• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MENULIS DALAM BENTUK PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BERPIKIR SECARA MATEMATIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS MENULIS DALAM BENTUK PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BERPIKIR SECARA MATEMATIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

139

TUGAS MENULIS DALAM BENTUK PETA KONSEP UNTUK

MENINGKATKAN KEBIASAAN BERPIKIR SECARA

MATEMATIS

Yandri Soeyono dan Miftakhus Sholikhah Universitas Negeri Yogyakarta

E-mail: ri_yand@yahoo.com, miftakhussholikhah@gmail.com

Abstrak: Abad 21 ini menuntut siswa untuk memiliki beberapa kecakapan dian-taranya berpikir kritis dan kreatif, metakognisi, komunikasi, koneksi, dan penalaran. Kemampuan penalaran, komunikasi, berpikir kritis dapat dievaluasi oleh guru me-lalui “writing assignment”. Jika “writtting assignment” itu berupa peta konsep yang diperoleh siswa dari pembelajaran, yang dihubungkan dengan pengetahuan yang te-lah dimiliki sebelumnya, maka kemampuan berpikir kreatif, koneksi, dan metakog-nisi dapat pula di evaluasi oleh guru. Bukan hal mudah bagi siswa untuk memetakan pengetahuan atau konsep yang mereka peroleh dalam bentuk tulisan. Melalui per-tanyaan sebagai petunjuk akan mempermudah siswa dalam membangun peta penge-tahuan mereka sendiri. Manfaat yang bisa diambil dari writting assignment berupa peta konsep siswa, yang dibantu melalui pertanyaan, akan membiasakan siswa da-lam melatih pola pikir sesuai tuntutan abad 21 (21st century skills).

Kata kunci: Tugas menulis, peta konsep, pertanyaan, kebiasaan berpikir secara matematis

Lauren Resnick (Costa,2008) menyatakan bahwa “kecerdasan seseorang adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan pikirannya. Costa (2008: 8) yang menulis tentang Habits of Mind, menyatakan bahwa pemikir yang berkembang secara bertahap (melalui kebiasaan) lebih cenderung dapat mengaplikasikan kete-rampilan mengatur diri dan metakognitif saat menghadapi kesulitan dalam tugas. Dengan kata lain, kebiasaan berpikir, termasuk kebiasaan berpikir matematis, mampu menjadikan seseorang sebagai pembelajar yang unggul dibanding pembelajar lainnya.

Tugas menulis (writing assignment) dianggap sebagai cara unik untuk belajar karena melibatkan en-aktif, ikonik dan simbolik. Emig (Vilalon dan Calvo, 2011) menjelaskan, menulis adalah "the symbol-ic transformation of experience through the specific symbol system of

verballan-guage is shaped into an icon (the graphic product) by the en-active hand". Trans-formasi simbolis yang dimaksud termasuk mengingat /menghafal dan mensintesis ide-ide.

Menulis sebagai bentuk penugasan dapat digunakan untuk menilai kemam-puan komunikasi, pemahaman terhadap konsep, kemampuan berpikir kritis, bahkan sikap terhadap pembelajaran matematika oleh guru. Selain itu pula, tugas menulis dapat dijadikan bahan refleksi oleh siswa itu sendiri terhadap hasil dan proses belajarnya.

Salah satu bentuk tugas menulis yang dapat dilakukan pada pembelajaran matematika adalah dengan membuat peta konsep. Jika tugas menulis yang diberikan berupa pembuatan peta konsep yang diperoleh siswa dari pembelajaran yang dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya maka

(2)

kemam-puan berpikir kreatif dan koneksi siswa dapat dinilai oleh guru. Selain itu, hal ini juga dapat mengembangkan kemampuan metakognisi siswa.

Menurut Dahar (2011:106) peta kon-sep dikembangkan untuk menggali ke da-lam struktur kognitif siswa dan untuk mengetahui, baik bagi siswa maupun guru, apa yang telah diketahui siswa.Dalam peta konsep, konsep-konsep direpresentasikan dalam kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis hubungan yang memiliki arti sendiri. Konsep-konsep tersebut disusun secara hirarki dari yang lebih umum ke konsep yang lebih khusus.

Peta konsep juga merupakan media pembelajaran bermakna sesuai teori psikologi pendidikan Ausubel. Terdapat tiga gagasan dalam teori belajar Ausubel, yaitu (1) struktur kognitif itu tersusun secara hirarki, (2) konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif, (3) penyesuaian integratif, yang mendasari pembentukan peta konsep.

Pembelajaran matematika dengan tugas menulis berupa peta konsep yang dilakukan secara berulang-ulang, akan memicu pola pikir siswa yang kreatif dan kritis dalam memecahakan atau meng-hadapi masalah lainnya. Pola pikir cerdas yang dilakukan secara berulang-ulang ini akan membentuk kecerdasan bagi siswa tersebut, baik kecerdasan kognitif maupun kecerdasan perilaku.

PETA KONSEP

Sebelum membahas lebih jauh tentang peta konsep, akan dibahas terleebih dahulu tentang Pembelajaran Bermakna yang diperkenalkan Ausubel.

Pembelajaran Bermakna

Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses belajar di mana peserta didik dapat meng-hubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikin-ya. Pembelajaran bermakna akan terjadi

apabila siswa mencoba menghubungkan pengetahuan atau pengalaman baru ke da-lam struktur pengetahuan yang telah mere-ka miliki sebelumnya. Oleh mere-karena itu, materi pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.

Ausubel dalam Dahar (2011:98) mengemukakan tiga manfaat dari belajar bermakna yaitu:

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.

3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Berlandaskan konsep belajar bermak-na di atas, Ausubel menyatakan bahwa faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran adalah apa yang telah diketahui oleh siswa, dalam hal ini berupa materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Karena menurut Ausubel mengajar adalah upaya men-strukturkan apa yang dipelajari.Apa yang telah dipelajari siswa dapat di-manfaatkan dan dijadikan sebagai titik tolak dalam meng-komunikasikan infor-masi atau ide baru dalam kegiatan pem-belajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat melihat keterkaitan antara materi pelajaran yang telah dipelajari dengan ma-teri baru yang sedang dipelajari. Oleh ka-rena itu, diperlukan alat penghubung yang dapat menjembatani informasi atau ide baru dengan materi pelajaran yang telah dipela-jari siswa. Alat penghubung yang dimak-sud oleh Ausubel dalam teori belajar ber-maknanya adalah advance organizer.

David Ausubel mengemukakan bah-wa advance organizer merupakan salah satu dari lima prinsip utama yang harus

(3)

diperhatikan di dalam proses belajar ber-makna. Advance organizer digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru. Penggunaan advance organizer yang tepat dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar. Akan tetapi, Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi para guru yang dapat digunakan dalam pembelajaran bermakna tersebut. Novak (Dahar, 2011:106) dengan gagasannya yang didasarkan pada teori belajar bermakna Ausubel mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan per-tolongan peta konsep.

Menurut Dahar (2011:106)peta kon-sep dikembangkan untuk menggali ke da-lam struktur kognitif siswadan untuk mengetahui, baik bagi siswamaupun guru, apa yang telah diketahui pelajar. Walaupun suatu peta konsep tidak diharapkan men-jadi suatu representasi konsep dan propo-sisi relevan yang komplet dari yang diketahui pelajar, tetapi dapat diharapkan bahwa peta konsep merupakan suatu pen-dekatan yang dapat dilaksanakan dan dapat dikembangkan, baik oleh siswamau-pun oleh guru.

Peta konsep adalah suatu bagan yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep. Dikatakan bermakna karena suatu konsep tidak akan memiliki arti (bermakna) jika hanya sendiri. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung.

Ada kalanya, konsep-konsep yang sama oleh dua orang yang berbeda menghasilkan peta konsep yang berbeda. Meskipun berbeda, tetapi peta konsep ter-sebut tetap bermakna bagi orang yang me-nyusunnya. Dari sini dapat kita lihat perbedaan individual yang ada pada siswa. Hal ini berarti bahwa kebermaknaan kon-sep-konsep adalah khas bagi setiap indi-vidu.

Kegunaan Peta Konsep

Menurut Dahar (199:110), ada empat manfaat atau kegunaan peta konsep antara lain:

1) Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

Untuk memperlancar proses belajar berrnakna yang membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk meng-hubungkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki, guru dan siswa perlu mengetahui "titik awal kon-sep". Maksudnya guru harus menge-tahui konsep-konsep apa yang telah di-miliki siswa ketika pelajaran akan dim-ulai dan siswa diharapkan dapat menun-jukkan sejauh mana pengetahuan mere-ka. Dengan menggunakan peta konsep, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa mengenai suatu pokok bahasan yang akan diajarkan, dan inilah yang dijadikan titik tolak pembelajaran selanjutnya.

2) Mempelajari CaraBelajar

Bila seorang siswa dihadapkan pada suatu materi, ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari materi tersebut, siswa akan berusaha untuk menemukan konsep-konsep kunci dari materi yang dibacan-ya, menempatkan konsep yang paling umum pada puncak atau inti peta kon-sep yang dibuatnya, kemudian men-gurutkan konsep-konsep yang lain yang lebih khusus di bawah konsep inti, dan demikian seterusnya. Lalu siswa men-cari kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proposisi-proposisi yang bermakna. Lebih dari itu siswa akan berusaha mengingat konsep-konsep lain dari pelajaran sebelumnya, atau penerapan konsep-konsep yang sedang dihadapi-nya dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

Dengan cara demikian, siswa telah be-rusaha untuk memahami isi materi ter-sebut dan belajar bermakna telah terjadi pada siswa.

3) Mengungkapkan Miskonsepsi

Selain kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta konsep dapat pula mengungkapkan miskonsepsi yang ter-jadi pada siswa. Konsepsi yang salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengaki-batkan proposisi yang salah.

4) Alat evaluasi

Selama ini, alat-alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa berbentuk tes objektif atau tes esai. Walaupun cara evaluasi ini akan terus memegang peranan dalam dunia pendidikan, teknik-teknik evaluasi baru perlu dipikirkan untuk memecahkan masalah-masalah evaluasi yang kita hadapi akhir-akhir ini. Salah satu teknik eval-uasi yang disarankan adalah penggunaan peta konsep.

Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga gagasan dalam teori kognitif Ausubel yaitu: a) Struktur kognitif itu diatur secara

hirarki dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih umum ke yang lebih khusus.

b) Konsep-konsep dalam struktur kog-nitif mengalami diferensiasi pro-gresif. Prinsip Ausubel ini menya-takan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinu. Jadi konsep-konsep tidak pernah "tuntas dipelajari", tetapi selalu di-pelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih khusus.

c) Penyesuaian integratif. Prinsip bela-jar ini menyatakan, bahwa belabela-jar bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubung-an-hubungan baru (kaitan-kaitan kon-sep) antara kumpulan

konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam peta kon-sep penyesuaian integratif ini diper-lihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang antara kumpulan kon-sep-konsep.

Selain sebagai alat evaluasi, pengguna-an peta konsep juga dapat dimpengguna-anfaatkpengguna-an sebagai salah satu cara untuk me-rangkum proses pembelajaran saat itu dan mengkoneksikan antar konsep dari materi yang dipelajari maupun antara konsep materi yang dipelajari dengan konsep lain di luar materi yang sedang dipelajari.

Dalam membuat peta konsep, diper-lukan struktur hierarki dari konsep-konsep itu sendiri. Konsep-konsep yang terstruktur tersebut menurut Ausubel (Dahar, 2011:94), dapat diperoleh siswa dengan cara “menerima” dan “menemukan". Un-tuk menemukan konsep, cara yang dapat digunakan guru adalah dengan mem-berikan pertanyaan kepada siswa sebagai petunjuk atau yang bersifat membimbing.

WRITING ASSIGNMENT

Menulis merupakan salah satu cara mengekpresikan ide, gagasan, dan pengetahuan. Tidak mudah mengkomuni-kasikan apa yang ada di dalam pikiran kepada orang lain secara jelas melalui tulisan. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi, termasuk dalam bentuk tulisan, merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika.

Jika siswa mampu memikirkan apa yang sedang ia pelajari dan menuliskannya kembali, proses belajarnya akan semakin mudah. Dari tulisan siswa, guru pun dapat mengetahui apa yang telah dipelajari siswa dan kesalahan apa yang mungkin terjadi dari pemikirannya.

Tugas menulis (writing assignment) dianggap sebagai cara unik untuk belajar karena melibatkan en-aktif, ikonik dan simbolik. Emig(Vilalon dan Calvo, 2011)

(5)

menjelaskan, menulis sebagai "the sym-bolic transformation of experience through the specific symbol system of verballan-guage is shaped into an icon (the graphic product) by the en-active hand". Trans-formasi simbolis yang dimaksud termasuk mengingat /menghafal dan mensintesis ide-ide.

Menulis sebagai bentuk penugasan dapat digunakan untuk menilai kemampuan komunikasi, pemahaman terhadap konsep, kemampuan berpikir kritis, bahkan sikap terhadap pembelajaran matematika oleh guru. Selain itu pula, tugas menulis dapat dijadikan bahan refleksi oleh siswa itu sendiri terhadap hasil dan proses belajarnya.

Misal, dengan memberi tugas menulis essai tentang “Apa itu Matematika?”, atau

Bagaimana seharusnya guru Matematika mengajar?”, guru dapat menilai

penge-tahuan awal siswa tentang matematika, bagaimana respon siswa secara emosional terhadap pelajaran matematika dan guru pengampu, kemampuan berbahasa, kemampuan berkomunikasi dan apa kebutuhan siswa dari guru Matematika dalam hal pembelajaran di kelas.

Salah satu bentuk tugas menulis lainnya yang dapat dilakukan pada pembelajaran matematika adalah tugas membuat peta konsep. Dengan melakukan pemetaan terhadap konsep yang diperoleh dari pembelajaran dan kemudian dihu-bungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, maka siswa telah mengolah kemampuan berpikir kreatif dan koneksinya. Guru pun dapat menggu-nakannya sebagai bahan evaluasi. Selain itu pula, bagi siswa, hal ini mampu mengembangkan kemampuan metakognisi mereka.

MATHEMATICAL HABITS OF MIND

Kebiasaan adalah proses dalam berperilaku dan bertindak yang dilakukan berulang-ulang hingga menetap dan

otomatis dilakukan. Proses untuk merubah tindakan atau perlakuan menjadi suatu kebiasaan yang otomatis dilakukan tidaklah mudah, antara lain :

1. Mengetahui. Untuk menjadikan slogan “jangan buang sampah di sungai” sebagai suatu kebiasaan, tiap warga harus mengetahui dulu bahwa membuang sampah itu dilarang. 2. Menerima. Setelah mengetahui

adanya larangan membuang sampah di sungai, perlu ada proses menerima dalam diri warga. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan motivasi ataupun manfaat dari proses tersebut ke masing-masing orang. 3. Melakukan. Menerima dan paham

akan manfaat dari “tidak membuang sampah di sungai” belumlah cukup jika tidak ada implementasi nyata.

4. Adanya pengulangan. Implementasi nyata tersebut perlu dilakukan berulang kali agar menjadi hal yang rutin.

5. Kebiasaan. Pada tahap ini, perbuatan tersebut akan secara otomatis dilakukan jika menghadapi situasi yang mirip.

Costa dalam bukunya “Learning and Leading with Habits of Mind, 16 essential for success”, menghubungkan kebiasaan

berbipikir dengan kecerdasan. Menu-rutnya, kebiasaan berpikir adalah pola perilaku cerdas yang memungkinkan tindakan produktif. Kebiasaan berpikir adalah karakteristik dari apa yang orang cerdas lakukan ketika mereka menghadapi masalah yang solusinya tidak mudah.

Kebiasaan berpikir matematis ( Mathe-matical Habits of Mind), menurut Cuoco, Goldenberg dan Mark (Kien Lim, 2013), adalah “an organizing principle for math curriculain which students think about math the way mathematicians do”. Kebiasaan berpikir yang umum dalam matematika adalah bertindak seperti (1)

(6)

pattern sinffers (2) experimenters (3)

describers (4) thinkerers (5) Inventors (6)

visualizers (7) conjecturers (8) Guessers. Pemberian tugas menulis berupa peta konsep merupakan cognitive visualizations

dalam bentuk bagan yang menjelaskan (describe) pengetahuan yang diserap siswa. Akan terlihat pola (pattern)dan struktur kognitif yang dibentuk siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran tersebut. Pembuatan peta konsep juga memaksa siswa untuk berpikir (think) kembali tentang materi belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menulis peta konsep, berpikir matematis ala Cuoco, Goldenberg dan Mark telah dipraktekan di kelas. Selanjutnya, untuk menjadikan ini sebagai kebiasan yang dapat meningkatkan kecerdasan siswa, perlu dilakukan pengulangan.

MENULIS PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Membuat peta konsep bukanlah hal yang mudah bagi siswa. Pemahaman terhadap peta konsep itu sendiri, makna dari garis-garis penghubung, kemampuan koneksi dan representasi dibutuhkan untuk menghasilkan peta konsep yang baik. Pada pembelajaran matematika, untuk sampai pada penugasan berupa menulis peta konsep tentang pengetahuan yang dimiliki siswa, guru dapat melakukan strategi berikut ini:

1. Membuat peta konsep guru. Sebelum meminta siswa membuat peta konsep, sebaiknya guru membuat dulu peta konsep miliknya. Hal ini, selain untuk membantu memperkenalkan peta konsep (pada awal pertemuan), juga sebagai bahan refleksi siswa terhadap peta konsep milik siswa yang dibandingkan dengan milik guru. 2. Memperkenalkan peta konsep. Tahap

ini sebaiknya dilakukan pada pertemuan pertama. Sebelum

menga-jar tentang suatu materi/konsep matematika (sebagai contoh adalah konsep Fungsi pada gambar 1),guru memberi penjelasan tentang peta konseptermasuk tentang konsep utama, konsep sekunder, garis relasi dan memberi contoh suatu peta konsep dan bagaimana mengguna-kannya. Saat mengajar materi matematika, dan untuk memudahkan siswa membedakan antar konsep sekunder yang ada, guru dapat menggunakan pertanyaan sebagai penanda dan juga untuk mengkons-truksi konsep tersebut dalam pengetahuan siswa.

3. Membuat bersama-sama siswa. Pada tahap ini (pertemuan kedua, sebagai contoh tentang menggambar grafik pada gambar 2), guru melakukan proses pembelajaran seperti biasanya, namun diselingi dengan membuat peta konsep bersama-sama dengan siswa. Saat membuat peta konsep secara bersama-sama, guru menuntun dengan langkah-langkah:

a. menentukan konsep utama b. menentukan dan memilah konsep

sekunder

c. menuliskan contoh (jika ada) d. mengurutkan dan

menghub-ungkan antara dua konsep dengan kata-kata.

4. Selanjutnya, memberikan tugas menulis peta konsep yang dilakukan oleh siswa sendiri. Pada gambar 3, guru mengajarkan materi tentang “menggambar fungsi kuadat” tanpa menunjukkan terlebih dahulu peta konsep yang dimiliki guru. Kemudian guru menugaskan siswa untuk membuat peta konsep dari materi tersebut.

5. Tindak lanjut. Hal penting dari tugas menulis peta konsep adalah apa yang dapat dilakukan selanjutnya dengan

(7)

informasi dari peta konsep tersebut. Penilaian berbasis kelas, penilaian dari guru(kemampuan pemahaman siswa, kemampuan koneksi, ada tidaknya miskonsepsi), penilaian oleh diri sendiri (membandingkan dengan hasil kerja siswa lain atau dengan

milik guru, metakognisi), revisi(misal karena adanya miskonsepsi atau salah struktur).

6. Jika dimungkinkan, peta konsep ter-sebut dijadikan materi awal untuk diskusi pada pertemuan berikutnya.

(8)

KESIMPULAN

Paradigma tentang kecerdasan saat ini telah berkembang. Kecerdasan bukan lagi merupakan hal yang stabil dalam diri manusia, bukan bawaan genetika, bukan hanya kecerdasan kognitif, akan tetapi paradigma kecerdasaan saat ini adalah tiap manusia memiliki kecerdasan, kecerdasan dapat diajarkan, dan juga kecerdasan dapat dilatih.

Lauren Resnick (Costa,2008) me-nyatakan bahwa “kecerdasan seseorang adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan pikirannya”. Dari pernya-taan ini, dapat dikatakan bahwa untuk memben-tuk

manusia yang cerdas, perlu adanya pembiasaan terhadap cara berpikir yang baik dan mampu memicu otak berpikir optimal.

Berpikir secara matematis didefinisikan oleh Cuoco, Goldenberg dan Mark (Kien Lim, 2013) sebagai berpikir layaknya para matematikawan berpikir. Menulis peta konsep yang merepre-sentasikan konsep atau materi yang dipelajari merupakan salah satu cara mengapresiasi berpikir secara matematis.

Menulis dalam bentuk peta konsep melatih siswa berpikir ulang tentang materi, mencoba memahami isi materi,

(9)

menghubungkan secara hirarki konsep yang dimiliki, mengkomu-nikasikannya, dan juga sebagai bahan koreksi dan refleksi terhadap proses belajar. Perilaku cerdas ini hendaknya dapat dilakukan

secara periodik pada proses pembelajaran matematika hingga menjadi suatu kebiasaan, kebiasaan berpikir secara matematis (Mathematical Habits of Mind).

.

DAFTAR RUJUKAN

Costa, A. L., Kallick, B. 2008, “Learning and Leading with Habits of Mine, 16 Essential Characteristics for Success”, USA: ASCD

Lim, Kien., 2013, “General and Mathematical Habits of Mind : An Overview”, Presentation at Joint

Mathematics Meeting in San Diego. NCTM, 2000, Principles and Standards for

School Mathematics, USA

Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Erlangga

Vilalon, Jorge., Calvo, R. A., 2011. Concept Map as Cognitive Visualization of Writing Assesmen. International Forum of Educational Technology And Society.

Yandri S., Miftakhus S., Kebiasaan Berpikir Secara Matematis Melalui Strategi Metakognisi Sebagai Bentuk Imple-mentasi Kurikulum 2013. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UAD. Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini penggunaan PLC telah menggantikan piranti kontrol konvensional di industri karena kelebihan yang dimilikinya, diantaranya adalah fleksibel, deteksi dan koreksi kesalahan

Therefore, this study sought to factually and empirically describe one basic dimension of the implementation of policies on population administration by taking the case in the

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan

Apabila perilaku sosial siswa peserta ekstrakurikuler karate di SD Kristen Bina Harapan dikaji berdasarkan faktor, hasil perhitungan menunjukan bahwa perilaku sosial

Assesment: pasien diberikan antibiotik ceftriaxon selama 2 hari, sehingga tidak sesuai dengan rekomendasi bahwa terapi diberikan antibiotik ceftriaxon selama 3 hari dan

Jumlah daun umur 2 MST pada pemberian PGPRM selama masa pertumbuhan vegetatif menunjukkan tertinggi walaupun tidak berbeda dengan pemberian PGPRM pada penyiapan benih

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dan tentang Pemberian Upah Proses pada Putusan Nomor 12/G/2013/PHI.Smg. Pertimbangan Majelis Hakim Tingkat

Hasil penelitian ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi, tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan sumber informasi