• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luka Lecet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Luka Lecet"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan (discontinous tissue) seperti jaringan kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf dan tulang.

Trauma tumpul ialah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul, seperti batu, kayu martil, terkena bola, ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas, dll.

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga macam luka, yaitu luka memar (contusion), luka lecet (abrasion), dan luka robek (vulnus laceratum). Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.

Manfaat interpretasi luka ditinjau dri aspek medikolegal seringkali diremehkan, padahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan di TKP dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Misalnya suatu luka lecet yang diperkirakan sebagai akibat jatuh ke aspal jalanan atau tanah, seharusnya dijumpai pula aspal atau debu yang menempel di luka tersebut. bila telah dilakukan pemeriksaan yang teliti ternyata tidak dijumpai benda asing tersebut, maka harus timbul pemikiran bahwa luka tersebut bukan terjadi akibat jatuh ke aspal/tanah, tapi mungkin akibat tindak kekerasan.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

Bagian paling atas adalah lapisan sel keratinisasi stratum korneum yang ketebalannya bermacam-macam pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada tumit dan telapak tangan adalah yang paling tebal sementara pada daerah yang terlindungi seperti skrotum dan kelopak mata hanya pecahan dari milimeter. Berkaitan dengan forensik pada perkiraan perlukaan penetrasi pada kulit.

Kemudian epidermis yang tidak terdapat pembuluh darah. Lapisan epidemris umumnya berkerut, permukaan bawahnya terdiri dari papilla yang masuk ke dalam dermis. Dermis (korium) terdiri dari jaringan ikat dengan adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Terdapat banyak pembuluh darah, saraf, pembuluh limfe serta ujung saraf taktil, tekan, panas. Bagian bawah dari dermis terdapat jaringan lemak dan (tergantung dari bagian tubuh) fascia, jaringan adiposa dan otot yang berurutan di bawahnya.

(3)

2.2 Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.

2.3 Etiologi Luka

Perlukaan dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :

1.

Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api)

2.

Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu)

3.

Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)

2.4 Klasifikasi Luka

Berdasarkan jenis benda yang menyebabkan, luka diklasifikasikan menjadi :

1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury). A. Memar, terdiri dari :

a. Kontusio b. Hematom B. Luka Lecet

a. Luka lecet gores (stratch)

b. Luka lecet serut atau geser (graze,friction abrasion) c. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) d. Luka lecet berpola (crushing)

C. Luka Terbuka/Robek (Vulnus Laseratum)

2. Jenis luka akibat benda tajam.

A. Luka iris / luka sayat (incised wound)

B. Luka tusuk (stab wound)

C. Luka bacok (chop wound)

D. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)

3. Luka akibat tembakan senjata api

(4)

B. Benda bersuhu rendah.

5. Luka akibat trauma listrik

6. Luka akibat petir

7. Jenis luka akibat zat kimia korosif

A. Golongan Asam.

Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :  Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3

 Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat

 Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida  Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J

B. Golongan Basa.

Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain:  KOH

 NaOH

 NH4OH

2.5 Luka Lecet 2.5.1 Definisi

Luka lecet adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar atau runcung sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang. Luka lecet dapat juga berdarah karena terkadang cukup dalam untuk mengenai papila vaskuler yang berada di bawah permukaan epidermis dan dalam hal ini juga perdarahan dapat terjadi pada tahap awal. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdrah karena pembuluh darah terdapat pada dermis.

Lecet sering dihasilkan dari pergerakan permukaan kulit ke permukaan yang lebih kasar atau sebaliknya. Dengan demikian luka tersebut dapat memiliki penampilan yang linier, dan pemeriksaan dekat mungkin menunjukkan epidermis superfisial yang mengerut pada salah satu ujung luka, menunjukkan arah perjalanan dari permukaan lawan. Dengan demikian, pukulan tangensial bisa horizontal atau vertikal, atau mungkin dapat disimpulkan bahwa korban telah diseret di atas permukaan yang kasar.

Pola dari luka lecet lebih jelas daripada memar karena luka lecet sering mengambil kesan yang cukup rinci tentang bentuk objek yang menyebabkan luka yang sekali ditimbulkan, tidak memanjang atau tertarik, sehingga luka

(5)

menunjukkan tepatnya wilayah penerapan kekerasan. Pada pencekikan manual, luka lecet kecil, berbentuk bulan sabit yang disebabkan oleh kuku korban atau penyerang mungkintanda-tanda hanya terlihat pada leher. Seorang korban menolak sebuah pelecehan seksual atau serangan lain mungkin mencakar penyerangnya dan meninggalkan lecet paralel linear pada wajah penyerang. Beberapa lecet mungkin terkontaminasi dengan bahan asing, seperti kotoran atau kaca, yang mungkin memiliki sigifikasi medikolegal penting.

Bahan tersebut harus disimpan hati-hati untuk analisis forensik berikutnya. Dalam kasus tersebut, konsultasi dengan seorang ilmuwan forensik dapat memastikan cara terbaik pengumpulan dan pelestarian bukti.

Gambar 2. Mekanisme terjadinya lecet (abrasion)

2.5.2 Ciri Luka Lecet

Luka lecet mempunyai ciri-ciri : 1. Sebagian/seluruh epitel hilang

2. Permukaan tertutup eksudasi yang akan mengering (krusta) 3. Timbul reaksi radang (sel PMN)

4. Biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

2.5.3 Jenis Luka Lecet

Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 4 jenis: 2.5.3.1 Luka Lecet Gores (Scratch)

(6)

Abrasi yang lebih superfisial yang hampir tidak merusak kulit dengan eksudasi sedikit atau tidak ada serum (dan dengan demikian sedikit atau tidak ada pembentukan keropeng) dapat disebut luka lecet gores. Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisa permukaan kulit. Dari gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat ditentukan arah kekerasan yang terjadi. Salah satu jenis luka lecet gores yang paling umum adalah abrasi linier atau yang dikenal sebagai goresan. Luka lecet yang sama seperti luka lecet gores dapat dihasilkan ketika tubuh korban diseret di atas permukaan yang kasar. Penjeratan juga dapat menghasilkan luka lecet gores. Hal ini sangat umum ditemukan dalam buku tentang penumpukan epidermis pada ujung distal dari luka lecet gores, memungkinkan seseorang unutk menentukan arah gerakan dari benda tumpul atau tubuh pada permukaan kasar. Hal tersebut merupakan fenomena yang lebih teoritis daripada nyata dan biasanya tidak terjadi pada derajat yang signifikan.

Gambar 3. Luka Lecet Gores. Di sekitar luka tampak darah yang mengering

2.5.3.2 Luka Lecet Serut (Graze)

Luka lecet serut adalah luka yang terjadi akibat persentuhan kult dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/miring terhadap kulit. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel. Luka lecet ini merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Abrasi kebanyakan disebabkan gerakan lateral daripada tekanan vertikal. Ketika tanda abrasi ini ditemui, arah kekuatan dapat ditentukan dari sisa epidermis yang terbawa sampai ujung abrasi. Pemeriksaan visual, bila perlu menggunakan lensa, dapat menunjukkan pergerakan dari tubuh.

(7)

Gambar 4. Luka Lecet serut

Gambar 5. Luka lecet serut/gesek akibat kecelakaan lalu lintas. Kulit tergesek ke badan aspal.

2.5.3.3 Luka Lecet Tekan (Impression, Impact Abrasion)

Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit. Bentuk luka lecet tekan umumnya sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. kulit pada luka lecet tekan tampak berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya. Abrasi yang terjadi mengikuti pola obyek. Tidak hanya epidermis yang rusak, kulit dapat tertekan mengikuti pola obyek, sehingga dapat terjadi memar intradermal. Contohnya ketika ban motor melewati kulit, meninggalkan pola pada kulit dimana kulit juga tertekan mengikuti alur ban tersebut.

(8)

Gambar 6. Luka lecet tekan pada sisi kanan wajah

2.5.3.4 Luka Lecet Geser

Luka lecet disebabkan oleh tekanan linear pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka geser yang terjadi segera pasca mati.

Gambar 7. Luka lecet geser akibat dipacut

(9)

2.5.4 Penyebab Luka Lecet

Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan luka lecet antara lain : 1. Karena persentuhan benda kasar, misalnya terseret di jalan aspal

2. Karena tali tampar, yaitu pada leher orang gantung diri, diikat dengan tali tampar

3. Karena bersentuhan dengan benda runcing, seperti duri, kuku

4. Karena bersentuhan dengan benda yang meninggalkan bekas, seperti ban mobil

2.5.5 Umur Luka Lecet

Memperkirakan umur luka lecet :

Hari ke 1-3 : warna cokelat kemerahan karena eksudasi darah dan cairan limfe Hari ke 4-6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

Hari ke 7-14 : pembentukan epidermis baru Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

2.6 Intravital Luka Lecet

Reaksi vital mensyaratkan keberadaan fungsi otonom satu atau lebih organ. Pada tubuh manusia yang masih hidup, adanya trauma akan menyebabkan timbulnya reaksi tubuh terhadap trauma tersebut. Dengan menemukan reaksi tubuh terhadap trauma, maka dapat dipastikan bahwa saat terjadi trauma, yang bersangkutan masih hidup, atau dengan perkataan lain, luka terjadi intravital.

Reaksi vital yang umum adalah: perdarahan berupa ekimosis, peteki dan terjadinya emboli. Pada penilaian terhadap perdarahan, harus dilakukan dengan teliti terutama bila luka terletak didaerah hipostasis. Luka-luka pada korban harus diperhatikan dengan seksama termasuk saluran luka/kerusakan jaringan bawah kulit.

Emboli lemak dapat terjadi pada kasus patah tulang dan trauma tumpul jaringan lemak sedangkan emboli udara terjadi bila ada vena superfisial yang terbuka dan emboli jaringan dapat terjadi bila alat dalam, misalnya hati mengalami kerusakan.

(10)

Reaksi radang, sepsis dan erjadinya ulkus duodeni/ventrikulus (curling’s ulcer) dapat pula sebagai indikator intravitalis. Reaksi intravital terhadap trauma dapat pulla tampak sebagai peningkatan adar histamin bebas serta serotonin pada jaringan yang mengalami trauma.

Demikian pula perubahan aktivitas enzimatik LDH pada jaringan yang mengalami perlukaan, reaksi penyembuhan dan terjadinya granulasi serta terjadinya sebukan sel radang baik yang akut maupun kronik, semuanya menunjukkan bahwa luka yang terjadi adalah luka semasa korban masih hidup.

2.7 Klasifikasi Penyembuhan Luka

Klasifikasi penyembuhan luka terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Sanatio Per Primam Intentionem

Proses penyembuhan luka yang segera diusahakan bertaut dengan jahitan atau dengan cara dijahit. Proses penyembuhan luka ini biasanya lebih halus dan kecil.

2. Sanatio Per Secundam Intentionem

Proses penyembuhan luka yang terjadi secara alami tanpa pertolongan dari luar. Cara penyembuhan luka ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga kebar.

2.7.1 Tahap Dalam Penyembuhan Luka Lecet

Pemeriksaan histologi luka lecet untuk menentukan usia luka memungkinkan untuk dilakukan. Robertson dan Hodge menyediakan metode pendekatan yang paling logikal. Mereka mengungkapkan empat tahap pada penyembuhan luka lecet, yaitu :

2.7.1.1 Pembentukan Keropeng

Serum, sel darah, dan fibrin didepositkan pada abrasi. Hal ini tidak digunakan untuk menunjukkan penuaan, tetapi menunjukkan kelangsungan hidup setelah cedera. Infiltrasi sel polimorfonuklear pada pembentukan perivaskular menandakan bahwa lamanya cedera sekitar 4-6 jam. Waktu awal untuk setiap reaksi seluler adalah jam 2, tetapi biasanya tidak terlihat jelas sampai jam 4-6 jam.

(11)

Setelah 8 jam dasar dari keropeng ditandai oleh zona infiltrasi sel polimononuklear yang mendasari daerah epitel yang cedera. Setelah 12 jam, telah terbentuk tiga lapisan: zona permukaan terdiri dari fibrin dan sel darah merah (atau epitel hancur dalam kasus lecet tubrukan), zona yang lebih dalam trdiri dari infiltrasi sel polimononuklear, dan lapisan abnormal kolagen yang rusak. Setelah 12 jam sampai 8 jam berikutnya, zona terakhir ini semakin disusupi oleh sel-sel polimononuklear.

2.7.1.2 Regenerasi Epitel

Regenerasi sel epitel muncul di folikel rambut dan di tepi abrasi. Pertumbuhan epitel dapat muncul pada 30 jam pertama pada luka lecet superfisial dan terlihat jelas setelah 72 jam pada kebanyakan luka lecet.

2.7.1.3 Granulasi subepitel dan hiperplasia epitel

Hal ini menjadi lebih jelas selama 5 sampai 8 hari. Hal ini terjadi hanya setelah penutupan epitel dari sebuah abrasi. Infiltrasi perivaskular dan sel inflamasi kronis sekarang mulai muncul. Epitel atasnya menjadi semakin hiperplastik, dengan pembentukan keratin. Tahap ini yang paling menonjol selama 9 hari sampai 12 hari setelah cedera.

2.7.1.4 Regresi dari epitel dan granulasi jaringan

Tahap in dimulai sekitar 12 hari. Selama fasa ini, epitel diremodelling menjadi lebih tipis dan bahkan atrofik. Serat kolagen, yang mulai muncul di ase granulasi subepidermal terlambat, sekarang mulai muncul. Mula-mula bekuan darah mengisi luka dan anyaman fibrin terbentuk. Granulosit dan monosit fagositik mulai proses pembersihan. Tunas kapiler dan fibroblast dengan cepat berproliferasi ke bekuan darah. Tunas kapiler mengeluarkan enzim litik untuk memecah fibrin dan memungkinkan pembentukan anyaman. Tunas itu kemudian mengalami kanalisasi, membentuk lengkung vaskuler yang menghasilkan penyediaan darah yang kaya zat gizi, oksigen, granulosit, dan monosit yang dibutuhkan untuk menghilangkan jaring mati dan bekuan darah. Sel polimononuklear yang banyak dalam jaringan intertisial menghasilkan perlawanan primer terhadap infeksi dan juga ikut mengeluarkan nanah dari

(12)

jaringan granulasi pada saat sel mati dibersihkan. Fibrolast yang berproliferasi menyertai pembuluh ini dan mulai menimbun kolagen.

Dalam waktu 4-6 hari, jaringan granulasi sehat berwarna merah muda membentuk dasar untuk menyokong dan memberi makan epitelium yan meluas (atau cangkokan kulit). Sejalan dengan waktu, fibroplasia akan terus berlangsung dan terjadi ikatan. Banyak pembuluh darah yang atropi. Dengan adanya penyembuhan akhir, akan terbentuk jaringan parut putih yang tertutup selapis tipis epitelium.

2.8 Perbedaan Luka Lecet Ante Mortem Dan Post Mortem

Luka lecet antemortem memberikan gambaran inflamasi dan perbaikan disertai pembengkakan pada area luka tetapi tidak didapatkan pada luka lecet post mortem.

ANTE MORTEM POST MORTEM

1. Terjadi saat masih hidup 2. Tanda-tanda intravital (+)

- Tampak perdarahan superfisial

- Ada pembentukan krusta - Adanya proses

penyembuhan

- Permukaan yang lembab akibat eksudasi dan perdarahan

3. Coklat kemerahan 4. Terdapat sisa-sisa epitel 5. Sembarang tempat

1. Terjadi setelah kematian 2. Tanda-tanda intravital (-)

- Tidak tampak perdarahan superfisial

- Tidak ada pembentukan krusta

- Tidak ada proses penyembuhan 3. Kekuningan

4. Epidermis terpisah sempurna dari dermis

5. Pada daerah yang ada penonjolan tulang.

(13)

Gambar 9. Wanita 40 tahun dikeluarkan dari kendaraan bermotor ketika dia menabrak mobil yang sedang diparkir dengan kecepatan tinggi. Dia bertahan selama 4 jam di rumah sakit sebelum meninggal karena cedera kepala tertutup. Luka lecet berwarna merah-coklat gelap didagu kiri dan

pipi. Penampilan kemerahan dari cedera ini menunjukkan adanya luka antemortem dengan reaksi vital yang terjadi pada trauma jaringan.

Gambar 10. Seorang pria 25 tahun kolaps dan meninggal karena kelainan jantung yang tidak didiagnosis sebelumnya. Pada gambar tampak sebuah abrasi besar berbentuk bundar penonjolan malar. Seperti biasanya pada lecet peri-postmortem, tampak warna kuning-coklat dan tekstur agak

seperti perkamen. Tidak ada bukti adanya reaksi vital. Pada otopsi, abrasi sama telah kering, berwarna merah-coklat.

Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokeran Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:

(14)

1. Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet didaerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.

2. Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan luka, seperti:

a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalinan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.

b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas di mana tubuh korban terlintas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.

c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk moncon senjata yang dipakai untk menewaskan korban. d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau

yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu berhati-hati khususnya bila pada leher koran selain didapdatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula

(15)

alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemerikaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuk yang panjang pada jari-jari korban dapat meberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung. e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan

dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.

3. Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kult ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi uka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.

2.9 Aspek Medikolegal

Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan sebagai berikut:

1. Jenis luka apakah yang terjadi?

2. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka? 3. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?

Pengertian kualifikasi luka disini semat-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang bersangkuan dengan Bab XX (Tentang Penganiayaan), terutama pasal 351 dan pasal 352; dan Bab IX (Tentang Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang), yaitu pasal 90. Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindak pidana, yaitu:

1. Penganiayaan ringan 2. Penganiayaan

3. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat 4. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

(16)

Oleh karena istilah “penganiayaan” merupakan istilah hukum, yaitu “dengan sengaja melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang”, maka di dalam Visum et Repertum yang dibuat doker tidak boleh mencantumkan istilah penganiayaan, oleh karena dengan sengaja atau tidak itu merupakan urusan hakim. Demikian pula dengan menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali untuk dapat dipastikan secara objektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat Visum et Repertum hanyalah menentukan secara objektif adanya luka, dan bila ada luka, dokter harus menentukan derajatnya.

Penganiayaan ringan, yaiu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, di dalam Ilmu Kedokteran Forensik pengertiannya menjadi: “luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”. Luka ini dinamakan “luka derajat pertama”.

Bila sebagai akibat penganiyaan seseorang itu mendapat luka tau menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”.

Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan “luka derajat ketiga”. Sedangkan bila ditinjau dari Ilmu Kedokteran Forensik derajat luka ditentukan berdasarkan prognosisnya, misalnya memerlukan perawtan atau penanganan khusus ataupun lebih lanjut.

Suatu hal yang penting harus diingat di dalam menentukan ada tidaknya luka akibat kekerasan adalah adanya kenyataan bahwa tidak selamanya kekerasan itu akan meninggalkan bekas/luka. Dengan demikian pada kasus perlukaan akan tetapi di dalam pemeriksaan tidak ditemukan luka, maka di dalam penulisan kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat, haruslah ditulis “tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan”, dan jangan dinyatakan secara pasti bahwa pada pemeriksaan tidak ada kekerasan.

(17)

BAB III KESIMPULAN

Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera di gunapakai secara sinonim dengan kata luka, malah dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energy fisik tapi juga kerusakan lain yang diakibatkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik dan radiasi.

Trauma atau perlukaan secara medis adalah hilangnya kontinuitas jaringan yang disebabkan karena adanya kekuatan dari luar/kekerasan (WHO,2007).

Trauma tumpul ialah trauma yang disebabkan oleh benda yang memiliki permukaan yang tumpul atau tidak tajam. Luka yang terjadi dapat berupa :

1. Memar, terdiri dari : a. Kontusio b. Hematom 2. Luka Lecet

a. Luka lecet gores (stratch)

b. Luka lecet serut atau geser (graze,friction abrasion) c. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) d. Luka lecet berpola (crushing)

(18)

Luka lecet adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar atau runcung sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang. Lecet sering dihasilkan dari pergerakan permukaan kulit ke permukaan yang lebih kasar atau sebaliknya. Dengan demikian luka tersebut dapat memiliki penampilan yang linier, dan pemeriksaan dekat mungkin menunjukkan epidermis superfisial yang mengerut pada salah satu ujung luka, menunjukkan arah perjalanan dari permukaan lawan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khaja S.B., Jha S, Mathur K.G, Mathur N.V., Forensic Interpretation of Injuries / Wounds found on the human body; JPAFMAT, 2011

2. DiMaio, Vincent, et al. Forensic Pathology Florida : CRC Press. 2001

3. Knight, Bernard. Simpson’s Forensic Medicine. Great Britain : Hodder Headline Group. 1997

4. Rao,D. Injuries. Accesed February, 18, 2015. Available on :http://www.forensicpathologyonline.com/E-Book/injuries

5. Sandhu S.S., Gorea RK, Gargi J, Garg A., Age Estimation of Injury From Abrasion; JPAFMAT, 2009.

6. Stark M.M., Clinical Forensic Medicine, A Physician’s Guide Second Edition; Humana Press, 2005. P138-139.

Gambar

Gambar 1. Penampang Kulit
Gambar 2. Mekanisme terjadinya lecet (abrasion)
Gambar 3. Luka Lecet Gores. Di sekitar luka tampak darah yang mengering
Gambar 5. Luka lecet serut/gesek akibat kecelakaan lalu lintas. Kulit tergesek ke badan aspal.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan pemberian gel ekstrak daun kerehau dapat mempercepat penyembuhan luka pada model tikus diabetes dimana sediaan gel ekstrak daun

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran guided inquiry mampu meningkatkan: (1) keterampilan proses sains siswa namun belum memenuhi ketuntasan klasikal, karena pada siklus

Data pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, yaitu: s-IgA, neutrofil dan jenis patogen dari saluran napas bawah dengan prosedur BAL, sebagai data

Untuk itu dibutuhkan suatu sistem informasi akuntansi pada proses penggajian untuk mengatasi permasalahan yang kompleks dalam mengolah data-data karyawan, terutama yang menyangkut

Test ini dilakukan untuk pemeriksaan cairan serebrospinali, mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada

Pada anamnesa, perlu ditanyakan apakah ada keluhan perdarahan mulai yang paling ringan seperti epistaksis atau perdarahan gusi, petekiae, apakah ada riwayat gangguan

Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk myoma uteri submukosum yang paling banyak adalah nyeri perut bagian bawah dan perdarahan abnormal dan nyeri