• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pasar Organisasional

Menurut Philip Kotler (1986, hlm 310), terdapat tiga jenis pasar organisasional, yakni pasar industrial, pasar reseller, dan pasar pemerintah. Untuk memahami masing-masing jenis pasar tersebut, uraiannya adalah seperti berikut :

1. Pasar Industrial

Pasar industrial terdiri daeri semu individu dan organisasi yang membeli barang serta jasa yang masuk ke dalam produksi barang-barang dan jasa-jasa lainnya yang dijual, disewa, atau disuplai kepada pihak-pihak yang lain.

2. Pasar Reseller

Pasar reseller terdiri dari semua individu dan organisasi yang membeli barang serta jasa dengan maksud untuk dijual kembali atau disewakan kepada pihak-pihak yang lain dengan mendapatkan laba.

3. Pasar Pemerintah

Pasar pemerintah terdiri atas unit-unit pemerintah – federal, negara bagian, dan setempat – yang membeli atau menyewa barang serta jasa demi terlaksananya fungsi-fungsi utama pemerintah.

2.2 Karakteristik Pasar Organisasional

Menuru Philip Kotler (1986, hlm 312), dalam beberapa hal, pasar organisasional itu serupa dengan pasar konsumen – baik menyangkut orang-orang yang memegang peran pembelian maupun yang mengambil keputusan untuk memenuhi kebutuhan. Akan tetapi, dalam banyak hal, pasar organisasional itu secara tajam berbeda dari pasar dan karakteristik

(2)

permintaan, sifat unit pembelian, serta jenis keputusan dan proses keputusan. Berikut adalah cirri-cirinya :

1. Berhubungan dengan sedikit pembeli, pembelian dalam jumlah besar bila dibanding dengan pemasar konsumen.

2. Pasar organisasional lebih terpusat secara geografis.

3. Permintaan organisasional adalah permintaan turunan – permintaan organisasional itu pada akhirnya berasal dari permintaan akan barang-barang konsumsi.

4. Pembelian organisasional biasanya melibatkan pemeran-serta yang lebih banyak disamping menyangkut pembelian yang lebih profesional.

5. Pembeli organisasional biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih kompleks ketimbang pembeli konsumen. Proses pembelian organisasional cenderung lebih formal.

6. Ketimbang melalui perantara, pembeli organisasional seringkali lebih suka membeli secara langsung dari produsen, terutama untuk barang-barang yang kompleks secara teknis atau yang mahal.

7. Pembeli organisasional memilih pensuplai yang juga membeli dari mereka.

2.3 Model Perilaku Pembeli Organisasional

Webster dan Wing memberi batasan pembelian organisasional sebagai :

Proses pengambilan keputusan dengan mana organisasi formal menetapkan kebutuhan akan barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli, dan mengidentifikasi, serta memilih di antara berbagai alternatif merek dan pensuplai.

(3)

Berikut adalah gambar sebuah model perilak pembeli organisasional :

Pada tingkat yang paling dasar, pemasar ingin mengetahui bagaimana pembeli organisasional akan memberi tanggapan terhadap berbagai rangsangan pemasaran. Gambar ini menunjukkan bahwa rangsangan pemasaran serta rangsangan lainnya mempengaruhi organisasi dan menghasilkan tanggapan atau respon-respon tertentu dari pembeli. Rangsangan pemasaran terdiri dari produk,harga, tempat, dan promosi (4P). Rangsangan lainnya adalah kekuatan-kekuatan utama dalam lingkugan organisasi : ekonomi, teknologi, politik, kultural, serta persaingan.

Kesemua rangsangan tersebut memasuki organisasi kemudian ditransformasikan ke dalam respon pembeli : pilihan jasa atau produk, pilihan suplai, jumlah pesanan, syarat dan waktu penyerahan, syarat pelayanan dan syarat pembayaran. Untuk merancang strategi marketing mix yang efektif, pemasar betul-betul memahami apa yang terjadi di dalam organisasi untuk mengubah rangsangan tersebut menjadi respon pembelian.

Di dalam organisasi, kegiatan pembelian terdiri atas dua komponen yang utama, yaitu pusat pembelian dan proses keputusan pembelian yang karenanya, keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor intern yakni organisasional, antar pribadi, dan individual di samping dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lingkungan ekstern.

(4)

Rangsangan

Pemasaran

1. Produk

2. Harga

3. Tempat

4. Promosi

1. Ekonomi

2. Teknologi

3. Politik

4. Kultural

5. Persaingan

Rangsangan

Lainnya

Organisasi

(pengaruh organisasi)

Pusat Pembelian

(Pengaruh antar Pribadi dan individual)

Proses keputusan pembelian

Respon Pembeli

1. Pilihan produk dan jasa

2. Pilihan pensuplai

3. Jumlah pesanan

4. Syarat dan waktu penyerahan

5. Syarat layanan

6. Syarat pembayaran

Lingkungan

(5)

2.4 Merek

2.4.1 Pengertian Merek

Menurut Durianto, Sugiarto, dan Joko Budiman (2004; p.2) mendefinisikan merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.

Merek menurut pendapat Susanto dan Wijanarko (2004:p.5) mengatakan mereka adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan menimbulkan arti psikologis atau asosiasi. Merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk atau kemasannya, tetapi termasuk apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.

Beda dengan pendapat Hermawan Kartajaya (2004:p.11), Marketing Icon of Indonesia, merek merupakan indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan, dan atau aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitas. Amercian Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. (Kolter, 2005:p.82)

Sedangkan Nicolino (2004:p.4) mengatakan bahwa adalah merek adalah entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nila-nilai tertentu. Menurutnya, sebuah nama, logo,

(6)

singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah merek, jika memenuhi empat hal seperti berikut :

1. Dapat dikenali atau diidentifikasi (identifiable): dapat dengan mudah memisahkan satu barang yang serupa dengan yang lainnya melalui beberapa cara, biasanya berupa sepatah kata, warna, atau simbol (logo) yang dapat dilihat secara langsung. 2. Memiliki entitas : sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda. 3. Janji-janji tertentu (specific promises) : sebuah produk atau jasa membuat klaim mengenai apa yang dapat diberikannya.

4. Nilai-nilai : apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang konsumen perduli hingga batas tertentu.

Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli . Kotler (2003, p418) menyatakan bahwa merek lebih dari sekedar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam pengertian berikut ini.

1. Atribut produk. seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain lain. Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal , produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.

2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya memebeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Sebagai gambaran, atribut “mahal” cenderung diterjemahkan sebagaia manfaat emosional, sehingga orang yang mengendarai Mercedes akan merasa dirinya dianggap penting dah dihargai.

(7)

3. Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Mercedes menyatakan produk yang berkinerja tinggi, aman, bergengsi, dan sebagainya. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di mata masyarakat. 4. Budaya. Merek juga mencerminkan budaya tertentu. Mercedes mencerminkan

budaya Jerman yang terorginisir, konsisten, tinggi keseriusannya tinggi, efisien, dan berkualitas tinggi.

5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya.

6. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang memebeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umumnya diasosikan dengan orang kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya adalah anak-anak.

Menurut Rangkuti (2002:p.2), merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti : a. Brand Name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan.

Misalnya Prudential, Honda, Wings dan sebagainya.

b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf atau warna khusus. Misalnya, symbol RCTI dengan gambar Rajawali.

c. Trademark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang melindungi hokum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek dagang).

(8)

d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.4.2 Peranan dan Manfaat Merek

Globalisasi telah mengakibatkan kompetisi semakin ketat, dan ratusan produk yang berada dalam satu kategori saling berebut memuaskan kebutuhan konsumen. Konsumen berada dalam posisi yang sangat kuat karena tersedianya banyak alternatif untuk suatu kebutuhan, sekaligus bingung karena banyaknya pilihan. Apalagi masing-masing membanjiri konsumen dengan iklan dan bentuk komunikasi pemasaran lainnya, disertai klaim dan janji. Semakin jelaslah betapa pentingnya peran sebuah merek. Dan yang terpenting, 70% pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk dalam membuat keputusan pembelian. Berbagai pilihan yang ada menyebabkan pelanggan harus berfikir dan tidak yakin terhadap proses pembelian merek yang baru dikenalnya. Merek merupakan jalan pintas bagi pelanggan untuk membimbing mengambil keputusan pembelian yang penting.

Merek memang telah mengalami metamorfosis. Dahulu merek merupakan suatu bentuk perlindungan konsumen, yang memberikan garansi terhadap realibilitas dan kualitas. Dalam perkembangannya peran merek telah meluas dan mengalami perubahan. Merek bukan sekedar tanda, tetapi sudah mencerminkan suatu gaya hidup. Misalnya sebotol kecil air minum dalam kemasan dengan merek yang kurang dikenal dijual dengan harga 600 rupiah, tetapi di hotel atau restoran harga sebotol Perrier dapat mencapai 50 kali lipatnya. Perusahaan mengeksploitasi kebutuhan emosional untuk membeli mereknya dan membayar lebih dari kompetitornya.

Pada perkembangan selanjutnya merek adalah sebuah nama yang dianggap mewakili sebuah obyek. Misalnya Honda dianggap mewakili sepeda motor, Odorono sebagai

(9)

wakil dari deodorant, Dop untuk bola lampu dan Odol untuk pasta gigi. Berikutnya merek dianggap sebagai sebuah simbol, dan kemudian berkembang menjadi image. Rokok Dji Sam Soe mencerminkan kejantanan, Volvo mencerminkan keamanan, dan Mercedes mencitrakan kemewahan.

Jadi makna merek dalam konteks masa kini bukanlah sekedar brand name tetapi sudah berkembang lebih jauh.

Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.

Adapun beberapa faktor yang menjadikan merek sangat penting, yaitu seperti berikut : (Durianto, Sugiarto, Sitinjak,2004,p2)

a. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.

c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.

d. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

(10)

Keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik (Simamora,2002,p.3).

1. Bagi pembeli. Merek bermanfaat untuk menceritakan mutu dan membantu memberi perhatian terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka. 2. Bagi masyarakat. Merek bermanfaat dalam dua hal. Pertama, pemberian merek

memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten. Kedua, meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat.

3. Bagi Penjual. Merek bermanfaat dalam empat hal. Pertama, memudahkan penjual mengolah dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. Kedua, memberikan perlindungan hokum atas keistimewaan atau ciri khas produk. Ketiga, memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan. Keempat, membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

2.5 Ekuitas Merek

2.5.1 Pengertian Ekuitas Merek

Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan maupaun kepada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001:p.4)

Menurut Hana dan Wozniak yang dikutip oleh Simamora (2002,p 46-47) mengatakan bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Sepanjang

(11)

memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas merek. Jadi, merek melihat ekuitas merek sebagai nilai yang positif.

Menurut Philip Kolter dalam (2005:p.86) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik.

Berbeda halnya dengan Srinivasan dan Park yang dikutip oleh Simamora (2002,p.47) membuat konsepsi yang memungkinkan ekuitas merek bernilai negatife, nol, ataupun positif. Menurut mereka, pada produk-produk bermerek terdapat dua jenis nilai. Pertama, nilai objektif, yaitu nilai berdasarkan realitas. Ini merupakan nilai yang tidak terkontaminasi oleh segala hal yang terkait dengan merek. Kedua, nilai total produk dengan merek. Ekuitas merek adalah selisih antara nilai total produk (dengan merek) dikurangi nilai objektifnya. Dengan hubungan sedemikian,dimungkinkan nilai ekuitas merek yang positif, nol dan negatif. Menurut mereka juga, ekuitas merek dapat dilihat pada ruang lingkup individu, segmen maupun pasar secara total. Pada ruang lingkup individu, dimungkinkan perbedaan ekuitas merek pada individu yang berbeda.

2.5.2 Elemen-elemen ekuitas merek

Menurut David A. Aaker (Durianto,Sugiarto,Sitinjak,2004,p.4) ekuitas merek (brand equity) dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu :

1. Kesadaran Merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

(12)

2. Asosiasi Merek (brand association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

3. Kualitas yang dirasakan (perceived quality), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4. Loyalitas Merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.

5. Aset-aset Merek lainnya (other proprietary brand assets) seperti hak paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lain-lain.

Empat elemen ekuitas merek (brand equity) di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek (brand equity). Elemen brand equity yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.

Namun pengukuran ekuitas merek dikembangkan lagi oleh David A.Aaker (Durianto,Sugiarto,Budiman,2004,p.4-5) menjadi model Brand Equity Ten yang dikelompokkan dalam lima kategori dengan sepuluh elemen sebagai indikator ekuitas merek. Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui empat dimensi ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, kualitas yang dirasakan, dan loyalitas merek. Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar (market behaviour) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar, dan bukan langsung dari konsumen.

(13)

Kategori Awareness Measures

1. Kesadaran merek (Brand Awareness)

Kategori Association Measures

2. Nilai yang dirasakan (Perceived Value) 3. Kepribadian Merek (Brand Personality) 4. Asosiasi Organisasi (Organizational Brand)

Kategori Perceived Quality / Leadership Measures

5. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)

6. Kepemimpinan / Popularitas (Leadership/Popularity)

Kategori Loyalty Measures

7. Harga Optimum ( Price Premium)

8. Kepuasan / Loyalitas ( Satisfaction / Loyalty)

Kategori Market Behavoiur Measures

9. Pangsa Pasar ( Market Share)

10. Harga pasar ( Market Price) dan Jangkauan Distribusi (Distribution Coverage)

2.5.3 Peranan dan Manfaat Ekuitas Merek

Bagi pelanggan, brand equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri. Aset tersebut dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Brand Equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Pada kenyataannya, asosiasi merek dan kualitas yang dirasakan dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.

(14)

Disamping memberi nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk :

1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat para konsumen baru, bahkan merangkul kembali konsumen lama. 2. Empat dimensi ekuitas merek : brand awareness, perceived quality,

asosiasi-asosiasi dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen.

3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan oleh pesaing.

4. Asosiasi-asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk.

5. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.

6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek pada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekutias merek tersebut.

7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.

8. Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak memiliki pesaing. Sebagai contoh, pemasar tidak akan ragu lagi untuk memasarkan suatu produk atau jasa yang memiliki ekuitas merek yang kuat.

(15)

2.6 Kesadaran Merek

Menurut Aaker (1996 :90), kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.

Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut.

1. Unaware of Brand ( tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak me menyadari adanya suatu merek.

2. Brand Recoginition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan. (aided call).

3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided call).

4. Top of mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berebagai merek yang ada dalam benak konsumen.

(16)

Sumber : David A. Aaker (1997), Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan nilai dari suatu merek,halaman 92

Gambar2.3 Piramida Kesadaran Merek

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai.

Gambar 2.4 Nilai-Nilai Kesadaran Merek Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :

Top Of Mind Brand Recall Brand Recognition Unware of Brand

Kesadaran

Merek

Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain

Familier / rasa suka

Subtansi / komitmen

(17)

1. Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

2. Familier/rasa suka

Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek- merek yang kita pasarkan. “ Tak kenal maka tak sayang” merupakan ungkapan yang tepat pada situasi ini.

3. Subtansi/komitmen

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi. Kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebebkan oleh beberapa faktor, antara lain :

• Diiklankan secara luas

• Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu • Jangkauan distribusi yang luas

• Merek tersebut dikelola dengan baik.

Karena itu, jika kualitas dua merek adalah sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.

4. Mempertimbangkan merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek

(18)

mana akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek yang tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

2.7 Asosiasi Merek(Brand Association)

Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image-nya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya terhadap merek tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun sisi pengguna. Berbagai fungsi association tersebut adalah :

(Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak,2001)

• Help process/ Retrieve information (membantu proses penyusunan informasi) • Differentiate (Membedakan)

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

a. Reason (alasan pembelian)

Brand Association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (consumer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

b. Create positive attitude/ feeling (menciptakan sikap atau perasaan postif)

Berbagai asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi suatu yang lai ndaripada yang lain.

(19)

c. Basic for extensions (landasan untuk perluasan)

Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan

menciptakan suatu kesesuaian (sense of fit) antar merek dengan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

2.8 Kualitas yang Dirasakan (Perceived Quality)

Menurut David A. Aaker (1997 :124), “Kualitas yang dirasakan merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan.”

Kualitas yang dirasakan adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Kualitas yang dirasakan mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti :

1. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality)

Perluasan ke suatu bagian dari produk/jasa yang memberikan pelayanan lebih baik. 2. Kualitas isi produk (product-based quality)

Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan. 3. Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality)

(20)

Gambar2.5 Nilai-nilai kualitas yang dirasakan Sumber : Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman 2004, Brand Equity Ten

Gambar 2.5 mengambarkan nilai-nilai dari kualitas yang dirasakan dalam bentuk : 1. Alasan untuk membeli

Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektivitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi.

Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembelian, persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif.

Kualitas

yang

dirasakan

Deferensiasi/posisi

Harga optinum

Minat saluran distribusi

(21)

2. Diferensiasi/posisi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kualitas yang dirasakan, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai, atau ekonomis. Juga, berkenaan dengan kualitas yang dirasakan, apakah merek tersebut terbaik atau sekadar kompetitif tehadap merek-merek lain.

3. Harga optimum

Keuntungan kualitas yang dirasakan memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimim (price premium). Harga optmum bisa meningkatkan laba dan/atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan kualitas yang dirasakan, yaitu “Anda mendapatkan yang anda bayar.”

4. Minat saluran distribusi

Kualitas yang dirasakan juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki kualitas yang dirasakan tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen. 5. Perluasan merek

Sebuah merek yang kuat dalam hal kualitas yang dirasakan dapat diekploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan kualitas yang dirasakan yang lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru. Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil. Pertama, merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit

(22)

diperluas. Kedua, merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension. Merek yang sudah terlalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebingungan di benak mereka. Ketiga, keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak.

Pertanyaan selanjutnya adalah “Bagaimana sebenarnya kita mengukur efektivitas perluasan merek?” Cara yang paling mudah adalah kita mengukur efek dari perluasan merek tersebut dalam hal kepercayaan, kesukaan dan kejelasan. Jadi jika setelah merek tersebut diperluas konsumen semakin percaya, semakin suka, dan merek tersebut semakin jelas di benak konsumen, makan perluasan tersebut berhasil.

2.9 Kepuasan/Loyalitas (brand loyalty)

Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa ( seperti perusahaan penyewaan mobil, hotel atau bank). Sementara ini, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk.

Berdasarkan Gambar 2.6.,tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut. 1. Switcher / price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)

Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.

(23)

Sumber : David A.Aker (1997), Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan nilai dari suatu merek, halaman 92

Gambar 2.6 Piramida Loyalitas Merek

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alas an yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, ia membeli suatu merek karena alas an kebiasaan.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peraliahan)

Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan), seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik peminat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4. Likes the brand (menyukai merek)

Committed

Buyer

Liking the Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer

(24)

Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.

5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)

Adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan/mempromosikan merek yang ia gunakan kepada orang lain.

2.10 Harga Pasar dan Jangkauan Distibusi (Market Price & Distribution Coverage)

Menurut Darmadi Durianto, Sugiarto,Lie Joko Budiman (2004), pengukuran ekuitas merek dapat menjadi bisa bila kenaikan harga pangsa pasar disebabkan oleh penurunan harga atau promosi harga. Bahkan harga yang diturunkan tanpa mengikuti mekanisme struktur harga akan mengikis nilai ekuitas merek. Karena itu penting untuk mengukur relative market price saat merek dijual, yang dapat dibitung sebagai harga rata-rata saat merek dijual dalam bulan yang bersangkutan dibagi harga rata-rata semua merek yang dijual. Pengukuran harga pasar menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah harga kita terlalu tinggi (over pricing) atau terlalu rendah (under pricing). Jadi penetapan harga harus memperhatikan faktor internal maupun faktor eksternal.

Penetapan harga berdasarkan harga pasar biasanya dimulai dari kebutuhan pelanggan (customer needs) kemudian baru dari faktor-faktor lainnya, seperti reaksi pesaing, posisi produk di pasar, dan masalah biaya serta margin. Pangsa pasar atau sales data juga sensitiF terhadap jangkauan distribusi. Perolehan atau kehilangan outlet utama, atau

(25)

perpindahan ke wilayah geografis lain dapat mempengaruhi pencapaian penjualan. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat dengan jelas ekuitas merek berdasarkan perubahan jangkauan distribusi yang dibentuk dengan memperkuat persepsi kualitas atau identitas merek. Pemilihan strategi distribusi menjadi sangat penting, dan secara umum ada 5 strategi yang bias digunakan oleh produsen/ principal :

1. Strategi tunggal nasional. Strategi ini menggunakan satu perusahaan distribusi atau distributor untuk mendistribusikan produknya secara nasional.

2. Strategi multi nasional. Strategi ini biasanya menggunakan beberapa perusahaan distribusi untuk mendistribusikan produknya ke seluruh Indonesia.

3. Strategi distribusi sendiri. Ini berarti perusahaan mendistribusikan sendiri produknya yang dimilikinya. Perusahaan bisa memasarkan langsung ke konsumen maupun pengecer atau mendirikan satu perusahan distribusi untuk mendistribusikan produknya sendiri, yaitu PT Indomarco untuk mendistribusikan produknya, PT Kalbe Farma menggunakan Enseval, Garuda Food memiliki PT SNS, dan sebagainya. 4. Strategi mikroskopik. Strategi menempatkan suatu wilayah menjadi subwilayah yang

lebih kecil, kemudian mengangkat satu distributor untuk setiap subwilayah tersebut. Misalnya wilayah Jakarta dan sekitarnya dibagi menjadi 7 wilayah, yaitu Jakarta Ousat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bekasi, Tangerang , dan Bogor, kemudian satu distributor diangkat di setiap wilayah tersebut.

5. Strategi kombinasi (hybrid strategy). Strategi ini menggunakan berbagai kombinasi 4 strategi di atas. Misalnya, perusahaan mendistribusikan produknya sendiri di Pulau Jawa dan Medan, di luar wilayah tersebut mereka memakai distributor independent. Atau perusahaan juga bisa menggunakan jaringan distribusi sendiri dan sekaligus distributor independent dalam wilayah yang sama ( Toyota menggunakan Auto 2000 dan dealer lain seperti Tunas, Astrido dan sebagainya.)

(26)

2.11kerangka Pemikiran

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

Ekuitas Merek

Brand

Awarenesss

Brand

Association

Perceived

Quality

Brand

Loyalty

Market

Measures

1.Top of

mind

2.Brand

Recall

3.Brand

Recognition

4.Unaware of

Brand.

1.Switcher.

2.Habitual

Viewer

3.Satisfied

Viewer

4.Liking the

Brand

5.Commited

Viewer

1.Market

Price

2.Market

Share

3.Coverage

Distribution

Atribut

Atribut

Brand

Building

Gambar

Gambar 2.1 Model Perilaku Pembeli Organisasional
Gambar 2.4 Nilai-Nilai Kesadaran Merek  Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 2.5 mengambarkan nilai-nilai dari kualitas yang dirasakan dalam bentuk :  1.  Alasan untuk membeli
Gambar 2.6 Piramida Loyalitas Merek
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ketika dilarutkan dalam atau dicampur dengan bahan lain dan dalam kondisi yang menyimpang dari yang disebutkan dalam EN374 silahkan hubungi suplier sarung tangan CE-resmi

Diameter awal (mm), diameter akhir (mm) dan pertumbuhan mutlak diameter (mm) karang Acropora formosa (Veron & Terrence, 1979) pada bak kontrol .... Uji Paired-Samples T Test

Pesan saya kepada seluruh generasi muda Indonesia, bergabung lah dengan IFCA, karena IFCA memiliki konsep unik di mana para peserta tidak hanya saling berkompetisi namun

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

Interaksi antara perbandingan bubur buah sirsak dan bubur jahe dengan konsentrasi gum arab memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan kadar

Gambar 5.15 Diagram Fishbone untuk cacat Boring NG 111 Gambar 5.16 Pareto Chart untuk FMEA cacat gompal 114 Gambar 5.17 Pareto Chart untuk FMEA cacat Boring NG 115 Gambar 5.18

Pola ruaya pertama adalah udang penaeid yang memiliki daur hidup dua fase, yaitu dewasa dan memijah di laut, kemudian beruaya ke perairan estuari pada saat

Diagnosis NTI yang disebutkan secara eksplisit didapatkan pada tiga kasus yaitu satu pasien nefritis lupus kelas 4 dengan diagnosis histopatologis glomerulonefritis sklerosing