• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan

Tepung Komposit

Tepung komposit adalah campuran lebih dari satu jenis tepung dengan perbandingan tertentu untuk melengkapkan zat gizi yang tidak atau kurang terdapat dalam salah satu bahan. Tepung komposit dalam penelitian ini adalah tepung yang terbuat dari campuran tepung labu kuning (Curcubita moschata), pisang raja bulu (Musa paradisiaca.sp) dan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Alasan pemilihan bahan baku dari penelitian ini adalah pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku biskuit yang belum banyak sedangkan penggunaan tepung kacang hijau dan pisang karena pemanfaatannya telah banyak digunakan dalam industri MP-ASI.Tepung ini didapat dari penelitian sebelumnya karena penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian labu kuning yang dilaksanakan oleh BBPP Pascapanen Pertanian Bogor.

Tepung komposit yang terpilih didasarkan pada tepung yang memenuhi syarat MP-ASI dan memiliki kandungan β-karoten dan protein serta daya cerna pati yang tinggi. Berdasarkan respon dari RSM didapatkan bahwa tepung komposit yang terpilih adalah tepung dengan kandungan tepung labu kuning 60%, tepung pisang 15% dan tepung kacang hijau 25% untuk berat basah bahan baku. Berdasarkan kandungan tepung labu kuning sebanyak 60%, maka tepung komposit ini bisa dinyatakan berbasis labu kuning didasarkan pendapat Rahmawati (2010) bahwa suatu bahan pangan dapat dikatakan basis jika memiliki kandungan bahan lebih dari 50%.

Tepung komposit ini mengalami beberapa perlakuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang optimal sebagai bahan dalam pembuatan makanan bayi. Proses pentingnya adalah pengurangan oligosakarida yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu perendaman kultur enzim α-galaktosidase 108CFU/ml selama 18 jam pada labu kuning, perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm selama 5 menit pada pisang dan perendaman dengan air bersih selama 6 jam pada kacang hijau sebelum proses pengeringan dan penepungan dilakukan.

Tepung komposit memiliki sifat higroskopis sehingga mengalami penggumpalan jika diletakkan di udara terbuka. Tepung komposit memiliki kadungan protein yang cukup tinggi yaitu 11,17% dibandingkan kandungan tepung terigu sebanyak 8,9%. Lemak yang dikandung tepung komposit sebanyak 3,6% menjadi penyumbang 10% kandungan energi total tepung komposit. Kecernaan pati pada

(2)

tepung komposit cukup baik karena sama dengan kecernaan tepung- tepungan yang lain. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kandungan zat gizi dan daya cerna tepung komposit (per 100 gram)

Komponen Kandungan Kadar Air (g) 7,12 Abu (g) 4.66 Protein (g) 11.17 Lemak (g) 3.6 Karbohidrat (g) 73.77 Energi (kkal) 372 β-Karoten (mg) 23.9 Besi (mg) 8.59 Seng (mg) 0.87 Kalsium (mg) 666 Total Pati (g) 64.5

Daya Cerna Pati (%) 84,7 Sumber: Rahmawati (2010)

Pati garut

Pati garut adalah pati yang berasal dari umbi garut (Maranta arundinaceae L) yang merupakan tanaman herba berumpun yang berkembang biak dengan bertunas (Deptan 2007). Pati ini biasa digunakan sebagai bahan baku atau tambahan dalam proses pembuatan produk MP-ASI salah satu biskuit komersil MP-ASI yang menggunakan pati garut sebagai bahan utama dikenal dengan biskuit arrowroot.

Menurut Puspowati (2003) serat dalam pati garut sangat halus dan memiliki daya cerna pati yang cukup tinggi yaitu 30% untuk pati garut mentah, meningkatnya kecernaan pati garut yang disangrai mencapai 60,16% dan kecernaan dalam bentuk dekstrin pati garut mencapai 81,63. Pati yang digunakan sebagai bahan baku didapatkan dari hasil produksi BBPP Pascapanen Pertanian Bogor.

Kandungan karbohidrat pada tepung garut cukup tinggi karena menyumbang 96% dari total kandungan energi pati garut (Tabel 10). Hal ini menjadikan alasan pemilihan pati garut sebagai bahan baku tambahan pembuatan biskuit MP-ASI karena karakteristik biskuit bayi yang memiliki syarat pemenuhan 50% dari total energi biskuit berasal dari karbohidrat. Kandungan zat gizi pati garut dapat dilihat pada Tabel 10.

(3)

Tabel 10. Kandungan zat gizi pati garut (per 100 gram) Komponen Gizi Kandungan

Kadar Air (g) 13.6 Abu (g) 0.3 Protein (g) 0.7 Lemak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 85.2 Energi (kkal) 355 Besi (mg) 1.5 Kalsium (mg) 8 Sumber : Persagi (2009) Formulasi Biskuit

Pembuatan biskuit yang berasal dari tepung komposit berbasis labu kuning sebagai MP-ASI yang ditujukan untuk anak umur 12-24 bulan. Biskuit MP-ASI adalah biskuit yang dapat dikonsumsi langsung (anak langsung dapat memegangnya) dan merupakan jenis makanan yang disukai oleh anak-anak. Hal ini didasarkan bentuk dan warnanya yang menarik seta rasa dan nilai gizi yang memenuhi syarat MP-ASI.

Formulasi biskuit dikembangkan melalui nilai optimum yang didapat dari teknik RSM (Response Surface Methodology). Nilai optimum ini diperoleh dari enam faktor bahan penyusun yang mempengaruhi pembuatan biskuit yaitu jumlah tepung komposit, pati garut, susu, margarin, gula dan kuning telur.

Desain baku yang digunakan dengan teknik RSM, dimana keenam faktor tersebut diacak adalah Mixture D-Optimal Design agar di dapat formula yang optimum. Batasan yang digunakan untuk pembuatan tepung komposit berbasis labu kuning ini adalah jumlah tepung komposit 20-23%, pati garut 30 – 33%, susu 12 – 14 %, margarin 10 – 12.5 %, gula 5 – 7.5 % dan telur 20 %. Jumlah dari seluruh bahan formula adalah 100 % yang menghasilkan 25 formula.

Penentuan formulasi biskuit yang terpilih dari formula yang dihasilkan dengan metode RSM adalah dengan memasukkan persyaratan untuk MP-ASI yaitu biskuit untuk bayi berusia 12-24 bulan. Persyaratan tersebut adalah kandungan energi minimal 400 kkal, protein 8-12 gram dan lemak 10-18 gram dalam 100 gram biskuit (standar MP-ASI Depkes 2007). Penghitungan kandungan energi, protein dan lemak pada tahap formulasi dihitung dari bahan- bahan penyusunnya menggunakan data sekunder dari TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia) (Persagi 2009) dan hasil penelitian tepung komposit.

(4)

Formula hasil metode RSM dihitung total kandungan zat gizinya berdasarkan bahan penyusunnya. Kandungan zat gizi penyusun biskuit MP-ASI ditentukan dengan menggunakan TKPI (Persagi 2009) dan hasil analisis penelitian tepung komposit yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kandungan zat gizi bahan penyusun biskuit (per 100 gram)

Nama Pangan Energi Protein Lemak

Tepung Garut (arrowroot)* 355 0.7 0.2

Telur Ayam, bagian kuning * 361 19.3 31.9

Tepung Susu Skim * 362 35.6 1

Gula Pasir * 364 0 0

Margarine * 720 0.6 81

Tepung Komposit ** 372 11.17 3.6

Keterangan: * Persagi (2009), ** Rahmawati (2010)

Setelah semua data kandungan zat gizi terpenuhi, langkah selanjutnya adalah memasukkan persyaratan MP-ASI untuk bayi usia 12-24 bulan sebagai response formula biskuit yang memenuhi syarat. Formula optimum yang dihasilkan melalui metode RSM didapatkan sepuluh formula terpilih yang dibandingkan dengan biskuit kontrol yaitu biskuit Depkes untuk anak usia 12-24 bulan. Bahan- bahan penyusun dari biskuit Depkes adalah tepung terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI dapat dilihat di Tabel 12.

Tabel 12 Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI (per 100 gram)

Formula Komponen

Energi Protein Lemak

F2 401 10.7 16.2 F4 401 11.1 16.3 F5 402 10.4 16.5 F7 402 10.5 16.5 F10 407 10.4 17.5 F16 402 10.7 16.3 F17 403 10.4 16.6 F18 402 10.5 16.5 F22 404 10.8 16.9 F23 402 10.4 16.5 Depkes* 450 8 15

(5)

Pembuatan Biskuit

Pembuatan biskuit dilakukan dengan pencetakan ukuran yang sama dan mirip dengan biskuit kontrol. Masing- masing biskuit dicetak dengan ukuran berdiameter 5 cm dengan berat berkisar 10-11 gram. Biskuit yang dibuat adalah 10 formula yang memenuhi syarat MP-ASI dari 25 formula yang ada. Bahan- bahan penyusun setiap biskuit dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi bahan penyusun biskuit yang memenuhi syarat MP-ASI Formula Tepung Komposit Pati Garut Susu Margarin Gula Kuning Telur

F2 20.5 30 12.7 10.9 5.9 20 F4 20 30 14 11 5 20 F5 20 31.8 12 11.2 5 20 F7 21.8 30 12 11.2 5 20 F10 20 30 12 12.5 5.5 20 F16 20.6 30.6 12.8 11.1 5 20 F17 20 30 12 11.5 6.5 20 F18 21.8 30 12 11.2 5 20 F22 20 30 13.2 11.8 5 20 F23 20 31.8 12 11.2 5 20

Warna biskuit dengan tepung komposit menghasilkan warna kuning kecoklatan. Warna coklat pada biskuit dengan tepung komposit disebabkan warna karatenoid yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning dan larut dalam lemak yang terdapat pada tepung komposit, kuning telur dan margarin sebagai bahan pembuat biskuit (Winarno 1997). Warna coklat juga dipengaruhi oleh reaksi Maillard selama proses pemanggangan.

Sifat Fisik Biskuit

Sifat fisik biskuit komposit yang dianalisis dalam penelitian ini adalah densitas kamba, uji seduh dan waktu rehidrasi. Hasil rata-rata pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit tanpa perlakuan disajikan pada Tabel 14.

Densitas Kamba (bulk)

Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik penting yang diperlukan untuk evaluasi proses pemanggangan produk pangan terutama biskuit dan dinyatakan dalam satuan gram/ml. Selain itu tingkat kepadatan gizi suatu produk makanan terutama MP-ASI dapat dinyatakan dengan nilai densitas kamba.

Menurut Wirakartakusumah, Abdullah & Bobor (1992) bahwa densitas kamba (bulk) adalah masa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil

(6)

pembagian dari berat bahan dengan volume wadah. Suatu bahan dikatakan kamba jika densitas kambanya kecil. Densitas kamba yang kecil berarti bahan tersebut membutuhkan volume yang besar untuk sejumlah kecil bahan sehingga semakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterima anak karena kapasitas perut bayi yang terbatas. Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba sebab memberikan rasa cepat kenyang yang ditunjukkan dengan nilai densitas kamba yang paling kecil.

Hasil pengamatan menunjukkan biskuit Depkes sebagai kontrol memiliki nilai densitas kamba paling kecil yaitu 0.405 g/ml. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap densitas kamba (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur (BNJ) menunjukkan densitas kamba semua biskuit perlakuan berbeda nyata dengan biskuit kontrol. Namun demikian, densitas kamba antar biskuit perlakuan adalah tidak berbeda nyata (Tabel 14).

Bila dikaitkan dengan kandungan lemak dan densitas kamba didapat bahwa semakin besar kandungan lemaknya maka densitas kambanya juga semakin besar. Menurut Winarno (1989) bahwa lemak dapat mempengaruhi densitas kamba suatu produk karena lemak dapat mengkompakkan struktur bahan sehingga kadar lemak yang lebih besar cenderung menyebabkan densitas kamba yang semakin besar. Kekerasan

Kekerasan merupakan sifat fisik yang perlu diketahui pada produk biskuit. Biskuit yang dirancang untuk MP-ASI sebaiknya memiliki kekerasan yang rendah. Kekerasan produk- produk makanan kering dikaitkan dengan sifat kerenyahannya. Kekerasan umumnya diuji menggunakan alat texture analyzer, sedangkan kerenyahan diuji secara inderawi karena terkait kesan digigit dalam mulut semakin tinggi nilai kekerasan makan semakin keras biskuit. Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa nilai kekerasan biskuit terbesar adalah biskuit F22 yaitu 5.99 kg/mm/s dan terkecil adalah biskuit kontrol dari Depkes yaitu 1.92 kg/mm/s.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kekerasan (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur (BNJ) menunjukkan kekerasan semua biskuit perlakuan berbeda nyata dengan biskuit kontrol. Namun demikian, kekerasan antar biskuit perlakuan untuk F2, F4, F5, dan F7 adalah tidak berbeda nyata satu sama lain (Tabel 14). Biskuit dengan tepung komposit F5, F7 dan F10 juga tidak berbeda nyata antara satu sama lain. Sedangkan, biskuit dengan tepung komposit F18 dan F22 tidak berbeda nyata antara satu sama lain serta biskuit dengan tepung komposit F22 dab F23 tidak berbeda nyata antara satu sama lain.

(7)

Kekerasan biskuit MP-ASI berkaitan dengan kekambaan produk yaitu semakin keras biskuit maka densitas kambanya semakin besar pula (Puspowati 2003).

Produk biskuit MP-ASI diharapkan tidak terlalu keras juga tidak terlalu renyah. Bila terlalu keras, biskuit tersebut tidak renyah maka tidak akan disukai anak- anak. Sedangkan bila terlalu renyah (kekerasan rendah) maka biskuit tersebut mudah pecah atau rusak sehingga akan merugikan baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Uji Seduh

Jumlah air yang dibutuhkan untuk uji seduh per sajian juga dapat menunjukkan sifat kepadatan gizi biskuit. Jumlah air matang yang ditambah hingga kekentalannya sama dengan biskuit kontrol adalah jumlah air yang cocok untuk uji seduh sebagai petunjuk penyajiannya bila akan disajikan dalam bentuk bubur. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jumlah air hangat yang ditambahkan adalah 80 ml untuk membuat biskuit kontrol per saji (40 g). Banyaknya air yang dibutuhkan biskuit perlakuan untuk menyerupai bubur pada biskuit kontrol adalah berkisar antara 74.5 ml sampai 77.25 ml.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap uji seduh (Tabel 14). Oleh karena itu, jumlah air yang diperlukan untuk menyeduh agar diperoleh bubur biskuit yang serupa baik antar perlakuan maupun antar perlakuan dengan kontrol adalah tidak nyata jumlah atau volume airnya. Namun demikian, pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah air yang dibutuhkan biskuit perlakuan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan biskuit kontrol. Hal ini diduga ada hubungannya dengan densitas kamba produk. Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan bahwa biskuit dengan densitas kamba yang semakin besar maka semakin sedikit air yang dibutuhkan unyuk memperoleh bubr biskuit dengan konsistensi yang serupa. Bahan pangan yang densitas kambanya kecil akan membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan yang densitas kambanya besar.

Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi adalah waktu untuk menyatakan mulai biskuit diberi air sampai menjadi bubur yang dihitung dan dinyatakan sebagai waktu rehidrasi biskuit. Hasilnya diperoleh bahwa biskuit kontrol memiliki waktu rehidrasi yang paling cepat yaitu 58 detik dan biskuit perlakuan berkisar 149 sampai 155 detik.

Berdasarkan uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi biskuit (Tabel 14). Berdasarkan uji lanjut Beda Nyata jujur

(8)

(BNJ) menunjukkan bahwa antara biskuit dengan tepung komposit F2 dan F23 berbeda nyata satu sama lain, namun tidak berbeda nyata dengan biskuit lainnya. Semua formula biskuit dengan tepung komposit berbeda nyata waktu rehidrasi dengan biskuit kontrol. Waktu rehidrasi berkaitan dengan kekerasan produk pangan dan jumlah air yang diperlukan untuk membuat bubur biskuit dengan konsistensi serupa. Dengan demikian, semakin keras suatu produk, maka memerlukan waktu rehidrasi yang lebih lama dan jumlah air yang lebih banyak (Puspowati 2003).

Tabel 14. Hasil pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit

Formula

Sifat Fisik Biskuit Densitas Kamba

(g/ml)

Kekerasan (kg/mm/s)

Uji Seduh per saji* (ml)

Waktu Rehidrasi Saji (detik)

F2 0,614a 4,43a 74,5a 149a

F4 0,636a 5,35a 75,5a 150ab

F5 0,645a 4,99ab 77,25a 152ab

F7 0,644a 5,80ab 75,5a 150ab

F10 0,640a 3,74b 76,5a 153ab

F16 0,642a 4,25c 75,75a 154ab

F17 0,646a 5,93c 77a 155ab

F18 0,644a 5,80d 75,5a 150ab

F22 0,648a 5,99e 76a 154ab

F23 0,645a 4,99e 77,25a 152b

Depkes 0,405b 1,92f 80a 58c

Keterangan: * per saji = 40 gram.

Angka yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% BNJ.

Sifat Organoleptik Biskuit

Penilaian mutu suatu produk pangan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya (Winarno 1997). Pengujian indrawi (uji organoleptik) dilakukan untuk semua perlakuan dan dijadikan sebagai salah satu parameter untuk menentukan biskuit komposit terbaik. Hasil pengujian indrawi disajikan pada Tabel 15. Sifat biskuit yang diuji organoleptik adalah kehalusan dalam mulut, kemudahan di telan, kerenyahan di mulut dan kemudahan melarut dalam mulut. Uji ini dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih. Nilai transformasi dari nilai 1 sampai 5, dimana nilai terkecil (1) diperuntukkan bagi sifat indrawi produk yang tidak diinginkan dan nilai terbesar (5) diperuntukkan bagi sifat diinginkan. Misalnya untuk sifat indrawi kehalusan dimulut nilai 1 untuk sifat kasar dan

(9)

nilai 5 untuk sangat halus. Penjelasan secara rinci tentang skala uji organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 15. Hasil pengujian indrawi biskuit dengan tepung komposit

Formula Rata- Rata Kehalusan Kemudahan ditelan Kerenyahan dimulut Kemudahan melarut F2 2.3 2.9 3.3 2.6 F4 2.9 3.3 3.4 3.0 F5 3.1 3.4 3.5 3.2 F7 2.3 3.2 3.6 2.9 F10 3.0 3.7 3.6 3.2 F16 2.2 2.9 3.5 2.7 F17 2.3 2.9 3.0 2.7 F18 2.3 3.2 3.6 2.9 F22 2.5 3.1 3.3 2.9 F23 3.1 3.4 3.5 3.2 Depkes 3.4 4.3 4.2 3.9

Berdasarkan uji organoleptik hampir semua formula biskuit dengan tepung komposit perlakuan memiliki kehalusan di mulut yaitu agak kasar, kecuali untuk formula F5, F10 dan F23 yang agak halus. Sifat indrawi untuk kemudahan ditelan untuk semua formula biskuit komposit adalah bersifat agak mudah ditelan, dibandingkan biskuit Depkes bersifat mudah ditelan. Sifat indrawi untuk kerenyahan dimulut untuk formula biskuit komposit semuanya bersifat agak renyah, sedangkan biskuit Depkes bersifat renyah. Sifat indrawi untuk kemudahan melarut dalam mulut, hampir semua formulasi biskuit komposit bersifat agak sukar melarut dalam mulut, kecuali untuk biskuit komposit F4, F5, F10, dan F23 yang bersifat agak mudah melarut. Hal ini berbeda nyata dengan biskuit Depkes yang memiliki sifat kemudahan melarut dalam mulut.

Semua nilai uji organoleptik pada biskuit perlakuan memiliki nilai yang lebih rendah daripada biskuit Depkes. Hal ini disebabkan karakteristik biskuit perlakuan yang memiliki kekerasan yang relatif tinggi dan kekompakkan biskuit yang padat serta kurangnya porosnya tekstur biskuit dibandingkan dengan biskuit Depkes.

Pertimbangan Formula Biskuit Terpilih

Penentuan formula biskuit MP-ASI terbaik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengujian sifat fisik dan organoleptik. Berdasarkan sifat fisik yaitu densitas kamba damba dan uji seduh, F10 memiliki nilai paling kecil dibandingkan

(10)

formula lainnya walaupun memiliki perbedaan yang tidak nyata. Berdasarkan syarat MP-ASI yang memiliki sifat kekambaan yang kecil, maka F10 merupakan formula terbaik.

Berdasarkan sifat organoleptik yang memiliki rata- rata nilai yang baik untuk semua uji adalah F10 dengan nilai lebih besar sama dengan 3. Berdasarkan kedua parameter yaitu karakteristik sifat fisik dan sifat organoleptik maka formula biskuit yang terpilih adalah F10, yaitu dengan kandungan tepung komposit sebanyak 20% dan pati garut 30%. Gambar biskuit F10 dan Depkes dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Biskuit F10 dan Depkes

Biskuit terpilih kemudian diuji sifat kimia untuk melihat kandungan zat gizi yang terkandung dalam biskuit yang didapat melalui analisis proksimat, vitamin dan mineral. Sifat biologinya meliputi daya cerna pati dan protein serta sifat mikrobiologi meliputi uji cemaran bakteri Salmonella sp, Staphylococcus aureus, dan E. coli.

Kandungan Gizi Biskuit

Uji kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi biskuit terpilih yang dibandingkan dengan kandungan gizi biskuit kontrol. Uji ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), seng (Zn), fosfor (P), timbal (Pb), dan raksa (Hg). Hasil uji untuk per 100 gram biskuit dibandingkan dengan kandungan gizi biskuit Depkes pada kemasan biskuit serta standar MP-ASI menurut SK Menkes (2007) yang disajikan pada Tabel 16.

Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi biskuit, maka yang memenuhi syarat standar MP-ASI Depkes (2007) adalah kandungan energi, protein dan kalsium. Sedangkan kandungan lemak masih terlalu tinggi daripada biskuit kontrol. Hal ini berkaitan dengan adonan biskuit dan kandungan biskuit perlakuan yang dihitung melalui perkiraan dengan TKPI berbeda dengan kandungan zat gizi biskuit dengan hasil analisis.

(11)

Tabel 16. Kandungan gizi biskuit (per 100 gram) Ket erang an : * = label produk biskuit MP-ASI Depke s Serat meru pakan komp onen pentin g dalam pemb uatan MP-ASI, jumlah serat pada MP-ASI harus dibatasi karena serat yang terlalu banyak mengganggu pencernaan bayi. Jumlah serat yang melebihi standar MP-ASI menjadikan biskuit lebih aman dikonsumsi untuk anak dengan umur lebih dari dua tahun yang membutuhkan serat di atas 5 gram seiring dengan bertambahnya umur (Prabantini 2010).

Kandungan mineral hasil biskuit MP-ASI hasil formulasi adalah Ca 202.35 ppm, Zn 0,59 mg, dan P 5.47 mg serta cemaran Pb 0 ppm Hg 0 ppm berada di bawah standar Menkes (2007). Hal ini diduga disebabkan oleh mineral yang relatif mudah rusak pada saat terjadi proses pengolahan (Almatsier 2002). Sedangkan untuk kandungan vitamin yang masih jauh dibawah standar persyaratan MP-ASI yaitu vitamin A, B1 dan B12. Padahal vitamin ini berperan penting dalam proses diferensiasi sel dan metabolisme zat gizi makro (Almatsier 2003). Oleh karena itu perlu

Komponen (%bb) Biskuit MP-ASI Biskuit Depkes Standar SK Menkes (2007) Air 8.48 5 - Abu 1.91 - - Protein 10.2 8* 8-10 Lemak 21.0 15* 10-18 Karbohidrat 58.40 72* -

Serat Makanan 6.48 2.76 Maks 5

Total Gula 7.85 18.13 Maks 30

Energi Total 464 455* Min 400

Β-karoten 70 - - Vitamin A (ppm) - 350* 250-700 Vitamin D (μg) 10.9 5* 3-10 Vitamin E (mg) - 5* 4-6 Vitamin K (μg) - 4.9 Min 10 Vitamin B1 (mg) <0.25 0.5* 0.4-0.5 Vitamin B2 (mg) 1.12 0.5* 0.4-0.5 Vitamin B6 (mg) 2.46 0.5* 0.3-0.5 Vitamin B12 (μg) 0 0.9* 0.5-0.9 Niasin (mg) - 6* 4.0-6.0 Asam Folat (μg) - 60* 60-100 Fe (mg) - 6* 5.0-6.0 Iodine (μg) - 70* 60-70 Zn (mg) 0.59 3* 2.5-3 Ca (mg) 202.35 200* 200-300 Natrium (mg) - 80* Maks 800 Selenium (μg) - 13* 10-15 P (mg) 5.47 160* 120-200 Pb (ppm) 0 0* <0.3 Hg (ppm) 0 0* <0.03

(12)

dipertimbangkan untuk mengurangi kandungan lemak dan serat serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral yang dapat dilakukan dengan cara fortifikasi pada saat formulasi biskuit tersebut.

Daya Cerna Pati dan Protein Biskuit

Kemampuan suatu bahan pangan untuk dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna oleh tubuh oleh enzim pencernaan dikenal dengan istilah daya cerna (Muchtadi 1989). Dalam penelitian ini dilakukan analisis daya cerna pati dan protein secara in vitro untuk mengetahui kualitas biskuit MP-ASI. Analisis in vitro dipilih karena menurut Fennema (1996), analisis dengan metode biologis atau secara in vivo membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Hasil uji daya cerna pati dan protein biskuit disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Daya cerna pati dan protein biskuit dengan tepung komposit (%) Biskuit Daya Cerna Pati Daya Cerna Protein

Biskuit Depkes (kontrol) 63.50 98.23

Biskuit MP-ASI 64.93 80.41

Daya Cerna Pati

Analisis daya cerna pati secara in vitro menggunakan enzim α-amilase. Pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi gula- gula sederhana dan dekstrin. Jumlah glokosa dan maltosa diukur secara spektrofotometri setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat (DNS). Daya cerna dihitung sebagai persentase pati murni (Muchtadi 1989).

Pada biskuit MP-ASI yang dibuat dari tepung komposit memiliki daya cerna pati yang lebih tinggi daripada biskuit Depkes. Hal ini berarti kecernaan pati pada biskuit dengan tepung komposit lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit Depkes. Menurut Muchtadi (1993) beberapa hal yang dapat menyebabkan tingginya daya cerna pati diantaranya pemanasan dengan suhu tertentu hingga mencapai suhu gelatinisasi optimum pati serta interaksi antara pati dan non pati. Pati resisten merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus .

Menurut Tharanthan & Mahadevamma (2003), proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan pati dicerna lambat pada usus halus yaitu jika bentuk fisik makanan mengganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pencernaan pati

(13)

adalah transit time, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya.

Daya Cerna Protein

Daya cerna menurut Fennema (1996) adalah proporsi nitrogen pangan yang dapat diserap setelah proses pencernaan. Prinsip dasar pengukuran daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multienzim adalah dengan menghidrolisis sampel protein dengan larutan multienzim (Hsu et al (1977) dalam Muchtadi (1989).

Daya cerna protein pada biskuit dengan tepung komposit memiliki nilai yang lebih rendah daripada biskuit Depkes. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kandungan serat pada biskuit dengan tepung komposit yang lebih tinggi daripada biskuit Depkes.

Menurut Fennema (1996) beberapa hal yang mempengaruhi daya cerna protein adalah konformasi protein, faktor antinutrisi, ikatan dengan senyawa lain seperti polipeptida dan serat serta proses pengolahan. Pemanggangan dapat menyebabkan daya cerna menurun karena asam amino bebas dapat berikatan dengan gugus karboksil gula pereduksi seperti fruktosa, laktosa dan maltosa membentuk reaksi nonenzimatik Maillard. Hal ini bisa dilihat pada roti yang dipanggang selama 30 menit dengan suhu oven 2300C menunjukkan penyusutan protein sebesar 15% dan meningkat seiring dengan lamanya pemanggangan. Reaksi Maillard bertanggung jawab dalam proses pembentukan aroma dan cita rasa produk melalui proses pemanggangan.

Daya cerna biskuit MP-ASI yang dibuat dengan tepung komposit yaitu 80,41%. Daya cerna ini dapat dikatakan sedang karena nilainya menyerupai daya cerna kacang- kacangan dan nasi (Fennema 1996).

Sifat Mikrobiologi Biskuit

Analisis mikrobiologi dilakukan dengan cara penentuan Total Plate Count (TPC). Analisis kuantitatif mikrobiologi sangat penting dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat dalam bahan pangan. Pada Tabel 18 adalah data hasil analisis biskuit terpilih yang dibandingkan dengan standar MP-ASI (SK Menkes 2007). Tabel 18. Hasil Pengujian sifat mikrobiologi biskuit dengan tepung komposit

Jenis Bakteri Biskuit MP-ASI Standar MP-ASI SK Menkes (2007)

Salmonella sp. negatif Negatif

Staphylococcus aureus negatif <1.0x102 koloni/g

(14)

Salmonella sp.

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MP-ASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung Salmonella sp. yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. Salmonella sp. merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Habitat utamanya adalah saluran usus hewan dan manusia. Salmonella juga terdapat di bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Salmonella sp. sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi dan dapat bertahan hidup pada suhu rendah (Jay 2000).

Staphylococcus aureus

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MP-ASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung Staphylococcus aureus yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. Staphylococcus aureus adalah mikroba yang banyak ditemukan di udara, tanah, debu dan air serta hidup pada pada kulit dan organ luar manusia seperti hidung dan tangan. Staphylococcus stabil pada suhu dingin dan dapat musnah dengan perlakuan suhu pasteurisasi dan suhu pemasakkan pangan. Pencemaran bakteri ini disebabkan kontaminasi dari pekerja melalui batuk, bersin, dan jatuhnya rambut (Gaman & Sherrington 1992).

E.coli (Escherichia coli)

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada biskuit MP-ASI yang dibuat dari tepung komposit tidak mengandung E. coli (Escherichia coli) yang ditunjukkan dengan hasil negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa biskuit tersebut telah memenuhi standar aman untuk dikonsumsi. E. Coli adalah bakteri gram negatif yang banyak terdapat dalam usus manusia dan hewan. Beberapa strain E.coli dapat menyebabkan keracunan dan banyak terdapat pada air dan makanan yang tercemar kotoran hewan. E coli tidak dapat hidup pada suhu rendah dan suasana asam. Bakteri ini menjadi penyebab diare dan memiliki peningkatan risiko terkena tekanan darah tinggi, masalah

ginjal dan juga penyakit jantung di kemudian hari (Supardi dan Sukamto 1999).

Berdasarkan hasil uji mikrobiologi, produk MP-ASI ini relatif aman dari cemaran dan layak untuk dikonsumsi. Biskuit telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh (SK Menkes 2007) yaitu bebas dari cemaran dan bakteri patogen. Penggunaan aluminium foil sebagai pembungkus biskuit menjadi salah satu cara menjaga keamanan biskuit dan kandungan zat gizinya.

(15)

Penentuan Takaran Saji

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah defisiensi zat gizi. Produk biskuit pada penelitian ini hanya menekankan konstribusi protein yang diberikan biskuit terhadap pemenuhan AKG bayi 12-24 bulan.

Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (2004), AKG untuk energi dan protein bayi 12-24 bulan ( berat badan 12 kg) adalah 1000 kkal energi dan 25 gram protein per hari. Bila AKG untuk bayi yang digunakan adalah 20% dari 25 gram protein adalah 5 gram protein yang harus dipenuhi dari sajian. Biskuit dengan tepung komposit berdasarkan hasil proksimat dan perhitungan energi per 100 gram sajian menyumbangkan 464 kkal energi dan 10,16 gram (bb) protein. Berarti untuk memenuhi target pemenuhan 20% protein, maka jumlah biskuit yang dikonsumsi adalah 49,21 gram biskuit (perhitungan disajikan dalam Lampiran 6).

Apabila dari biskuit MP-ASI diharapkan dapat menyumbang 20% dari AKG (25 gram) atau setara dengan 5 gram protein dan memperhitungkan daya cerna protein produk sebesar 80,41%, maka biskuit yang harus dikonsumsi untuk memenuhi 20% AKG adalah sebanyak 61,19 gram (perhitungan disajkan dalam Lampiran). Bila satu keping biskuit sekitar 11 gram, untuk memenuhi kebutuhan tersebutmaka bayi harus mengkonsumsi 6 keping biskuit atau 66 gram biskuit. Dengan demikian akan diperoleh kandungan zat gizi per takaran penyajian yang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Kandungan zat gizi per takaran penyajian (66 gram) Zat Gizi Jumlah per sajian (gram)

Energi (kkal) 278

Protein (gram) 6.1

Karbohidrat (gram) 35

Lemak (gram) 12.6

Biskuit MP-ASI yang terbuat dari tepung komposit memiliki konstribusi yang cukup untuk pemenuhan zat gizi terutama protein dan energi. Konstribusi yang diberikan untuk 6 keping biskuit adalah protein 24.4 % dan energi 27.8 % dari AKG.

Gambar

Tabel 12 Formula biskuit yang memenuhi standar MP-ASI (per 100 gram)
Tabel 14. Hasil pengujian sifat fisik biskuit dengan tepung komposit
Tabel 15. Hasil pengujian indrawi biskuit dengan tepung komposit
Gambar 7. Biskuit F10 dan Depkes
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kejadian dilapangan yang penulis temukan di Universitas Riau ada pelamar Bidikmisi yang sebenarnya dia adalah anak dari keluarga yang kurang mampu akan tetapi

cooperative learning tipe NHT dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada materi aktivitas ekonomi, sumber daya alam dan potensi daerah

Kepada semua pihak yang tidak dapat disampaikan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan, saran, dukungan dan menghibur kepada penulis dalam menyelesaikan

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kandungan kimia dari ekstrak, rebusan dan rendaman

Selanjutnya luaran dari penelitian ini adalah sistem ini dapat memudahkan pimpinan dalam pengambilan keputusan yang tepat sehingga kesalahan dapat diminimalisasi

67_2 Negative Sequence Directional Overcurrent 67N Neutral Directional Overcurrent 67P Phase Directional Overcurrent 68 Power Swing Blocking 78 Out-of-Step Tripping 79

Bagai&amp;anapun Juga tersedianya Inventory pada saat dibu - tuhkan oleh customer adalah termasuk salah satu service- dari perusahaan* Hal ini menyongkut persoalan waktu# Jl-