• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUTURAN ATE KEDA: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUSTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUTURAN ATE KEDA: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUSTIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Hawiah Djumadin1, Rosa Dalima Bunga2,

Maria Magdalena Rini3

123 Universitas Flores 1[email protected] 2[email protected] 3[email protected]

Abstrak

Tuturan adalah bahasa entah berupa kata, frase, maupun kalimat yang maknanya tidak dapat ditarik dari kaidah-kaidah umum gramatika yang berlaku atau yang diramalkan dalam makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya (Chaer, 1995:7). Tuturan adat Ate Keda di Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende merupakan sarana ekspresi diri dalam membangun hubungan anggota masyarakat, Leluhur dan Sang Khalik sebagai pengatur dan pemersatu kehidupan. Masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah bentuk tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 2) bagaimanakah makna tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 3) bagaimanakah fungsi tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya pendokumentasian bahasa sebagai sarana budaya masyarakat Lio sebelum punah termakan zaman. Selain tujuan di atas, ada tujuan khusus yakni untuk menemukan dan mendeskripsikan bentuk, makna, dan fungsi tuturan upacara Ate Keda. Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dan penghayatan terhadap warisan leluhur yang terdapat dalam tuturan adat Ate Keda

pada masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah simak dan cakap. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, rekam, dan catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini yakni; 1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan akhir. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik. Hasil penelitian Bentuk tuturan adat terdiri dari bentuk morfologi dan gaya bahasa. Bentuk morfologi antara lain: pronominal, nomina, verba, adjektif, numeralia, adverbial, dan repitisi. Dan bentuk gaya bahasa antara lain: paralelisme dan perumpamaan. Makna tuturan adat antara lain: makna kebersamaan, makna religius, makna pengharapan akan kesehatan. Fungsi tuturan adat antara lain: fungsi sosial, fungsi instrumental dan fungsi interaksional.

Kata kunci: tuturan adat, Upacara Ate Keda

Abstract

Speech is a language whether in the form of words, phrases, or sentences whose meaning cannot be drawn from general grammatical rules that apply or which are predicted in the lexical meaning of the elements that make it up (Chaer, 1995: 7). Ate Keda's traditional speech in Ranga Village, Detusoko Subdistrict, Ende Regency is a means of self-expression in building the relationship of community members, Ancestors and Sang Khalik as regulators and unifying life. The problems in this study are 1) how is the form of traditional speech in the Ate Keda ceremony in the community of Ranga Village Detusoko District Ende Regency, 2) how is the meaning of traditional speech in the Ate Keda ceremony in the community of Ranga Village Detusoko District Ende Regency, 3) how is the function of custom speech in Ate Keda ceremony at the community of Ranga Village, Detusoko District, Ende Regency. The purpose of this study is as an effort to document language as a cultural tool for the Lio people before extinction is consumed by time. In addition to the above objectives, there are specific objectives namely to find and describe the form, meaning and function of Ate Keda's ceremonial speech. The benefit of this research is to increase understanding and appreciation of the ancestral inheritance contained in the Ate Keda adat speech in the community of Ranga Village, Detusoko District, Ende Regency. The approach used in this study is a qualitative descriptive approach. The method used is consider and capable. Data collection techniques used were interviews, records, and notes. Data analysis techniques in this study namely; 1) data reduction, (2) data presentation, and (3) final conclusion drawing. The theory used is sociolinguistic theory. Results of research Traditional speech forms consist of morphological and language styles. Morphological forms include: pronominal, noun, verb, adjective, numeralia, adverbial, and repitition. And forms of language style include: parallelism and parables. The meaning of traditional utterances include: the meaning of togetherness, the meaning of religion, the meaning of hope for health. Customary speech functions include: social function, instrumental function and interactional function.

(2)

A. PENDAHULUAN

Bahasa daerah sesungguhnya

tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan masyarakat itu sendiri. Setiap suku memiliki bahasa daerah untuk berkomunikasi antara anggota masyarakatnya. Kedudukan bahasa sangat penting artinya bagi bangsa

Indonesia, karena dapat

memperkaya budaya Nasional dalam

arti berbagai faktor yang

menentukan corak dalam struktur bahasa Indonesia (Keraf, 1991:8). Kridalaksana (dalam Aminuddin, 1985: 28-29) mengartikan bahasa sebagai suatu sistem lambang arbitrer yang digunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri. Nababan (1986:51) membuat pernyataan bahwa bahasa adalah kunci atau pintu utama untuk mendalami

kebudayaan suatu masyarakat.

Dengan demikian, hal-hal yang berkaitan dengan pola hidup, sistem nilai, adat yang hidup di tengah-tengah masyarakat dapat dipahami dan dipelajari lewat bahasanya. Wijana (2010:2) mengatakan bahwa bahasa merupakan salah satu alat paling penting yang dimiliki manusia dalam mengembangkan kebudayaan atau peradabannya. Hampir seluruh aktivitas manusia tidak dapat

dilepaskan dari kegiatan

menggunakan bahasa. Bahasa

menempati posisi sangat sentral dalam kehidupan manusia karena bahasa mempunyai aspek majemuk terutama meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan kultural (Mardikantoro, 2017:48). Sibarani

(2012:93) mengatakan bahwa

kultural atau kebudayaan adalah keseluruhan kebiasaan kelompok masyarakat yang tercermin dalam

pengetahuan, tindakan, dan hasil karyanya sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya untuk

mencapai kedamaian dan

kesejahteraan hidupnya. Salah satu kebiasaan kelompok masyarakat tersebut dapat berbentuk budaya tradisi lisan. Tradisi lisan merupakan

salah satu bentuk ekspresi

kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus. Bentuk tradisi lisan yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah tuturan ate keda.

Ate Keda merupakan suatu kepercayaan bagi Masyarakat Lio yang harus ditaati. Ritual Ate Keda

bagi masyarakat Desa Ranga

Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende merupakan suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang sejak dahulu kala. Tuturan dalam ritual Ate Keda merupakan sarana ekspresi dalam hubungan antar anggota suku dengan leluhur atau sang khalik, sebagai pengatur dan pemersatu kehidupan manusia secara turun-temurun.

Pokok permasalahan dalam

penelitian ini yakni; 1)

bagaimanakah bentuk tuturan adat

dalam upacara Ate Keda pada

masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 2) bagaimanakah makna tuturan adat

dalam upacara Ate Keda pada

masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, 3) bagaimanakah fungsi tuturan adat

dalam upacara Ate Keda pada

masyarakat Desa Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende. Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya pendokumentasian bahasa sebagai sarana budaya masyarakat Lio sebelum punah termakan zaman.

(3)

Selain tujuan di atas, ada tujuan khusus yakni untu menemukan dan mendeskripsikan bentuk, makna, dan fungsi tuturan upacara Ate Keda. Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dan

penghayatan terhadap warisan

leluhur yang terdapat dalam tuturan adat Ate Keda pada masyarakat Desa

Ranga Kecamatan Detusoko

Kabupaten Ende.

B. METODE PENELITIAN

Berdasarkan masalah yang telah

dirumuskan di atas maka

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Adapun ciri-ciri

pendekatan kualitatif yaitu: (1)

dilakukan pada kondisi yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksprimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci (2) penelitian kualitatif lebih

bersifat deskriptif. Data yang

terkumpul berbentuk kata-kata atau simbol sehingga tidak menekankan pada angka (3) penelitian kualitatif lebih menekan pada proses dari pada produk (4) penelitian kualitatif lebih menekan makna (Sugiyono, 2010: 21-22). Data dalam penelitian ini data lisan tentang tuturan adat Ate Keda. Sumber data diperoleh dari Tua adat atau Mosalaki setempat dengan rentang usia 50-60 tahun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni; 1) teknik

wawancara, peneliti melakukan

wawancara dengan informan baik itu

tua adat (Mosalaki) maupun

masyarakat setempat tentang makna

tuturan adat dalam upacara Ate

Keda. 2) teknik rekam, teknik ini digunakan peneliti untuk merekam hasil wawancara peneliti dengan informan. 3) teknik catat, digunakan

peneliti untuk mencatat semua data yang merupakan hasil wawancara. Untuk teknik analisis data penelitian ini, dilakukan berdasarkan teori yang

dikemukakan oleh Miles dan

Huberman (1992:16-17) yang

dikenal dengan model alir

menyatakan bahwa analisis data kualitatif terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan akhir. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan salah satu cabang linguistik, boleh dikatakan ilmu yang relatif mudah dalam bidang bahasa. Tanda bahasa juga terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan yakni

unsur citra akuistik (bentuk

significaent) atau penanda konsep (signitie/petanda) kedua unsure tersebut seperti dua makna selembar kertas. Hubungan antara penanda dan petanda yakni bentuk dan makna didasari oleh konversi dalam kehidupan sosial (Pampe, 2009:2). Menurut Adisumarto (1984: 20) sosiolinguistik adalah suatu telaah

interdisipliner yang bertujuan

meneliti hubungan bahasa dengan

masyarakat dengan mengikuti

pandangan modern dalam ilmu bahasa yang mempertimbangkan bahwa bahasa masyarakat itu sebagai struktur atau suatu sistem tersendiri. Antara bahasa dengan

masyarakat dalam mempelajari

sosiolinguistik tidak dapat

dipisahkan karena masyarakat dapat

berinteraksi hanya dengan

menggunakan bahasa. Bahasa

mempunyai dua aspek mendasar, yaitu aspek bentuk yang meliputi bunyi, tulisan, struktur serta makna, baik leksikal maupun fungsional dan struktural (Nababan, 1984: 13). Jikalau kita memperhatikan bahasa

(4)

dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat bahwa bahasa itu

dalam bentuk dan maknanya

menunjukan perbedaan-perbedaan

kecil atau besar antara

pengungkapannya yang satu dengan pengungkapan yang lain. Pemakaian bahasa dalam masyarakat baik

dalam bentuk dan makna

menunjukan perbedaan-perbedaan.

Perbedaan tersebut tergantung

kemampuan seseorang atau

kelompok orang dalam

pengungkapan. Menurut

Kartomihardjo (1988: 32)

perbedaan-perbedaan itu terdapat pada pilihan kata-kata atau bahkan pada struktur kalimat. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa itulah yang disebut dengan variasi bahasa.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bentuk, makna, dan fungsi tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa

Ranga Kecamatan Detusoko

Kabupaten Ende. Berikut ini tuturan pada upacara Ate Keda.

3.1 Data tuturan adat dalam

upacara Ate Keda pada

masyarakat Desa Ranga 3.1.1 Tahap Gae ( Persiapan)

Data I

Du’a geta lulu wula ngga’e ghale

wena tana tipo pam asai kami

Tuhan di atas langit tuhan dibawah tanah jaga tahan sudah kami

Ya Tuhan pencipta langit dan bumi jaga dan lindungilah kami

Laki ulu no laki eko miu to’o sai

mbana sama

Pria di atas dengan pria di bawah kamu bangun jalan bersama

Mari kita bersama-sama

Mari kita mera bou mondo mau wig are ate keda

Mari kita duduk kumpul bersama untuk bicara atap rumah adat

Mari kita semua untuk duduk

berkumpul bersama berbicara

tentang atap rumah adat

Kita mbana poka bheto ria

Kita pergi potong bambu besar Kita semua pergi potong bambu besar dan panjang sesuai ukuran

Wangga tu ghea keda

Pikul antar ke rumah adat

Semua bambu dipikul dan diantar ke rumh adat

Bhondo bheto kita kela jadi bhakibeli

Banyak bambu besar kta belah jadi bilah

Banyaknya bambu dibelah jadi bilah bambu sesuai ukuran

Bhondo kai toko mbulu sutu

Banyak dia batang empat puluh Banyaknya belahan bambu empat puluh batang

Bhakibeli ghea nia ghea longgo pa

ghale pa mena du’a du’a

Bilah di depan di belakang samping kiri samping kanan masing-masing

Semua bilahan bambu depan

belakang samping kiri samping kanan masing-masing

Sawe ina kita mbana gae ki

Setelah itu kita pergi cari alang-alang Kita semua pergi cari alang-alang

Wangga tu ghea keda

Pikul antar ke rumah adat

Semua alang-alang dipikul dan diantar ke rumah adat

Rike so molo

Ikat yang rapi Ikatlah dengan rapi

Welu leka tempat eo siap sawe

Simpan ditempat yang disediakan sudah

Simpanlah pada tempat yang telah disediakan

(5)

3.1.2 Tahap Ate ( Atap )

Kami wi soro ki

Kami mau beri alang-alang

Kami memberi alang-alang pada orag yang mengerjakan

Pusi eo muri jega eo meta

Isi yang hidup masuk yang mentah Rumah adat dihuni dan simpan barang-barang yang berguna

Ata laki pai nia ni bewa

Orang laki panggil muka panjang Tua adat memanggil dengan suara nyaring

Mai sai kita ana kalo fai welu wi kema

Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja

Mari kerja bersama-sama 3.1.3 Tahap Tutu Ubu (Tutup Atap)

Kaju sa’o toko Kayu satu batang Sebtang kayu

Nio ngura sa esa

Kelapa muda satu buah Sebuah kelapa muda

Kae mera sa widha

Kain merah satu lembar Selembar kain merah

Eo re’e du’a ghu tanggo wangga eo

ji’e kau pati kami

Yang busuk kamu tanggung pikul yang baik kau beri kami

Berilah yang terbaik untuk kami Gare kita ma’e bhondo kema kita so’o molo wi kai keta ngere ae

maku ngere watu

Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingin seperti air keras seperti batu

Berusahalah sehingga sempurna bagaikan ciptaan alam

3.2 Bentuk-Bentuk Tuturan Adat

dalam Upacara Adat Ate

Keda Pada Masyarakat Desa Ranga

Dilihat dari bentuk yang terdapat pada tuturan adat

dalam upacara Ate Keda

sebagai berikut. 3.2.1 Bentuk Morfologi

Bentuk morfologi tuturan adat Ate Keda akan di paparkan sebagai berikut.

1. Pronomina

Pronomina merupakan kelas kata

yang dipakai untuk

menggantikan kata benda atau dibedakan atau disebut kata ganti orang. Pronomina yang terdapat

pada tuturan adat Ate Keda

sebagai berikut :

Kita mbana poka bheto ria kita pergi potong bambu besar

kita semua pergi potong bambu besar dan panjang sesuai ukuran

kami wi soro ki

kami mau beri alang-alang kami memberi alang-alang pada orang yang mengerjakan Kata kitadan kami masing-masing memilikiarti sebagai berikut:

Kita – kita Kami – kami

Kata Kita(Kita) merupakan kata ganti orang kedua jamak.

Kata Kami (kami) merupakan

kata ganti orang pertama jamak.

Kata kitadan kamipada data di atas merupakan pronomina karena merupakan kata ganti orang yang menggantikan kata benda.

2. Nomina

Nomina merupakan kata yang berfungsi sebagai kata benda.

(6)

Nomina yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :

Kaju sa toko Kayu satu batang Sebatang kayu

Nio ngura sa esa

Kelapa muda satu buah Sebuah kelapa muda

Kata kaju dannio

masing-masig memiliki arti sebagai berikut :

Kaju – kayu

Nio – kelapa

Kata kaju (kayu), dan kata

nio(kelapa) pada data

tersebut di atas merupakan

bentuk nomina yang

merupakan kata benda.

3. Verba

Verba merupakan kelas kata yang

lebih banyak berhubungan

dengan pekerjaan atau kegiatan verbal. Verba yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :

Wangga tu ghea keda Pikul antar ke rumah adat Semua alang-alang dipikul dan antar ke rumah adat

Rike so molo Ikat yang rapi

Semua alang-alang diikat dengan rapih

Kata wangga danrike

masing-masing memiliki arti sebagai beriku :

Wangga – pikul

Rike – ikat

Kata wangga (pikul) dan kata

rike (ikat) pada data tersebut di atas merupakan bentuk verba merupakan kata kerja. 4. Adjektif

Adjektif merupakan kelas kata yang dikemukakan dalam bentuk dasar atau sifat. Adjektifa yang

terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :

Welu leka tempat eo siap

sawe

Simpan di tempat yang disediakan sudah

Simpanlah pada tempat yang sudah disediakan

Rike so molo

Ikat yang rapih Ikatlah dengan rapih

Kata sawe dan molo masing-masing memiliki arti sebagai berikut :

Sawe– sudah

Molo– rapih

Kata sawe(sudah) dan kata

molo(rapih) pada data

tersebut di atas merupakan bentuk dasar.

5. Numeralia

Numerelia merupakan kelas kata yang menyatakan urutan hitungan atau jumlah. Numeralia yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut:

Bhondo kai toko mbulu sutu

Banyak dia batang empat puluh

Banyaknya belahan bambu empat puluh batang

Kae mera sa widha Kain merah satu lembar Selembar kain merah

Kata mbulu sutudan

katasamasing-masing

memiliki arti sebagai berikut:

Mbulu sutu– empat puluh

Sa– Satu

Kata mbulu sutu (empat

puluh) dan sa (satu) yang terdapat pada data di atas merupakan bentuk numeralia karena menyatakan hitungan atau jumlah.

(7)

Adverbia merupakan kelas kata yang berkaitan dengan fungsi. Kata adverbia yang terdapat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :

Wangga tu ghea keda Pikul antar ke rumah adat Semua bambu dipikul dan diantar kerumah adat

Kata ghea (ke) yang terdapat pada data di atas merupakan

adverbia yang berkaitan

dengan fungsi yakni untuk menyatakan tempat.

7. Repetisi

Repetisi merupakan perulangan kata pada kalimat yang sama atau berbeda. Repetisi yang terdapat

pada tuturan adat Ate Keda

sebagai berikut :

Gare kita ma’e bhondo kema

kita so’o molo wi kai keta

ngere ae maku ngere watu Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingin seperti air keras seperti batu.

Berusahalah sehingga

sempurna bagaikan ciptaan alam

Kata ngere yang terdapat

pada data di atas memiliki arti

sebagai berikut :Ngere

seperti

Repetisi pada data di atas

terdapat pada kata ngere

yang merupakan pengulangan kata pada kalimat yang sama. 3.2.2 Gaya Bahasa

1. Paralelisme

Paralelisme adalah

persejajaran yakni

pemakaian unsur-unsur

kebahasaan yang sama atau setara bentuk dan makna, paralelisme yang terdapat dalam tuturan

adat alam upacaraAte Keda adalah sebagai berikut :

Mai kita mera bou mondo tau wi gare ate keda

Mari kita duduk kumpul

bersama untuk

berbicara atap rumah adat

Mari kita semua untuk duduk kumpul bersama berbicara tentang atap rumah adat

Bou – berkumpul

bersama

Mondo – berkumpul bersama

Kata bou dan kata

mondo yang terdapat pada kalimat di atas merupakan paralelisme karena memiliki makna yang sama.

2. Perumpamaan

Perumpamaan adalah

jenis peribahasa yang berisi perbandingan yang

menggunakan kata

seperti, sebagai, bagai, atau laksana.

Perumpamaan yang

terdapat alam tuturan

adat Ate Keda sebagai

berikut:

Gare kita ma’e

bhondo kema kita so molo wi kai keta

ngere ae maku

ngere watu

Bicara kita jangan banyak kerja kita lebih baik supaya dia dingn seperti air keras seperti batu Berusahalah

(8)

bagaikan ciptaan alam

Kata ngere yang

terdapat pada

kalimat di atas

memiliki arti seperti.

Kalimat yang

terdapat pada data di atas merupakan gaya perumpamaan karena menyatakan perbandingan dengan menggunakan kata seperti.

3.3 Makna Tuturan Adat Alam Upacara Adat Ate Keda

Pada Masyarakat Desa

Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende

Makna yang

ditemukan dalam tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada masyarakat Desa Ranga merupakan makna kiasan, makna-makna tersebut antara lain :

1. Makna Religius

Makna permohonan yaitu

makna yang berupa

permintaan kepada sang

pencipta dan nenek

moyang.

Du’a gheta lul wula ngga’e ghale wena tana

tipo pam asai kami

Tuhan di atas langit tuhan di bawah tanah jaga tahan sudah kami

Ya tuhan pencipta langit dan bumi jaga dan lindungilah kami

Dari tuturan di atas dapat dilihat permohonan

kepada leluhur saat

pembuatan atap rumah adat berlangsung agar

selalu dilindungi dan

dijaga agar tidak terjadi hambatan.

2. Makna kebersamaan

Makna kebersamaan merupakan konsepsi cara pandang yang tidak dapat

dipisahkan dengan

kehidupan individu

ataupun kehidupan

sehari-hari, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup tetap bersama-sama. Hal ini

dibuktikan dengan

tuturan berikut ini :

Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema

Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja

Mari kita kerja

bersama-sama

Kalimat-kalimat yang

terdapat pada data di atas

menyatakan makna

kebersamaan yakni

hubungan yang sangat erat sehingga tidak dapat

dipisahkan untuk

melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama.

3. Makna pengharapan

akan kesehatan

Dalam upacaraAte Keda ditemukan pula makna

pengharapan akan

kesehatan dengan bahasa adatnya sebagai berikut :

Eo re’e du’a ghu tanggo wangga eo ji’e

kau pati kami

Yang busuk kamu

tanggung pikul yang baik kau beri kami

Berilah yang terbaik untuk kami

(9)

Kalimat yang terdapat pada kalimat di atas

merupakan makna

pengharapan akan

kesehatan yakni ada

harapan akan kehidupan yang lebih baik.

3.4 Fungsi Tuturan Adat Dalam Upacara Ate Keda Pada Masyarakat Desa Ranga

Kecamatan Detusoko

Kabupaten Ende 1. Fungsi Sosial

Fungsi sosial adalah

fungsi yang

menyatakan hubungan

sosial dalam

masyarakat. Fungsi ini terlihat pada kalimat :

Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema

Mari sudah kita anak yatim istri janda untuk kerja

Mari kita kerja bersama-sama

Dalam pembuatan

rumah adat

kekurangan dan

kelebihan dalam

rumah adat harus

melalui musyawarah bersama dalam suku karena sudah menjadi

tanggung jawab

bersama.

2. Fungsi Instrumental

Fungsi instrumental, yakni fungsi bahasa

untuk kepentingan

penutur. Fungsi ini dapat dilihat pada tuturan adat Ate Keda sebagai berikut :

Eo re’e du’a

ghu tanggo wangga

eo ji’e kau pati kami

Yang busuk

kamu tanggung pikul yang baik kau beri kami

Berilah yang

terbaik untuk kami Kalimat yang terdapat pada data di atas

menyatakan fungsi instrumental yakni untuk kepentingan penutur yang menghendaki agar diberikan kehidupan yang baik. 3. Fungsi Interaksional Fungsi interaksional

yakni fungsi yang

melakukan interaksi

antara diri sendiri dengan orang lain. Fungsi ini dapat dilihat

pada tuturan aat

sebagai berikut :

Du’a gheta lulu wula ngga’e ghale

wena tana tipo pama sai kami

Tuhan di atas langit tuhan di bawah tanah jaga tahan sudah kami

Ya tuhan

pencipta langit dan

bumi jaga dan

(10)

Kalimat yang terdapat pada data di atas

menyatakan fungsi

interaksional antara

diri sendiri yang

dinyatakan dengan

kata kami (orang

pertama jamak)

dengan orang lain yang

dinyatakan dengan

kata Du’a (Tuhan)

Ngga’e (Tuhan).

D. SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil dan pembahasan tersebut di atas, tuturan adat dalam upacara Ate Keda pada Masyarakat

Ranga Kecamatan Detusoko

Kabupaten Ende memiliki Bentuk, Makna, dan Fungsi.

a. Bentuk tuturan adat terdiri dari bentuk morfologi dan gaya bahasa. Bentuk morfologi antara lain: pronominal, nomina, verba, adjektif, numeralia, adverbial, dan repitisi. Dan bentuk gaya bahasa antara lain: paralelisme

dan perumpamaan. 1) Bentuk

morfologi pronominal, terdapat pada kalimat Kita mbana poka bheto ria, kami wi soro ki. Kata

Kita (Kita) merupakan kata ganti orang kedua jamak. Kata Kami

(kami) merupakan kata ganti orang pertama jamak. Kata kita

dan kami pada kalimat tersebut merupakan pronomina karena merupakan kata ganti orang yang

menggantikan kata benda. 2)

Morfologi nomina, terdapat pada kalimat Kaju sa toko, Nio ngura sa esa. Kata kaju (kayu), dan kata

nio (kelapa) pada kalimat

tersebut merupakan bentuk

nomina yang merupakan kata

kalimat Wangga tu ghea keda,

Rike so molo. Kata wangga

(pikul) dan kata rike (ikat) pada kalimat tersebut merupakan bentuk verba merupakan kata kerja. 4) Morfologi adjektif, Welu leka tempat eo siap sawe, Rike so

molo. Kata sawe (sudah) dan kata molo (rapih) pada kalimat

tersebut merupakan bentuk

dasar atau sifat. 5) Morfologi

numeralia, Bhondo kai toko

mbulu sutu, Kae mera sa widha. Kata mbulu sutu (empat puluh) dan sa (satu) yang terdapat pada kalimat tersebut merupakan

bentuk numeralia karena

menyatakan hitungan atau

jumlah. 6) Morfologi adverbia, Wangga tu ghea keda. Kata ghea

(ke) yang terdapat pada kalimat tersebut merupakan adverbia yang berkaitan dengan fungsi yakni untuk menyatakan tempat. 7) Morfologi repetisi, Gare kita ma’e bhondo kema kita so’o molo wi kai keta ngere ae maku ngere

watu. Repetisi terdapat pada kata

ngere yang merupakan pengulangan kata pada kalimat

yang sama. 8) Bentuk gaya

bahasa paralelisme, Mai kita

mera bou mondo tau wi gare ate keda. Kata bou dan kata mondo

merupakan paralelisme karena memiliki makna yang sama yakni

berkumpul bersama. 9) Bentuk

gaya bahasa perumpamaan, Gare kita ma’e bhondo kema kita so molo wi kai keta ngere ae maku

ngere watu. Kata ngere memiliki arti seperti. Kalimat tersebut merupakan gaya perumpamaan

karena menyatakan

perbandingan dengan

(11)

b. Makna tuturan adat antara lain:

makna religius, makna

kebersamaan, makna

pengharapan akan kesehatan. 1) Makna religius yakni terdapat pada kalimat Du’a gheta lul wula ngga’e ghale wena tana tipo

pam asai kami. Dari tuturan

tersebut dapat dilihat

permohonan kepada leluhur saat pembuatan atap rumah adat

berlangsung agar selalu

dilindungi dan dijaga agar tidak

terjadi hambatan. 2) Makna

kebersamaan, Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema. Kalimat-kalimat yang terdapat pada data di atas menyatakan makna kebersamaan yakni hubungan yang sangat erat sehingga tidak

dapat dipisahkan untuk

melakukan suatu kegiatan secara

bersama-sama. 3) Makna

pengharapan akan kesehatan, Eo

re’e du’a ghu tanggo wangga eo

ji’e kau pati kami. Kalimat yang

terdapat pada kalimat di atas merupakan makna pengharapan akan kesehatan yakni ada harapan akan kehidupan yang lebih baik.

c. Fungsi tuturan adat antara lain: fungsi sosial, fungsi instrumental

dan fungsi interaksional. 1)

Fungsi sosial terdapat pada kalimat Mai sai kita ana kalo fai walu wi kema. Dalam

pembuatan rumah adat

kekurangan dan kelebihan dalam rumah adat harus melalui musyawarah bersama dalam suku karena sudah menjadi

tanggung jawab bersama. 2)

Fungsi instrumental, fungsi

bahasa untuk kepentingan

penutur. Terdapat pada kalimat Eo re’e du’a ghu tanggo wangga

eo ji’e kau pati kami. Kalimat

yang terdapat pada data di atas menyatakan fungsi instrumental yakni untuk kepentingan penutur

yang menghendaki agar

diberikan kehidupan yang baik.

3) Fungsi interaksional, Du’a

gheta lulu wula ngga’e ghale

wena tana tipo pama sai kami.

Kalimat yang terdapat pada data di atas menyatakan fungsi interaksional antara diri sendiri yang dinyatakan dengan kata kami (orang pertama jamak)

dengan orang lain yang

dinyatakan dengan kata Du’a

(Tuhan) Ngga’e (Tuhan).

Saran, yakni; 1) Bagi masyarakat Ende khususnya masyarakat Ranga Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, agar dapat mempertahankan dan melestarikan budaya setempat sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh budaya lain. 2) Bagi generasi penerus, agar dapat meneruskan budaya yang sudah diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun agar tidak terjadi kepunahan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisumarto, Mukidi. 1984. Bahasa

Yang Baik Dan Benar

Merupakan Citra Utama

Seorang Pendidik. Yogyakarta: IKIP FPBS.

Aminuddin. 1985. Semantik

Pengantar Studi Tentang

Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Kartomihardjo,

(12)

Kehidupan Masyarakat. Jakarta : Dikbud.

Keraf, Goris. 1991. Tata Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah. Mardikantoro, Hari Bakti. 2017.

SAMIN Kajian Sosiolinguistik

Bahasa Persaudaraan dan

Perlawanan. Yogyakarta:

Forum Bertukar Pikiran.

Miles, M.B. and Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: University Indonesia Press.

Nababan, P.W.J.1984.Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nababan, P.W.J.1986.Sosiolinguistik.

Bandung: Angkasa.

Pampe, Pius. 2009. Pemberdayaan

Bahasa Lokal Dalam Kegiatan

Keagamaan. Kupang: Gita

Kasih.

Sibarani, Robert. 2012. KEARIFAN LOKAL: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisis Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Sugiyono. 2010. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: CV

Alfabeta.

Wijana, I Dewa Putu. 2010. Pengantar Semantik Bahasa

Indonesia. Yogyakarta:

Program Studi S2 Linguistik

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Gadjah Masa

Referensi

Dokumen terkait

Dari perancangan hotel ini diha- silkan hotel yang terinspirasi dari bu- daya dan hasil seni kriya local sehingga citra keseluruhan bangunan terasa bu- daya

Sekarang pemerintah berusaha meningkatkan pemakaian batu bara sebagai bahan bakar, terutama untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga uap, industri semen, dan peleburan

Sistem pencatatan setiap rincian biaya pasien rawat inap atau opname masih menggunakan semi komputerisasi sehingga masih ada berkas-berkas yang tersimpan dalam

Untuk kontrol tambahan proses mengestimasi w sehingga memberikan nilai E( w ) terendah, persamaan steepest gradient descent dapat ditambahkan dengan momentum

[r]

“(1) Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu,

DAN APLIKASI TEKNOLOGI Teknologi yang dibutuhkan dalam prog- ram peremajaan sesuai dengan kondisi kelapa rakyat saat ini adalah: (1) teknologi yang dapat memperkecil atau

Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan Perlindungan dan konservasi SDA - Fasilitasi untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan