• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pemeliharaan Individu Dengan Koloni Iin Indriyanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan Pemeliharaan Individu Dengan Koloni Iin Indriyanti"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PEMELIHARAAN INDIVIDU DENGAN KOLONI TERHADAP PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL

THE COMPARISON OF INDIVIDUAL AND COLONY MAINTENANCE TO LOCAL RABBITS PRODUCTION PERFORMANCE

Iin Indriyanti*, Husmy Yurmiati** dan Sauland Sinaga** *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015

**Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: indriy88@gmail.com

ABSTRAK

Kelinci lokal merupakan salah satu jenis kelinci yang mempunyai potensi penghasil daging. Bila kelinci tersebut diberi pakan yang berkualitas dan kuantitas yang cukup maka performa produksi kelinci tersebut dapat meningkat dengan baik. Penelitian dilaksanakan di Jl. Cijeungjing Utara RT 01 RW 15 No. 27 Desa Kertamulya Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Dimulai dari tanggal 22 Maret sampai dengan 26 Mei 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan besarnya perbedaan performa produksi (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum) serta mengetahui performa produksi terbaik pada kelinci lokal yang dipelihara secara koloni dan individu. Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Uji-t. Terdapat dua perlakuan yaitu (1) kandang koloni = Kk dengan luas 0,50 m2 dan (2) kandang individu = Ki dengan luas 0,16 m2. Setiap perlakuan diulang sepuluh kali. Hasil penelitian diperoleh bahwa kepadatan kandang pada kelinci memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum kelinci lokal, hal ini berarti kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2 memiliki konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum yang sama dengan kelinci berkepadatan 3 ekor/0,50 m2.

Kata Kunci: Kelinci Lokal, Kandang Koloni dan Individu, Konsumsi Ransum, Konversi Ransum, Pertambahan Berat Badan Harian

(2)

ABSTRACT

Rabbit local is one of the rabbits that have potential of producing meat. When the rabbit were fed quality and quantity that is sufficient then the rabbit production performance can be increased by either. Research conducted at the Jl. North Cijeunjing RT 01 RW 15 No. 27 Kertamulya Village, Padalarang Subdistrict, West Bandung regency. Starting on 22th March – 26th May 2015. This study aims to know and obtained the magnitude of the difference in performance of production (feed intake, body weight gain, feed conversion) and to know the best performance of production at the local rabbits which reared in colony and individuals. Research using experimental methods with t-test. There are two treatments: (1) Cage colony = Kk with wide 0.5 m2 and (2) Individual cages = Ki with wide 0.16 m2. Each treatment had 10 repeated. The result showed that the rabbit cage density was not significantly different effect on feed intake, daily weight gain and feed conversion of local rabbit, this means that the density of the cage 1 animal/0.16 m2 has a feed intake, daily weight gain and feed conversion the same with density of cage 3/0,50 m2.

Keyword: Local Rabbit, The Colony and Individual, Feed Intake, Feed Conversion, Daily Weight Gain

PENDAHULUAN

Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci mempunyai beberapa keunggulan lainnya yaitu kemampuan reproduksi yang tinggi, kemampuan memanfaatkan hijauan dan produk limbah dengan efisien serta dagingnya mengandung protein yang tinggi dengan kolesterol yang rendah.

Kelinci lokal merupakan salah satu jenis kelinci yang mempunyai potensi penghasil daging. Bila kelinci tersebut diberi pakan yang berkualitas dan kuantitas yang cukup maka bobot badan kelinci tersebut dapat meningkat dengan baik pula. Kelinci lokal mengalami perkawinan silang dengan kelinci lainnya yang kurang atau tidak jelas secara recording. Namun kelinci lokal ini biasa dipelihara oleh masyarakat untuk tujuan sebagai hewan peliharaan atau usaha di bidang peternakan kelinci.

Kelebihan pada tipe kandang individu adalah memudahkan dalam perawatan ternak dan terhindar dari peck order, sedangkan kekurangannya adalah biaya investasi kandang akan

(3)

lebih besar dan lahan yang digunakan akan lebih luas, sehingga berbagai pertimbangan perlu dilakukan untuk menentukan tipe kandang yang digunakan.

Model pemeliharaan dengan tingkat kepadatan tertentu dapat mempengaruhi performa kelinci antara lain faktor stres dapat menyebabkan nafsu makan berkurang akibatnya bobot badan menurun, faktor suhu yang terlalu panas karena terjadinya kepadatan kandang akan mengakibatkan haus yang berlebih dan selain itu faktor tempat tinggal kelinci yang sempit membuat kelinci yang saling berdesakan dapat terjadi saling terinjak-injak, patah tulang, keseleo dan kemungkinan terburuk dapat terjadi kematian terutama bagi kelinci yang secara genetik atau mempunyai sifat lincah dan energik.

Pemeliharaan individu dengan koloni perlu dilakukan untuk melihat perbandingan kepadatan kandang dengan penempatan kelinci dengan luas kandang yang tidak jauh berbeda dan pengaruhnya terhadap performa produksi kelinci. Adapun ukuran kandang yang dikonversi dari penelitian sebelumnya mengenai kepadatan kandang ini untuk melihat yang paling efisien antara kandang koloni dan kandang individu dalam pemeliharaan kelinci tersebut dari performa produksinya.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor jantan, 6 ekor betina) dan semua kelinci diberi tanda berupa nomor.

Kandang Percobaan

1. Bahan bangunan yang digunakan yaitu kayu untuk kerangka, bambu untuk alas dan dinding bagian belakang, serta kawat ram untuk dinding bagian samping dan depan. Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dan individu. Setiap kandang diberi nomor perlakuan dan ulangan.

2. Ukuran kandang individu dengan ukuran 40 cm x 40 cm (luas 0,16 m2) dan kandang koloni 75 cm x 67 cm (luas 0,50 m2) untuk 3 ekor kelinci.

Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ransum terdiri dari: 1. Ember plastik

(4)

2. Sarung tangan plastik

3. Timbangan digital dengan kapasitas 5 kg dengan simpangan 0,1 gram Peralatan yang digunakan dalam pemeliharaan, antara lain:

1. Tempat pakan berbahan plastik 2. Tempat minum berbahan plastik 3. Alat potong rumput

4. Peralatan kebersihan kandang

5. Termometer untuk mengukur rata-rata suhu harian kandang percobaan 6. Hygrometer ruangan untuk mengukur kelembaban kandang

Ransum Penelitian

Ransum Ternak kelinci dapat ditingkatkan pertambahan bobot badannya dengan pemberian ransum. Pelet Guyofeed yang digunakan pada penelitian ini. Untuk melihat kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Percobaan Bahan

Pakan

Kandungan (%)

PK SK LK Abu Ca P DE Air

Guyofeed* 15 16 5 - 1,35 0,7 - 12

Keterangan: PK = Protein Kasar, SK = Serat Kasar, LK = Lemak Kasar, Ca = Calsium, P = Posfor, DE = Digestible Energi, DE dihitung dengan menggunakan rumus Fekete dan Gilpert (1986) dikutip oleh Cheeke (1987), DE=4253 – 32,6 (%SK) – 144,4 (%Abu)

Sumber: * http://lookup-id.com/dir/guyofeed.html

Adapun kandungan ransum percobaan yang sudah disesuaikan dengan kandungan yang direkomendasikan khusus kelinci menurut Templeton (1968) protein kasar (PK) 12-15%, serat kasar (SK) 20-27%, lemak kasar (LK) 2-3,5%. Pada pakan Guyofeed terkandung protein kasar (PK) 15%, serat kasar (SK) 16%, lemak kasar (LK) 5%, dan Ca 1,35%.

Prosedur Penelitian

1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.

(5)

3. Tiap kandang diberi tanda pengenal yang memuat nomor kandang, jenis perlakuan dan nomor ulangan. Hal ini untuk memudahkan teknis random sampling.

4. Tiap-tiap kandang diisi kelinci yang sehat dan rata-rata berat badan 300-900 gr, kelinci tersebut ditempatkan pada kandang koloni 3 ekor dan kandang individu 1 ekor. Masing-masing diulang sebanyak 10 kali.

5. Penempatan ransum di gudang, penimbangan bobot awal ternak sebelum penelitian dimulai, pemberian ampas tahu selama 1 minggu untuk masa adaptasi pakan sebelum diberi ransum penelitian.

6. Frekuensi pemberian rumput dan hijauan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pagi hari jam 08.00 diberikan konsentrat, jam 15.00 diberikanransum, jam 21.00 rumput dan hijauan. Pencatatan jumlah ransum yang diberikan pada pukul 15.30 WIB dan ransum yang tersisa dilakukan pada pukul 07.00 WIB. Perhitungan sisa ransum yang terbuang maupun tidak dimakan dikumpulkan dari semua kandang berdasarkan masing-masing perlakuan yang kemudian ditimbang dan dibagi jumlah kelinci pada masing-masing perlakuan tersebut. Sisa ransum dari semua kandang koloni dibagi dengan jumlah kelinci pada kandang koloni dan sisa ransum dari semua kandang individu dibagi dengan jumlah kelinci pada kandang individu.

7. Menimbang bobot badan tiap ekor ternak berdasarkan perlakuan penelitian yang dilakukan tiap satu minggu sekali, pada pagi hari sebelum diberikan ransum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan suatu perameter uji coba biologis untuk mengetahui apakah ransum yang telah disusun memenuhi syarat atau tidak. Konsumsi ransum dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan ransum tersisa.

Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum kelinci tiap ekor per hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada Tabel 2. Menunjukan bahwa rataan konsumsi ransum harian perekor kelinci lokal yang dipelihara secara koloni (Kk) = 81,20 gr dan yang dipelihara secara individu (Ki) = 78,50 gr. Rataan konsumsi ransum terendah adalah 78,50 gr yang ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan kepadatan 1 ekor/0,16 m2 (Ki) dan rataan konsumsi ransum tertinggi adalah 81,20 gr yang ditujukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan kepadatan 3 ekor/0,50 m2 (Kk).

(6)

Tabel 2. Data Konsumsi Ransum Masing-Masing Perlakuan Nomor Kandang

(n)

Pertambahan Bobot Badan Harian

Koloni (Kk) Individu (Ki)

…………...gram………. 1 81,69 80,93 2 81,69 81,29 3 80,25 79,62 4 81,20 79,16 5 81,63 81,31 6 80,81 78,89 7 80,53 76,89 8 80,81 75,20 9 81,68 74,73 10 81,69 76,99 Jumlah 811,98 785,01 Rata-Rata 81,20 78,50

Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa kelinci yang dipelihara pada kandang individu dan koloni tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum kelinci lokal, hal ini berarti kelinci lokal dengan kepadatan 1 ekor/0,16 m2 mengkonsumsi ransum yang sama dengan kelinci lokal berkepadatan 3 ekor/0,50 m2.

Pengaruh sistem pemeliharaan individu dan koloni terhadap rata-rata konsumsi ransum tidak berbeda nyata, disebabkan umur, bobot badan dan pemberian ransum yang sama, sesuai dengan pendapat Cheeke (1987) bahwa kelinci yang memiliki umur, bobot badan dan ransum yang sama tidak akan berpengaruh pada konsumsi ransum.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi sistem pemeliharaan individu dan koloni terhadap konsumsi ransum yaitu bobot hidup. Menurut Church (1979), bobot hidup merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Dimana bobot hidup kelinci dari pemeliharaan individu mempunyai bobot hidup yang tidak berbeda nyata dengan koloni, sehingga tingkat konsumsinya pun tidak berbeda nyata.

Saat pemberian pakan yaitu pada pagi hari pukul 07.00 - 08.00 WIB dan sore hari pukul 15.30 - 16.30 WIB dengan proporsi pakan yang sama menunjukkan tidak ada pengaruh pada konsumsi ransum pada masing-masing perlakuan pada model pemeliharaan individu dan koloni. Hal tersebut ditunjang dengan penelitian Qisthon (2012) faktor waktu pemberian

(7)

ransum, tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertumbuhan dan efisiensi ransum. Oleh karena itu kedua perlakuan pada kelinci model pemeliharaan individu dan koloni sama-sama masih merasa nyaman, baik yang mendapat ransum pada siang maupun malam hari sehingga tidak mengalami perubahan.

Pada saat pemberian pakan, tempat pakan yang tersedia hanya satu buah perkandang untuk individu dan dua buah untuk kandang koloni. Persamaan tingkah laku yang terjadi pada kandang individu dan kandang koloni yaitu sama-sama antusias saat akan diberi pakan. Sedangkan kelinci di kandang koloni terjadi perebutan pakan tetapi hanya diawal saja. Maka kesimpulannya tingkah laku tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap performa produksinya.

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian

Tabel 3. Data Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Kelinci Percobaan

Nomor Kandang (n)

Pertambahan Bobot Badan Harian

Koloni (Kk) Individu (Ki)

………..….gram………….……….…… 1 14,80 10,95 2 10,34 12,07 3 14,30 10,14 4 16,52 18,70 5 11,72 8,19 6 15,61 8,37 7 13,71 8,05 8 12,67 8,84 9 13,16 9,81 10 16,26 6,60 Jumlah 139,11 101,72 Rata-Rata 13,91 10,17

Tabel 3. Menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan kelinci lokal yang dipelihara pada perlakuan kandang koloni berkisar 10,17g/ekor/hari dan yang dipelihara pada kandang koloni 13,91 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan terendah adalah 10,17 g ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan pemeliharaan 1 ekor (Ki). Rataan

(8)

pertambahan bobot badan tertinggi adalah 13,91 g ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan pemeliharaan 3 ekor (Kk).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian yang dicapai pada pemeliharaan individu dengan koloni terhadap pertambahan bobot badan kelinci lokal tidak memberikan pengaruh nyata, dengan demikian model kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2 memiliki pertambahan bobot badan yang sama dengan model kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m2.

Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi pakan maka pertumbuhan juga akan semakin baik, konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata menjadi salahsatu faktor penyebab pertambahan bobot badan tidak berbeda nyata. Faktor tersebut juga ditunjang oleh Soeharsono (1979) bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah ransum. Jumlah ransum yang dikonsumsi sama. Sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan harian pada setiap perlakuan sama.

Pada pemberian pakan masing-masing perlakuan model pemeliharaan individu dan koloni memakai guyofeed yang berbentuk pelet dan kandungan nutrientnya pun sama maka diduga mendapatkan hasil bobot badan yang sama. Sesuai dengan pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertambahan bobot badan ternak sehingga apabila konsumsi bahan kering dan kandungan nutrient pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dimungkinkan pertambahan bobot badan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pula. Ditunjang pula oleh pendapat Kartadisastra (1997), bahwa bobot badan ternak berbanding lurus dengan tingkat dari konsumsi pakannya. Hal itu berarti bahwa konsumsi pakan akan memberikan gambaran nutrien yang didapat oleh ternak sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak. Kandungan nutrien dalam ransum yang sama pada kedua perlakuan menjadi penyebab pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata karena asupan energi dan protein yang masuk ke dalam tubuh juga sama.

Berdasarkan hasil pertambahan bobot badan harian pada model kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2 dan 3 ekor/0,50 m2 menunjukkan bahwa kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi kandang dengan kelinci yang sama-sama memiliki kesesuaian dalam beradaptasi pada suatu tempat. Sesuai dengan hasil penelitian Kurniawati (2001) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan tidak dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Ditunjang oleh Prawirodigdo, et all. (1985) bahwa pertambahan bobot badan tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang tertinggi.

(9)

Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal. Pertambahan bobot badan akan cepat pada saat sebelum dewasa tubuh, namun pada tingkat usia tertentu akan melambat sampai pertumbuhan berhenti sampai ternak dewasa (Health dan Olusanya, 1980). Kelinci pada masa lepas sapih akan mengalami masa pertumbuhan yang baik dimana saat tersebut didukung oleh seberapa besar pertambahan berat badan yang diperoleh sampai dewasa. Sehingga pertumbuhan kelinci identik dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan kelinci bila dikaitkan terhadap kandang tidak berpengaruh nyata, tetapi berpengaruh nyata terhadap tingkah laku kelinci. Kelinci yang dikandangkan pada kepadatan rendah menunjukkan keragaman tingkah laku alami yang tinggi. Sesuai dengan hasil penelitian Verga dkk, (2004) bahwa kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci. Sehingga lingkungan hanya berpengaruh pada tingkah laku dan bukan pada performa produksi.

Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum

Tabel 4. Data Pengaruh Perlakuan Terhadap Rataan Konversi Ransum Penelitian Nomor

Kandang (n)

Konversi Ransum

Koloni (Kk) Individu (Ki)

………..……..(%)……….……… 1 5,79 7,39 2 7,96 6,73 3 5,71 7,85 4 5,04 4,23 5 7,34 9,93 6 5,39 9,42 7 6,17 9,56 8 6,98 8,51 9 6,83 8,46 10 5,07 7,84 Jumlah 62,27 79,93 Rata-Rata 6,23 7,99

Tabel 4. Menunjukkan bahwa rataan konversi ransum yang diberikan perlakuan model pemeliharaan koloni 6,23 %/ ekor/ hari dan individu 7,99 % /ekor /hari. Rataan konversi

(10)

ransum tertinggi adalah 6,23 % ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan kelinci dengan berkepadatan 3 ekor/0,50 m2 (Kk) dan rataan konversi ransum terendah adalah 7,99 % berkepadatan 1 ekor/0,16 m2 (Ki).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konversi ransum yang dicapai terhadap pemeliharaan individu dengan koloni terhadap performa produksi kelinci lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata. Dalam hal ini berarti kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2 memiliki konversi pakan yang sama dengan kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m2. Dengan demikian hasil analisis konversi ransum yang menunjukkan tidak berbeda nyata ditentukan oleh hasil analisis konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang berbeda nyata pula. Sebagaimana pendapat Kamal (1994) bahwa konversi pakan merupakan nilai hasil pembagian antara nilai konsumsi pakan dan nilai pertambahan bobot badan dalam satuan dan waktu yang sama. Maka nilai konversi pakan pada setiap perlakuan selain dipengaruhi konsumsi ransum juga dipengaruhi pertambahan bobot badan. Ditunjang oleh pendapat Wicaksono (2007), perbedaan angka-angka konversi pakan dipengaruhi pertambahan bobot badan kelinci dan konsumsi. Semakin kecil konversi pakan menunjukkan semakin sedikitnya pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bobot badan dalam satuan yang sama. Jadi, konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata menyebabkan konversi pakan tidak berbeda nyata pula. Ditunjang juga oleh pendapat Cowie (1969) yang menyatakan bahwa konversi ransum merupakan perbandingan antara rataan pakan yang dikonsumsi dengan rataan pertambahan bobot badan dalam waktu tertentu.

Nilai konversi pakan yang sama diduga juga dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam masing-masing ransum perlakuan yang sama, sehingga ketersediaan nutrienuntuk diserap tubuh yang berguna untuk pertumbuhan masing-masing perlakuan juga sama. Sesuai dengan pendapat Wahju (1997), bahwa konversi pakan sangat tergantung kepada kandungan energi dalam ransum. Dimana tingkat energi di dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Bila masing-masing perlakuan mempunyai ransum dengan energi hampir sama, menyebabkan tidak adanya perbedaan konsumsi ransum.

Adapun kaitan konversi pakan dengan tingkat kepadatan kandang dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2 memiliki konversi pakan yang sama dengan perlakuan kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m2 berarti pada tingkat kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata pada rasio konversi pakan. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Grace dan Olorunju (2005) bahwa pada tingkat kepadatan kandang yang mencapai 500 cm2/ekor (0,05 m2/ekor) tidak berpengaruh nyata pada rasio

(11)

konversi ransum dan menghasilkan nilai konversi pakan semakin baik pada kepadatan kandang 1500 cm2/ekor (0,15 m2/ekor).

Penempatan betina di samping betina tidak menjadi masalah selama tidak ada kemungkinan bertengkar dan memang hanya sedikit agresivitas pertengkaran antar betina dalam satu kandang. Betina dengan betina biasanya hanya agresif bertarung ketika berada di area terbuka. Jantan berdampingan dengan jantan tidak masalah selama lubang kandang tidak lebar. Hal tersebut juga berdampak pada tingkah laku ternak walaupun ada sedikit perbedaan antara kelinci yang di tempatkan pada satu kandang satu ekor dengan kandang koloni tetapi bila secara fisiologis ternak tersebut tumbuh dengan baik, nyaman, dan didukung pemberian pakan teratur serta bergizi akan diperoleh hasil terbaik. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kandang koloni masih lebih baik dalam menentukan performa produksi terbaik pada ternak kelinci. Menurut Manshur dan Fakkih (2010), betina dewasa tidak baik ditempatkan berdampingan dengan jantan, terlebih berdampingan dengan lubang terbuka sehingga masing-masing bisa melihat setiap hari. Ini bisa menimbulkan gangguan pada betina karena agresivitas seksual jantan. Terutama pada induk hamil dan menyusui sangat beresiko stres.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa pemeliharaan kelinci lokal baik secara individu (kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m2) maupun koloni (kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m2) tidak berpengaruhnya terhadap performan produksi (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum kelinci lokal).

Saran

1. Pemeliharaan kelinci lokal dapat dilakukan secara berkelompok dengan kepadatan kandang hingga 3 ekor/0,50 m2 tanpa mengurangi tingkat konsumsi, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum.

2. Penelitian lanjutan diharapkan untuk dapat mengetahui batas maksimal dari kepadatan kandang hingga lebih dari 3 ekor/0,50 m2 yang menunjukkan performans produksi baik atau pun lebih baik dari segi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum.

(12)

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dosen Fakultas Peternakan terutama kepada Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, M.cS. dan Dr. Sauland Sinaga, S.Pt., M.Si. sebagai dosen pembimbing atas ilmu, waktu, kesabaran dan keteladanan yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan saudaraku, juga sahabat yang telah membantu dan mendo’akan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga Allah senantiasa merahmati perjalanan ini dalam kebaikan dan kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA

Cheeke, P.R., 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Academic Press, Inc. Orlando, Florida. Hal 5: 51; 87-93 ; 98-99.

Church. D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding Durhan and Cowney, Inc. Portlan Oregon. Cowie, A. T. 1969. Variation in Yiel and Composition of The Milk during Lactation in The

Rabbit and The Galactopoetic Effect of Prolactine. J. of Endocrinology. 44 : 437-450. Grace, T. I. E. dan S. A. S. Olorunju. 2005. Effect of Stocking Density on Performance of

Growing Rabbits in The Semi-Humid Tropics. Tropicultura, 23 (1) : 19-23, Belgia. Kamal, A., Yamani, dan Hassag, M. 2010. Adaptability of Rabbit to The Hot Climate.

http://resource.ciheam.org/om/pdf/c.08/95605280.pdf.

Kartadisastra, H.R., 1997. Ternak Kelinci, Teknologi Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Kurniawati, N. 2001. Penggemukan Kelinci Muda untuk Produksi Fryer dengan Kepadatan

Kandang yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manshur, F., Fakkih, M. 2010. Kelinci Domestik: Perawatan dan Pengobatan. Penerbit

Nuansa, Bandung.

Prawirodigdo, S., Y. C. Raharjo, P. R. Cheeke dan N. M. Patton. 1985. Effect of Cage Density on The Performance of growing Rabbits. J. Appl. Rabbit Res. 8 (2) : 85-86.

Qisthon, A. 2012. Pengaruh Imbangan Hijauan – Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum Terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan. Jurnal Penelitian Pertanian terapan Vol. 12 (2): 69-74.

Soeharsono. 1979. Pengaruh Berbagai Macam Makanan Penguat Pada Tingkat Protein Kasar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ternak Kelinci. Prosiding Seminar

(13)

Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembang. Penelitian Peternakan. Bogor.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Verga, M., I. Zingarelli, E. Heinzl, V. Ferrantep. A. Martino, F. Luzi. 2004. Effect of Housing

and Environmental Enrichment on Performance and Behavior in Fattening Rabbits. Pp 1283-1288 in Proc. 8th World Rabbit Congr., Puebla.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi ke empat. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Wicaksono, P. N. 2007. Pengaruh Campuran Isi Rumen dan Daun Wortel Kering Sebagai Pengganti Wheat Pollar Terhadap Penampilan Produksi Kelinci New Zealand White. Universitas Brawijaya, Malang.

Gambar

Tabel 2. Data Konsumsi Ransum Masing-Masing Perlakuan  Nomor Kandang
Tabel  3.  Data  Pengaruh  Perlakuan  Terhadap  Pertambahan  Bobot  Badan  Harian  Kelinci  Percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang memiliki kesadaran spiritual akan memiliki beberapa kemampuan khusus, diantaranya mampu menemukan kekuasaan Yang Maha Kuasa, merasakan kelezatan ibadah ,

Bagaimana penggunaan modal dan tenaga kerja terhadap tingkat efisiensi pada industri genteng di Kabupaten Banyuasin Kecamatan Talang Kelapa dengan menggunakan pendekatan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lumpur sawit kering maupun produk lumpur sawit terfermentasi dapat diberikan dalam ransum itik hingga 15% tanpa

Interview (wawancara) adalah teknik mendapatkan informasi dengan cara bertnya langsung kepada responden, percakapan itu dilakukan dengan maksud tertentu, percakapan

Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan SAK ETAP BAB 17 pada klasifikasi sewa baik itu sewa pembiayaan maupun sewa operasi mempengaruhi pencatatan serta pelaporan

Kepada Pegawai Perusahaan Daerah yang diangkat dalam suatu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan pangkat baru yang

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran matematika berbasis Web mengunakan quandary yang dinamis, intertaktif dan praktis di

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmayanti (2004) dalam Yumettasari dkk (2008) membandingkan apakah kinerja saham syariah (JII) lebih baik dari saham konvensional