Hawiah Djumadin1, Rosa Dalima Bunga2,
Maria Magdalena Rini3
123 Universitas Flores 1[email protected] 2[email protected] 3[email protected]
Abstrak
Tuturan adalah bahasa entah berupa kata, frase, maupun kalimat yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah-kaidah umum gramatika yang berlaku atau yang diramalkan dalam makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya (Chaer, 1995:7). Tuturan adat Ate Keda di Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende merupakan sarana ekspresi diri dalam membangun hubungan anggota masyarakat, Leluhur dan Sang Khalik sebagai pengatur dan pemersatu kehidupan. Masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah bentuk tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 2) bagaimanakah makna tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 3) bagaimanakah fungsi tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya pendokumentasian bahasa sebagai sarana budaya masyarakat Lio sebelum punah termakan zaman. Selain tujuan di atas, ada tujuan khusus yakni untuk menemukan dan mendeskripsikan bentuk, makna, dan fungsi tuturan upacara Ate Keda. Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dan penghayatan terhadap warisan leluhur yang terdapat dalam tuturan adat Ate Keda
pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah simak dan cakap. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, rekam, dan catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini yakni; 1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan akhir. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik. Hasil penelitian Bentuk tuturan adat terdiri dari bentuk morfologi dan gaya bahasa. Bentuk morfologi antara lain: pronominal, nomina, verba, adjektif, numeralia, adverbial, dan repitisi. Dan bentuk gaya bahasa antara lain: paralelisme dan perumpamaan. Makna tuturan adat antara lain: makna kebersamaan, makna religius, makna pengharapan akan kesehatan. Fungsi tuturan adat antara lain: fungsi sosial, fungsi instrumental dan fungsi interaksional.
Kata kunci: tuturan adat, Upacara Ate Keda
Abstract
Speech is a language whether in the form of words, phrases, or sentences whose meaning cannot be drawn from general grammatical rules that apply or which are predicted in the lexical meaning of the elements that make it up (Chaer, 1995: 7). Ate Keda's traditional speech in Ranga Village, Detusoko Subdistrict, Ende Regency is a means of self-expression in building the relationship of community members, Ancestors and Sang Khalik as regulators and unifying life. The problems in this study are 1) how is the form of traditional speech in the Ate Keda ceremony in the community of Ranga Village Detusoko District Ende Regency, 2) how is the meaning of traditional speech in the Ate Keda ceremony in the community of Ranga Village Detusoko District Ende Regency, 3) how is the function of custom speech in Ate Keda ceremony at the community of Ranga Village, Detusoko District, Ende Regency. The purpose of this study is as an effort to document language as a cultural tool for the Lio people before extinction is consumed by time. In addition to the above objectives, there are specific objectives namely to find and describe the form, meaning and function of Ate Keda's ceremonial speech. The benefit of this research is to increase understanding and appreciation of the ancestral inheritance contained in the Ate Keda adat speech in the community of Ranga Village, Detusoko District, Ende Regency. The approach used in this study is a qualitative descriptive approach. The method used is consider and capable. Data collection techniques used were interviews, records, and notes. Data analysis techniques in this study namely; 1) data reduction, (2) data presentation, and (3) final conclusion drawing. The theory used is sociolinguistic theory. Results of research Traditional speech forms consist of morphological and language styles. Morphological forms include: pronominal, noun, verb, adjective, numeralia, adverbial, and repitition. And forms of language style include: parallelism and parables. The meaning of traditional utterances include: the meaning of togetherness, the meaning of religion, the meaning of hope for health. Customary speech functions include: social function, instrumental function and interactional function.
A. PENDAHULUAN
Bahasa daerah sesungguhnya
tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat itu sendiri. Setiap suku memiliki bahasa daerah untuk berkomunikasi antara anggota masyarakatnya. Kedudukan bahasa sangat penting artinya bagi bangsa
Indonesia, karena dapat
memperkaya budaya Nasional dalam
arti berbagai faktor yang
menentukan corak dalam struktur bahasa Indonesia (Keraf, 1991:8). Kridalaksana (dalam Aminuddin, 1985: 28-29) mengartikan bahasa sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang digunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Nababan (1986:51) membuat pernyataan bahwa bahasa adalah kunci atau pintu utama untuk mendalami
kebudayaan suatu masyarakat.
Dengan demikian, hal-hal yang berkaitan dengan pola hidup, sistem nilai, adat yang hidup di tengah-tengah masyarakat dapat dipahami dan dipelajari lewat bahasanya. Wijana (2010:2) mengatakan bahwa bahasa merupakan salah satu alat paling penting yang dimiliki manusia dalam mengembangkan kebudayaan atau peradabannya. Hampir seluruh aktivitas manusia tidak dapat
dilepaskan dari kegiatan
menggunakan bahasa. Bahasa
menempati posisi sangat sentral dalam kehidupan manusia karena bahasa mempunyai aspek majemuk terutama meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan kultural (Mardikantoro, 2017:48). Sibarani
(2012:93) mengatakan bahwa
kultural atau kebudayaan adalah keseluruhan kebiasaan kelompok masyarakat yang tercermin dalam
pengetahuan, tindakan, dan hasil karyanya sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya untuk
mencapai kedamaian dan
kesejahteraan hidupnya. Salah satu kebiasaan kelompok masyarakat tersebut dapat berbentuk budaya tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan
salah satu bentuk ekspresi
kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus. Bentuk tradisi lisan yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah tuturan ate keda.
Ate Keda merupakan suatu kepercayaan bagi Masyarakat Lio yang harus ditaati. Ritual Ate Keda
bagi masyarakat Desa Ranga
Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende merupakan suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang sejak dahulu kala. Tuturan dalam ritual Ate Keda merupakan sarana ekspresi dalam hubungan antar anggota suku dengan leluhur atau sang khalik, sebagai pengatur dan pemersatu kehidupan manusia secara turun-temurun.
Pokok permasalahan dalam
penelitian ini yakni; 1)
bagaimanakah bentuk tuturan adat
dalam upacara Ate Keda pada
masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 2) bagaimanakah makna tuturan adat
dalam upacara Ate Keda pada
masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 3) bagaimanakah fungsi tuturan adat
dalam upacara Ate Keda pada
masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya pendokumentasian bahasa sebagai sarana budaya masyarakat Lio sebelum punah termakan zaman.
Selain tujuan di atas, ada tujuan khusus yakni untu menemukan dan mendeskripsikan bentuk, makna, dan fungsi tuturan upacara Ate Keda. Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dan
penghayatan terhadap warisan
leluhur yang terdapat dalam tuturan adat Ate Keda pada masyarakat Desa
Ranga Kecamatan Detusoko
Kabupaten Ende.
B. METODE PENELITIAN
Berdasarkan masalah yang telah
dirumuskan di atas maka
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Adapun ciri-ciri
pendekatan kualitatif yaitu: (1)
dilakukan pada kondisi yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksprimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci (2) penelitian kualitatif lebih
bersifat deskriptif. Data yang
terkumpul berbentuk kata-kata atau simbol sehingga tidak menekankan pada angka (3) penelitian kualitatif lebih menekan pada proses dari pada produk (4) penelitian kualitatif lebih menekan makna (Sugiyono, 2010: 21-22). Data dalam penelitian ini data lisan tentang tuturan adat Ate Keda. Sumber data diperoleh dari Tua adat atau Mosalaki setempat dengan rentang usia 50-60 tahun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni; 1) teknik
wawancara, peneliti melakukan
wawancara dengan informan baik itu
tua adat (Mosalaki) maupun
masyarakat setempat tentang makna
tuturan adat dalam upacara Ate
Keda. 2) teknik rekam, teknik ini digunakan peneliti untuk merekam hasil wawancara peneliti dengan informan. 3) teknik catat, digunakan
peneliti untuk mencatat semua data yang merupakan hasil wawancara. Untuk teknik analisis data penelitian ini, dilakukan berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Miles dan
Huberman (1992:16-17) yang
dikenal dengan model alir
menyatakan bahwa analisis data kualitatif terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan akhir. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang linguistik, boleh dikatakan ilmu yang relatif mudah dalam bidang bahasa. Tanda bahasa juga terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan yakni
unsur citra akuistik (bentuk
significaent) atau penanda konsep (signitie/petanda) kedua unsure tersebut seperti dua makna selembar kertas. Hubungan antara penanda dan petanda yakni bentuk dan makna didasari oleh konversi dalam kehidupan sosial (Pampe, 2009:2). Menurut Adisumarto (1984: 20) sosiolinguistik adalah suatu telaah
interdisipliner yang bertujuan
meneliti hubungan bahasa dengan
masyarakat dengan mengikuti
pandangan modern dalam ilmu bahasa yang mempertimbangkan bahwa bahasa masyarakat itu sebagai struktur atau suatu sistem tersendiri. Antara bahasa dengan
masyarakat dalam mempelajari
sosiolinguistik tidak dapat
dipisahkan karena masyarakat dapat
berinteraksi hanya dengan
menggunakan bahasa. Bahasa
mempunyai dua aspek mendasar, yaitu aspek bentuk yang meliputi bunyi, tulisan, struktur serta makna, baik leksikal maupun fungsional dan struktural (Nababan, 1984: 13). Jikalau kita memperhatikan bahasa
dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat bahwa bahasa itu
dalam bentuk dan maknanya
menunjukan perbedaan-perbedaan
kecil atau besar antara
pengungkapannya yang satu dengan pengungkapan yang lain. Pemakaian bahasa dalam masyarakat baik
dalam bentuk dan makna
menunjukan perbedaan-perbedaan.
Perbedaan tersebut tergantung
kemampuan seseorang atau
kelompok orang dalam
pengungkapan. Menurut
Kartomihardjo (1988: 32)
perbedaan-perbedaan itu terdapat pada pilihan kata-kata atau bahkan pada struktur kalimat. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa itulah yang disebut dengan variasi bahasa.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk, makna, dan fungsi tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa
Ranga Kecamatan Detusoko
Kabupaten Ende. Berikut ini tuturan pada upacara Ate Keda.
3.1 Data tuturan adat dalam
upacara Ate Keda pada
masyarakat Desa Ranga 3.1.1 Tahap Gae ( Persiapan)
Data I
Du’a geta lulu wula ngga’e ghale
wena tana tipo pam asai kami
Tuhan di atas langit tuhan dibawah tanah jaga tahan sudah kami
Ya Tuhan pencipta langit dan bumi jaga dan lindungilah kami
Laki ulu no laki eko miu to’o sai
mbana sama
Pria di atas dengan pria di bawah kamu bangun jalan bersama
Mari kita bersama-sama
Mari kita mera bou mondo mau wig are ate keda
Mari kita duduk kumpul bersama untuk bicara atap rumah adat
Mari kita semua untuk duduk
berkumpul bersama berbicara
tentang atap rumah adat
Kita mbana poka bheto ria
Kita pergi potong bambu besar Kita semua pergi potong bambu besar dan panjang sesuai ukuran
Wangga tu ghea keda
Pikul antar ke rumah adat
Semua bambu dipikul dan diantar ke rumh adat
Bhondo bheto kita kela jadi bhakibeli
Banyak bambu besar kta belah jadi bilah
Banyaknya bambu dibelah jadi bilah bambu sesuai ukuran
Bhondo kai toko mbulu sutu
Banyak dia batang empat puluh Banyaknya belahan bambu empat puluh batang
Bhakibeli ghea nia ghea longgo pa
ghale pa mena du’a du’a
Bilah di depan di belakang samping kiri samping kanan masing-masing
Semua bilahan bambu depan
belakang samping kiri samping kanan masing-masing
Sawe ina kita mbana gae ki
Setelah itu kita pergi cari alang-alang Kita semua pergi cari alang-alang
Wangga tu ghea keda
Pikul antar ke rumah adat
Semua alang-alang dipikul dan diantar ke rumah adat
Rike so molo
Ikat yang rapi Ikatlah dengan rapi
Welu leka tempat eo siap sawe
Simpan ditempat yang disediakan sudah
Simpanlah pada tempat yang telah disediakan
3.1.2 Tahap Ate ( Atap )
Kami wi soro ki
Kami mau beri alang-alang
Kami memberi alang-alang pada orag yang mengerjakan
Pusi eo muri jega eo meta
Isi yang hidup masuk yang mentah Rumah adat dihuni dan simpan barang-barang yang berguna
Ata laki pai nia ni bewa
Orang laki panggil muka panjang Tua adat memanggil dengan suara nyaring
Mai sai kita ana kalo fai welu wi kema
Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja
Mari kerja bersama-sama 3.1.3 Tahap Tutu Ubu (Tutup Atap)
Kaju sa’o toko Kayu satu batang Sebtang kayu
Nio ngura sa esa
Kelapa muda satu buah Sebuah kelapa muda
Kae mera sa widha
Kain merah satu lembar Selembar kain merah
Eo re’e du’a ghu tanggo wangga eo
ji’e kau pati kami
Yang busuk kamu tanggung pikul yang baik kau beri kami
Berilah yang terbaik untuk kami Gare kita ma’e bhondo kema kita so’o molo wi kai keta ngere ae
maku ngere watu
Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingin seperti air keras seperti batu
Berusahalah sehingga sempurna bagaikan ciptaan alam
3.2 Bentuk-Bentuk Tuturan Adat
dalam Upacara Adat Ate
Keda Pada Masyarakat Desa Ranga
Dilihat dari bentuk yang terdapat pada tuturan adat
dalam upacara Ate Keda
sebagai berikut. 3.2.1 Bentuk Morfologi
Bentuk morfologi tuturan adat Ate Keda akan di paparkan sebagai berikut.
1. Pronomina
Pronomina merupakan kelas kata
yang dipakai untuk
menggantikan kata benda atau dibedakan atau disebut kata ganti orang. Pronomina yang terdapat
pada tuturan adat Ate Keda
sebagai berikut :
Kita mbana poka bheto ria kita pergi potong bambu besar
kita semua pergi potong bambu besar dan panjang sesuai ukuran
kami wi soro ki
kami mau beri alang-alang kami memberi alang-alang pada orang yang mengerjakan Kata kitadan kami masing-masing memilikiarti sebagai berikut:
Kita – kita Kami – kami
Kata Kita(Kita) merupakan kata ganti orang kedua jamak.
Kata Kami (kami) merupakan
kata ganti orang pertama jamak.
Kata kitadan kamipada data di atas merupakan pronomina karena merupakan kata ganti orang yang menggantikan kata benda.
2. Nomina
Nomina merupakan kata yang berfungsi sebagai kata benda.
Nomina yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :
Kaju sa toko Kayu satu batang Sebatang kayu
Nio ngura sa esa
Kelapa muda satu buah Sebuah kelapa muda
Kata kaju dannio
masing-masig memiliki arti sebagai berikut :
Kaju – kayu
Nio – kelapa
Kata kaju (kayu), dan kata
nio(kelapa) pada data
tersebut di atas merupakan
bentuk nomina yang
merupakan kata benda.
3. Verba
Verba merupakan kelas kata yang
lebih banyak berhubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan verbal. Verba yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :
Wangga tu ghea keda Pikul antar ke rumah adat Semua alang-alang dipikul dan antar ke rumah adat
Rike so molo Ikat yang rapi
Semua alang-alang diikat dengan rapih
Kata wangga danrike
masing-masing memiliki arti sebagai beriku :
Wangga – pikul
Rike – ikat
Kata wangga (pikul) dan kata
rike (ikat) pada data tersebut di atas merupakan bentuk verba merupakan kata kerja. 4. Adjektif
Adjektif merupakan kelas kata yang dikemukakan dalam bentuk dasar atau sifat. Adjektifa yang
terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :
Welu leka tempat eo siap
sawe
Simpan di tempat yang disediakan sudah
Simpanlah pada tempat yang sudah disediakan
Rike so molo
Ikat yang rapih Ikatlah dengan rapih
Kata sawe dan molo masing-masing memiliki arti sebagai berikut :
Sawe– sudah
Molo– rapih
Kata sawe(sudah) dan kata
molo(rapih) pada data
tersebut di atas merupakan bentuk dasar.
5. Numeralia
Numerelia merupakan kelas kata yang menyatakan urutan hitungan atau jumlah. Numeralia yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut:
Bhondo kai toko mbulu sutu
Banyak dia batang empat puluh
Banyaknya belahan bambu empat puluh batang
Kae mera sa widha Kain merah satu lembar Selembar kain merah
Kata mbulu sutudan
katasamasing-masing
memiliki arti sebagai berikut:
Mbulu sutu– empat puluh
Sa– Satu
Kata mbulu sutu (empat
puluh) dan sa (satu) yang terdapat pada data di atas merupakan bentuk numeralia karena menyatakan hitungan atau jumlah.
Adverbia merupakan kelas kata yang berkaitan dengan fungsi. Kata adverbia yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :
Wangga tu ghea keda Pikul antar ke rumah adat Semua bambu dipikul dan diantar kerumah adat
Kata ghea (ke) yang terdapat pada data di atas merupakan
adverbia yang berkaitan
dengan fungsi yakni untuk menyatakan tempat.
7. Repetisi
Repetisi merupakan perulangan kata pada kalimat yang sama atau berbeda. Repetisi yang terdapat
pada tuturan adat Ate Keda
sebagai berikut :
Gare kita ma’e bhondo kema
kita so’o molo wi kai keta
ngere ae maku ngere watu Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingin seperti air keras seperti batu.
Berusahalah sehingga
sempurna bagaikan ciptaan alam
Kata ngere yang terdapat
pada data di atas memiliki arti
sebagai berikut :Ngere –
seperti
Repetisi pada data di atas
terdapat pada kata ngere
yang merupakan pengulangan kata pada kalimat yang sama. 3.2.2 Gaya Bahasa
1. Paralelisme
Paralelisme adalah
persejajaran yakni
pemakaian unsur-unsur
kebahasaan yang sama atau setara bentuk dan makna, paralelisme yang terdapat dalam tuturan
adat alam upacaraAte Keda adalah sebagai berikut :
Mai kita mera bou mondo tau wi gare ate keda
Mari kita duduk kumpul
bersama untuk
berbicara atap rumah adat
Mari kita semua untuk duduk kumpul bersama berbicara tentang atap rumah adat
Bou – berkumpul
bersama
Mondo – berkumpul bersama
Kata bou dan kata
mondo yang terdapat pada kalimat di atas merupakan paralelisme karena memiliki makna yang sama.
2. Perumpamaan
Perumpamaan adalah
jenis peribahasa yang berisi perbandingan yang
menggunakan kata
seperti, sebagai, bagai, atau laksana.
Perumpamaan yang
terdapat alam tuturan
adat Ate Keda sebagai
berikut:
Gare kita ma’e
bhondo kema kita so molo wi kai keta
ngere ae maku
ngere watu
Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingn seperti air keras seperti batu Berusahalah
bagaikan ciptaan alam
Kata ngere yang
terdapat pada
kalimat di atas
memiliki arti seperti.
Kalimat yang
terdapat pada data di atas merupakan gaya perumpamaan karena menyatakan perbandingan dengan menggunakan kata seperti.
3.3 Makna Tuturan Adat Alam Upacara Adat Ate Keda
Pada Masyarakat Desa
Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende
Makna yang
ditemukan dalam tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga merupakan makna kiasan, makna-makna tersebut antara lain :
1. Makna Religius
Makna permohonan yaitu
makna yang berupa
permintaan kepada sang
pencipta dan nenek
moyang.
Du’a gheta lul wula ngga’e ghale wena tana
tipo pam asai kami
Tuhan di atas langit tuhan di bawah tanah jaga tahan sudah kami
Ya tuhan pencipta langit dan bumi jaga dan lindungilah kami
Dari tuturan di atas dapat dilihat permohonan
kepada leluhur saat
pembuatan atap rumah adat berlangsung agar
selalu dilindungi dan
dijaga agar tidak terjadi hambatan.
2. Makna kebersamaan
Makna kebersamaan merupakan konsepsi cara pandang yang tidak dapat
dipisahkan dengan
kehidupan individu
ataupun kehidupan
sehari-hari, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup tetap bersama-sama. Hal ini
dibuktikan dengan
tuturan berikut ini :
Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema
Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja
Mari kita kerja
bersama-sama
Kalimat-kalimat yang
terdapat pada data di atas
menyatakan makna
kebersamaan yakni
hubungan yang sangat erat sehingga tidak dapat
dipisahkan untuk
melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama.
3. Makna pengharapan
akan kesehatan
Dalam upacaraAte Keda ditemukan pula makna
pengharapan akan
kesehatan dengan bahasa adatnya sebagai berikut :
Eo re’e du’a ghu tanggo wangga eo ji’e
kau pati kami
Yang busuk kamu
tanggung pikul yang baik kau beri kami
Berilah yang terbaik untuk kami
Kalimat yang terdapat pada kalimat di atas
merupakan makna
pengharapan akan
kesehatan yakni ada
harapan akan kehidupan yang lebih baik.
3.4 Fungsi Tuturan Adat Dalam Upacara Ate Keda Pada Masyarakat Desa Ranga
Kecamatan Detusoko
Kabupaten Ende 1. Fungsi Sosial
Fungsi sosial adalah
fungsi yang
menyatakan hubungan
sosial dalam
masyarakat. Fungsi ini terlihat pada kalimat :
Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema
Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja
Mari kita kerja bersama-sama
Dalam pembuatan
rumah adat
kekurangan dan
kelebihan dalam
rumah adat harus
melalui musyawarah bersama dalam suku karena sudah menjadi
tanggung jawab
bersama.
2. Fungsi Instrumental
Fungsi instrumental, yakni fungsi bahasa
untuk kepentingan
penutur. Fungsi ini dapat dilihat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :
Eo re’e du’a
ghu tanggo wangga
eo ji’e kau pati kami
Yang busuk
kamu tanggung pikul yang baik kau beri kami
Berilah yang
terbaik untuk kami Kalimat yang terdapat pada data di atas
menyatakan fungsi instrumental yakni untuk kepentingan penutur yang menghendaki agar diberikan kehidupan yang baik. 3. Fungsi Interaksional Fungsi interaksional
yakni fungsi yang
melakukan interaksi
antara diri sendiri dengan orang lain. Fungsi ini dapat dilihat
pada tuturan aat
sebagai berikut :
Du’a gheta lulu wula ngga’e ghale
wena tana tipo pama sai kami
Tuhan di atas langit tuhan di bawah tanah jaga tahan sudah kami
Ya tuhan
pencipta langit dan
bumi jaga dan
Kalimat yang terdapat pada data di atas
menyatakan fungsi
interaksional antara
diri sendiri yang
dinyatakan dengan
kata kami (orang
pertama jamak)
dengan orang lain yang
dinyatakan dengan
kata Du’a (Tuhan)
Ngga’e (Tuhan).
D. SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil dan pembahasan tersebut di atas, tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada Masyarakat
Ranga Kecamatan Detusoko
Kabupaten Ende memiliki Bentuk, Makna, dan Fungsi.
a. Bentuk tuturan adat terdiri dari bentuk morfologi dan gaya bahasa. Bentuk morfologi antara lain: pronominal, nomina, verba, adjektif, numeralia, adverbial, dan repitisi. Dan bentuk gaya bahasa antara lain: paralelisme
dan perumpamaan. 1) Bentuk
morfologi pronominal, terdapat pada kalimat Kita mbana poka bheto ria, kami wi soro ki. Kata
Kita (Kita) merupakan kata ganti orang kedua jamak. Kata Kami
(kami) merupakan kata ganti orang pertama jamak. Kata kita
dan kami pada kalimat tersebut merupakan pronomina karena merupakan kata ganti orang yang
menggantikan kata benda. 2)
Morfologi nomina, terdapat pada kalimat Kaju sa toko, Nio ngura sa esa. Kata kaju (kayu), dan kata
nio (kelapa) pada kalimat
tersebut merupakan bentuk
nomina yang merupakan kata
kalimat Wangga tu ghea keda,
Rike so molo. Kata wangga
(pikul) dan kata rike (ikat) pada kalimat tersebut merupakan bentuk verba merupakan kata kerja. 4) Morfologi adjektif, Welu leka tempat eo siap sawe, Rike so
molo. Kata sawe (sudah) dan kata molo (rapih) pada kalimat
tersebut merupakan bentuk
dasar atau sifat. 5) Morfologi
numeralia, Bhondo kai toko
mbulu sutu, Kae mera sa widha. Kata mbulu sutu (empat puluh) dan sa (satu) yang terdapat pada kalimat tersebut merupakan
bentuk numeralia karena
menyatakan hitungan atau
jumlah. 6) Morfologi adverbia, Wangga tu ghea keda. Kata ghea
(ke) yang terdapat pada kalimat tersebut merupakan adverbia yang berkaitan dengan fungsi yakni untuk menyatakan tempat. 7) Morfologi repetisi, Gare kita ma’e bhondo kema kita so’o molo wi kai keta ngere ae maku ngere
watu. Repetisi terdapat pada kata
ngere yang merupakan pengulangan kata pada kalimat
yang sama. 8) Bentuk gaya
bahasa paralelisme, Mai kita
mera bou mondo tau wi gare ate keda. Kata bou dan kata mondo
merupakan paralelisme karena memiliki makna yang sama yakni
berkumpul bersama. 9) Bentuk
gaya bahasa perumpamaan, Gare kita ma’e bhondo kema kita so molo wi kai keta ngere ae maku
ngere watu. Kata ngere memiliki arti seperti. Kalimat tersebut merupakan gaya perumpamaan
karena menyatakan
perbandingan dengan
b. Makna tuturan adat antara lain:
makna religius, makna
kebersamaan, makna
pengharapan akan kesehatan. 1) Makna religius yakni terdapat pada kalimat Du’a gheta lul wula ngga’e ghale wena tana tipo
pam asai kami. Dari tuturan
tersebut dapat dilihat
permohonan kepada leluhur saat pembuatan atap rumah adat
berlangsung agar selalu
dilindungi dan dijaga agar tidak
terjadi hambatan. 2) Makna
kebersamaan, Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema. Kalimat-kalimat yang terdapat pada data di atas menyatakan makna kebersamaan yakni hubungan yang sangat erat sehingga tidak
dapat dipisahkan untuk
melakukan suatu kegiatan secara
bersama-sama. 3) Makna
pengharapan akan kesehatan, Eo
re’e du’a ghu tanggo wangga eo
ji’e kau pati kami. Kalimat yang
terdapat pada kalimat di atas merupakan makna pengharapan akan kesehatan yakni ada harapan akan kehidupan yang lebih baik.
c. Fungsi tuturan adat antara lain: fungsi sosial, fungsi instrumental
dan fungsi interaksional. 1)
Fungsi sosial terdapat pada kalimat Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema. Dalam
pembuatan rumah adat
kekurangan dan kelebihan dalam rumah adat harus melalui musyawarah bersama dalam suku karena sudah menjadi
tanggung jawab bersama. 2)
Fungsi instrumental, fungsi
bahasa untuk kepentingan
penutur. Terdapat pada kalimat Eo re’e du’a ghu tanggo wangga
eo ji’e kau pati kami. Kalimat
yang terdapat pada data di atas menyatakan fungsi instrumental yakni untuk kepentingan penutur
yang menghendaki agar
diberikan kehidupan yang baik.
3) Fungsi interaksional, Du’a
gheta lulu wula ngga’e ghale
wena tana tipo pama sai kami.
Kalimat yang terdapat pada data di atas menyatakan fungsi interaksional antara diri sendiri yang dinyatakan dengan kata kami (orang pertama jamak)
dengan orang lain yang
dinyatakan dengan kata Du’a
(Tuhan) Ngga’e (Tuhan).
Saran, yakni; 1) Bagi masyarakat Ende khususnya masyarakat Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, agar dapat mempertahankan dan melestarikan budaya setempat sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh budaya lain. 2) Bagi generasi penerus, agar dapat meneruskan budaya yang sudah diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun agar tidak terjadi kepunahan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisumarto, Mukidi. 1984. Bahasa
Yang Baik Dan Benar
Merupakan Citra Utama
Seorang Pendidik. Yogyakarta: IKIP FPBS.
Aminuddin. 1985. Semantik
Pengantar Studi Tentang
Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartomihardjo,
Kehidupan Masyarakat. Jakarta : Dikbud.
Keraf, Goris. 1991. Tata Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah. Mardikantoro, Hari Bakti. 2017.
SAMIN Kajian Sosiolinguistik
Bahasa Persaudaraan dan
Perlawanan. Yogyakarta:
Forum Bertukar Pikiran.
Miles, M.B. and Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: University Indonesia Press.
Nababan, P.W.J.1984.Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nababan, P.W.J.1986.Sosiolinguistik.
Bandung: Angkasa.
Pampe, Pius. 2009. Pemberdayaan
Bahasa Lokal Dalam Kegiatan
Keagamaan. Kupang: Gita
Kasih.
Sibarani, Robert. 2012. KEARIFAN LOKAL: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisis Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: CV
Alfabeta.
Wijana, I Dewa Putu. 2010. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Yogyakarta:
Program Studi S2 Linguistik
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Masa