• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DARAH PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn) STRAIN MAJALAYA YANG BERASAL DARI DAERAH CIAMPEA BOGOR RONALDO ADELBERT MONES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN DARAH PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn) STRAIN MAJALAYA YANG BERASAL DARI DAERAH CIAMPEA BOGOR RONALDO ADELBERT MONES"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DARAH PADA

IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn) STRAIN MAJALAYA

YANG BERASAL DARI DAERAH CIAMPEA BOGOR

RONALDO ADELBERT MONES

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

GAMBARAN DARAH PADA

IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn) STRAIN MAJALAYA YANG BERASAL DARI DAERAH CIAMPEA BOGOR

RONALDO ADELBERT MONES B04104144

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul : Gambaran Darah pada Ikan Mas (Cyprinus carpio

Linn) strain Majalaya yang Berasal dari Daerah Ciampea

Bogor

Nama Penulis : Ronaldo Adelbert Mones

NRP : B04104144

Disetujui

Drh. Risa Tiuria. MS, PhD Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB

(4)

ABSTRAK

RONALDO ADELBERT MONES. Gambaran Darah pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya yang Berasal dari Daerah Ciampea Bogor. Dibawah bimbingan RISA TIURIA dan ANITA ESFANDIARI.

Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

yang banyak dikonsumsi dan dibudidayakan di Indonesia. Beberapa strain ikan mas yang dibudidayakan di Indonesia, antara lain ikan mas Majalaya, ikan mas Punten, ikan mas Sinyonya, ikan mas Taiwan dan ikan mas Koki. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran darah pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya. Parameter yang diamati meliputi jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih total, nilai hematokrit, konsentrasi haemoglobin dan diferensial leukosit. Sebanyak 8 ekor ikan mas strain Majalaya yang diambil dari kolam di daerah Ciampea Bogor digunakan pada penelitian ini. Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah sel darah merah adalah 2.16 ± 0.86 (1.20-3.72) x 106 sel/mm3, jumlah sel darah putih total 357 ± 182.07 (108-584) x 103 sel/mm3, konsentrasi haemoglobin 7.77 ± 1.58 (5.8-9.8 g%) dan nilai hematokrit 27 ± 4.87 (19-34%). Persentase limfosit 43.5 ± 20.90%, heterofil 54.5 ± 21.42 % dan monosit 2 ± 0.92 %. Berdasarkan hasil pengamatan ini, disimpulkan bahwa jumlah eritrosit lebih tinggi dari kisaran normal, sedangkan nilai hematokrit dan konsentrasi haemoglobin berada dalam kisaran normal. Jumlah leukosit total, persentase heterofil dan monosit lebih tinggi dari kisaran normal, sedangkan persentase limfosit lebih rendah dari kisaran normal.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala kasih dan karuniaNya sehingga skripsi dengan judul ‘Gambaran Darah pada Ikan Mas

(Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya yang Berasal dari Daerah Ciampea Bogor’ dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penulisan skipsi ini, tidak lepas

dari peran semua pihak yang telah membantu, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1 Drh. Risa Tiuria, MS, PhD dan Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan motivasi kepada penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi.

2 Dr. drh. Agik Suprayogi, MSc sebagai dosen penguji sidang skripsi yang telah memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini.

3 Drh. Trioso Purnawarman, MS sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis selama menimba ilmu di FKH IPB.

4 Staf Laboratorium Helmintologi dan Laboratorium Patologi Klinik FKH IPB yang telah membantu memperlancar proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

5 Pemerintahan Kabupaten Belu yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk menimbah ilmu di FKH IPB melalui Program Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

6 Bapa, Mama, Adri, Virgin serta seluruh keluarga di NTT yang selalu mendukung baik melalui doa dan materi yang menjadi sumber kekuatan dan motivasi terbesar bagi penulis menghadapi masa-masa sulit selama menimbah ilmu.

7 Teman-teman sepenelitian (Asri, Vonti, Yulia, Sionita, Erlina, Rinalda, Nophe, Arios, Arie, Reni, Debby, Ivan dan Dwi) yang selalu membantu penulis mulai dari awal penelitian sampai dengan penyusunan skripsi. 8 Teman-teman terbaik penulis CATUR WARGA (Obi, Kesa, Ewad dan

Arjo), OMDO & FRIENDS (Indra, Dian, Agus, Heryu, Tresna, Lorens, Mahar, Kombo dan Amilia), GPKers, GAMANUSRATIM dan keluarga

(6)

besar WISMA ASRI yang selalu menemani penulis di masa suka maupun duka.

9 Teman-teman Asteroidea ’41, kakak kelas dan adik kelas yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kesalan yang terdapat dalam penulisan. Semoga skripsi ini dapat berguna dan membawa manfaat bagi masyarakat pada umumnya.

Bogor, 8 September 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Atambua pada tanggal 22 Oktober 1986 dari pasangan Bapak Benediktus Mones dan Ibu Benedikta Sikone. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah Taman Kanak-kanak Katolik Atambua tahun 1991, Sekolah Dasar tahun 1992-1998 di SDK St Theresia Atambua II, Sekolah Menengah Pertama tahun 1998-2001 di SLTP N 1 Atambua dan Sekolah Menengah Atas tahun 2001-2004 di SMUN 1 Atambua.

Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Tahun 2005 penulis lulus dari Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) ... 3

2.1.1. Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) ... 3

2.1.2. Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) ... 3

2.1.3. Gambaran Darah ... .... 5

2.1.3.1. Jumlah Sel Darah Merah ... 6

2.1.3.2. Konsentrasi Haemoglobin ... 7

2.1.3.3. Nilai Hematokrit ... 7

2.1.3.4. Diferensiasi Leukosit ... 8

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ………... 11

3.2. Alat dan Bahan ………... 11

3.3. Metode Penelitian ………. 11

3.3.1. Pengambilan Darah ... 11

3.3.2. Pengamatan Gambaran Darah ... 12

3.3.2.1. Jumlah sel darah merah ……….... 12

3.3.2.2. Konsentrasi haemoglobin (Hb) ………. 12

3.3.2.3. Nilai hematokrit ……… 13

3.3.2.4. Jumlah sel darah putih ……….. 13

3.3.2.5. Diferensiasi leukosit ……….. 13

3.3.3. Analisis Data ……… 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jumlah sel darah merah (Eritrosit) ……… 15

4.2. Nilai hematokrit ……… 16

4.3. Konsentrasi haemoglobin ... 17

4.4. Jumlah sel darah putih (Leukosit) ……… 17

4.4.1. Limfosit ... 18

4.4.2. Heterofil ... 20

(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 22 5.2. Saran ……….. 22 DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1 Nilai hematologi pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) ……….. 8 2 Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit dan konsentrasi haemoglobin pada ikan mas strain Majalaya ... 15 3 Jumlah sel darah putih total (103 sel/mm3) dan diferensiasi leukosit (%) ikan mas strain Majalaya... 18

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) …………... 3

2 Negara penghasil utama Cyprinus carpio Linn ……….. 4

3 Sel darah merah ... 6

4 Limfosit ... 9

5 Monosit ... 9

6 Heterofil ... 10

7 Sel eritrosit (E), limfosit (L) dan heterofil (H) pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya ... 19

8 Sel monosit (M) dan sel eritrosit (E) pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya ... 20

(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan mas ( Cyprinus carpio Linn ) merupakan salah satu jenis ikan air

tawar yang sudah dikenal di banyak negara termasuk Indonesia, dan dewasa ini banyak dibudidayakan. Ikan mas merupakan ikan air tawar yang dikonsumsi, bernilai ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan ini cukup digemari masyarakat karena mudah didapatkan, dagingnya empuk, rasanya gurih dan empuk. Ikan mas cepat besar dengan masa pemeliharaan yang relatif singkat karena tergolong responsif terhadap pemberian pakan. Walaupun usaha budidaya ikan mas sudah tersebar luas namun belum mencapai tingkat produksi yang maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai cara pemeliharaan ikan mas yang baik dari para petani ikan (Susanto & Amri 1998).

Ada anggapan bahwa membudidayakan ikan masih dianggap sebagai kegiatan yang kurang atau bahkan tidak menguntungkan, karena ikan masih dengan mudah ditemukan di alam. Anggapan ini sungguh keliru karena keberadaan ikan tidak selamanya bisa dipertahankan di alam. Hal ini tentu saja masuk akal karena banyak pihak merasa berkepentingan untuk memanfaatkan sumber daya alam, termasuk menggunakan hal-hal yang kontraproduktif, misalnya memanfaatkan salah satu sumber daya alam dengan tidak memperhatikan sumber daya alam yang lain. Dengan demikian, apabila suatu saat lingkungan hidup ikan terancam oleh pemanfaatan sumbar daya alam yang kontraproduktif maka pembudidayaan merupakan satu-satunya usaha untuk melestarikan dan mengoptimalkan sumber daya ikan (Susanto & Amri 1998).

Selama proses budidaya ikan, dari pembenihan sampai dengan usaha pembesaran, tidak luput dari gangguan hama dan penyakit. Meskipun tidak diharapkan, kehadiran hama dan penyakit memang sangat mengkhawatirkan. Hama pada pemeliharaan ikan adalah predator, yakni makhluk yang menyerang dan memangsa ikan. Contoh hama yang sering menyerang ikan antara lain, ular, lingsang, burung, belut dan kepiting. Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh parasit, bakteri atau virus. Secara garis besar, penyakit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyakit non-infeksius dan penyakit

(13)

infeksius. Penyakit non-infeksius adalah penyakit yang timbul akibat adanya faktor yang bukan patogen, misalnya keracunan dan kekurangan gizi. Sedangkan penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan akibat adanya organisme patogen berupa parasit, jamur, bakteri dan virus (Susanto & Amri 1998).

Penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi ikan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara untuk membantu mendiagnosa adanya penyakit pada ikan yaitu melalui pemeriksaan darah. Adanya gangguan yang bersifat infeksius maupun non-infeksius akan menyebabkan terjadinya perubahan pada gambaran darah secara umum.

Semua jaringan tubuh ikan memerlukan asupan nutrisi termasuk oksigen agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Darah merupakan medium dalam sistem sirkulasi yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, hormon serta membawa sisa-sisa hasil metabolisme dan bahan-bahan patogen (Moyle & Cech 2004).

Untuk membantu diagnosa suatu penyakit pada ikan maka dilakukan pemeriksaan darah. Komponen-komponen darah akan mengalami perubahan apabila tejadi gangguan fisiologis ikan yang akan menentukan status kesehatan ikan. Perubahan komponen darah akan terjadi, baik kuntitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui gambaran darah ikan untuk mengetahui status kesehatannya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn ) strain Majalaya yang berasal dari daerah Ciampea Bogor.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil beberapa paramater hematologi dan perubahannya pada ikan mas (Cyprinus

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Mas ( Cyprinus carpio Linn )

2.1.1. Klasifikasi Ikan Mas ( Cyprinus carpio Linn )

Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio linn) menurut Saanin (1984) yaitu, Kingdom Animalia, Filum Chordata, Subfilum Pisces, Kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Subordo Cyprinoidea, Famili Cyprinidae, Subfamili Cyprininae, Genus Cyprinus, dan Spesies Cyprinus carpio Linn.

2.1.2. Morfologi Ikan Mas ( Cyprinus carpio Linn )

Gambar 1 Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) (Choirul 2008)

Secara morfologi, ikan mas memiliki ciri-ciri bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil tidak ditutupi sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan ke dalam tipe sisik sikloid dengan warna yang sangat beragam (Rochdianto 2005).

Ikan mas dapat tumbuh cepat pada suhu lingkungan berkisar antara 20-28 °C dan akan mengalami penurunan pertumbuhan bila suhu lingkungan lebih rendah. Pertumbuhan akan menurun dengan cepat di bawah suhu 13°C dan akan berhenti makan apabila suhu berada di bawah 5 °C (Huet 1970 dalam Ariaty 1991).

Ikan mas merupakan ikan air tawar yang memiliki sifat tenang, suka menempati perairan yang tidak terlalu bergolak dan senang bersembunyi di kedalaman. Ikan mas termasuk omnivora, biasanya memakan plankton. Larva ikan mas memakan invertebrata air seperti rotifer, copepoda dan kutu air.

(15)

Kebiasaan makan ikan mas berubah-ubah dari hewan pemakan plankton menjadi pemakan dasar. Ikan mas yang sedang tumbuh memakan organisme bentik dan sedimen organik. Ikan mas jantan akan matang gonad pada umur dua tahun dan ikan mas betina pada umur tiga tahun. Ikan mas akan memijah pada suhu lingkungan berkisar antara 18-20 °C ( Ikenoue 1982 dalam Ariaty 1991).

di Indonesia, ikan mas pertama kali berasal dari daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budidaya yang sangat penting. Indonesia mengimpor ikan mas ras Taiwan, ras Jerman dan ras fancy

carp masing-masing dari Taiwan, Jerman dan Jepang pada tahun 1974. Indonesia

mengimpor ikan mas ras Yamato dan ras Koi dari Jepang pada sekitar tahun 1977. Ras-ras ikan yang diimpor tersebut dalam perkembangannya ternyata sulit dijaga kemurniannya karena berbaur dengan ras-ras ikan yang sudah ada di Indonesia sebelumnya sehingga terjadi persilangan dan membentuk ras-ras baru (Suseno 2000 dalam Rochdianto 2005).

Gambar 2 Negara penghasil utama Cyprinus carpio Linn (FAO Fishery Statistics 2002)

Sampai saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau strain. Terdapat beberapa strain ikan mas Indonesia, namun sejauh ini belum banyak diteliti dan diidentifikasi secara ilmiah (FAO Fishery Statistics 2002). Beberapa strain ikan mas yang dibudidayakan di Indonesia, antara lain ikan mas Punten, ikan mas Majalaya, ikan mas Sinyonya, ikan mas Taiwan dan ikan mas Koki. Perbedaan sifat dan ciri ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan

(16)

kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warna (Choirul 2008).

Ikan mas Majalaya mempunyai ciri-ciri berupa sisik berwarna hijau keabu-abuan dengan tepi sisik lebih gelap, punggung tinggi, badannya relatif pendek, geraka lamban, responsif bila diberi makan, dan perbandingan panjang badan dengan tinggi badan 3.2:1 (Choirul 2008). Ikan mas Majalaya dapat dikenali dari bentuk tonjolan punggung yang lebih tinggi dan bagian kepala dan tubuh yang lebih pendek dibandingkan dengan ikan mas lainnya.

2.1.3. Gambaran darah

Darah merupakan medium dalam sistem sirkulasi, dimana fungsinya mengedarkan nutrisi esensial ke seluruh tubuh dan membawa sisa-sisa hasil metabolisme dan patogen sebelum mencapai konsentrasi yang berbahaya. Darah ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi di dalam plasma yang diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Moyle & Cech 2004). Volume darah ikan teleostei,

heleostei, dan chondrostei sebanyak 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan chondrocthyes 6.6% dari bobot tubuh (Randall 1970 dalam Affandi & Tang

2002).

Darah terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Plasma darah adalah suatu cairan jernih yang mengandung mineral-mineral terlarut, hasil absorbsi dari pencernaan makanan, buangan hasil metabolisme oleh jaringan, enzim, antibodi serta gas terlarut (Lagler et al. 1977). Di dalam plasma darah terkandung garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin dan fibrinogen), lemak (dalam bentuk lesitin dan kolesterol), hormon, vitamin, enzim dan nutrien (Dellman & Brown 1989).

Sel darah ikan diproduksi di dalam jaringan hematopoietik yang terletak di ujung anterior ginjal dan limpa. Berbeda dengan mamalia, pada ikan tidak ada sumsum tulang. Namun demikian, ikan memiliki limfonodus. Pada ikan, darah dibentuk di dalam organ ginjal, limpa dan timus (Affandi & Tang 2002).

(17)

Berdasarkan warna dan fungsi, darah dikelompokkan menjadi sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Sel darah putih dikelompokkan berdasarkan pada ada tidaknya butir-butir (granul) dalam sitoplasma, yaitu granulosit dan agranulosit. Kelompok granulosit meliputi neutrofil, eosinofil dan basofil. Jenis ini memiliki sifat reaksi terhadap zat tertentu yaitu leukosit eosinofil yang bersifat asidofil (berwarna merah oleh eosin), leukosit basofil berwarna basofil (ungu) dan leukosit netrofil bersifat tidak basofil maupun asidofil (Dellman & Brown 1989). Temasuk ke dalam kelompok agranulosit, yaitu monosit dan limfosit (Lagler et al. 1977).

2.1.3.1. Jumlah Sel Darah Merah

Eritrosit pada ikan merupakan sel dengan jumlah paling banyak, mencapai 4x106 sel/mm3 (Moyle & Cech 2004). Eritrosit pada ikan memiliki inti seperti eritrosit pada bangsa burung dan reptil. Jumlah eritrosit bervariasi pada tiap spesies dan biasanya dipengaruhi oleh stres dan suhu lingkungan. Jumlah eritrosit pada teleost berkisar antara 1.05 x 106 sel/mm3 dan 3.0 x 106 sel/mm3 (Roberts 2001). Menurut Moyle & Cech (2004), jumlah eritrosit pada ikan mas (Cyprinus

carpio) adalah 1.43 x 106 sel/mm3. Menurut Alifuddin (1993), jumlah eritrosit

pada ikan mas adalah 2 x 106 sel/mm3.

Gambar 3 Sel darah merah (Anonimus 2008)

Eritrosit berwarna merah kekuningan, berbentuk lonjong, kecil dan berukuran 7-36 mikron (Lagler et al. 1977). Chinabut et al. (1991) melaporkan bahwa eritrosit yang matang berbentuk oval sampai bundar dengan inti yang kecil dan sitoplasma dalam jumlah yang besar. Eritrosit dan retikulosit dibuat di organ

(18)

ginjal terutama ginjal anterior (pronephros) dan limpa. Inti sel akan berwarna ungu dan dikelilingi oleh plasma berwarna biru tua dengan pewarnaan Giemsa.

2.1.3.2. Konsentrasi Hemoglobin

Semua ikan teleost memiliki haemoglobin dalam eritrositnya seperti pada vertebrata. Setiap ikan juga memilki jenis haemoglobin yang berbeda pada tiap stadium perkembangan. Haemoglobin ikan terdiri atas dua tipe, yaitu monomerik dan tetramerik. Haemoglobin monometrik terdiri dari molekul polipeptida heme tunggal dan memiliki berat molekul kurang lebih 17.000 dalton dan merupakan ciri khas dari ikan belut dan hagfish. Sedangkan haemoglobin tetrametrik (hampir sama dengan haemoglobin mamalia) terdapat pada semua jenis ikan, terbentuk dari empat rantai asam amino (dua rantai α dan dua rantai β) dan memiliki berat molekul kurang lebih 65.000 dalton (Moyle & Cech 2004).

Eritrosit mengandung haemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dari insang ke jaringan tubuh (Moyle & Cech 2004). Kadar haemoglobin dalam darah berhubungan erat dengan jumlah sel darah merah (eritrosit). Konsentrasi haemoglobin diukur berdasarkan pada intensitas warna dan dinyatakan dalam satuan gram haemoglobin/100 ml darah (gr/100 ml) (Lagler et al. 1977).

Pengukuran konsentrasi haemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Prinsip dari metode Sahli yaitu bahwa haemoglobin dapat dirombak ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Konsentrasi haemoglobin ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 6.40 % gr/dl dengan volume kapasitas oksigen sebesar 12.50 ml/dl (Houston & De Wilde 1968 dalam Moyle & Cech 2004).

2.1.3.3. Nilai Hematokrit

Alifuddin (1993) melaporkan bahwa hematokrit merupakan perbandingan antara plasma dengan padatan darah. Perbandingan antara keduanya dibaca dengan pembaca mikrohematokrit dalam satuan %. Hematokrit biasa disebut “packed cell volume” dan ditentukan melalui pemusingan mikrohematokrit.

Nilai hematokrit ikan teleost berkisar antara 20-30 %, dan pada beberapa spesies laut bernilai 42 % (Bond 1979). Nilai hematokrit Cyprinus carpio adalah 27.1 % (Houston & De Wilde 1968 dalam Moyle & Cech 2004). Pada keadaan

(19)

hipoksia akan menyebabkan sel membengkak sehingga meningkatkan nilai hematokrit (Heath 1987).

Tabel 1 Nilai hematologi pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) Sel darah merah

(106 sel/mm3) Nilai hematokrit (%) haemoglobin (gr%) Konsentrasi Sumber

1.43 27.1 6.40 Houston & De Wilde

1968 dalam Moyle & Cech 2004 1.445 (1.22-1.78) 29.62 (21.42-43.29 ) 7.01 (5.50-8.59) Van vuren & Hattingh

(1978) dalam Celik & Bircan (2004)

2.1.3.4. Diferensiasi Leukosit

Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk invasi patogen melalui sistem tanggap kebal dan respon lainnya. Ikan yang sakit akan menghasilkan banyak leukosit untuk memfagosit bakteri dan mensintesa antibodi (Moyle & Cech 2004). Menurut Roberts (2001), jumlah leukosit total dapat dipengaruhi oleh perubahan musim. Jumlah leukosit total pada ikan lebih banyak dibandingkan dengan pada mamalia.

Leukosit dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu agranulosit dan granulosit berdasarkan ada-tidaknya granul pada sitoplasma. Agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit. Granulosit terdiri atas neutrofil, eosinofil dan basofil (Chinabut et al. 1991). Jumlah leukosit total pada ikan secara umum lebih sedikit (20.000-150.000 sel/mm3)dibandingkan dengan jumlah eritrosit (Moyle & Cech 2004).

Limfosit

Limfosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Pada ikan teleost, limfosit diproduksi di organ timus, limpa dan ginjal (Moyle & Cech 2004). Inti sel limfosit hampir memenuhi ruangan sel, berwarna gelap dengan sedikit sitoplasma yang mengelilingi inti, dan tidak bergranula (Chinabut et al. 1991).

(20)

Limfosit

Gambar 4 Limfosit (Anonimus 2008)

Ukuran limfosit berbeda-beda (diameter 4.5-12 μm) diantara spesies ikan (Moyle & Cech 2004). Menurut Roberts (2001), diameter rata-rata limfosit pada ikan laut 4.5 μm dan ikan mas 8.2 μm. Jumlah leukosit dapat dipengaruhi oleh perubahan musim.

Monosit

Monosit ikan berasal dari jaringan hemopoietik ginjal. Secara morfologi bentuk monosit ikan serupa dengan monosit mamalia. Persentase monosit pada ikan sebanyak 0.1 % dari populasi leukosit total yang bersikulasi. Namun demikian, jumlahnya akan bertambah dalam waktu singkat (± 48 jam) setelah disuntik dengan benda asing seperti karbon (Roberts 2001).

Monosit

Gambar 5 Monosit (Anonimus 2008)

Monosit berperan dalam fagositosis benda asing. Sel ini mempunyai kemampuan untuk membunuh berbagai jenis agen patogen, termasuk bakteri dan larva cacing (Moyle & Cech 2004). Monosit memiliki ukuran yang besar (diameter 10-14μm) dibandingkan dengan sel darah putih yang lain, bentuk yang tak tetap dan memiliki inti dengan sitoplasma berwarna biru keabuan (Chinabut et

(21)

Heterofil

Heterofil berbentuk bundar dan berukuran besar (diameter 9-13 μm), dengan sitoplasma yang besar dan mengandung granula. Sitoplasma berwarna biru cerah atau ungu pucat, sedangkan inti berwarna biru gelap dan memperlihatkan gumpalan kromatin (Chinabut et al. 1991). Secara morfologi, heterofil ikan hampir mirip dengan neutrofil mamalia (Roberts 2001).

Heterofil

Gambar 6 Heterofil (Anonimus 2008)

Heterofil ikan teleost dibentuk di dalam organ ginjal dan limpa, sedangkan pada jenis ikan elasmobranch (ikan hiu dan pari) dibentuk di organ leydig (Moyle dan Cech 2004). Proporsi heterofil dalam populasi leukosit darah sangat rendah, yaitu sekitar 6 – 8 % (Roberts 2001).

Eosinofil dan Basofil

Eosinofil dilaporkan jarang ditemukan di dalam darah ikan. Kebanyakan eosinofil ikan teleost ditemukan pada kulit, jaringan hemapoietik dan digesti (Roberts 2001). Ukuran eosinofil berkisar antara 9 – 15 μm, inti terletak memanjang di tepi sel, memiliki granula besar dan sitoplasma berwarna merah (Robert 1989 dalam Affandi & Tang 2002).

Basofil berukuran 8 – 12 μm, sitoplasma berwarna biru dan memiliki granula yang besar (Affandi & Tang 2002). Meskipun kehadiran eosinofil dan basofil masih diperdebatkan, tapi sel darah putih jenis ini bisa ditemukan pada beberapa spesies ikan tertentu dan mungkin ditemukan pada semua spesies. Fungsi eosinofil dan basofil berhubungan dengan kepekaan antigen, gejala stres dan fagositosis (Moyle & Cech 2004).

(22)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2007 sampai dengan Maret 2008, bertempat di Laboratorium Helmintologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet dan Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan mas sebanyak 8 ekor yang diambil dari tempat penjualan di daerah Ciampea Bogor. Bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, alkohol 70%, heparin, HCl 0,1 N, larutan Rees Ecker, larutan Giemsa 10%, heparin dan metanol.

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain wadah pemeliharaan ikan, tabung mikrohematokrit berlapis heparin, sentrifuse,

hematocrit reader, hemositometer Neubauer, hemometer set, mikroskop, gelas

obyek, gelas penutup, syringe 1 ml, bak pewarnaan dan kertas tissue.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis dengan menggunakan

syringe yang telah dibasahi dengan heparin sebagai antikoagulan untuk mencegah

pembekuan darah. Vena caudalis berada di bawah tulang vertebrae, bila jarum tepat mengenai vena akan terlihat percikan darah di dalam jarum suntik. Darah yang telah diambil kemudian ditampung di dalam tabung. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih total dan pembuatan preparat ulas untuk diferensial leukosit.

(23)

3.3.2. Pengamatan Gambaran Darah

Analisa darah meliputi penghitungan jumlah sel darah merah (eritrosit), konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah leukosit total dan diferensial leukosit (jenis sel darah putih).

3.3.2.1 Jumlah Sel Darah Merah

Penghitungan jumlah sel darah merah dilakukan dengan menggunakan Haemositometer, menggunakan larutan Rees Ecker sebagai pengencer. Jumlah sel darah merah dihitung dengan menggunakan rumus (Nabib & Pasaribu 1989):

SDM = (a/n) x (1/v) x Fp, dimana : SDM = jumlah sel darah merah

A = jumlah sel darah merah yang terhitung N = jumlah kotak hemositometer yang diamati

V = volume hemositometer

Fp = faktor pengenceran

3.3.2.2 Konsentrasi Haemoglobin (Hb)

Konsentrasi haemoglobin darah diukur dengan menggunakan metode Sahli. Metode ini didasarkan atas terbentuknya asam hematin (Hb darah dirombak menjadi asam hematin oleh asam khlorida 0,1 N) dengan satuan pengukuran dalam gram % ( Alifuddin 1993). Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai batas tera 2. Darah dihisap dengan pipet Sahli sampai skala 20 mm3. Ujung pipet yang digunakan dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan menggunakan tissue. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung sahli yang telah diisi dengan larutan HCl 0,1 N. Kedua bahan diaduk dan didiamkan sebentar agar terbentuk asam hematin (berwarna kuning kecoklatan). Kemudian ditambahkan akuades sehingga warna sampel sama dengan warna standar pada tabung Sahli. Pembacaan dilakukan dengan melihat permukaan cairan dan warna dicocokkan dengan warna pada skala tabung Sahli yang dilihat pada lajur g% yang berarti banyaknya haemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Aliffudin 1993).

(24)

3.3.2.3 Nilai Hematokrit

Hematokrit merupakan perbandingan antara plasma dengan padatan darah, perbandingan diantara keduanya dibaca dengan pembaca mikrohematokrit dalam satuan % (Alifuddin 1993). Darah dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis heparin sebanyak 4/5 dari volume tabung, kemudian bagian ujung tabung ditutup dengan menggunakan lilin sumbat. Tabung yang berisi darah kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap dengan seluruh bagian darah yang ada di dalam tabung mikrohematokrit dan hasilnya dinyatakan dalam % (Aliffudin 1993).

3.3.2.4 Jumlah Sel Darah Putih Total

Penghitungan jumlah sel darah putih total dilakukan dengan menggunakan Haemositometer, menggunakan larutan Rees Ecker sebagai pengencer.

3.3.2.5 Diferensiasi leukosit

Pengamatan diferensial leukosit dilakukan untuk menentukan persentase tiap jenis leukosit yang ada di dalam darah. Pengamatan dilakukan dengan mengamati preparat ulas darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa di bawah mikroskop.

Pembuatan preparat ulas darah dilakukan dengan menempatkan setetes darah pada gelas obyek, dibuat preparat ulas dan dibiarkan kering udara kemudian diwarnai. Terlebih dahulu dilakukan fiksasi dengan merendam preparat yang telah kering ke dalam metanol selama 5 menit, kemudian dikeringkan dalam udara, setelah itu dimasukkan ke dalam larutan Giemsa 10% selama 30 menit. Setelah diwarnai, preparat dikeringkan dan siap untuk diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 x. Pengamatan dan penghitungan masing-masing jenis sel dilakukan hingga jumlah semua jenis sel mencapai 100, dan hasilnya dinyatakan dalam %.

(25)

3.3.3 Analisis data

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif. Parameter yang diamati adalah jumlah sel darah merah, konsentrasi haemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel darah putih total dan diferensial leukosit.

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai jumlah sel darah merah (106 sel/mm3 darah), nilai hematokrit (%), konsentrasi haemoglobin (gr%), jumlah sel darah putih total (103 sel/mm3 darah)

dan persentase masing-masing jenis sel darah putih (%).

Tabel 2 Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit dan haemoglobin pada ikan mas strain Majalaya.

Sampel darah Sel darah merah

(106 sel/mm3) Nilai hematokrit (%) Konsentrasi haemoglobin (gr%) IM 1 2.03 26 5.8 IM 2 2.57 19 5.8 IM 3 3.72 34 8 IM 4 2.12 26 9.8 IM 5 1.20 30 7 IM 6 2.64 23 9.2 IM 7 1.68 26 7.2 IM 8 1.31 32 9.4 Rata-rata 2.16 ± 0.82 27 ± 4.87 7.77 ± 1.58

4.1. Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit)

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah sel darah merah pada ikan mas strain Majalaya. Rataan eritrosit ikan mas strain Majalaya hasil pengamatan adalah 2.16 ± 0.82 ((1.20-3.72)x 106 sel/mm3). Jumlah eritrosit tertinggi dimiliki IM3 (3.72 x 106 sel/mm3) dan jumlah eritrosit terendah dimiliki IM5 (1.20 x 106 sel/mm3). Menurut Moyle & Cech (2004), jumlah eritrosit pada ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 1.43 x 106 sel/mm3. Van vuren & Hattingh (1978) dalam Celik & Bircan (2004) melaporkan bahwa jumlah eritrosit normal Cyprinus carpio adalah 1.445 ((1.22-1.78) x 106 sel/mm3).

Jumlah eritrosit pada 5 ekor ikan mas yang diamati lebih tinggi dari kisaran nilai normal. Tingginya jumlah eritrosit dalam darah ikan diduga karena ikan

(27)

dalam keadaan stres. Menurut Affandi & Tang (2002), stres bisa disebabkan oleh kondisi lingkungan yang buruk dan tidak nyaman lagi bagi kehidupan ikan, misalnya kondisi oksigen perairan yang kurang, kelebihan CO2 di dalam air, pH ekstrim dan lain-lain. Apabila kondisi ini ditunjang dengan keberadaan mikroorganisme patogen misalnya parasit, bakteri, virus maupun cendawan maka akan memudahkan terjadinya infeksi pada ikan. Ikan akan memberikan reaksi dalam tubuhnya untuk melawan benda asing.

Pemeriksaan komponen darah dapat digunakan untuk mengetahui kondisi atau status kesehatan ikan, mengevaluasi pertahanan non spesifik pada spesies ikan yang berbeda dan mengetahui pengaruh stres terhadap kesehatan ikan. Hasil pemeriksaan pada umumnya berbeda diantara spesies ikan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal ikan, sehingga tidak mudah untuk menentukan kisaran fisiologis pada ikan (Svobodová & Vykusová 1991).

Jumlah eritrosit bervariasi pada tiap spesies dan biasanya dipengaruhi oleh stres dan suhu lingkungan (Roberts 2001). Menurut Kori-Siakpere et al. (2005), banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran darah ikan. Faktor-faktor tersebut yaitu musim, pemijahan, migrasi, jenis kelamin dan variasi genetik pada suatu spesies ikan. Selain itu faktor lain yang dapat menyebabkan variasi nilai hematologis pada spesies ikan, antara lain penangkapan, penanganan dan prosedur pengambilan darah.

4.2. Nilai Hematokrit

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata hematokrit ikan mas strain Majalaya sebesar 27 ± 4.87 (19-34 %). Nilai hematokrit tertinggi diperoleh pada IM3 (34%) sedangkan nilai hematokrit terendah dimiliki oleh IM2 (19%). Nilai hematokrit ikan teleost berkisar antara 20-30 % dan untuk ikan laut sebesar 42 % (Bond 1979). Nilai hematokrit normal Cyprinus carpio adalah 29.62 (21.42-43.29 %) (Van vuren & Hattingh 1978 dalam Celik & Bircan 2004).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai hematokrit ikan berada dalam kisaran nilai normal. Menurut Wedemeyer &Yasutake 1977 dalam Mudjiutami et

al. (2007), nilai hematokrit akan mengalami penurunan pada kasus anemia.

(28)

kandungan protein, defisiensi vitamin atau ikan yang terkena infeksi. Ferguson 1988 dalam Mudjiutami et al. (2007) melaporkan bahwa variasi nilai hematokrit tinggi karena sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, waktu pemeriksaan, temperatur air, metode pengambilan sampel, tipe dan lama anestesi.

4.3. Konsentrasi Haemoglobin

Hasil pengamatan (Tabel 2) memperlihatkan bahwa rata-rata konsentrasi haemoglobin pada ikan mas strain Majalaya adalah 7.77 ± 1.58 (5.8-9.8 gr%). Konsentrasi haemoglobin tertinggi dimiliki IM4 (9.8 gr%), sedangkan konsentrasi terendah dimiliki IM1 dan IM2 (5.8 gr%). Houston & De Wilde 1968 dalam Moyle & Cech (2004) melaporkan ahwa konsentrasi haemoglobin ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 6.40 gr% dengan volume kapasitas oksigen sebesar 12.50 ml/dl. Menurut Van vuren & Hattingh (1978) dalam Celik & Bircan (2004), konsentrasi haemoglobin normal pada ikan Cyprinus carpio adalah 7.01 (5.50-8.59 gr%).

Tiga dari delapan ekor ikan mas menunjukkan nilai konsentrasi haemoglobin yang lebih tinggi dari kisaran nilai normal. Konsentrasi haemoglobin ditentukan berdasarkan warna/kepekatan inti sel darah merah. Jumlah haemoglobin umumnya berbanding lurus dengan jumlah eritrosit (Lagler et al. 1977). Rendahnya konsentrasi haemoglobin menunjukkan terjadinya anemia. Anemia menunjukkan kondisi dimana konsentrasi haemoglobin dalam darah rendah, yang disebabkan oleh penurunan jumlah eritrosit atau tidak cukupnya jumlah haemoglobin dalam sel darah (Heath 1987).

4.4. Jumlah sel darah putih (Leukosit)

Rataan jumlah leukosit total pada ikan mas strain Majalaya dapat dilihat pada Tabel 3. Rata-rata jumlah leukosit total ikan mas strain Majalaya yang diperoleh adalah 357 ± 182.07 ((108-584)x 103 sel/mm3). Menurut Lagler et al.

(1977), jumlah sel darah putih berkisar antara 20.000-150.000/mm3. Hasil ini memperlihatkan bahwa jumlah leukosit total lebih tinggi dari kisaran nilai normal. Jumlah yang tinggi ini diduga kemungkinan ikan yang diamati dalam keadaan sakit atau terinfeksi agen penyakit. Menurut Moyle & Cech (2004), leukosit

(29)

membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk invasi patogen lewat sistem tanggap kebal. Ikan yang sakit akan menghasilkan lebih banyak sel darah putih untuk menghasilkan antibodi (limfosit) atau memfagosit bakteri (heterofil dan monosit)

Tabel 3 Jumlah sel darah putih total (103 sel/mm3) dan diferensiasi leukosit

(%) ikan mas strain Majalaya

Sampel

darah Limfosit Heterofil Monosit Eosinofil Basofil

Leukosit total (103 sel /mm3) IM 1 25 72 3 0 0 108 IM 2 68 30 2 0 0 584 IM 3 34 64 2 0 0 280 IM 4 66 31 3 0 0 420 IM 5 69 28 3 0 0 560 IM 6 33 66 1 0 0 316 IM 7 17 82 1 0 0 464 IM 8 36 63 1 0 0 124 Rata-rata 43.5±20.90 54.5 ± 21.42 2 ± 0.92 0 0 357 ± 182.07

Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk invasi patogen melalui sistem imun dan respon lainnya. Ikan yang sakit akan menghasilkan banyak leukosit untuk mensintesa antibodi dan memfagosit bakteri (Moyle & Cech 2004).

4.4.1. Limfosit

Limfosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem kekebalan. Jumlah limfosit pada ikan lebih banyak dibandingkan dengan neutrofil maupun monosit, karena limfosit merupakan penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh. Limfosit pada ikan teleost diproduksi oleh organ timus, limpa dan ginjal. Fungsi utama limfosit adalah melaksanakan mekanisme tanggap kebal melalui produksi antibodi (Moyle & Cech 2004). Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T diproduksi di dalam organ timus dan berperan sebagai pertahanan selular (Roberts 2001) sedangkan respon tanggap kebal humoral merupakan respon yang dijalankan oleh antibodi dan dapat dideteksi di dalam

(30)

serum yang melibatkan limfosit B (Affandi & Tang 2002). Moyle & Cech (2004) melaporkan bahwa jumlah limfosit dipengaruhi oleh faktor produksi, sirkulasi, serta dapat juga dipengaruhi oleh perubahan musim.

Hasil pengamatan (Tabel 3) memperlihatkan bahwa rata-rata persentase limfosit ikan mas strain Majalaya yang diamati adalah 43.5 ± 20.90 (17-69 %). Affandi & Tang (2002) melaporkan bahwa persentase limfosit pada ikan berkisar antara 71.12-82.88 %. Pengamatan terhadap persentase limfosit menunjukkan bahwa persentase tertinggi terdapat pada IM5 (69%), dan persentase terendah pada IM7 (17%). Persentase limfosit yang rendah dari kisaran normal diduga karena ikan mengalami stres. Menurut Affandi & Tang (2002), stres dapat menyebabkan jumlah limfosit pada sirkulasi darah dan organ limfoid menurun. Stres adalah keadaan dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah satu kunci terjadinya infeksi. Moyle & Cech (2004) melaporkan bahwa jumlah limfosit dipengaruhi oleh faktor produksi, sirkulasi, serta dapat juga dipengaruhi oleh perubahan musim.

E H

L E

Gambar 7 Sel eritrosit (E), limfosit (L) dan heterofil (H) pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya.

Peningkatan limfosit terjadi karena adanya rangsangan antigen yang menyebabkan timbulnya respon imun. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit. Meningkatnya jumlah limfosit akan menyebabkan peningkatan produksi antibodi, 2-3 hari setelah injeksi antigen. Jumlah limfosit yang tinggi biasanya disebabkan oleh adanya infeksi viral atau bakteri ke tubuh ikan atau gangguan kesehatan (Moyle & Cech 2004). Limfosit memiliki kemampuan untuk menerobos jaringan

(31)

tubuh yang lunak, karena menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh (Dellman & Brown 1989 dalam Affandi & Tang 2002).

4.4.2. Heterofil

Heterofil merupakan pertahanan pertama dalam tubuh apabila terjadi serangan organisme mikroseluler. Heterofil ikan diproduksi di dalam organ ginjal dan sebagian di organ limpa. Jumlah heterofil ikan di dalam populasi leukosit darah sangat rendah, yaitu berkisar antara 6-8 % (Roberts 2001). Hasil pengamatan (Tabel 3) menunjukkan bahwa rata-rata heterofil ikan mas strain Majalaya adalah 54.5 ± 21.42 (28-82 %). Persentase heterofil hasil pengamatan menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Roberts (2001). Tingginya jumlah heterofil yang terjadi diduga karena ikan mengalami stress dan adanya infeksi oleh agen patogen. Menurut Moyle & Cech (2004), keadaan stres pada ikan dapat menyebabkan peningkatan heterofil. Guyton (1995) melaporkan pula bahwa adanya infeksi penyakit (oleh parasit, bakteri dan protozoa) akan menyebabkan produksi heterofil meningkat. Heterofil akan aktif memfagosit mikroorganisme dalam mempertahankan tubuh melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Hal ini disebabkan karena heterofil memiliki sebagian besar enzim lisosom yang merupakan enzim proteolitik untuk mencerna bakteri dan bahan-bahan protein asing

M

E

Gambar 8 Sel monosit (M) dan sel eritrosit (E) pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn) strain Majalaya.

4.4.3 Monosit

Monosit berperan dalam fagositosis benda asing. Monosit ikan berasal dari jaringan hemapoietik ginjal dan mempunyai kemampuan membunuh agen

(32)

patogen. Persentase monosit ikan sebesar 0,1 % dari total populasi leukosit dalam sirkulasi (Roberts 2001).

Tabel 3 memperlihatkan persentase monosit pada ikan mas strain Majalaya hasil pengamatan. Rata-rata persentase monosit ikan mas strain Majalaya adalah 2 ± 0.92 (1-3 %). Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa persentase monosit lebih tinggi dari persentase normal menurut Robert (2001). Tingginya persentase monosit pada ikan hasil pengamatan diduga karena ikan mengalami infeksi oleh agen patogen. Roberts (2001) melaporkan bahwa jumlah monosit dapat meningkat dalam waktu yang singkat (±48 jam) setelah masuknya benda asing. Menurut Affandi & Tang (2002), pada saat terjadi infeksi oleh benda asing, maka monosit akan bergerak cepat meninggalkan pembuluh menuju daerah terinfeksi untuk melakukan kegiatan fagositosis. Monosit berkemampuan menembus dinding pembuluh darah kapiler, masuk ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag. Monosit dapat menggandakan diri dengan cepat pada daerah inflamasi serta memakan agen penyebab luka.

(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 8 sampel darah ikan mas (Cyprinus

carpio linn) strain Majalaya yang diambil dari daerah Ciampea Bogor, diperoleh

hasil rata-rata jumlah sel darah merah lebih tinggi dari kisaran nilai normal, sedangkan konsentrasi haemoglobin dan nilai hematokrit berada dalam kisaran nilai normal. Rata-rata jumlah sel darah putih total, persentase heterofil dan persentase monosit lebih tinggi dari kisaran nilai normal, sedangkan persentase limfosit berada di bawah kisaran nilai normal. Perubahan nilai hematologi ini menunjukkan bahwa kemungkinan ikan mengalami stres dan terinfeksi agen patogen.

5.2 Saran

Untuk mendapatkan gambaran darah ikan yang baik maka perlu diperhatikan teknik penanganan pada saat pengambilan ikan, teknik pengambilan darah dan analisis di laboratorium. Selain itu, para petani ikan perlu memperhatikan manajemen pemeliharaan ikan (kolam pemeliharaan maupun pakan) dengan baik, karena hal ini sangat mempengaruhi kesehatan ikan. Disarankan juga diadakan penelitian lanjutan dengan jumlah ikan dan jenis ikan yang lebih banyak agar bisa diperoleh data mengenai kisaran nilai normal hematologi pada ikan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2008. Fish Haematology. http://www.aqualex.org/elearning. [12Juli 2008].

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Uni press.

Alifuddin M. 1993. Diagnose Penyakit Ikan (Cara Pemeriksaan Penyakit Ikan). Bogor: Fakultas Perikanan IPB.

Ariaty L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila Merah (Orechromis sp) dan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi [skipsi]. Bogor: Fakultas Perikanan IPB.

Bond CE. 1979. Biology of Fishes. Philadelphia: Saunders Colege Publishing. hlm 514.

Chinabut S, Limsuwan C, Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,

Clarias bathracus. Canada :IDRC. hlm 40-44.

Choirul. 2008. Budidaya Ikan Mas (Cyprinus Carpio linn).

http://118.98.213.22//aridata-web/how/i/ikan/ikan-mas.htm. [15Juni 2008] Dellman HD dan Brown EM. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Hartono

(Penterjemah). Jakarta: UI Press.

FAO Fishery Statistics. 2002. Cyprinus carpio. http://www.fao.org/docrep. [15Juni 2008].

Guyton AC. 1995. Textbook of Medical Physiology. Edisi 7. Diterjemahkan oleh Ariata Tengadi. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Heath AG. 1987. Water Pollution and Fish Physiology. Florida: CRC Press, Inc. Kori-Siakpere O, Ake JEG, Idoge E. 2005. Haematological Characteristics of the

African Snakehead, Parachanna obscura. Departement of Zoology, Delta

State University, Abraka, Nigeria. Di dalam: African Journal of

Biotechnology Volume 4 (6), pp. 527-530, June 2005.

http://www.academicjournal.org/AJB. [15Juni 2008].

Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. New York-London: John Willey and Sons. Inc.

Moyle PB dan Cech Jr JJ. 2004. Fishes. An Introduction to Ichthyology. 5th ed.

(35)

Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Bioteknologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Roberts RJ. 2001. Fish Patology. 3rd

ed. Toronto: WB Saunders. hlm 25-30.

Rochdianto A. 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

http://id.wikipedia.org/wiki/ikankarper. [21April 2008].

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung: Binacipta.

Susanto H dan Amri K. 1998. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya. Svobodová Z, Vykusová B. 1991. Diagnostic, Prevention and Therapy of Fish

Disease and Intoxication. Research Institute of Fish Culture and

Hydrobiology Vodňany, Czechoslovakia.

http://www.fao.org/dorcep/field/003/AC160E/AC160E00.htm#TOC. [15Juni 2008].

Tizard I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology. 2nd

ed. Philadelphia:

Gambar

Gambar 2  Negara penghasil utama Cyprinus carpio Linn (FAO Fishery Statistics                     2002)
Gambar 3  Sel darah merah (Anonimus 2008)
Tabel 1 Nilai hematologi pada ikan mas (Cyprinus carpio Linn)  Sel darah merah
Tabel 2  Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit dan haemoglobin pada ikan mas                strain Majalaya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Borelog Kecamatan Dramaga berisi data litologi lapisan tanah yang dapat digunakan dalam mengetahui keberadaan akuifer pada suatu lapisan tanah dan dapat mengetahui

Jawaban ini untuk neural networks umpan maju generic Convolutional Neural Network (CNN) terdiri dari satu atau lebih lapisan konvolusional (seringkali dengan

Lebih lanjut, Kitab Ihya’ Ulumuddin disusun ketika umat Islam teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah al-Ghazali kembali dari rasa keragu- raguan dengan tujuan utama

spesies Hoya yang diamati memiliki epidermis bertipe satu lapis sel (uniseriat) seperti yang umumnya ditemukan pada tumbuhan dengan tipe.. daun non sukulen (Fahn,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Saluran pemasaran tahu bulat pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis, (2) Besarnya

Pengolahan yang masih sederhana dan minimnya informasi mengenai pemanfaatan biji beton oleh masyarakat umum, mendorong kami untuk membuat kue dari bahan dasar tepung beton1.

88 Saya tidak merasa sulit untuk berbicara dengan orang lain.. 89 Sulit bagi saya untuk memaafkan orang

Oleh sebab itulah akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga karena buah ciplukan memang merupakan herba yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan