Contribution of CIRAD and partners on participatory /collaborative Land Use Planning research in
Indonesia
The 2nd International Conference of Indonesia Forestry
Researchers (2nd INAFOR 2013)
Yves Laumonier and Bayuni Shantiko
Outline
• Introduction
• CIRAD in Indonesia • Case 1: Building common
vision in Kapuas Hulu Regency • Case 2: Land use modelling
KPH
REDD
Konservasi A/R
Source: Pedroni (2009)
Situation in tropical area
APL
History of the variation in land cover and land use types along the tree cover transition in Indonesia
• (1990-2000)
– Decline of industrial logging, illegal logging taking over on ex logging concessions – Conversion into agricultural land once
“timber stock depleted” • (2000-2010)
The need of land use planning which support development without degrading environment
How can we establish a fair land use
planning and collaborative natural resource management?
CIRAD and partners have done research in that area since 1995
• Forest Inventory Monitoring Project – MoF (1995-2002)
• Tanimbar Participatory LUP Project – Birdlife – MoF (2003-2006)
• Collaborative LUP Project – CIFOR – MoF-FORDA (2010-2014)
Support collaborative process in land use allocation,
land use planning and natural resource management
Study on new approach toward mitigation of
environmental degradation by promoting payment mechanism through payment for environmental
services (PES)
To support institutional development which promoting policy and land-related instrument including community development
Case 1: Building common vision
of land use planning (LUP) in
forested landscape
Kapuas Hulu Regency
Kabupaten Kapuas Hulu is in a development stage. It declared as conservation district in 2003
While development is expected to improve people’ welfare; tension exists between development interest and conservation Future uncertainty – policy intervention
and anticipation
• What process can allow multiple
needs of land taken into account in
land use decision process?
Participatory prospective analysis (PPA) - Analisis prospektif partisipatif
• An applied foresighting
approach developed by CIRAD
• PPA involved group “experts”: district government, local community, customary leaders, private sector, NGOs
• Identify and analyze variables in participatory way to develop future scenarios
• Action plan to be integrated with regency planning
Define system boundary Identify variables Define variables Mutual relationship analysis
Identify and select key variables
Define the state of key variables
Scenario development
Follow up and scenario’ action plan
8 steps PPA PPA process and flow
PPA workshop series (May-July 2011)
Public consultation at sub-district/ village level -Dec 11
Public consultation at district level (Apr 2011)
Workshops and consultations to develop action plan (2011- 2012)
Q: What could be the future of development?
Time: 20 years; Geographic boundary: Kapuas Hulu regency
Results
• 50 Variables• Key drivers: Government policy, use of technology, customary law and wisdom, mindset, participation, education and skills
• 4 Scenarios of future development in Kapuas Hulu
Skenario 1
• Kebijakan yang berpihak kepada masyarakat dan direncanakan bersama masyarakat
• Publik berpartisipasi sepanjang proses perencanaan termasuk monitoring dan pengawasan • Penggunaan lahan ditentukan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat dan sinergi antara hukum adat dan hukum nasional • Dalam skenario ini, terbukanya
akses terhadap pendidikan meningkatkan dan mengubah pola pikir masyarakat untuk menguasai teknologi yang ramah lingkungan
Skenario 2
• Kebijakan pembangunan lemah dan tidak menjawab kebutuhan penting dari masyarakat
• Hukum nasional diterima secara luas, lembaga adat dan kearifan lokal mulai luntur; masyarakat adat akhirnya hilang
• Penggunaan lahan tidak menggunakan kearifan menyebabkan kerusakan lingkungan dan masyarakat termarjinalkan
Skenario 3
• Konflik di masyarakat meningkat karena para pihak tidak dilibatkan dalam pembangunan • Kemiskinan dan ketimpangan mendorong apatisme publik • Konflik penggunaan
Skenario 4
• Pembangunan dan pertumbuhan melambat karena prioritas kebijakan berubah-ubah mengikuti perilaku oportunis yang mementingkan kelompok • Masyarakat adat dan
hukum adat diakui untuk kepentingan pencitraan • Penggunaan lahan dan
pembangunan tidak melibatkan partisipasi masyarakat
Tindakan Siapa yang melakukan Kapan akan dilakukan
Intensifikasi perkebunan karet dengan menggunakan bibit unggul, pemupukan dan pemeliharaan yang benar
Masyarakat (poktan)
Pemda (disbunhut)
Swasta
Pengembangan teknologi tepat guna (pengembangan PLTMH, pengolahan air bersih, pemanfaatan sumber air untuk perikanan dan pertanian)
Distamben
Dinas cipta karya
Dinas perikanan
Dinas pertanian
Action plan
• Redesign land use plan and allocation • Strengthening collaboration among development actors • Recognize community rights • Community development programs
Tindakan Siapa yang melakukan Kapan akan dilakukan Melakukan koordinasi dan
pemantapan serta kesiapan untuk melakukan pemetaan ulang terhadap peruntukan lahan
Pemerintah, masyarakat, pengusaha dan NGO
Dimulai sejak sekarang
Harus mengumpulkan aspirasi dari masyarakat mulai dari wilayah kawasan sampai administratif, tepat dan akurat
Kolaboratif masyarakat dan pemerintah
Jangka pendek
Menfasilitasi/mediasi antara masyarakat dengan pihak lain
Pemda Investor Camat
Tindakan Siapa yang melakukan Kapan akan dilakukan
Dengan membuat kesepakatan bersama para pihak berkaitan dengan kegiatan pembangunan
Pemda, DPRD, masyarakat dan pengusaha
Dimulai sejak sekarang Memaksimalkan fungsi sebagai
pengendali pemanfaatan ruang
Pemda
DPR
Masyarakat
Pengusaha
Memperhitungkan social cost dalam perencanaan pembangunan
Masyarakat
Tindakan Siapa yang melakukan Kapan akan dilakukan Buat tim terpadu melibatkan
pemerintah dan masyarakat setempat
tim teknis yang melibatkan masyarakat setempat
satu tahun anggaran berjalan
Memperhitungkan social cost dalam perencanaan pembangunan
Case 2. Land use modeling and
spatial data analysis
Proposal for revision of land status map of Kapuas
Hulu Regency
Three main components for land use
planning (LUP)
Accurate and updated information on: • Land cover
• Land suitability (soil and slope)
STATUS LAHAN
KAWASAN HUTAN & PERAIRAN, 2000
• Spatial data is not detail enough – Using 1:250.000 map as reference for LUP at regency and sub district level. At the implementation stage, it will be “zoomed” which results inaccurate LUP
• Because of spatial data is not accurate at bigger scale, zonation will not fit with topography, hydrography or land cover
• Unclear boundary, communities are not involved; GPS points are taken from the map before going to the field, not the opposite
• Legal status is unclear
Issue related to land use mapping
and planning: Scale
Kelerengan : Landai (1) Curam (5)
Erodibilitas tanah: Rendah (1) Tinggi (5)
Intensitas curah hujan : Rendah (1) Tinggi (5)
Skor Hutan (Dephut)
Tingkat kelerengan x 20 = skor kelerengan
Tingkat erodibilitas tanah x 15 = skor erodibilitas tanah Tingkat intensitas curah hujan x 10 = skor curah hujan
Skor Hutan
Hutan Lindung > 175 Hutan Produksi Terbatas 125 - 175
Hutan Produksi Biasa < 125
Diingatkan:
Skor kelerengan: tidak sesuai untuk pengelolaan daerah
aliran sungai (DAS) atau pertanian; ada perbedaan kelas lereng antara Departemen departemen Kehutanan sendiri (BAPLAN, BRLKT) dan instansi lain yang mengurus pengelolaan lahan (PPTA, Departemen Pertanian).
Keterbatasan penggunaan Skor Hutan dalam
perencanaan tata guna lahan mendetail tingkat
Kabupaten
Skor tanah: pengelompokan sangat umum hanya menunjukan
Definisi Skor Hutan harus dan bisa digunakan
untuk Perencanaan Tata Guna Lahan yang
akurat di skala yang lebih besar
Kelerengan : DEM dengan peta topografi skala 1:50,000 BAKOSURTANAL
Erodibilitas tanah: Peta geologi, land unit dan expertise
Intensitas curah hujan : Peta bioiklim (Fontanel and Chantefort; worldclim database)
Model Elevasi Digital, skala 1:50 000 Kawasan Hutan, skala 1:250 000
SKOR Kehutanan skala 1:50,000
Skor Kehutanan skala 1:50,000 COLUPSIA dan usulan perubahan fungsi Kawasan HutanConclusion -1
The participatory prospective analysis (PPA) process proved successful in bringing
together different stakeholders to view their environment from a very different
perspective.
Using PPA and its scenario development, different stakeholders started realizing the need of working together, to collaborate for further actions to make change affecting their future
Conclusion -2
Land use planning and land allocation will be benefited from detail and accurate forestland and water maps (Peta kawasan hutan dan perairan) with a bigger scale
In the last three years, CIRAD CoLUPSIA project has been collecting necessary data to prepare land use and land status revision at