera Utara terletak di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun dan Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara. KEK Sei Mangkei merupakan sebuah kawasan industri yang berada di sentra bahan baku berbasis agro, sedangkan KI Kuala Tanjung indutri aluminium.

Kawasan industri Kuala Tanjung memiliki luas 1.500 hektar dan akan dikembangkan menjadi 6 ribu hektar. Biaya pembebasan lahan diperkirakan mencapai 30 ribu rupiah per m2, sehingga total biaya sekitar 350 milyar. Adapun biaya pengembangan infrastruktur meliputi jalan dan jaringan listrik ditaksir sekitar sekitar 2,1 trilyun rupiah). Pembangunan kawasan

(29)

industri Kuala Tanjung untuk mengantisipasi kembalinya PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke Indonesia Oktober mendatang. Nantinya, perusahaan di kawasan itu dapat memanfaatkan aluminium produksi Inalum sebagai bahan baku (Kemenperin, 2015.

Kawasan Industri Sei Mangkei adalah kawasan yang berbasis Kelapa Sawit, kawasan hijau yang ramah lingkungan, menciptakan banyak lapangan kerja dan industri terintegrasi yang diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi dan daya saing. Saat ini di Sei Mangkei sudah selesai Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit dengan kapasitas 75 Ton TBS/Jam; sedangkan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa berkekuatan 2 x 3,5 MW dan Pabrik Minyak Inti Sawit atau PKO Kapasitas 400 Ton inti sawit/hari juga sudah selesai di bangun. Industri hilir kelapa sawit yang akan dibangun segera antara lain adalah: pabrik biodiesel yang terintegrasi dengan betacarothene, tocopherol & tocotrienol, industri surfactant, oleokimia, industri olein untuk minyak goreng dengan kapasitas 600.000 ton per tahun, dan Pemanfaatan limbah cair Biogas PKS untuk menghasilkan tenaga listrik sebesar 2 MW. Pembangunan infrastruktur dalam kawasan yang telah ilaksanakan adalah infrastruktur sarana jalan kawasan, infrastruktur untuk saluran induk dan drainase, pengolahan air bersih dan unit pengolahan limbah kawasan. Infrastruktur eksternal kawasan yang juga akan dibangun adalah akses rel kereta api dari Sei Mangkei ke stasiun Perlanaan dan Pelabuhan Kuala Tanjung.

2.3.2. Kesenjangan intra wilayah.

Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 berkisar antara 0.49 -0,50 dan berada dibawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Sumatera Utara tergolong pada kelompok ketimpangan sedang (Gambar 22) Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Provinsi Sumatera Utara antara lain perbedaan struktur ekonomi masyarakat yang tinggal di perkotaan dan perdesaan. Kondisi ini menghadapkan Sumatera Utara pada tantangan untuk meningkatkan, memeratakan, dan memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke seluruh pelosok daerah.

Gambar 22

Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013

Sumber: BPS, 2013 (diolah) 0,50 0,50 0,49 0,49 0,49 0,78 0,78 0,80 0,80 0,78 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 2009 2010 2011 2012 2013

(30)

Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 7). Pendapatan perkapita di Provinsi Sumatera Utara relatif lebih tinggi daripada pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan sebagai ibukota provinsi memiliki pencapatan perkapita tingi karena didukung ketersediaan infrastruktur yang menunjang seluruh aktivitas perekonomiannya. Sementara itu PDRB perkapita di Batu Bara juga tinggi didukung keberadaan PT Inalum. Walaupun secara riil pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Batu Bara tidak tinggi, meningkat.

Tabel 7

Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013 (000/jiwa)

Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Nias 7.953 7.582 8.653 9.794 10.776 12.187 Mandailing Natal - 8.402 9.150 10.419 11.643 13.220 Tapanuli Selatan - 10.483 11.928 13.400 14.834 16.550 Tapanuli Tengah - 6.528 7.416 8.020 8.777 9.846 Tapanuli Utara 7.554 12.182 13.596 14.692 15.971 17.755 Toba Samosir 9.611 17.666 19.760 22.052 24.956 28.242 Labuhan Batu 5.689 16.262 18.247 20.041 22.041 24.498 Asahan 5.918 15.675 17.798 20.128 22.430 25.299 Simalungun 6.034 11.352 12.641 14.072 15.686 17.529 Dairi 11.418 12.564 13.956 15.503 17.255 19.367 Karo 15.939 16.298 18.934 21.184 23.139 25.441 Deli Serdang 16.775 19.395 22.122 24.459 26.750 30.854 Langkat - 15.322 17.563 19.974 22.431 25.264 Nias Selatan - 6.990 7.725 8.297 8.990 9.771 Humbang Hasundutan 14.433 12.816 14.325 15.989 17.987 20.183 Pakpak Bharat 10.241 7.288 8.148 8.926 9.854 10.999 Samosir 11.561 12.690 13.915 15.192 16.608 18.300 Serdang Bedagai 14.911 14.250 16.277 18.218 20.481 23.253 Batu Bara 17.753 38.836 43.987 49.684 53.990 57.211 Padang Lawas Utara 13.769 6.470 7.671 8.487 9.267 10.286 Padang Lawas 6.506 6.095 7.045 7.931 8.627 9.499 Labuhan Batu Selatan 11.830 20.029 22.525 24.790 27.342 30.590 Labuhan Batu Utara 6.644 19.086 21.574 24.082 26.968 30.544 Nias Utara 11.480 7.872 8.903 10.035 10.969 12.311 Nias Barat 12.552 6.200 7.187 8.148 8.968 10.083 Kota Sibolga 35.551 16.063 18.221 19.952 22.041 24.775 Kota Tanjung Balai 14.609 18.071 19.926 21.339 22.984 24.778 Kota Pematang Siantar 16.440 16.017 17.687 18.982 20.286 21.751 Kota Tebing Tinggi 14.855 14.106 15.793 17.604 19.696 22.637 Kota Medan 12.833 34.750 39.602 43.933 48.909 55.151 Kota Binjai 31.479 16.283 18.535 21.090 24.098 26.813 Kota Padang Sidempuan 15.832 10.022 10.915 11.750 12.835 14.110

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa serta menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat melalui kesempatan berusaha, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan

Instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh bonus SBIS secara signifikan berpengaruh terhadap

Salah satu cara yang cukup efisien untuk menyelesaikan program integer adalah dengan mengaplikasikan algoritma Branch and Bound dibandingkan metode perhitungan

Pada hari ini Kamis, tanggal Lima Belas, bulan Agustus tahun Dua Ribu Tiga Belas, melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Nunukan dengan alamat

Berdasarkan penjabaran pada bab sebelumnya dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah,

Dengan teknologi MEMS arsitektur alternatif seperti pada Gambar 2.1b dapat dirancang yang terdiri atas antena, band pass filter dan RF switch, mixer dan IF filter yang dibentuk

Jenis layanan untuk teknologi informasi PON XIX tahun 2016 Provinsi Jawa Barat meliputi: a. Portal PORDA XII dan PEPARDA IV Jawa Barat Tahun 2014. Website dengan alamat

Dalam penelitian ini, perlu untuk membatasi yang akan dibahas. Sistem hanya memberikan layanan informasi dan deskripsi seperti objek wisata, wisata kuliner serta