• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

12 1. Definisi

Tekanan darah tinggi atau dikenal dengan istilah hipertensi didefinisikan sebagai elevasi persistem dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau lebih (Black & Hawks, 2014). Hipertensi Pulmonal Primer (HPP) atau hipertensi pulmonal idiopatik adalah suatu penyakit atau sindroma yang kompleks, memerlukan pendekatan multidisiplin dan jarang didapat, namun bersifat progresif karena adanya peningkatan resistensi vascular pulmonal, yang lebih lanjut menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan (Ghanie, 2014). Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi akibat proses dasar yang dapat diidentifikasi (Lemone, 2014). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi yang menggambarkan terjadinya peningkatan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada beberapa kali pengukuran.

2. Epidemologi

Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer atau hipertensi yang diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yang tidak diketahui

(2)

penyebabnya. Menurut Boedi Darmojo, sebanyak 1,8% sampai dengan 28,6% orang usia dari 20 tahun sudah mengalami hipertensi (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktor. Secara prinsip terjadi akibat peningkatan curah jantung atau akibat peningkatan resistensi vaskuler karena efek vasokonstriksi yang melebihi efek vasodilatasi. Peningkatan vasokonstriksi dapat disebabkan karena efek alpha adrenergik, ktivasi berlebihan dari sistem RAS atau karena peningkatan sensivitas arteriol perifer terhadap mekanisme vasokonstriksi normal. Pengaturan tonus pembuluh darah (relaksasi dan konstriksi) dilakukan melalui keseimbangan dua kelompok vasoaktif yaitu agen vasokonstriksi dan agen vasodilatasi. Ada banyak golongan obat antihipertensi yang beredar saat ini oleh karena itu penting kiranya memahami farmakoterapi obat antihipertensi agar dapat memilih obat yang tepat (Syamsudin, 2011).

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut Irianto (2014) yaitu:

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak

(3)

diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:

1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan.

3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.

4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau

(4)

berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguanpsikiatris), kehamilan, peningkatan volume

(5)

intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah.

4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Black & Hawks (2014) hipertensiadapat diklasifikasikan berdasarkan derajat hipertensinya.

a. Berdasarkan sistolik dan diastolik

Tabel 2.1

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Sistolik dan Diastolik Klasifikasi

Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (Mmhg)

Tekanan Darah Diastolik (mmhg)

Normal <130 dan <85

Prehipertensi 130-139 atau 85-89

Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stage 2 160-179 atau 100-109

Hipertensi stage 3 ≥180 ≥110

Sumber: Linda Brookes (2004)

Menurut Linda Brookes (2004), The update WHO/ISH hypertension guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health di AS secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan normal tinggi/prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi derajat II dan hipertensi derajad III.

(6)

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya orang yang masuk kategori prahipertensi dengan tekanan darah 130/85 mmHg-139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah. Jika tekanan darah Anda masuk dalam kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal (Linda Brookes, 2004).

Hipertensi derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka

perubahan pola hidup merupakan pilihan pertama untuk

penanganannya. Selain itu juga dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah (Linda Brookes, 2004).

Hipertensi derajat II dan derajat III. Mereka dalam kelompok ini mempunyai risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini dianjurkan kombinasi dari dua jenis obat tertentu dibarengi dengan perubahan pola hidup (Linda Brookes, 2004).

(7)

b. Berdasarkan tingkatan

Tabel 2.2

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Tingkatan

Kategori Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg) Normal <130 mmHg <85 mmHg Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg Stadium 1 ( ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg Stadium 2 (sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg Stadium 3 (berat) 180-2019 mmHg 110-119 mmHg Stadium 4 (malgina) ≥210 mmHg ≥ 120 mmHg Sumber: Black & Hawks (2014)

5. Faktor Resiko Hipertensi

AHA (2016) menyatakan bahwa orang yang beresiko lebih tinggi terkena hipertensi adalah:

a. Riwayat keluarga dengan hipertensi b. Afrika-Amerika

c. Orang gemuk atau obesitas

d. Orang-orang yang tidak beraktivitas fisik.

e. Orang yang mengkonsumsi sodium (garam) terlalu banyak. f. Orang dengan diabetes, asam urat, atau penyakit ginjal. g. Wanita hamil

h. Wanita yang mengkonsumsi pil KB. Berat badan berlebih memiliki hipertensi selama kehamilan, riwayat keluarga, dan memiliki penyakit ginjal ringan.

(8)

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan. Hal ini dapat mengeraskan arteri, mengurangi aliran oksigen darah ke jantung yang dapat menyebabkan nyeri dada angina). Gagal jantung (jantung tidak dapat memompa darah dan oksigen ke organ lain). Serangan jantung (terjadi ketika pasokan darah kejantung tersumbat dan menyebabkan kematian otot jantung karena oksigen yang tidak adekuat, semakin lama aliran darah tersumbat, semakin berat kerusakan pada jantung). Dan stroke (terjadi ketika pembulu darah di otak pecah dan memblok arteri yang mengalirkan darah dan oksigen ke otak) (WHO, 2011).

Menurut AHA (2016) bahwa hipertensi yang tidak terkontrol atau tidak terdeteksi akan menyebabkan seranga jantung, stroke, gagal jantung, penyakit ginjal, atau gagal ginjal, kehilangan penglihatan, disfungsi seksual, angina, dan penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Disease/PAD). Hipertensi jika dapat di deteksi sejak dini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Kemenkes RI, 2014). Satu-satunya cara untuk mendeteksi tekanan darah tinggi adalah tekanan darah harus di ukur oleh dokter atau tenaga kesehatan professional lainnya (WHO, 2011).

6. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai adanya kelainan apapun selain hasil pengukuran tekanan darah yang tinggi. Klien yang menderita hipertensi biasanya tidak menampakan gejala (asimtomatik). Diagnosis prehipertensi

(9)

pada dewasa ditegakkan jika rata-rata hasil pemeriksaan darah pada dua kunjungan berturut-turut berada pada nilai tekanan diastolik antara 80-89 mmHg; atau rata-rata tekanan darah sistolik tekanan darah pada dua kunjungan berada pada nilai antara 120-139 mmHg. Tekanan diastolik yang bernilai lebih dari 90 mmHg dan sistolik lebih dari 140 mmHg didiagnosis sebagai hipertensi (Potter dan Perry, 2010).

Satu kali pengukuran tekanan darah yang menunjukan peningkatan tidak cukup untuk menegakkan diagnosis hipertensi. Pada tahap awal penyakit hipertensi tidak menunjukan tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh klien, dan jika keadaan ini terus tidak terdeteksi selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya naik. Jika kondisi ini dibiarkan tidak terdiagnosis maka tekanan darah akan terus naik, manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien akan mengeluhkan sakit kepala yang terus menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda, atau mimisan (Black & Hawks, 2014).

Menurur Nurarif & Kusuma (2013) tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah.

(10)

b. Gejala yang lazim Gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

7. Patofisiologi

Hipertensi dikaitkan dengan penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Hal ini menyebabkan resistensi perifer akan meningkat sehingga jantung akan memompa lebih kuat untuk mengatasi resistensi yang lebih tinggi. Akibatnya aliran darah ke organ vital seperti jantung, otak dan ginjal akan menurun (Potter& Perry, 2012). Selain itu juga terjadinya mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat

(11)

sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,

(12)

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2013).

8. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan komplikasi seperti: a. Stroke

Angka kejadian stroke akibat hipertensi di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 36% pada lansia diatas 60 tahun. Stroke adalah kondisi ketika terjadi kematian sel pada suatu area di otak. Hal ini terjadi akibat terputusnya pasokan darah ke otak yang disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah dimana hal tersebut diakibatkan oleh berbagai hal seperti arterosklerosis dan hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke biasanya terjadi secara mendadak dan menyebabkan kerusakan otak (Sari, 2017).

b. Infark Miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai oksigen yang cukup ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan

(13)

dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga dapat terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Triyanto, 2014).

c. Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Hipertensi membuat ginjal harus bekerja lebih keras, yang mengakibatkan sel-sel pada ginjal akan lebih cepat rusak (Susilo & Wulandari, 2011).

d. Ketidakmampuan Jantung

Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan mendorong kedalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma (Triyanto, 2014).

(14)

9. Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan dari setiap program terapi adalah untuk mencegah kematian dan komplikasi dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada atau kurang dari 140/90 mmHg (130/90 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau penderita penyakit ginjal kronis), kapanpun jika memungkinkan.

a. Pendekatan nonfarmakologis mencangkup penurunan berat badan, pembatasan alkohol dan natrium, olahraga teratur dan relaksai, tinggi buah dan sayur, dan produk susu rendah lemak telah terbukti menurunkan tekanan darah tinggi.

b. Pilih kelas obat yang memiliki efektifitas terbesar, efek samping terkecil dan peluang terbesar untuk diterima pasien. Dua kelas obat tersedia sebagai terapi lini pertama: diuretik dan penyekat beta.

c. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks (Brunner & Suddarth, 2013).

Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kembali setelah 7-14 hari untuk melakukan pengukuran tekanan darah, rata-rata pengukuran tekanan darah pada pemeriksaan yang kedua digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis dan kontrol hipertensi. Kondisi tekanan darah tinggi yang terus-menerus akan menyebabkan jantung bekerja lebih keras, sehingga kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pembuluh darah, jantung, ginjal, otak, dan mata (Cheryl, et al, 2012).

(15)

B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi 1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, Apabila pengetahuan seseorang semakin baik maka perilakunya pun akan semakin baik. Akan tetapi pengetahuan yang baik tidak disertai dengan sikap maka pengetahuan itu tidak akan berarti (Notoatmodjo, 2012).

Pasien umumnya memiliki pengetahuan tentang hipertensi tetapi pengetahuan yang biasanya tidak komprehensif terutama dalam hal faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan kondisi mereka dan kontrol yang baik dari tekanan darah. Mereka menemukan pasien dengan pendidikan sekolah tinggi secara signifikan lebih mungkin untuk memahami nilai-nilai tekanan darah normal di bandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Orang yang tinggal dipedesaan memiliki paparan informasi minim tentang faktor-faktor tertentu yang terkait dengan hipertensi (Alexander et al, 2003).

Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi. Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan melalui mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi

(16)

buah-buahan dan sayuran sefta menjalankan hidup secara sehat (Wahyuni, 2018).

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan menjadi 2 kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut (Budiman & Agus, 2013):

a. Tingkat pengetahuan kategori baik, jika nilainya >50%. b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik, jika nilainya ≤50%.

Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka persentasenya akan berbeda:

a. Tingkat pengetahuan kategori baik, jika nilainya >75%. b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik, jika nilainya ≤75%.

2. Kebiasaan Olahraga/Aktifitas Fisik

Olahraga merupakan aktivitas fisik yang terncana dan terstruktur serta melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Farizati dalam Khomarun, 2013). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energy atau pembakaran kalori (Kemenkes RI, 2015). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik tidak ada

(17)

(kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor resiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

Olahraga dapat menurunkan tekanan darah beberapa jam sesudahnya. Peningkatan kebutuhan oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan darah. Olahraga yang tidak cukup akan menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya hipertensi (Thomas et al, dalam Potter & Perry, 2010).

Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksut adalah latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda, aerobik. Oleh karena itu olahraga secara teratur dapat menghindari terjadinya komplikasi hipertensi (Corwin, 2009). Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).

Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi 2 yaitu: a) Cukup, jika ≥3 kali/minggu selama 30 menit dan kurang, jika <3 kali/minggu selama 30 menit (Depkes RI, 2009).

(18)

3. Diet

Faktor ini biasanya dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah.

Kelenjar adrenal memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium dan garam dalam pembuluh darah. Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah

(19)

yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi.

Konsumsi garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan darah seperti biasanya. Tekanan darah yang besar dan kuat ini menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500-2000 mg atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja dapat menaikan tekanan darah. Membatasi konsumsi garam sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang bisa terjadi.

Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal yang mengeluarkan renin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah (Hariyanto dan Sulistyowati, 2015). Mereka yang senang makan makanan asin dan gurih berpeluang besar tekena hipertensi. Kandungan Na (natrium) dalam garam yang berlebihan dapt menahan air retensi sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja keras memompa darah dan tekanan darah menjadi naik. Maka dari itu dapat menyebabkan hipertensi (Yekti, 2011).

(20)

Sayur didefinisikan sebagai bagian tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Berdasarkan definisi tersebut, sayuran dapat dibedakan atas sayuran daun, contohnya kangkung, katuk, sawi, dan bayam, sayuran bungaan, contohnya brokoli, kembang kol, sayuran buah contohnya terong, labu, ketimun, dan tomat, sayuran biji muda, contohnya kapri muda, jagung muda, kacang panjamg, buncis, sayuran batang muda, contohnya jamur, sayuran akar contohnya bit, lobak, wortel, serta sayurean umbi, contohnya wortel (Astawan, 2010). Berdasarkan warnanya, sayuran dapat dibedakan atas sayuran hijau tua, contohnya kangkung, bayam, daun singkong, daun papaya, sayuran hijau muda contohnya selada, seledri, lettuce, serta sayuran yanag hampir tidak berwarna contohnya kol, dan sawi putih. Warna hijau pada sayuran disebabkan oleh pigmen hijau yang disebut klorofil, terdiri dari klorofil-a dan klorofil-b, tersimpan dalam kloroplas. Di dalam kloropas juga terdapat pigmen lain, yaitu karoten. Semakin hijau warna daun, kandungan karotennya akan semakin tinggi (Astawan, 2010).

Pola hidup sehat ditunjang dengan meningkatkan konsumsi sayur. Badan kesehatan dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran untuk hidup sehat sejumlah 250 gram sayur yaitu setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan. Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan 300-400 gram perorang

(21)

perhari. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan tersebut adalah porsi sayur (Kemenkes, 2014).

Buah merupakan sumber serat dan zat gizi yang sangat penting bagi kesehatan kita.WHO menganjurkan konsumsi buah-buahan dalam sehari sekitar 150 gram buah yang setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang, 1 ½ potong papaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang (Kemenkes, 2014). Buah merupakan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral) yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Vitamin dan mineral berguna untuk kelancaran metabolism dalam pencernaan makanan yang penting untuk menjaga kesehatan. Kandungan buah tidak hanya vitamin A, E dan C saja, namun terdapat juga karbohidrat, protein, lemak, mineral seperti kalsium dan besi, serta fitokimia dan turunannya. Buah- buahan juga merupakan bahan yang kaya akan antioksidan contohnya pada anggur terdapat senyawa polifenol, antosianin, pada berry terkandung senyawa fenolik seperti asam benzonat hidroksilasi dan flavonoid (Afrianti, 2010).

Makanan yang harus dihindari atau di batasi oleh penderita hipertensi: Kemenkes RI (2014) menyatakan bahwa adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:

a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).

(22)

b. Makanan yang dioalah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crakers, keripik dan makanan kering yang asin).

c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, komed, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolestrol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).

f. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umunya mengandung garam natrium.

g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

4. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan dapat didefinisikan sebagai proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana kesehatan secara efektif dan efisien untuk memberikan layanan secara professional dibidang sarana dan prasarana dalam proses pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (Muhammad, 2010).

(23)

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang menyediakan sarana dan prasaran yang dibutuhkan seperti tersedianya alat untuk menangani penyakit yang diderita, terpenuhinya kebutuhan obat di masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable), artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan (Syafrudin, 2009).

Keterbatasan fasilitas kesehatan yang tersedia seperti jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas untuk melakukan penyuluhan maupun ketersediaan obat antihipertensi yang kurang merupakan kendala dalam mendukung pelaksanaan program promotive, preventif dengan melakukan kontrol tekanan darah rutin, kuratif memberikan obat dalam jumlah cukup dan rehabilitative hipertensi tersebut (Pradon et.all, 2013).

5. Konsumsi Alkohol

Konsumsi minuman alkohol secara berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang. Salah satu akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang disebut dengan hipertensi. Alkohol merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena alkohol memiliki efek yang sama dengan karbondioksida yang dapat meningkatkan keasaman darah, sehingga darah menjadi kental dan jantung dipaksa untuk memompa darah, selain itu konsumsi alkohol

(24)

yang berlebihan dalam jangka panjang akan berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga aktifitas Rennin-Angiotensin Aldosteron System (RAAS) meningkat dan mengakibatkan tekanan darah meningkat (Ninik Jayanti, 2017). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi alkohol harus membatasi konsumsinya agar tidak lebih dari 20-30 g etanol perhari bagi laki-laki atau setara dengan 1 sendok makan gula pasir atau 1 jigger/gelas ukur mini stainless, dan tidak lebih dari 10-20 g perhari bagi perempuan (Katsilambros, dkk, 2013).

Tuak terbuat dari batang pohon aren (Arenga pinnata) dan diambil airnya, yaitu air nira, kemudian dicampurkan dengan kayu raru. Menurut Sunanto, pohon aren dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi pada daerah dengan tanah subur pada ketinggian 500 m-800 m di atas permukaan laut, termasuk di Indonesia. Maka dari itu tuak dapat dengan mudah diproduksi di wilayah Indonesia (Ikegami, 1997).

Eka pada penelitiannya tahun 2008 menjelaskan bahwa komponen yang dikandung oleh nira antara lain air 88,4%; gula 11%; protein 0,41%; lemak 0,17% dan asam-asam organik seperti asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam suksinat, asam laktat, asam fumarat dan asam piroglutamat sebesar 0,02% (Haryanti & dkk, 2012).

Fermentasi yang terjadi pada nira dibantu oleh adanya bakteri Saccharomyces sp, nira sangat mudah mengalami fermentasi karena

(25)

memiliki ragi liar (Muku & Sukadana, 2009). Fermentasi yang terjadi

mengakibatkan adanya perombakan terhadap senyawa-senyawa

penyusunnya. Perombakan salah satunya terjadi pada gula yang akan berubah menjadi alkohol dan selanjutnya berubah menjadi asam cuka. Pada pembuatan tuak, biasanya ditambahkan kulit batang Sonneratia sp. (kayu raru), penambahan kulit batang tersebut berguna untuk menghambat proses fermentasi nira khususnya pada proses oksidasi alkohol menjadi asam cuka (Sinda & Len, 2003).

Setelah melalui proses fermentasi, air nira akan memproduksi tuak yang mengandung air 88,4%; protein 0,38%; lemak 0,2%; mineral 0,02% dan karbohidrat 7% dan alkohol 4% (diperoleh dari perombakan gula dalam air nira) (Noviyanti, 2014). Noviyanti (2014) menjelaskan bahwa air nira yang baru diambil dari pohonnya memiliki rasa manis dengan pH netral sekitar 7, akan tetapi karena adanya pengaruh lingkungan dan fermentasi menyebabkan air nira tersebut terkontaminasi sehingga pH menurun menjadi 5,34 dan rasa manis pada nira berubah menjadi asam. Komposisi zat gizi setiap satu gelas tuak adalah energi (110,0 kkal), protein (1,3 gr), alkohol (10,3 gr), lemak (0,52 gr), kalsium (10,4 mg) dan fosfor (83,2 gr).

6. Stress

Salah satu penyebab peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi adalah stres. Stres merupakan suatu tekanan fisik maupun psikis yang

(26)

tidak menyenangkan, stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat (Prasetyorini dan Prawesti, 2012).

Stress berkaitan dengan peningkatan tekanan darah, hubungannya adalah terjadi melalui aktivitas saraf simpatis, peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu), sehingga stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Stress akan meningkatkan resistensi pembulu darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis untuk pengeluarkan hormon adrenalin yang menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah perifer yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Ramayulis, 2010).

(27)

Untuk memahami teori self care sangat penting terlebih dahulu memahami konsep self care, self care agency, basic conditioning factor dan kebutuhan self care therapeutic.

1. Teori Self care

Self care adalah praktek kegiatan individu untuk berinisiatif dan membentuk perilaku mereka dalammemelihara kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Unsur selfcare adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia atau kekuatan untuk terlibat di dalam selfcare. Kemampuan individu untuk terlibat dalam selfcare dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi dasar. Yang termasuk faktor-faktor kondisi dasar adalah : umur, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, orientasi sosio-kultural, faktor sistem pelayanan kesehatan (diagnostik dan pengobatan), faktor sistem keluarga, pola hidup (aktivitas secara teratur), faktor lingkungan serta sumber-sumber yang adekuat dan terjangkau. Secara normal, orang dewasa secara sukarela memelihara dirinya sendiri. Bayi, anak-anak, orang tua, orang sakit dan orang cacat membutuhan perawatan secara menyeluruh atau bantuan dalam aktivitas selfcare. Jika self care dibentuk dengan efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya dengan perkembangan manusia.

Self care agency adalah kemampuan manusia atau kekuatan untuk melakukan self care. Self care agency mengacu pada kekuatan individu

(28)

untuk terlibat dalam perawatan diri dan kemampuan mereka untuk perawatan diri. Orang yang menggunakan kekuatan ini atau mempunyai kemampuan perawatan diri adalah agen perawatan diri. Self care agency diperoleh dan dipengaruhi oleh lingkungan.

Ada komponen kekuatan untuk lembaga perawatan diri, yang membahas pentingnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memungkinkan individu untuk terlibat dalam perawatan diri. Jika klien merasa bahwa dia tak berdaya untuk mengontrol perjalanan penyakitnya, memiliki faktor lingkungan yang negatif mempengaruhinya untuk memanajemen diri, dan memiliki harga diri yang rendah, hal ini akan berdampak negatif terhadap self care agency.

Kebutuhan self care therapeutik (Therapeutic self care demand) adalah merupakan totalitas dari tindakan self care yang diinisiatif dan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan self care dengan menggunakan metode yang tepat yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Konsep lain yang berhubungan dengan teori self care adalah self care requisite. Orem mengidentifikasikan tiga katagori self care requisite:

a. Universal meliputi: udara, air makanan dan eliminasi, aktifitas dan istirahat, solitude dan interaksi sosial, pencegahan kerusakan hidup, kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia.

(29)

b. Developmental, lebih khusus dari universal dihubungkan dengan kondisi yang meningkatkan proses pengembangan siklus kehidupan (pekerjaan baru, perubahan struktur tubuh dan kehilangan rambut). c. Perubahan kesehatan (Health Deviation) berhubungan dengan akibat

terjadinya perubahan struktur normal dan kerusakan integritas individu untuk melakukan self care akibat suatu penyakit atau injury.

2. Teory Self Care defisit

Merupakan hal utama dari teori general keperawatan menurut Orem. Dalam teori ini keperawatan diberikan jika seorang dewasa (pada kasus ketergantungan) tidak mampu atau terbatas dalam melakukan self care secara efektif. Keperawatan diberikan jika kemampuan merawat berkurang atau tidak dapat terpenuhi atau adanya ketergantungan. Orem mengidentifikasi lima metode yang dapat digunakan dalam membantu self care:

a. Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain. b. Memberikan petunjuk dan pengarahan.

c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis.

d. Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung

pengembangan personal. e. Pendidikan.

(30)

Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan beberapa atau semua metode tersebut dalam memenuhi self care. Orem menggambarkan hubungan diantara konsep yang telah dikemukakannya.

Berdasarkan bagan diatas dapat dilihat bahwa jika kebutuhan lebih banyak dari kemampuan, maka keperawatan akan dibutuhkan. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat memberikan pelayanan keperawatan dapat digambarkan sebagi domain keperawatan. Orem (1991) mengidentifikasikan lima area aktifitas keperawatan yaitu:

a. Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat klien dengan individu, keluarga, kelompok sampai pasien dapat melegitimasi perencanaan keperawatan.

b. Menentukan jika dan bagaimana pasien dapat dibantu melalui keperawatan.

c. Bertanggungjawab terhadap permintaan pasien, keinginan dan kebutuhan untuk kontak dan dibantu perawat.

d. Menjelaskan, memberikan dan melindungi klien secara langsung dalam bentuk keperawatan.

e. Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan kehidupan sehari-hari klien, atau perawatan kesehatan lain jika dibutuhkan serta pelayanan sosial dan edukasional yang dibutuhkan atau yang akan diterima.

(31)

3. Teori Nursing System

Nursing System didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency dan kebutuhan self care therapeutik maka keperawatan akan diberikan. Nursing agency adalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang yang telah dididik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan self care therapeutik mereka, melalui pelatihan dan pengembangan self care agency.

Orem mengidentifikasi tiga klasifikasi nursing system yaitu: Wholly Compensatory System

Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care misalnya koma, dapat membuat keputusan, observasi atau pilihan tentang self care tetapi tidak dapat melakukan

Tindakan keperawatan Menyelesaikan therapeutik self care klien Kompensasi ketidakmampuan untuk self care

Pendukung dan melindungi klien

(32)

ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.

Metode bantuan dengan cara perawat membantu klien dengan menggunakan sistem dan melalui lima metode yang meliputi: Acting atau melakukan sesuatu untuk klien seperti: mengajarkan, mengarahkan, mensuport, dan menyediakan lingkungan untuk klien.

Partly Compensatory System

Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur kemampuan melakukan self care. Diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan sebagian/parsial. Biasanya perawat mengambil alih

Tindakan perawat

Menjalankan beberapa kegiatan self care Kompensasi keterbatasan

klien untuk selfcare Membantu klien sesuai

kebutuhan

Menjalankan self care measure Mengatur kemampuan

self care Menerima asuhan dan

bantuan nurse

Tindakan pasien

(33)

beberapa aktivitas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien, misalnya pada klien lansia.

Supportive – Educative System

Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Diberikan pada klien dengan pemulihan/ketergantungan ringan. Memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi klien untuk self care. Hal ini juga dikenal dengan supportive developmental system.

D. Asuhan Keperawatan Menurut Orem

Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Dalam asuhan keperawatan, Orem mengklasifikasikan dalam tiga kebutuhan yaitu:

Melakukan/menyelesaikan self care

Mengatur latihan dan

perkembangan kemampuan self care

(34)

1. Universal Self-Care Requisites

Kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus kehidupanya seperti: kebutuhan fisiologis dan psikologis termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial,dan pencegahan bahaya.

2. Developmental self-care requisites

Kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses

perkembanganya. Tiga hal yang berhubungan dengan tingkat

perkembangan perawatan diri adalah:

a. Situasi yang mendukung perkembangan perawatan diri. b. Terlibat dalam pengembangan diri

c. Mencegah atau mengatasi dampak dari situasi individu dan situasi kehidupan yang mungkin mempengaruhi perkembangan manusia.

3. Health deviation self-care requisites

Adanya gangguan kesehatan terjadi sepanjang waktu sehingga mempengaruhi pengalaman mereka dalam menghadapi kondisi sakit sepanjang hidupnya. Sedangkan tujuan keperawatan menurut model Orem secara umum adalah untuk:

a. Menurunkan tuntutan self care kepada tingkat dimana klien dapat memenuhinya.

(35)

b. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuanya untuk memenuhi tuntutan self care.

c. Memungkinkan orang yang berarti bagi klien untuk memberikan asuhan yang dependent jika self care tidak memungkinkan.

E. Paradigma Keperawatan Menurut Dorothea E. Orem 1. Manusia

Orem mengemukakan pandangannya tentang manusia dalam kaitannya dengan teori selfcare, sebagai berikut:

a. Individu sebagai kesatuan unit yang menjalankan fungsi biologis, simbolik dan sosial dengan melakukan aktifitas self care untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan Setiap individu memerlukan selfcare dan mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri selama masih mungkin dan pada dasarnya kebutuhan self care merupakan tanggung jawab individu untuk memenuhinya.

b. Manusia berbeda dari makhluk lainnya dalam kapasitasnya untuk merefleksikan dirinya dan lingkungannya, mampu mensimbolisasi apa yang dialami, menggunakan kreasi simbol (ide, kata) dalam berfikir dan

berkomunikasi, membimbing untuk melakukan sesuatu dan

membuatnya berguna untuk dirinya dan orang lain.

c. Pada keadaan normal dan maturitas yang cukup individu bertindak sebagai agen self care untuk dirinya sendiri. Pada bayi, orang tua

(36)

bertindak sebagai agen self care sedangkan pada individu yang sakit atau cacat, maka keluarga dan perawat menjadi agen self care bagi mereka.

d. Individu mempunyai kemampuan untuk berkembang dan belajar dalam memenuhi kebutuhan self care-nya. Hal ini dipengaruhi oleh usia (kematangan) kapasitas mental, sosial, budaya masyarakat dan status emosi individu.

2. Lingkungan

Pandangan Orem berkaitan dengan lingkungan. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar pasien yang menpengaruhi dan berinteraksi dengan individu. Lingkungan menurut Orem terdiri dari lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial yang dapat mempengaruhi individu memenuhi kebutuhan self care secara optimal. Disamping lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial, Orem mengemukan juga bahwa terdapat lingkungan positif dan lingkungan negatif. Lingkungan posistif menurutnyaadalah lingkungan yang dapat menunjang individu memenuhi kebutuhan self care dan lingkungan negatif yang menghambat pemenuhan kebutuhan self care-nya.

3. Kesehatan

Orem mengemukakan pandangan bahwa sehat merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan perkembangan struktur tubuh dan fungsi mental

(37)

secara terintegrasi dan menyeluruh termasuk aspek fisik, psikologis, interpersonal dan sosial. Status kesehatan ditunjukan melalui kemampuan individu mencegah sakit, mempertahankan/meningkatkan status kesehatan, mengobati penyakit dan mencegah komplikasi.

Orem juga memandang bahwa sehat merupakan tanggung jawab individu untuk mencapainya, bila individu dapat memenuhi kebutuhan self care-nya secara baik dan optimal maka individu tersebut dapat dikatakan sehat. Sehat adalah hasil dari pengalaman individu menghadapi dan mengatasi stimulus yang timbul. Dikatakan kesejahteraan adalah simbol kesehatan

yang ditandai dengan keberhasilan mengembangkan diri dan

memanfaatkan sumber daya yang ada dan dimanifestasikan melalui

kemampuan menunjukkan eksistensinya serta dipengaruhi oleh

persepsinya.

4. Keperawatan

Keperawatan menurut Orem merupakan rangkaian aktifitas yang bersifat therapeutik didasari oleh teori keperawatan. Sistem keperawatan diartikan sebagai produk atau hasil dari aktifitas perawat sebagai agent self care pasien serta memenuhi kebutuhan self care secara therapeutik. Didalam sistem keperawatan, perawat memberi gambaran, merancang dan memfasilitasi kebutuhan self care pasien dan mencari cara bagaimana bentuk terapeutik untuk perawat sehingga dapat meminimalisisr self care

(38)

deficit dari pasien. Adapun beberapa tujuan keperawatan menurut orem yaitu:

a. Meningkatkan kemampuan pasien dalam pemenuhan self care.

b. Mempertahankan kebutuhan self care sesuai kemampuan klien dan meminimalkan dari self care deficit.

c. Membantu orang lain untuk memberikan bantuan self carejika pasien tidak mampu.

F. Kerangka Teori

Teori orem berfokus pada self-care dimana pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri secara mandiri, dengan adanya ketiga faktor di bawah ini klien tidak dapat menjadi self-care agency untuk dirinya sendiri, sehingga klien tidak bisa mengontrol perilaku jika demikian akan terjadi peningkatan tekanan darah yang menyebabkan kejadian hipertensi. Berikut adalah Skema faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi ditinjau dari prespektif keperawatan self-care-orem.

(39)

Sumber : Diolah kembali dari: 1. Ewen & Wills, (2007). Theoretical Basis for Nursing ( 2Th ed., p14). 2. Black, (2009)

Keterangan:

WCS : Wholly Compensatory Sistem PCS : Partially Compensatory Sistem SES : Supportive Educative Sistem SC Px Ht : Self-Care Pasien Hipertensi

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi diharapkan klien dapat mengetahui penyebab terjadinya hipertensi sehingga klien mampu melakukan pencegahan dini terhadap penyakit hipertensi dengan cara memberikan suportif dan edukatif.

PCS wCS SES Nursing System Self-care deficit Self care Self – Care Agency Kejadian Hipertensi

Basic Conditioning factor yang bisa di ubah : 1. Pengetahuan 2. Olahraga 3. Diet 4. Fasilitas Kesehatan 5. Konsumsi Alkohol 6. Stress Perilaku control SC PxHT tekanan darah

(40)

Suportif dan edukatif yang diberikan melalui sosialisasi prolanis yang di berikan kepada masyarakat akan meningkatkan pengetahuan masyarakat khusunya pasien dengan hipertensi. Pasien hipertensi harus terus-menerus diberi suport dan edukatif mengenai tanda dan gejala tekanan darah meningkat dan komplikasi yang akan di timbulkan jika tidak cepat melakukan penanganan secara dini. Pada pasien hipertensi dan keluarga harus diberikan suportif dan edukatif untuk selalu memeriksakan tekanan darah pada pelayanan kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Evaluasi Program Praktik Pembelajaran di sekolah Program Magang III yang diselenggarakan oleh Laboratorium

Islam Pasal 44, perkawinan beda agama, baik itu laki-laki muslim dengan wanita.. non muslim, telah dilarang secara

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah bahan hukum primer yang berupa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dan Thailand Criminal Code

Jumlah Kampung KB percontohan yang mendapat fasilitasi dan pembinaan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga 17 3331.FBA.003 Pemerintah daerah yang menerima fasilitas pembinaan

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana

Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan

Bank HSBC Indonesia ini baik secara time series analysis maupun berdasarkan standar perbankan, dimana aspek penilaian yang diguanakn dalam penelitian ini terdiri

Menimbang, bahwa dengan pemberhentian Terbanding I semula Penggugat sebagai karyawan dari Turut Terbanding semula Turut Tergugat oleh Terbanding I semula Penggugat