• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan α-tokoferol Minyak Biji Millet (Pennisetum sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan α-tokoferol Minyak Biji Millet (Pennisetum sp.)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan α-Tokoferol Minyak Biji Millet (Pennisetum sp.)

The Effect Of Extraction Time On α-Tocopherol Content Of Millet Seed Oil

(Pennisetum sp.)

Oleh,

Intan Karlina Rohaini NIM: 652012025

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan α-Tokoferol Minyak Biji Millet (Pennisetum sp.)

The Effect Of Extraction Time On α-Tocopherol Content Of Millet Seed Oil

(Pennisetum sp.)

Intan Karlina Rohaini*, Hartati Soetjipto**, A. Ign. Kristijanto** *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jl. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia 652012025@student.uksw.edu

ABSTRAK

The objectives of this study is to produce yield and α-tocopherol content of millet seed oil (Pennisetum sp.) as revealed by the extraction time. Data were analyzed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 5 treatments and 5 replications. As the treatments are the extraction time: 12; 15; 18; 21; and 24 hours, respectively, while as the block is the time analysis. The α-tocopherol content of millet seed oil analysed using High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). The results of the study showed that the period of extraction time gives effect to the yield and α-tocopherol content of millet seed oil. The yield of millet seed oil increased in relation to the period of extraction time, on the contrary, the α-tocopherol content decreased. Within 24 hours of extraction time period produce the optimal yield of millet seed oil which is 3,95 ±0,05% with the lowest α-tocopherol content which is 0,12 mg/g (crude oil). Furtheron, using 12 hours of extraction time period produce the lowest yield of millet seed oil which is 3,14 0,04% with the optimal α-tocopherol content which is 0,36 mg/g (crude oil). The physco-chemical characterization of millet seed oil in 12 hours of extraction time period are as follows: moisture content 0%, peroxide 47,33 mgek/

kg , and saponification value of 150,41 mg KOH/g oil ,respectively.

Keywords: millet seed; extraction; oil; α-tocopherol

PENDAHULUAN

Minyak nabati adalah minyak yang berasal dari tetumbuhan dan merupakan salah satu komoditas penting dunia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan baku industri, kosmetika serta bahan bakar maupun campuran bahan bakar. Bahan baku minyak nabati terutama adalah dari biji-bijian yakni kelapa, kelapa sawit, jagung, jarak,

(8)

olive (zaitun), kacang tanah, biji kapuk, biji kapas, alpokat, kacang makadamia, kanola, biji nyamplung, dan lain – lain (Mahandariv and Nazhri, 2011).

Menurut Prabowo (2010) Indonesia sangat kaya sumber daya hayati dan memiliki berbagai tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan minyak nabati salah satunya adalah biji millet. Biji millet adalah jenis serealia yang tergolong tanaman semusim, seperti rumput berbiji kecil. Keberadaan biji millet di Indonesia belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia bahkan hanya dikenal sebagai pakan burung saja. Jenis biji millet yang digunakan dalam penelitian adalah Pearl Millet (Pennisetum sp.), karena mudah diperoleh di pasaran.

Biji millet diketahui memiliki gizi yang tinggi mengandung karbohidrat, protein, vitamin (A, B1, C, dan E), riboflavin, dan mineral antara lain magnesium, besi, seng, kalsium (Yanuwar, 2009 dalam Hildayanti, 2012). Selain itu biji millet mengandung komponen bioaktif yaitu α-tokoferol. Menurut E.Zwicky AG dalam Henning (2005) kandungan α-tokoferol yang terkandung dalam biji millet cukup tinggi yaitu sebesar 190 mg/kg (19 mg/100 g), apabila dibandingkan jenis tumbuhan / minyak nabati lainnya, yaitu kelapa sawit 15 mg/ 100 g; kedelai 7,5 mg/ 100 g; beras bekatul 32,4mg/100 g, dan zaitun 11,9 mg/100 g (Cho et al., 2009 dalam Martha dkk., 2014).

Menurut Archerio et al. (1992, dalam Fithriyah, 2013) α-tokoferol merupakan bentuk suplemen vitamin E. Sebagai antioksidan yang larut dalam lemak, vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid), menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil dan kandungan α-tokoferol minyak biji millet (Pennisetum sp.)

(9)

BAHAN DAN METODA Bahan dan Piranti

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji millet (Pennisetum sp.) yang diperoleh dari pasar tradisional di Salatiga. Bahan kimia yang digunakan antara lain : n-heksana, kloroform, asam asetat glacial, etanol, KI, aquades, Natrium Tiosulfat, kanji,

KOH, PP (indikator), HCl, NaOH, Metanol, NaSO4, standar α-tokoferol,

Tetrahydrofuran (THF) pro analis (Merck), Acetronitril, dan metanol grade HPLC. Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler Instrument Corp., USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA),

soxhlet, penangas air (Memmert), rotary evaporator, grinder, buret, HPLC, pendingin tegak, dan peralatan gelas.

Metodologi Penelitian

Preparasi Sampel (Prabowo, 2010)

Biji millet yang diperoleh dari pasar tradisional Salatiga, kemudian dibersihkan dari kotoran dengan cara ditampi kemudian dicuci. Selanjutnya dilakukan pengeringan dalam drying cabinet bersuhu 50OC selama 2 hari dan dihaluskan dengan menggunakan

grinder bertujuan memperkecil luas permukaan sampel agar pelarut dapat mengekstraksi seluruh minyak dalam sampel.

Ekstraksi Minyak Biji Millet (Ghodsizad & Safekordi 2012)

Ekstraksi biji millet dilakukan dengan pelarut n-heksana menggunakan alat soxhlet

pada suhu 70oC dengan variasi waktu ekstraksi 12, 15, 18, 21, dan 24 jam. Hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporator putar pada suhu 50oC. Minyak hasil ekstraksi ditampung dalam botol timbang lalu disimpan pada suhu 20°C sampai siap untuk dianalisis lebih lanjut.

(10)

Penentuan Sifat Fisik Minyak Biji Millet

Penentuan warna dan aroma minyak biji millet dilakukan secara deskriptif. Penyabunan (Cahyanine dkk., 2008)

Minyak hasil ekstraksi dilakukan proses penyabunan. Sebanyak 5 gram minyak millet ditambah etanol 96% sebanyak 44,15 ml, KOH 50%(b/v) dan asam askorbat 0,25 gram. Campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air pada suhu 65°C selama 32 menit. Lalu erlenmeyer didinginkan dengan air mengalir, selajutnya dipindahkan kedalam labu pemisah. Kemudian dilakukan penambahan 75 ml heksana dan 100 ml akuades, dikocok lambat kemudian didiamkan sampai terbentuk dua lapisan (air dibagian bawah dan heksana dibagian atas). Lapisan bagian bawah yang merupakan campuran air dan lemak yang membentuk sabun dikeluarkan, sisa bagian atas merupakan heksana dan sisa air dikeringkan menggunakan drying agent NaSO4. Pelarut heksana dalam fraksi tidak tersabunkan diuapkan dengan gas N2, kemudian disimpan dalam wadah gelap untuk selanjutnya dianalisis kadar tokoferolnya.

Analisi α-tokoferol minyak biji millet dengan HPLC (Zhao et al., 2004)

Uji linieritas dan pembuatan kurva kalibrasi

Seri larutan standar α-tokoferol dengan konsentrasi 2-10 µg/mL masing-masing disuntikan 20 µL dalam instrumen HPLC pada kondisi (fase gerak dan kecepatan alir) terpilih. Dari data pengukuran dibuat kurva kalibrasi dengan menggunakan garis regresi liniear (y = a + bx). Linieritas kurva kalibrasi dilihat dengan menghitung koefisien korelasi (R) persamaan garis linier.

Analisa sampel

0,2 g sampel minyak biji millet ditimbang dan dilarutkan dengan etanol 1 mL. Sampel dimasukkan kedalam vial kemudian diinjeksikan 20 µL ke alat HPLC dan

(11)

dicatat luas puncaknya. Percobaan diulang sebanyak dua kali. Berikut ini spesifikasi dan pengkondisian alat HPLC :

Detektor : Spektrofotometer UV/VIS

Panjang gelombang : 245 nm

Kolom : Vortex, Eurospher 100-5 C18, 250x4,6 mm (WL75)

Panjang kolom : 35 cm

Pelarut pembawa : Metanol : ACN : THF (85:10:5),isocratic Kecepatan aliran : 1, 2 mL/min; 6,9 – 7,2 MPa

Kadar α-tokoferol dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan kurva kalibrasi yang telah diperoleh.

Y = a + bx

Y = Luas puncak

X = konsentrasi α-tokoferol µg/mL

Konsentrasi α-tokoferol dalam sampel minyak menjadi :

Sehingga kadar α-tokoferol dihitung dengan rumus :

kadar (mg/g) = X (µg/mL) / (∑sampel mg yang ditimbang/ mL pelarut) Penentuan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Millet

Penentuan kadar air (Moisture balance), bilangan peroksida, dan bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998) pada lama waktu ekstraksi yang mengandung kadar

(12)

Penentuan Kadar Air Minyak Biji Millet

Sebanyak 1 gram minyak biji millet ditimbang dalam moisture balance kemudian ditutup dan ditunggu sampai diperoleh hasilnya. Langkah tersebut diulang (triplo).

Bilangan Penyabunan

Ditimbang 2 gram minyak ditambah dengan 25 ml KOH 0,5 M. Lalu direfluks selama 1 jam, setelah itu ditambahkan 0,5 ml fenolftalein sebagai indikator dan dititrasi dengan HCL 0,5 M sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.

Perhitungan :

Bilangan penyabunan (mg KOH/g lemak)= 56.1 x Tx (V1-V0)

m Keterangan :

V0 = Volume dari larutan HCL 0,5 M untuk blanko (ml) V1 = Volume (ml) larutan HCL 0,5 M untuk contoh (ml) T = Normalitas larutan HCL 0,5 M

m = berat contoh dalam gram Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI.

0,3 gram minyak ditambah 30 ml campuran 55 ml kloroform,20 ml asam asetat glacial, dan 25 ml etanol 95%. 1 gram KI ditambahkan dalam campuran tersebut dan disimpan ditempat yang gelap selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 50 ml air sulung bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator.

(13)

Perhitungan :

Bilangan peroksida (mgrek/kg) = (V1-V0) x T x 1000

M

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan Natrium Tiosulfat untuk blanko (ml)

V1 = Volume (ml) larutan Natrium Tiosulfat untuk contoh (ml)

T = Normalitas larutan standar Natrium Tiosulfat

Analisa Data (Steel and Torie, 1989)

Data dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lama waktu ekstraksi yaitu ; 12, 15, 18, 21, dan 24 jam, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna dan Aroma Minyak Biji Millet

Minyak biji millet yang dihasilkan berwarna kuning kejinggaan dengan aroma khas tepung millet (Gambar 1.).

 

Gambar 1. Minyak biji millet (a) 12 jam, (b) 15 jam (c) 18 jam (d) 21 jam (e) 24 jam Menurut Ketaren (2008) warna kuning kejinggaan disebabkan oleh zat warna karoten yang secara alami ikut terekstraksi bersama minyak pada saat proses ekstraksi.

(14)

Minyak biji millet yang dihasilkan antar lama waktu ekstraksi, tidak berbeda baik warna maupun bau.

Rendemen

Hasil rataan rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) antar lama waktu ekstraksi 12-24 jam berkisar antara 3,14 ± 0,04% - 3,95 ± 0,05%. (Tabel 1 dan Lampiran 1)

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Biji Millet (% ± SE) antar Lama Waktu Ekstraksi 12-24 jam.

Keterangan : * SE = Simpangan Baku Taksiran

Rendemen Waktu Ekstraksi (jam)

12 15 18 21 24 %±SE) 3,14 ± 0,04 3,23 ± 0,04 3,63 ± 0,07 3,79 ± 0,03 3,95 ± 0,05

W= 0,0648 (a) (b) (c) (d) (e)

* W = BNJ 5 %

* Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Tabel 1 menunjukkan rendemen minyak biji millet meningkat sejalan dengan lama waktu ekstraksi, sehingga lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen. Dari Tabel 1 terlihat rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) dalam waktu ekstraksi 18 jam diperoleh 3,63%. Hasil ini lebih tinggi daripada 2 penelitian sebelumnya dengan jenis millet dan waktu ekstraksi yang sama. Hasil ekstraksi minyak millet (Pennisetum sp.) selama 18 jam hanya menghasilkan minyak sebesar 3% (Nagur et al., 1992) dan 2,58% (Prabowo, 2010). Lebih lanjut, bila dibandingkan dengan jenis millet berbeda (Panicum miliaceum), diperoleh rendemen minyak 1,89% dalam waktu 12 jam (Kiran and Daniel, 2014) lebih rendah daripada hasil penelitian. Demikian juga halnya

ekstraksi minyak millet (Pennisetum purpureum Schumach.) selama 8 jam

(15)

Analisa α-tokoferol dalam sampel minyak biji millet

Kandungan α-tokoferol dalam minyak biji millet dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan persamaan garis kurva kalibrasi yang didapat adalah Y=0,000681288X + 0,0659733 (r= 0,9987). Hasil uji linieritas dilakukan dengan konsentrasi standard α-tokoferol berkisar antara 2; 4; 6; 8; 10 (µg/mL) disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1 berikut :

Tabel 2. Data Uji Linearitas Konsentrasi (µg/mL) Luas puncak 2 2776 4 5733 6 8995 8 11489 0 14557

Gambar 1. Kurva kalibrasi standar α -tokoferol minyak biji millet Telaah lebih lanjut menunjukkan penurunan kadar α-tokoferol sejalan dengan lama waktu ekstraksi, sehingga lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap kadar α-tokoferol (Tabel 3).

(16)

Tabel 3. Data Kadar α-tokoferol Minyak Biji Millet Lama ekstraksi Sampel Waktu Retensi (menit) Luas Puncak Konsentrasi (µg/mL) Kadar (mg/100g)

12 jam Minyak kasar 9,183 105186 71,728 35,86

≠tersabunkan 9,067 29313 20,037 10,02

18 jam Minyak kasar 9,133 74722 50,973 25,49

≠tersabunkan - - 0 0

24 jam Minyak kasar 9,117 34333 23,457 11,73

≠tersabunkan - - 0 0

Dari Tabel 3 terlihat bahwa kandungan α-tokoferol minyak biji millet (Pennisetum sp.) optimum pada lama waktu ekstraksi 12 jam untuk minyak kasar sebesar 35,86 mg/100g dan fraksi tidak tersabunkan yaitu 0,1002 mg/g. Kandungan α-tokoferol dalam penelitian ini lebih besar daripada hasil penelitian Prinsen et al. (2012) dengan jenis millet berbeda (Pennisetum purpureum Schumach.) selama 8 jam menghasilkan α -tokoferol 5 mg/kg. Bahkan kandungan α-tokoferol biji millet (Pennisetum sp.) dalam penelitian ini lebih besar daripada minyak nabati lainyaitu minyak kelapa sawit 15 mg/ 100 g; minyak kedelai 7,5 mg/ 100 g; minyak bekatul beras 32,4 mg/100 g, dan minyak zaitun 11,9 mg/100 g (Cho et al., 2009 dalam Martha dkk., 2014).

Penyabunan

Dari proses penyabunan didapat dua fraksi, yaitu fraksi tersabunkan pada bagian bawah yang terdiri dari asam lemak, fosfolipid, dan lilin. Fraksi tidak tersabunkan pada bagian atas terdiri dari sterol, tokoferol, hidrokarbon, dan skulen. Fraksi tersabunkan merupakan campuran air dan lemak, sedangkan fraksi tidak tersabunkan merupakan campuran fraksi tokoferol dan heksana. Fraksi tidak tersabunkan dianalisis dengan

(17)

HPLC, metode saponikasi digunakan untuk menghilangkan fraksi tersabunkan agar dianalisis kandungan α-tokoferol yang merupakan komponen minor dapat menghasilkan pemisahan yang baik (Cahyanine dkk., 2008).

Hasil saponifikasi dari fraksi tidak tersabunkan mengalami penurunan kadar α -tokoferol (lihat Tabel 3 dan Gambar 2 sampai dengan 6).

Gambar 2. Kromatogram minyak kasar biji millet (12 jam) pada no 10 (α-tokoferol)

Gambar 3. Kromatogram minyak biji millet tidak tersabunkan (12 jam) pada no 13 ( α -tokoferol)

(18)

Gambar 5. Kromatogram minyak biji millet tidak tersabunkan (18 jam)

Gambar 6. Kromatogram minyak kasar biji millet (24 jam) pada no 12 (α-tokoferol)

Gambar 7. Kromatogram minyak biji millet tidak tersabunkan (24 jam)

Hasil terkait dengan pada saat saponifikasi α-tokoferol yang terkandung dalam minyak biji millet telah teroksidasi oleh udara. Lebih lanjut dalam proses saponifikasi dilakukan penambahan etanol dan alkali, sehingga dimungkinkan penurunan kadar α -tokoferol terjadi karena masuk dalam fraksi tersabunkan (Fithriyah, 2013). Menurut Andarwulan dan Koswara (1992, dalam Anonim, 2014) oksidasi tokoferol akan

(19)

dipercepat oleh cahaya, panas, kondisi alkali dan adanya ion besi dan tembaga. Oksidasi tokoferol akan membentuk senyawa dimer, trimer, komponen dehidrasi dan kuinon. Sifat Fisiko-Kimia

Tabel 4. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Millet dengan Lama Waktu Ekstraski 12 jam SIFAT FISIKO

KIMIA

HASIL

Kadar air 0%

Bilangan peroksida 47,33 mgek/kg

Bilangan penyabunan 150, 41 mg KOH/g lemak

Kadar Air

Pengujian kadar air merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan minyak terhadap kerusakan. Sebab kandungan air dalam minyak merupakan salah satu parameter penentu kualitas minyak (Ketaren, 2008). Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka kualitas minyak semakin rendah (Handajani dkk., 2010) . Terlihat pada Tabel 4 kadar air minyak biji millet yang diekstraksi selama 12 jam memiliki kadar air sebesar 0%. Nilai ini sesuai jika dibandingkan dengan standar mutu minyak kelapa sawit dengan kadar air maksimum 0,3%.

Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Peroksida terbentuk karena asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya (Ketaren, 2008). Proses oksidasi termal pada minyak dimulai dengan hilangnya radikal hidrogen sehingga dihasilkan radikal bebas akibat adanya panas, metal, atau cahaya (Tranggono, 1986 dalam Handajani, 2010). Nilai penelitian ini 47,33 mgek/kg jauh lebih besar daripada minyak kelapa sawit sebesar

(20)

2 mgek/kg. Adanya perbedaan bilangan peroksida yang tinggi dalam penelitian ini terkait ekstraksi minyak biji millet dilakukan dengan waktu pemanasan yang relatif panjang yaitu sampai 12 jam, sehingga peluang terjadinya proses autooksidasi sangat besar. Autooksidasi merupakan pembentukan radikal bebas pada asam lemak tidak jenuh yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti suhu, cahaya, dan kelembaban (Noriko et al., 2012).

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan merupakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak dan besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Minyak yang berbobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi daripada minyak yang berbobot molekul tinggi (Ketaren, 2008). Tingginya nilai bilangan penyabunan sebesar 150,41 mg KOH/g lemak disebabkan karena kandungan asam lemak pada minyak biji millet tersusun atas beberapa asam lemak sehingga molekulnya relatif kecil (lebih banyak asam lemak yang berantai pendek). Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan standar mutu bilangan penyabunan minyak kelapa sawit sebesar 196-205 mg KOH/g. (Noriko et al., 2012) KESIMPULAN

Lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap kandungan α-tokoferol minyak biji millet dengan α-tokoferol optimal 35, 86 mg/

100g (minyak kasar) dan 10,02 mg/100g (fraksi tidak tersabunkan) dengan rendemen minyak biji millet 3,14 ± 0,04% dalam waktu ekstraksi 12 jam.

(21)

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji pigmen warna pada minyak. Perlu dilakukan metoda ekstraksi yang berbeda dan proses pemisahan fraksi kaya vitamin E sehingga kandungan α-tokoferol dalam minyak biji millet tidak mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014. Peranan Vitamin E Pada Produk Berbasis Minyak. [Online] Available at: http://www.foodchem-studio.com/2014/05/peranan-vitamin-e-pada-produk-berbasis.html?m=1 [Accessed 22 Mei 2016].

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. SNI 01-3555-1998: Cara Uji Lemak dan Minyak . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Cahyanine, M., Estiasih, T. & Nisa, F.C., 2008. Fraksi Kaya Tokoferol dari Bekatul Beras (Oriza sativa) dengan Teknik Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah. Jurnal Teknologi Pertanian, 5(3), pp.165-72.

Fithriyah, N., 2013. Analisis Tokoferol (Vitamin E) Pada minyak biji Kelor (Moringa oleifera Lam.) Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ghodsizad, G. & Safekordi, A.A., 2012. Oil Extraction From Millet Seed-Chemical Evaluation Of Extracted Oil. Iran: Science and Research Branch.

Handajani, S., Manuhara, G.J. & Anandito, R.B.K., 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). AGRITECH, 30(2), pp.116-22.

Hildayanti, 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut (Setaria italica). Makassar: Universitas Hasanuddin.

Henning, K., 2005. Millet Oil for Skin and Hair Care. International Journal, 4.

Ketaren, S., 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press, Universitas Indonesia.

Kiran, P., M, D. & Daniel, M., 2014. Phenolics, Fixed Oil and Phospholipids Of

Panicum Miliaceum Linn. International Journal of Pharmacotherapy, 4(2), pp.89-92.

Mahandariv, C.P., & Nazhri, S., 2011. Kajian Awal Biji Buah Kepayang sebagai Bahan Baku Minyak Nabati Kasar. Seminar Nasional Teknik Industri Universitas Gadjah Mada.

(22)

Martha, S.A. & Ferry F. Karwur, F.S.R., 2014. Metode Purifikasi Vitamin E dari Minyak Kelapa Sawit. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Nagur, T., Subramanian, V. & Oswalt, D.L., 1992. Management Procedures for Evaluation of Pearl Millet Evaluation of Pearl Millet. India: International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics.

Noriko, N., Elfidasari, D., Perdana, A.T., Wulandari, N., and Wijayanti, W., 2012. Analisis Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng pada Penjaja Makanan di Food Court UAI. Al-Azhar Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, 1(3), pp.147-154.

Prabowo, B., 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Milet Kuning dan Tepung Milet Merah. Surakarta: UNS.

Prinsen, P., Gutierrez, A. & Río, J.C.d., 2012. Lipophilic Extractives from the Cortex and Pith of Elephant Grass (Pennisetum purpureum Schumach.) Stems.

Agricultural and Food Chemistry, pp.6408-17.

Steel, R., and J.H, Torie. (1989). Principle and Procedures of Statistic A Biometrical Approach, 2nd ed. Mc Grow-Hill International. Book Co, Kuga Kusha, Japan. Zhao, B., Tham, S., Lu, J., Lai, M.H., Lee, L.K.H., and M, Shabbir., 2004.

Simultaneous Determination Of Vitamin C, E and Beta-carotene In Human Plasma By High-Performance Liquid Cromatography With Photodiode-Array Detection. J Pharm Pharmaceut Sci (www.ualberta.ca/-csps), 7(2), pp.200-04.

(23)

LAMPIRAN I

MAKALAH SEMINAR I

Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains X

dan Pertemuan Ilmiah XXX Himpunan Fisika

Indonesia Jateng & DIY

(24)
(25)

Penelitian bertujuan untuk menentukan optimasi rendemen ekstraksi minyak biji millet dan sifat 

fisik (warna dan aroma) ditinjau dari lama waktu ekstraksi. 

1. METODE PENELITIAN 

2.1 Bahan dan Piranti 

Bahan  yang  digunakan  dalam penelitian ini adalah  biji  millet  yang  diperoleh  dari  pasar 

tradisional di Salatiga. Bahan kimiawi yang digunakan antara lain : n‐heksana (Merck) 

Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler Instrument 

Corp., USA), neraca analitis 2 digit  (Ohaus TAJ602,  Ohaus Corp., USA), soxhlet, penangas air 

(Memmert), rotary evaporator, dan grinder. 

2.2 MetodaPreparasi Sampel (Prabowo, 2010) 

Biji millet yang dibeli dari pasar tradisional Salatiga dibersihkan dari kotoran dengan cara 

ditampi (untuk memisahkan biji millet dari bagian kulit dan kotoran yang tercampur) kemudian 

dicuci. Selanjutnya biji millet dikeringkan dalam drying cabinet bersuhu 50OC selama 2 hari lalu  

dihaluskan dengan grinder dan hasilnya tepung biji millet (20 mesh).  1.3.EkstraksiMinyak Biji Millet(Ghodsizad&Safekordi, 2012) 

Ekstraksi  dilakukan dengan  pelarut  n‐heksana yang dicampur langsung  dengan  biji millet 

menggunakan soxhlet pada suhu 70oC dan variasi waktu ekstraksi12,15, 18, 21, dan 24 jam. Hasil 

ekstraksi dipekatkan dengan evaporator putar pada suhu 50oC. Minyak hasil ekstraksi ditampung 

dalam botol timbang lalu disimpan pada suhu 20°C sampai siap untuk dianalisis lebih lanjut.  1.4.Penentuan Sifat Fisik Minyak Biji Millet 

Penentuan aroma dan warna minyak biji millet dilakukan secara deskriptif 2. Analisa Data (Steel and Torie, 1989) 

Data rendemen minyak dianalisis dengan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok), 5 

perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lama waktu ekstraksi yaitu : 12, 15, 18, 21 dan 24 

jam, sedangkan  sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan 

dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.   

   

(26)

3.1.Warna dan Aroma Minyak Biji Millet 

Minyak biji millet yang dihasilkan berwarna kuning kejinggaandengan aroma khas tepung 

(Gambar 1).        (a)    (b) (c) (d)  (e)

Gambar1. Minyak biji millet (a) 12 jam, (b) 15 jam (c) 18 jam (d) 21 jam (e) 24 jam 

Menurut Ketaren (2008) warna kuning kejinggaan disebabkan oleh zat warna karoten yang 

secara alami ikut terekstraksi bersama minyak pada saat proses ekstraksi.Minyak biji millet yang 

dihasilkan antar lama waktu ekstraksi, tidak berbeda baik warna maupun bau.  3.2.Rendemen Minyak Biji Millet 

Hasil rataan rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) antar lama waktu ekstraksi 12‐24 jam 

(Tabel 1) berkisar antara 3,14 ± 0,04% ‐ 3,95 ± 0,05%. 

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Biji Millet (% ± SE) antar Lama Waktu Ekstraksi 12‐24 jam. 

Rendemen  Waktu Ekstraksi (jam)

12  15 18 21 24 (%±SE)  W= 0,0648  3,14 ± 0,04  (a)  3,23 ± 0,04 3,63 ± 0,07 3,79 ± 0,03  (d)  3,95 ± 0,05 (e)  (b) (c)

Keterangan : R=Rendemen minyak biji millet; SE = Simpangan Baku Taksiran; W = BNJ 5 %  

*Angka‐angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata 

sebaliknya angka‐angkayang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda 

nyata.  

Dari Tabel 1 terlihat rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) dalam waktu ekstraksi 18 jam 

diperoleh 3,63%. Hasil ini lebih tinggi daripada 2 penelitian sebelumnya dengan jenis millet dan 

waktu ekstraksi yang sama. Hasil ekstraksi minyak millet (Pennisetum sp.) selama 18 jam hanya 

menghasilkan minyak sebesar 3% (Nagur et al.,1992) dan 2,58% (Prabowo, 2010). Lebih lanjut, bila 

dibandingkan dengan jenis millet berbeda (Panicum miliaceum), rendemen minyak 1,89% dalam 

waktu 12 jam (Kiran et al., 2014) lebih rendah daripada hasil penelitian. Demikian juga halnya 

ekstraksi minyak millet (Pennisetum purpureum Schumach.selama 8 jam menghasilkan minyak 

(27)

  Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan : 

  Rendemen minyak biji millet optimum dalam waktu pemanasan 24 jam sebesar 3,95 ± 0,05% 

dan lama waktu ekstraksi tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan aroma) minyak biji millet.    Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya dilakukan penelitian terhadap sifat fisiko‐

kimia minyak biji millet dan pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap kandungan didalamnya. 

UCAPAN TERIMAKASIH 

  Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya, orangtua yang selalu 

memberi dukungan dan doa, serta dosen pembimbing yang membimbing dari awal penelitian hingga 

akhir penulisan 

REFERENSI 

Fithriyah, N., 2013. Analisis Tokoferol (Vitamin E) Pada minyak biji Kelor (Moringa oleifera Lam.)  Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta. 

Ghodsizad,  G. &Safekordi, A.A., 2012. Oil Extraction From Millet Seed‐Chemical Evaluation Of  Extracted Oil. Science and Research Branch:Iran. 

Hildayanti,  2012.  Studi  Pembuatan  Flakes  Jewawut  (Setaria  italica).  Skripsi.Universitas 

Hasanuddin:Makassar. 

Ketaren, S., 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Universitas Indonesia: 

Jakarta. 

Kiran, P., M, D. & Daniel, M., 2014. Phenolics, Fixed Oil and Phospholipids of Panicum miliaceum Linn. 

International Journal of Pharmacotherapy, 4(2), pp.89‐92. 

Mahandariv, C.P., & Nazhri, S., 2011. Kajian Awal Biji Buah Kepayang sebagai Bahan Baku Minyak 

Nabati Kasar. Seminar Nasional Teknik Industri Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta 

Nagur, T., Subramanian, V. & Oswalt, D.L., 1992. Management Procedures for Evaluation of Pearl  Millet.International Crops Research Institute for the Semi‐Arid Tropics: India 

Prabowo,  B.,  2010.  Kajian  Sifat  Fisikokimia  Tepung  Milet  Kuning  dan  Tepung  Milet  Merah

(28)

Elephant Grass (Pennisetum purpureum Schumach.) Stems. Agricultural and Food Chemistry

pp.6408‐17. 

Steel, R., and J.H, Torie. (1989). Principle and Procedures of Statistic A Biometrical Approach, 2nd ed. 

(29)

   

(30)

LAMPIRAN II

MAKALAH SEMINAR II

SEMINAR SAFETY DAN HALAL

UNDIP, SEMARANG, 2 JUNI

(31)
(32)

waktu ekstraksi.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Piranti

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji millet yang diperoleh dari pasar tradisional di Salatiga. Bahan kimia yang digunakan antara lain : n-heksan, kloroform, asam asetat glacial, etanol, KI, aquades, Natrium tiosulfat , Kanji, KOH , PP (indikator), HCl, NaOH, Metanol, NaSO4, standar α-tokoferol,

Tetrahydrofuran (THF) pro analis (Merck), Acetronitril, metanol grade HPLC dan KOH.

Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler Instrument Corp., USA), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp., USA), soxhlet, penangas air (Memmert), rotary evaporator, grinder, buret, HPLC, pendingin tegak, dan peralatan gelas.

Metodologi Penelitian

Preparasi Sampel (Prabowo, 2010)

Biji millet yang diperoleh dari pasar tradisional Salatiga, kemudian dibersihkan dari kotoran dengan cara ditampi kemudian dicuci. Selanjutnya dilakukan pengeringan dalam drying cabinet bersuhu 50OC selama 2 hari

dan dihaluskan dengan menggunakan grinder bertujuan memperkecil luas permukaan sampel agar pelarut dapat mengekstraksi seluruh minyak dalam sampel.

Ekstraksi Minyak Biji Millet (Ghodsizad & Safekordi 2012)

Ekstraksi biji millet dilakukan dengan pelarut n-heksana menggunakan alat soxhlet pada suhu 70oC dengan

variasi waktu ekstraksi 12, 15, 18, 21, dan 24 jam. Hasil ekstraksi dipekatkan dengan evaporator putar pada suhu 50oC. Minyak hasil ekstraksi ditampung dalam botol timbang lalu disimpan pada suhu 20°C sampai siap untuk

dianalisis lebih lanjut.

Penyabunan (Cahyanine dkk., 2008)

Minyak hasil ekstraksi dilakukan proses penyabunan. Sebanyak 5 gram minyak millet ditambah etanol 96% sebanyak 44,15 ml, KOH 50%(b/

v) dan asam askorbat 0,25 gram. Campuran tersebut dipanaskan dalam penangas

air pada suhu 65°C selama 32 menit. Lalu erlenmeyer didinginkan dengan air mengalir, selajutnya dipindahkan kedalam labu pemisah. Kemudian dilakukan penambahan 75 ml heksana dan 100 ml akuades, dikocok lambat kemudian didiamkan sampai terbentuk dua lapisan (air dibagian bawah dan heksana dibagian atas). Lapisan bagian bawah yang merupakan campuran air dan lemak yang membentuk sabun dikeluarkan, sisa bagian atas merupakan heksana dan sisa air dikeringkan menggunakan drying agent NaSO4. Pelarut heksana dalam fraksi

tidak tersabunkan diuapkan dengan gas N2, kemudian disimpan dalam wadah gelap untuk selanjutnya dianalisis

kadar tokoferolnya.

Analisi α-tokoferol minyak biji millet dengan HPLC (Zhao et al., 2004) Uji linieritas dan pembuatan kurva kalibrasi

Seri larutan standar α-tokoferol dengan konsentrasi 2-10 µg/mL masing-masing disuntikan 20 µL dalam instrumen HPLC pada kondisi (fase gerak dan kecepatan alir) terpilih. Dari data pengukuran dibuat kurva kalibrasi dengan menggunakan garis regresi liniear (y = a + bx). Linieritas kurva kalibrasi dilihat dengan menghitung koefisien korelasi (R) persamaan garis linier.

Analisa sampel

0,2 g sampel minyak biji millet ditimbang dan dilarutkan dengan etanol 1 mL. Sampel dimasukkan kedalam vial kemudian diinjeksikan 20 µL ke alat HPLC dan dicatat luas puncaknya. Percobaan diulang sebanyak dua kali. Berikut ini spesifikasi dan pengkondisian alat HPLC :

Detektor : Spektrofotometer UV/VIS Panjang gelombang : 245 nm

Kolom : Vortex, Eurospher 100-5 C18, 250x4,6 mm (WL75) Panjang kolom : 35 cm

Pelarut pembawa : Metanol : ACN : THF (85:10:5),isocratic Kecepatan aliran : 1, 2 mL/min; 6,9 – 7,2 MPa

Kadar α-tokoferol dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan kurva kalibrasi yang telah diperoleh. Y = a + bx

Y = Luas puncak

X = konsentrasi α-tokoferol µg/mL

Konsentrasi α-tokoferol dalam sampel minyak menjadi :

(33)

Penentuan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Millet

Penentuan kadar air (Moisture balance), bilangan peroksida, dan bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998) pada lama waktu ekstraksi yang mengandung kadar α-tokoferol tertinggi.

Penentuan Kadar Air Minyak Biji Millet

Sebanyak 1 gram minyak biji millet ditimbang dalam moisture balance kemudian ditutup dan ditunggu sampai diperoleh hasilnya. Langkah tersebut diulang (triplo).

Bilangan Penyabunan

Ditimbang 2 gram minyak ditambah dengan 25 ml KOH 0,5 M. Lalu direfluks selama 1 jam, setelah itu ditambahkan 0,5 ml fenolftalein sebagai indikator dan dititrasi dengan HCL 0,5 M sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.

Perhitungan :

Bilangan penyabunan (mg KOH/

g lemak) =

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan HCL 0,5 M untuk blanko (ml)

V1 = Volume (ml) larutan HCL 0,5 M untuk contoh (ml)

T = Normalitas larutan HCL 0,5 M m = berat contoh dalam gram

Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI.

0,3 gram minyak ditambah 30 ml campuran 55 ml kloroform,20 ml asam asetat glacial, dan 25 ml etanol 95%. 1 gram KI ditambahkan dalam campuran tersebut dan disimpan ditempat yang gelap selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 50 ml air sulung bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan mengukur

jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indicator.

Perhitungan :

Bilangan peroksida (mgrek/kg) = Keterangan :

V0 = Volume dari larutan Natrium Tiosulfat untuk blanko (ml) V1 = Volume (ml) larutan Natrium Tiosulfat untuk contoh (ml) T = Normalitas larutan standar Natrium Tiosulfat

Analisa Data (Steel and Torie, 1989)

Data dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lama waktu ekstraksi yaitu ; 12, 15, 18, 21, dan 24 jam, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen

Minyak biji millet yang dihasilkan berwarna kuning kejinggaan dengan aroma khas tepung millet. Hasil rataan rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) antar lama waktu ekstraksi 12-24 jam (Tabel.1) berkisar antara 3,14 ± 0,04% - 3,95 ± 0,05%.

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Biji Millet (% ± SE) antar Lama Waktu Ekstraksi 12-24 jam.

Keterangan : * SE = Simpangan Baku Taksiran

Rendemen 12 15 Waktu Ekstraksi (jam) 18 21 24

(%±SE) 3,14 ± 0,04 3,23 ± 0,04 3,63 ± 0,07 3,79 ± 0,03 3,95 ± 0,05

W= 0,0648 (a) (b) (c) (d) (e)

* W = BNJ 5 %

* Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

(34)

sehingga lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen. Dari Tabel 1 terlihat rendemen minyak biji millet (Pennisetum sp.) dalam waktu ekstraksi 18 jam diperoleh 3,63%. Hasil ini lebih tinggi daripada 2 penelitian sebelumnya dengan jenis millet dan waktu ekstraksi yang sama. Hasil ekstraksi minyak millet (Pennisetum sp.) selama 18 jam hanya menghasilkan minyak sebesar 3% (Nagur et al., 1992) dan 2,58% (Prabowo, 2010). Lebih lanjut, bila dibandingkan dengan jenis millet berbeda (Panicum miliaceum), diperoleh rendemen minyak 1,89% dalam waktu 12 jam (Kiran et al., 2014) lebih rendah daripada hasil penelitian. Demikian juga halnya ekstraksi minyak millet (Pennisetum purpureum Schumach.) selama 8 jam menghasilkan minyak sebesar 1,6% (Prinsen et al., 2012).

Analisa α-tokoferol dalam sampel minyak biji millet

Kandungan α-tokoferol dalam minyak biji millet dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan persamaan garis kurva kalibrasi yang didapat adalah Y = 0,000681288X + 0,0659733 (r= 0,9987). Hasil uji linieritas dilakukan dengan konsentrasi standard α-tokoferol berkisar antara 2; 4; 6; 8; 10 (µg/mL) disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1 berikut :

Tabel 2. Data uji linearitas

Konsentrasi (µg/mL) Luas puncak 2 2776 4 5733 6 8995 8 11489 10 14557

Gambar 1. Kurva kalibrasi standar α-tokoferol minyak biji millet

Telaah lebih lanjut menunjukkan penurunan kadar α-tokoferol sejalan dengan lama waktu ekstraksi, sehingga lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap kadar α-tokoferol (Tabel 3).

Tabel 3. Data Kadar α-tokoferol minyak biji millet

Lama ekstraksi Sampel Waktu Retensi (menit) Luas Puncak Konsentrasi (µg/mL) Kadar (mg/100g)

12 jam Minyak kasar 9,183 105186 71,728 35,86

≠tersabunkan 9,067 29313 20,037 10,02 18 jam Minyak kasar 9,133 74722 50,973 25,49

≠tersabunkan - - 0 0 24 jam

Minyak kasar 9,117 34333 23,457 11,73

≠tersabunkan - - 0 0 Dari Tabel 3 terlihat bahwa kandungan α-tokoferol minyak biji millet (Pennisetum sp.) optimum pada lama waktu ekstraksi 12 jam untuk minyak kasar sebesar 35,86 mg/100g dan fraksi tidak tersabunkan yaitu 0,1002 mg/g. Kandungan α-tokoferol dalam penelitian ini lebih besar daripada hasil penelitian Prinsen et al. (2012) dengan jenis millet berbeda (Pennisetum purpureum Schumach.) selama 8 jam menghasilkan α-tokoferol 5

(35)

minyak nabati lainyaitu minyak kelapa sawit 15 mg/ 100 g; minyak kedelai 7,5 mg/ 100 g; minyak bekatul beras 32,4mg/100 g, dan minyak zaitun 11,9 mg/100 g (Cho et al., 2009 dalam Martha dkk., 2014).

Penyabunan

Dari proses penyabunan didapat dua fraksi, yaitu fraksi tersabunkan pada bagian bawah yang terdiri dari asam lemak, fosfolipid dan lilin. Fraksi tidak tersabunkan pada bagian atas terdiri dari sterol, tokoferol, hidrokarbon dan skulen. Fraksi tersabunkan merupakan campuran air dan lemak, sedangkan fraksi tidak tersabunkan merupakan campuran fraksi tokoferol dan heksana. Fraksi tidak tersabunkan dianalisis dengan HPLC, metode saponikasi digunakan untuk menghilangkan fraksi tersabunkan agar dianalisis kandungan α -tokoferol yang merupakan komponen minor dapat menghasilkan pemisahan yang baik (Cahyanine dkk., 2008).

Hasil saponifikasi dari fraksi tidak tersabunkan mengalami penurunan kadar α-tokoferol (lihat Tabel 3). Hasil terkait dengan pada saat saponifikasi α-tokoferol yang terkandung dalam minyak biji millet telah teroksidasi oleh udara. Lebih lanjut dalam proses saponifikasi dilakukan penambahan etanol dan alkali, sehingga dimungkinkan penurunan kadar α-tokoferol terjadi karena masuk dalam fraksi tersabunkan (Fithriyah, 2013). Menurut Andarwulan dan Koswara (1992, dalam Anonim, 2014) oksidasi tokoferol akan dipercepat oleh cahaya, panas, kondisi alkali dan adanya ion besi dan tembaga. Oksidasi tokoferol akan membentuk senyawa dimer, trimer, komponen dehidrasi dan kuinon.

Gambar 2. Kromatogram minyak kasar biji millet (12 jam) ada no 10 (α-tokoferol)

Gambar 3. Kromatogram minyak biji millet tidak tersabunkan (12 jam) pada no 13 (α-tokoferol) Sifat Fisiko-Kimia

Tabel 4. Sifat fisiko-kimia minyak biji millet dengan lama waktu ekstraski 12 jam

SIFAT FISIKO KIMIA HASIL

Kadar air 0% Bilangan peroksida 47,33 mgek/

kg

Bilangan penyabunan 150, 41 mg KOH/ g lemak

(36)

Kadar Air

Pengujian kadar air merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan minyak terhadap kerusakan. Sebab kandungan air dalam minyak merupakan salah satu parameter penentu kualitas minyak (Ketaren, 2008). Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka kualitas minyak semakin rendah (Handajani dkk., 2010) . Terlihat pada Tabel 4 kadar air minyak biji millet yang diekstraksi selama 12 jam memiliki kadar air sebesar 0%. Nilai ini sesuai jika dibandingkan dengan standar mutu minyak kelapa sawit dengan kadar air maksimum 0,3%

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan merupakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak dan besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Minyak yang berbobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi daripada minyak yang berbobot molekul tinggi (Ketaren, 2008). Tingginya nilai bilangan penyabunan sebesar 150,41 mg KOH/

g lemak

disebabkan karena kandungan asam lemak pada minyak biji millet tersusun atas beberapa asam lemak sehingga molekulnya relatife kecil (lebih banyak asam lemak yang berantai pendek ). Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan standar mutu bilangan penyabunan minyak kelapa sawit sebesar 196-205 mg KOH/g. (Noriko et al., 2012)

Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Peroksida terbentuk karena asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya (Ketaren, 2008). Proses oksidasi termal pada minyak dimulai dengan hilangnya radikal hidrogen sehingga dihasilkan radikal bebas akibat adanya panas, metal, atau cahaya (Tranggono, 1986 dalam Handajani, 2010). Nilai penelitian ini 47,33 mgek/kg jauh lebih besar daripada minyak kelapa sawit

sebesar 2 mgek/

kg. Adanya perbedaan bilngan peroksida yang tinggi dalam penelitian ini terkait ekstraksi

minyak biji millet dilakukan dengan waktu pemanasan yang relatif panjang yaitu sampai 12 jam, sehingga peluang terjadinya proses autooksidasi sangat besar. Autooksidasi merupakan pembentukan radikal bebas pada asam lemak tidak jenuh yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti suhu, cahaya, dan kelembaban (Noriko et al., 2012).

KESIMPULAN

Lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap kandungan α-tokoferol minyak biji millet dengan α -tokoferol optimal 35, 86 mg/

100g (minyak kasar) dan 10,02 mg/100g (fraksi tidak tersabunkan) dengan

rendemen minyak biji millet 3,14 ± 0,04% dalam waktu ekstraksi 12 jam.

Daftar Pustaka

Anonim, 2014. Peranan Vitamin E Pada Produk Berbasis Minyak. [Online] Available at: http://www.foodchem-studio.com/2014/05/peranan-vitamin-e-pada-produk-berbasis.html?m=1 [Accessed 22 Mei 2016].

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. SNI 01-3555-1998: Cara Uji Lemak dan Minyak . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

Cahyanine, M., Estiasih, T. & Nisa, F.C., 2008. Fraksi Kaya Tokoferol dari Bekatul Beras (Oriza sativa) dengan Teknik Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah. Jurnal Teknologi Pertanian, 5(3), pp.165-72. Fithriyah, N., 2013. Analisis Tokoferol (Vitamin E) Pada minyak biji Kelor (Moringa oleifera Lam.)

Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ghodsizad, G. & Safekordi, A.A., 2012. Oil Extraction From Millet Seed-Chemical Evaluation Of Extracted Oil. Iran: Science and Research Branch.

Handajani, S., Manuhara, G.J. & Anandito, R.B.K., 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). AGRITECH, 30(2), pp.116-22.

Hildayanti, 2012. Studi Pembuatan Flakes Jewawut (Setaria italica). Makassar: Universitas Hasanuddin. Henning, K., 2005. Millet Oil for Skin and Hair Care. International Journal, 4.

(37)

Gambar

Gambar 1. Minyak biji millet (a) 12 jam, (b) 15 jam (c) 18 jam (d) 21 jam (e) 24 jam  Menurut Ketaren (2008) warna kuning kejinggaan disebabkan oleh zat warna  karoten yang secara alami ikut terekstraksi bersama minyak pada saat proses ekstraksi
Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Biji Millet (% ± SE) antar Lama Waktu Ekstraksi  12-24 jam
Tabel 2. Data Uji Linearitas  Konsentrasi  (µg/mL)  Luas puncak  2 2776  4 5733  6 8995  8 11489  0 14557
Tabel 3. Data Kadar α-tokoferol Minyak Biji Millet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menentukan pengaruh waktu ekstraksi terhadap banyaknya minyak yang dapat terekstrak secara batch dan rasio berat biji - volume pelarut terhadap rendemen secara

(2011) telah berhasil melakukan ekstraksi minyak biji pepaya secara soxhlet menggunakan dua jenis pelarut yaitu n-heksan dan etanol 96 % serta pengeringan bahan baku

Analisis penetapan harga biji dan minyak jarak pagar berdasarkan rendemen ekstraksi minyak ini sangat diperlukan terutama untuk menaksir biaya pengadaan minyak

Kandungan minyak tertinggi diperoleh pada waktu ekstraksi 2 jam dengan perbandingan biji kurma dengan pelarut = 1:6.. Dari hasil analisis yang dilakukan pada

Gambar L3.2 (a) Proses Ekstraksi Minyak Biji Kurma; (b) Proses Distilasi Minyak Biji Kurma..

Tapi pada Gambar 1 terlihat, pada pemanasan minyak kedelai setelah suhu 100 o C angka peroksida pada minyak kedelai yang menggunakan ekstrak biji andaliman lebih kecil daripada

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rasio bahan terhadap pelarut waktu ekstraksi dan memberikan pengaruh yang berbeda pada proses ekstraksi minyak

rasio antara ethanol dan mengkudu dan lamanya siklus ekstraksi akan mempengaruhi jumlah yield yang dihasilkan. 2) Pada ekstraksi minyak biji mengkudu, semakin besar rasio