Goodpasture’s syndrome pada
Anak Perempuan 12 Tahun dengan
Hemoptisis Masif dan Gagal Ginjal Akut
Rahayu, Dany Hilmanto
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak: Goodpasture’s syndrome adalah penyakit autoimun yang terdiri atas glomerulonefritis
progresif, perdarahan paru dan pembentukan antibodi anti-GBM.Insidensi penyakit tersebut sangat jarang yaitu kurang dari 1 per 1 000 000 orang dengan puncak insidensi pada umur 20–30 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1. Dilaporkan kasus seorang anak perempuan berusia 12 tahun datang ke UGD RS Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan bengkak seluruh tubuh selama 10 hari dengan didahului lemah, lesu, pucat sejak 3 minggu dan batuk berdarah sejak 4 hari. Sebelum ke rumah sakit, penderita dirawat selama 4 hari di RSU Dr. Slamet, Garut, mendapat transfusi darah 2 unit kemudian dirujuk ke RS Dr. Hasan Sadikin. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra dan ekstremitas, hipertensi, anemia tanpa sesak napas. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, ureum dan kreatinin sangat meningkat, hiperkalemia, proteinuria, dan hematuria. Foto toraks menunjukkan gambaran infiltrat difus. Diagnosis awal gagal ginjal akut karena sindrom nefritik akut dan pasien mendapat furosemid intravena, kayeksalat dan transfusi packed red cell. Selama di UGD batuk berdarah bertambah masif, sesak napas dan bertambah pucat. Setelah enam jam di UGD penderita mengalami syok hipovolemik, bradikardi dan apneu. Setelah dilakukan resusitasi selama 15 menit penderita dinyatakan meninggal. Penderita didiagnosis akhir sebagai
Goodpasture’s syndrome berdasarkan gambaran glomerulonefritis yang progresif cepat disertai
perdarahan paru. Walaupun tanpa didukung bukti adanya anti GBM, klinis sesuai dengan gambaran Goodpasture’s syndrome.
Goodpasture’s Syndrome in a 12-Year-old Girl
with Massive Hemoptysis and Acute Renal Failure
Rahayu, Dany Hilmanto
Department of Child Health, Faculty of Medicine Padjadjaran University/ Dr. Hasan Sadikin Hospital, Bandung
Abstract: Goodpasture’s syndrome is an autoimmune disease composed of progressive
glomeru-lonephritis, pulmonary hemorrhagic, and finding of anti-GBM antibody. Incidence of the disease is about 1:1 000 000; its highest incidence at the age of 20 – 30 years, and sex ratio between male and female is 4:1. A 12-year-old girl was admitted to Hasan Sadikin Hospital with chief complaint of body swelling for 10 days, preceeded with of weakness, fatigue and paleness for 3 weeks, and bloody cough for 4 days. Before admssion to dr Hasan Sadikin Hospital, the patient was admitted to Dr Slamet Hospital in Garut, and received 2 units of blood transfusion. Physical examination renedled palpebra and extremity swelling, hypertension, and anemia without difficulty of breath-ing. Laboratory findings showed anemia, increased ureum-creatinin high potasium level, pro-teinuria and hematuria. Chest X-rays showed diffuse infiltrate. The patient was first diagnosed acute renal failure due to acute nephritic syndrome, and was given intravenous furosemide, kayeksalat and packed red cell transfusion. In the emergency unit, she suffered more massive hemoptysis, breathing difficulty and became paler. After 6 hours in the emergency unit, she suffered hypovolemic shock, bradycardia and apnea. After 15 minutes of rescuscitation, the patient died. The patient is final diagnosed was Goodpasture’s syndrome based on the presence of progressive glomerulonephritis and pulmonary hemorrhagic. Even though there was no proof of anti-GBM, clinical features showed description of Goodpasture’s syndrome.
Key words: Goodpasture’s syndrome, glomerulonephritis, pulmonal bleeding, GBM
anti-body
Pendahuluan
Goodpasture’s syndrome adalah penyakit autoimun yang secara primer mengenai paru dan ginjal. Sindrom ini terdiri atas glomrulonefritis yang bersifat progresif cepat atau dengan variasi kresentik, perdarahan paru dan pembentukan antibodi anti-GBM.1 Goodpasture’s syndrome merupakan
prototipe dari pulmonary-renal syndrome dan merupakan 18 - 32% dari perdarahan alveolar yang dimediasi proses imun. Insidensi penyakit ini kurang dari 1 per 1 000 000 or-ang. Puncak insidensi pada umur 20–30 tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1.2
Laporan Kasus
Seorang anak perempuan berusia 12 tahun datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan bengkak yang bermula di kelopak mata kemudian menjalar ke seluruh tubuh sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tidak disertai dengan sesak napas. Penderita mengeluh lemah, lesu dan pucat sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit dan batuk yang disertai
sedikit darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Selama bengkak penderita tidak pernah mengeluh buang air kecil menjadi jarang, buang air kecil kemerahan atau berwarna seperti cola. Riwayat muntah, kejang atau demam tidak ada. Penderita baru pertama kali sakit seperti ini.
Penderita didiagnosis tuberkulosis paru oleh dokter umum serta diberi obat anti tuberkulosis. Karena tidak ada perubahan penderita dibawa ke RSU Dr. Slamet, Garut, dirawat selama 4 hari dan dikatakan sakit ginjal, mendapat transfusi darah merah 2 unit dan diberi cairan intravena kemudian dirujuk ke RS Dr. Hasan Sadikin atas permintaan keluarga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi baik. Penderita kompos mentis, pucat, edema palpebra dan tungkai tanpa disertai sesak napas. Tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 120x/menit, respirasi 30x/mnt dan suhu 36,6 oC. Tidak
didapatkan adanya pernapasan cuping hidung, retraksi su-prasternal ataupun tekanan vena jugularis yang meningkat. Dari pemeriksaan ditemukan slem tanpa crackles ataupun wheezing serta tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura ataupun tanda-tanda asites. Pada ekstremitas didapatkan edema pretibial dan dorsum pedis.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar hemo-globin 7 g/dL, hematokrit 19%, leukosit 7400/mm3, trombosit
132000/mm3, mean corpuscular volume (MCV) 76,1 fL, mean
corpuscular hemoglobin (MCH) 28,3 pg, mean corpuscu-lar hemoglobin concentration (MCHC) 37,2%, gambaran darah tepi eritrosit normokrom anisositosis, albumin 3,1 g/ dL, ureum 293 mg/dL, kreatinin 11,9 mg/dL, kolesterol 155 mg/dL, natrium 135 mEq/L, kalium 6,5 mEq/L, protein urin 500/+++, eritrosit urin penuh, leukosit urin 1-2/lpb. Fungsi hati dan gula darah masih dalam batas normal. Pada foto toraks diperoleh gambaran infiltrat difus di kedua lapang paru. Gambaran EKG menunjukkan gambaran hiperkalemia dengan gelombang T tinggi, tidak tampak tanda-tanda vo-lume overload ataupun pembesaran jantung.
Penderita didiagnosis awal sebagai gagal ginjal akut karena sindrom nefritik akut dengan anemia akibat suatu un-derlying disease. Penderita mendapat furosemid intravena, kayeksalat untuk hiperkalemia dan transfusi pack real cell (PRC). Setelah 4 jam di UGD, penderita mulai batuk berdarah, bertambah pucat dan tampak sesak napas disertai perna-pasan cuping hidung, retraksi suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada pemeriksaan dada didapatkan crackles. Kesan pada saat itu hemoptisis disebabkan edema paru dengan diagnosis banding perdarahan paru. Dilakukan pembebasan jalan napas dan diberikan O
2 6-8 L/menit melalui
sungkup, dilakukan pemeriksaan analisis gas darah, PT, dan aPTT. Satu setengah jam berikutnya perdarahan bertambah masif dan penderita bertambah sesak, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 140 x/menit kecil dan lemah, akral dingin dan capilary refill>2 detik menandakan syok hipovolemik. Hasil pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut: PT 15,2 detik, aPTT 25 detik, analisis gas darah kesan asidosis metabolik kompensasi sebagian dengan hipoksemia (pH 7; pCO
2 22,4 mmHg; pO2 57,2 mmHg; HCO3 5,4 mEq/L; TCO2 6,1
mmol/L; BE -24,5 mEq/L dan Saturasi O
2 73,8%). Tampak
darah segar memenuhi rongga mulut yang makin bertambah banyak. Dilakukan resusitasi cairan dan direncanakan intubasi endotrakeal. Pada saat resusitasi cairan dan intubasi endotrakeal, penderita apneu dan bradikardi. Dilakukan ventilasi tekanan positif, kompresi jantung luar dan pem-berian adrenalin. Pada saat dilakukan kompresi jantung luar, perdarahan segar dari mulut dan hidung semakin masif. Akhirnya setelah dilakukan resusitasi selama 15 menit, penderita dinyatakan meninggal. Penderita didiagnosis akhir sebagai Goodpasture’s syndrome.
Diskusi
Pada tahun 1919, Ernest Goodpasture menggambarkan satu kasus yang tidak biasa yaitu seorang anak laki-laki 18 tahun yang meninggal dengan gejala hemoptisis, perdarahan alveolar dan nekrosis, serta glomerulonefritis proliferatif. Stanton dan Tange pada tahun 1958 yang pertama kali memakai istilah Goodpasture’s syndrome untuk meng-gambarkan kasus perdarahan paru dan necrotizing
glom-erulonephritis. Dengan penemuan peranan antibodi anti-GBM pada beberapa kasus, maka kriteria diagnostik yang membedakan sindrom ini dengan beberapa penyebab perdarahan paru dan glomerulonefritis lain dapat ditegakkan. Goodpasture’s syndrome didefinisikan sebagai kelainan yang terdiri atas trias: (1) glomerulonefritis, biasanya progresif cepat atau kresentik; (2) perdarahan paru; (3) pembentukan antibodi anti-GBM.1,2
Insidensi Goodpasture’s syndrome kurang lebih 0.5 per 1 juta populasi dan predominan pada laki-laki muda walaupun dapat terjadi juga pada umur yang ekstrim seperti pernah dilaporkan pada umur 4 tahun dan umur 80 tahun. Insidensi puncak pada umur 20-30 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1. Terdapat hubungan yang kuat antara HLA-DR2 dengan Goodpasture’s syndrome.2,3
Goodpasture’s syndrome adalah penyakit autoimun. Autoantibodi menyebabkan kerusakan jaringan dengan mengikat epitop reaktifnya pada membran basalis. Penyakit tersebut merupakan bentuk klasik dari reaksi hipersensitivitas tipe II dari Gell dan Coombs yaitu reaksi antigen-antibodi. Komponen dasar dari membran basalis adalah kolagen tipe IV. Antibodi bereaksi dengan region terminal carboxyl dari rantai alpha-3 kolagen tipe IV yang terdapat di seluruh tubuh. Sindrom ini hanya melibatkan membran basalis alveolus dan glomerolus karena aksesibilitas antigen dan paparan rantai alpha-3 yang yang lebih besar pada alveolus dan glomerolus. Diperlukan peningkatan permeabilitas kapiler untuk ikatan antibodi pada membran basal alveolus.1,4
Sebagian besar kasus bersifat akut dengan perdarahan paru dan atau RPGN. Kelainan ginjal dapat atau tidak menimbulkan gejala nonspesifik sampai fungsi ginjal benar-benar terganggu. Sebagian besar kelainan ginjal pada Goodpasture’s syndrome bersifat progresif cepat sampai gagal ginjal terminal. Onset dapat sangat dramatis dengan hematuria makroskopis dan nyeri pinggang. Bukti adanya nefritis adalah hematuria mikroskopis, biasanya disertai penemuan eritrosit cast. Proteinuria tidak lebih dari 5 mg/dL. Hipertensi biasanya ditemukan pada keadaan overload cairan.3
Perdarahan paru hampir selalu mendahului atau bersamaan dengan glomerulonefritis. Insidensi tertinggi pada dewasa muda dan lebih rendah pada perempuan tua. Epi-sode perdarahan paru dapat terjadi rekuren atau kronis dalam beberapa bulan atau tahun. Gambaran radiologi Good-pasture’s syndrome menunjukkan adanya konsolidasi infiltrat difus bilateral pada lobus medial dan lobus bawah dengan sedikit di daerah apeks dan sudut kostrofrenikus.2,3
Pasien ini didiagnosis akhir sebagai Goodpasture’s syn-drome berdasarkan manifestasi klinis perdarahan paru yang progresif dan masif disertai bukti klinis dan laboratorium adanya glomerulonefritis yang bersifat progresif cepat (RPGN). Walaupun tidak ditemukan bukti adanya antibodi anti-GBM, tetapi gambaran klinis dari pasien ini sesuai dengan gambaran Goodpasture’s syndrome. Rapidly progressive
glomerulonephritis dapat menyebabkan perdarahan paru melalui mekanisme overload cairan dan edema paru, tetapi gambaran radiologi untuk penderita ini kurang cocok dengan gambaran edema paru karena tidak ditemukan garis Kerley A dan B (gambaran kranialisasi), atau gambaran seperti kabut/ awan di daerah perihiler. Gambaran radiologi pada pasien ini berupa infiltrat difus di kedua lapang paru. Gambaran EKG pada pasien ini tidak menunjukkan overload cairan.5,6
Gejala awal berupa lemas, lesu dan pucat yang ber-langsung sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit merupakan gejala dari anemia yang mungkin disebabkan oleh perdarahan alveolus yang bersifat tersembunyi dan darah tidak mencapai bronkhus. Kemudian perdarahan paru menjadi masif, dibuktikan dengan gambaran radiologis yang memburuk dengan cepat dalam 2 hari. Glomerulonefritis menjadi progresif cepat sampai terjadi gagal ginjal dalam waktu 3 minggu. Hal tersebut dibuktikan dengan klinis dan laboratorium. Penderita mengalami edema palpebra dan ektremitas dalam waktu 10 hari disertai kadar ureum dan kreatinin yang sangat tinggi (ureum 293 mg/dL, kreatinin 11,9 mg/dL), serta kadar kalium yang tinggi (6,5 mEq/L). Karena keadaan klinis yang memburuk dengan cepat, pemeriksaan antibodi anti-GBM untuk diagnosis pasti Goodpasture’s syndrome tidak sempat dilakukan, demikian juga penatalaksanaan belum sesuai untuk penyakit ini.
Gambar 1. Toraks Foto yang Diambil pada 2 Hari Sebelum Masuk RSU Garut dengan Kesan Suspek Proses S p e s i f i k
Prinsip penatalaksanaan Goodpasture’s syndrome adalah (1) mengeluarkan antibodi anti-GBM secara cepat dengan plasmaferesis; (2) menghentikan produksi antibodi dengan imunosupresan seperti siklofospamid atau
korti-Gambar 2. Toraks Foto Diambil pada Saat Penderita Di emer-gensi RS Hasan Sadikit. Tampak Bercak Lunak di Lapang atas dan Tengah Kedua Paru serta La-pang Bawah Paru Kanan
kosteroid; (3) mengeluarkan zat-zat yang mungkin memicu produksi antibodi.3,4
Pada era sebelum plasmaferesis dan terapi immuno-supresif, kematian mencapai lebih dari 90%, tetapi setelah terapi terkini, harapan hidup lebih dari 50%. Prognosis pada pasien ini buruk karena keterlambatan diagnosis dan terapi serta perdarahan paru yang masif disertai gagal ginjal akut.2,4
Kesimpulan
Goodpasture’s syndrome merupakan penyakit autoimun akibat pembentukan antibodi anti-glomerular basement membarane (GBM) yang ditandai dengan perdarahan alveo-lar paru dan necrotizing glomerulonephritis. Meskipun tidak dilakukan pemeriksaan antibodi anti-GBM terhadap pasien, namun karena manifestasi klinis yang sangat khas, maka pasien didiagnosis sebagai Goodpasture’s syndrome. Konfirmasi terhadap diagnosis melalui otopsi klinik juga tidak dilakukan. Proses diagnosis penyakit begitu terlambat sehingga tidak mungkin untuk dilakukan penatalaksanaan yang adekuat. Terlepas dari itu, diagnosis dini juga tidak memberikan prognosis yang baik karena harapan hidup dengan terapi terkini, yaitu plasmaferesis dan terapi imunosupresif, hanya memberikan harapan hidup lebih dari 50%.
Daftar Pustaka
1 . Glassock, Cohen, Adler, Ward. Secondary glomerular disease.
Dalam: Brenner BM, Rector FC. editors. The Kidney. Edisi 5. Philadelphia: WB Saunders Co; 1991.p.1301-05.
2 . Panjawani AH, Deoskar RB, Alleiro JJJ, Rajan KE. Goodpasture’s
3 . Turner N, Lockwood CM, Rees AJ. Antiglomerular basement membrane antibody-mediated nephritis. Dalam: Schrier RW, Gottschalk CW. editors. Disease of the kidney. Edisi 5. Boston: Little, Brown and Co; 1993.p.1865-86.
4 . Sharma S, Verreli M. Goodpasture’s syndrome. Diunduh dari :
http://www.emedicine.com/MED/topic923.html, tanggal 12 Mei 2007.
5 . Pulmonary-renal syndrome. Diunduh dari http://www.merck.com/
mmpe/sec05/ch059.html, tanggal 12 Mei 2007.
6 . O’ Brodovich H, Melllins RB. Pulmonary edema. Dalam: Chernick
V, Boat TF, Kendig EL. editors. Disorder of the respiratory track in children. Edisi 6. Philadelphia: WB Saunders Co; 1998.p.653-72.