• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI MAKROFAUNA AKUATIK EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PESISIR DESA KAMPUNG NIPAH SEI NAGALAWAN KECAMATAN PERBAUNGANKABUPATEN SERDANG BEDAGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI MAKROFAUNA AKUATIK EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PESISIR DESA KAMPUNG NIPAH SEI NAGALAWAN KECAMATAN PERBAUNGANKABUPATEN SERDANG BEDAGAI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI MAKROFAUNA AKUATIK EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PESISIR DESA KAMPUNG NIPAH SEI NAGALAWAN

KECAMATAN PERBAUNGANKABUPATEN SERDANG BEDAGAI Potential of Aquatic Macrofauna in the Mangrove Forest Ecosystem in the Costal

Area of Kampung Nipah Sei Nagalawan Village Perbaungan District Serdang Bedagai Regency

Ummi Febriani Ritonga1)Dr. Ir. Yunasfi2)Indra Lesmana2)

1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, email:ummifebriani1@gmail.com

2)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof A. Sofyan No. 3, Medan 20155,

Sumatera Utara ABSTRACT

Kampung Nipah Sei Nagalawan Village is a marine biota producer area such as aquatic macrofauna and mangroves. Villagers of Sei Nagalawan generally have livelihoods as fishemen. Their lives depend on seafood obtained through both fishing and cultivation. So the need to increase the potential problems against the biota. However, from excessive community activity on mangroves can damage the ecosystem so that there is a physical decline and water quality degradation of the mangrove ecosystem. This study aims to analyze the level of abundance, biomass, diversity and evenness and to analyze the pattern of the spread of aquatic macrofauna around the mangrove. This research was conducted in March – May 2017. This research was conducted by survey method and sampling was done by purposive sampling method. The results showed that the condition of aquatic macrofauna in the mangrove area of Kampung Nipah Sei Nagalawan was rare and the macro-aquatic macrofauna pattern was very minimal due to the large number of mangrove land that was damaged to reduce the habitat for the biota.

Keywords : Mangrove, Aussiatic Macrofauna, Nipah Villege, Sei Nagalawan Village, Serdang bedagai

PENDAHULUAN Latar Belakang

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air dan masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Untuk wilayah laut di pesisir mencakup bagian lautan yang masih

dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Kordi (2012), menjelaskan ekosistem mangrove berada di antara wilayah pesisir bagian daratan dan lautan yang mengalami perubahan secara terus

(2)

menerus, sehingga berbagai biota di kawasan mangrove memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan beradaptasi secara berkesinambungan karena merupakan suatu ekosistem yang khas dan unik.

Pada ekosistem mangrove terdapat fauna yang merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Fauna ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang - kerangan dan golongan invertebrata lainnya. Fauna perairan berada dalam kolom air laut seperti macam-macam ikan dan udang (Kustanti, 2011).

Pengaruh dan tekanan terhadap habitat mangrove yang bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pemukiman, industri perikanan dan pertanian menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove sehingga dapat mengakibatkan kerusakan ekologi di pesisir, salah satunya di pesisir Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan.

Desa Kampung Nipah merupakan salah satu desa di daerah pesisir yang berlokasi di Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Hutan mangrove yang terdapat di desa ini merupakan hutan mangrove yang dikelola bersama-sama oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Manfaat yang terdapat pada ekosistem mangrove menjadikan banyak kegiatan yang diperoleh oleh masyarakat, dengan

kegiatan yang tidak merusak ekosistem tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei Tahun 2017. Penelitian ini dilakukan di Ekosistem Hutan Mangrove Kawasan Pesisir Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah berupa kerapatan, frekuensi, dominansi mangrove, kepadatan, keanekaragaman, kelimpahan dan biomassa makrofauna, jenis makrofauna akuatik pada mangrove, dan parameter fisika dan kimia perairan. Pengambilan data dilakukan secara insitu dan pengamatan laboratorium.

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah hasil transek (pengamtan langsung di lapangan) berupa kerapatan, frekuensi, dominansi mangrove, kepadatan, keanekaragaman, kelimpahan dan biomassa fauna, jenis fauna akuatik pada mangrove, dan parameter fisika dan kimia perairan. Pengambilan

(3)

data dilakukan secara insitu dan pengamatan laboratorium.

Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi Mangrove

Prosedur pengambilan data penelitian untuk mengetahui kondisi mangrove dilakukan dengan metoda pengukuran Transek Garis Berpetak (Line Transect Plot). Jarak petak di jalur disesuaikan dengan keadaan luasan mangrove di setiap stasiun. Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di laboratorium dengan mengacu pada buku identifikasi Noor et al., (2012). Pada penelitian ini penghitungan data dilakukan dengan metoda jalur dengan metoda garis berpetak (Kusmana, 2009). Ukuran yang digunakan dalam analisis vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut :

1. Pohon, yaitu memiliki diameter batang lebih dari 10 cm pada petak contoh 10 x 10 meter. 2. Pancang, yaitu anakan yang

memiliki diameter batang kurang dari 10 cm dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contoh 5 x 5 meter.

3. Semai, yaitu anakan yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter pada petak contoh 2 x 2 meter.

Fauna Akuatik pada Mangrove Kondisi potensi jenis fauna akuatik diperoleh dengan metoda observasi langsung yaitu dengan cara menjelajah dan mengidentifikasi biota yaitu kelompok fauna akuatik laut di kawasan mangrove. Sampel fauna akuatik pada perairan kawasan mangrove diamati berdasarkan setiap stasiun pada transek mangrove selama 6 minggu dengan interval 2

minggu dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Sampel ikan diambil dengan menggunakan tanggok, jaring dan bubu pada setiap stasiun. Pengidentifikasian jenis fauna akuatik yang ditemukan pada mangrove di identifikasi dengan mengacu pada referensi dari buku “Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II ” karangan Saanin (1984). Setiap data yang telah terkumpul dan teridentifikasi langsung dicatat, lalu membandingkan perbedaan antara setiap stasiun, lalu diletakkan pada bentuk tabel jenis-jenis fauna akuatik apa saja yang ditemukan pada setiap stasiun yang terdapat pada perairan kawasan mangrove.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

Nilai kerapatan kategori pohon tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu A. marina 1.233,3 Ind/ha dan nilai kerapatan terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu A. alba 133,3 Ind/ha. Kerapatan kategori pancang tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu R. stylosa sebesar 3733,33 Ind/ha sedangkan nilai kerapatan terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis R. mucronata sebesar 80 Ind/ha. Nilai kerapatan kategori semai tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu R. apiculata sebesar 3750 Ind/ha dan kerapatan terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis A. alba sebesar 25 Ind/ha.

Nilai kerapatan pada setiap pohon, pancang dan semai yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2.

(4)

Gambar 2. Kerapatan Pohon, Pancang dan Semai

Frekuensi

Kategori pohon yang memiliki nilai frekuensi tertinggi sebesar 1 yaitu jenis A. marina, A. alba, dan R. apiculata yang terdapat pada stasiun 1 dan jenis A. marina dan R. apiculata pada stasiun 3. Nilai frekuensi 1 diartikan bahwa jenis tersebut terdapat pada setiap plot dari suatu stasiun. Pada kategori pancang, jenis mangrove yang memiliki nilai frekuensi 1 yaitu A. marina dan R. stylosa pada stasiun 1, serta semua jenis yang terdapat pada stasiun 2. Nilai frekuensi yang diperoleh dari kategori semai di ketiga stasiun penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun jenis mangrove yang memiliki nilai 1. Nilai frekuensi

tertinggi yang diperoleh yaitu sebesar 0,33 yaitu jenis R. apiculata dan R. mucronata yang terdapat pada stasiun 1.

Nilai frekuensi pada setiap pohon, pancang dan semai yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 3.

(5)

Kelimpahan dan Biomassa Jenis Makrofauna Akuatik

Hasil penelitian di Kawasan mangrove Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan didapatkan kelimpahan makrofauna akuatik tertinggi untuk kelompok fauna ikan jenis Ikan Belanak (Mugil dossumieri) dengan kelimpahan dan biomassa tertinggi sebanyak 323 ind sebesar 6065,07 g. Sedangkan kelimpahan dan biomassa terendah diidentifikasi jenis Ikan Lidah (Cynoglossus lingua) sebanyak 48 ind sebesar 1719,5 g. Hasil penelitian di Stasiun I menunjukkan Ikan Belanak (Mugil dossumieri) mempunyai kelimpahan tertinggi sebanyak 63 ind dan Ikan Glodok (Periopthalmus sp.)

mempunyai kelimpahan terendah sebanyak 28 ind. Pada Stasiun II, Ikan Belanak (Mugil dossumieri) mempunyai kelimpahan tertinggi sebanyak 131 ind dan Ikan Glodok (Periopthalmus sp.) mempunyai kelimpahan terendah sebanyak 15 ind. Pada stasiun III, Ikan Lundu (Mystus nigriceps) mempunyai kelimpahan tertinggi sebanyak 151 ind dan Ikan Glodok (Periopthalmus sp.) mempunyai kelimpahan terendah sebanyak 23 ind. Kelimpahan dan Biomassa jenis makrofauna akuatik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelimpahan dan Biomassa Jenis Makrofauna Akuatik

Kualitas Perairan

Kisaran dari hasil pengukuran parameter fisika dan kimia yang dilakukan di lapangan dapat dilihat pada tabel 2 yang disesuaikan dengan baku mutu air laut untuk

biota laut menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004.

Spesies Fauna Stasiun I Stasiun II Stasiun III Total Jumlah

K B K B K B K B

Ikan Biji Nangka (Upeneus moiluccensi)

- - 38 2555.5 75 321.75 133 3002.25

- - - - 20 125 - -

Ikan Belanak (Mugil

dossumieri) 63 2368.8 56 232.4 74 1600.62 323 6065.07 - - 75 1032.75 55 830.5 - - Ikan Glodok (Periopthalmus sp.) 13 742.3 7 120.4 9 720 66 2813.3 8 173.6 8 173.6 7 381.5 - - 7 120.4 - - 7 381.5 - -

Ikan Lundu (Mystus nigriceps) 41 233.7 21 661.5 52 796.64 271 5545.09 - - 58 3045 53 808.25 - - - - - - 46 139.38 - - Ikan Lidah (Cynoglossus lingua) 31 220.1 17 1499.4 - - 48 1719.5

Ikan Gabus Pasir (Channa striata)

(6)

Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan Parameter St 1 St 2 St 3 Baku Mutu Suhu (0C) DO (mg/L) Salinitas (0/00) pH 29,7 31,8 28,3 28-32 4 16,75 7,60 3,7 3,2 >5 20,5 7,53 14,25 7,65 s/d 34 6,8-8,5 Kondisi Ekosistem Mangrove Kerapatan

Kerapatan jenis mangrove dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu pohon, pancang, dan semai. Nilai kerapatan jenis vegetasi mangrove di kawasan mangrove Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan dari hasil pengukuran diperoleh nilai kerapatan jenis mangrove berdasarkan kategori pohon di setiap plot menunjukkan bahwa A. marina memiliki nilai kerapatan tertinggi sebesar 1233,33 Ind/ha yang terdapat pada stasiun 3 jika dibandingkan dengan jenis lainnya. Sedangkan kerapatan kategori terendah yaitu jenis A. alba dengan nilai kerapatan 133,3 Ind/ha yang terdapat pada stasiun 3. Hal ini diduga karena adanya aktivitas nelayan di sekitar daerah ini yang menyebabkan kerusakan pada mangrove sehingga menyebabkan berkurangnya lahan vegetasi mangrove di stasiun 3 yang akan menurunkan fungsi ekologis ekosistem mangrove dan menguragi habitat biota yang hidup di sekitar kawasan mangrove tersebut.

Gangguan aktivitas masyarakat yang secara terus menerus akan dapat mengurangi luasan hutan mangrove, dengan ditemukan tingkat kerapatan yang rendah pada tingkat pohon yang kerap mengganggu pada fungsi

ekologis mangrove sehingga perkembangan tidak dapat berjalan dengan baik. Gunarto (2004), menjelaskan ekosistem mangrove mempunyai fungsi fisik sebagai pencegah abrasi, perlindungan angin, pencegah intrusi air laut, fungsi biologis sebagai daerah asuhan berbagai biota, dan fungsi ekonomis sebagai bahan makanan, minuman, ke perluan rumah tangga dan lain-lain.

Dominansi

Dominansi adalah indeks yang mengetahui jenis-jenis tertentu yang mendominasi suatu komunitas (Odum, 1993). Jika nilai indeks dominansi mendekati satu, maka ada organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan. Jika nilai indeks dominansi adalah nol maka tidak ada organisme yang dominan. Dominansi tertinggi dari ketiga stasiun adalah jenis A. marina dengan dominansi relatif 50,1% yang terdapat pada stasiun 3. Maka dapat dikatakan jenis A.marina sangan cocok tumbuh disekitar stasiun 3 ini karena di stasiun tersebut tidak banyak aktivitas manusia, seperti penangkapan ikan oleh nelayan, wisata, tambak dan lain sebagainya. Sebab pada dasarnya dengan adanya aktivitas tersebut akan dapat mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Umayah et al., (2016) yang menyatakan bahwa faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove disebabkan oleh faktor manusia dan alami. Faktor alami seperti abrasi, gelombang besar yang menyebabkan mangrove tumbang dan anakan mangrove yang berukuran kecil akan tercabut. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia yaitu adanya kegiatan

(7)

penebangan liar yang digunakan sebagai bahan bangunan, dayung, kayu bakar, pembuatan tambak dan aktivitas pelabuhan.

Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting (INP) merupakan indeks yang memberi suatu gambaran mengenai pentingnya peranan atau pengaruh suatu vegetasi mangrove. Berdasarkan data yang didapat pada tabel 1, dapat diketahui bahwa nilai INP pada tingkat pohon tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis pohon A. marina sebesar 164,68 dan nilai INP terendah pada tingkat pohon yaitu jenis R. mucronata sebesar 46,13 yang terdapat pada stasiun 1.

Berdasarkan data yang didapat pada tabel 2, dapat diketahui bahwa nilai INP pada tingkat pancang tertinggi terdapat jenis A. marina yaitu sebesar 91,66 yang terdapat pada stasiun 3 dan nilai INP terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis R.mucronata sebesar 15,47. Berdasarkan data yang didapat pada tabel 3, dapat diketahui bahwa nilai INP tertinggi pada tingkat semai terdapat pada stasiun 1 yaitu R. mucronata sebesar 166,67 sedangkan nilai INP terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu jenis A.alba sebesar 34,09.

Indeks Keanekaragaman Jenis Mangrove

Nilai indeks keanekaragaman jenis mangrove yang paling tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,52 yaitu kategori pohon sedangkan nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,15 yaitu kategori pohon. Pada kategori pancang, nilai indek keanekaragaman jenis mangrove

yang paling tinggi yaitu terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,13 sedangkan nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 1.06. sedangkan untuk kategori semai nilai indeks keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,86 sedangakan untuk nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,45. Kualitas Perairan

Hasil pengukuran terhadap kualitas perairan pada tabel 6, dapat dilihat bahwa suhu rata-rata pada setiap stasiun memenuhi baku mutu. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan suhu tertinggi sebesar 31,8 0C yang di ukur pada siang hari dan suhu pada setiap stasiunnya memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan antar stasiunnya. Menurut setiawan (2002), suhu berperan penting dalam fisiologi yang dapat mempengaruhi proses-proses dalam suatu ekosistem mangrove misalnya fotosintesis dan respirasi. Tinggi rendahnya suhu pada habitat mangrove disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh badan air, banyak sedikitnya volume air yang tergenang pada habitat mangrove, keadaan cuaca dan tidak adanya naungan (tutupan) oleh tumbuhan. Kondisi Makrofauna Akuatik di Kawasan Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan

Jenis fauna akuatik di lokasi penelitian Kawasan Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan masih berukuran kecil dengan biomassa/berat basah rata-rata <100 g. Hal ini terkait karena adanya kawasan mangrove sebagai tempat berkembang biak, tempat mencari

(8)

makan dan tempat berlindung sehingga jarang ditemukan fauna akuatik yang berukuran besar yang lebih mencari lokasi diperairan laut lepas. Kordi (2012), menjelaskan fauna akuatik menjadikan ekosistem mangrove sebagai tempat untuk reproduksi, seperti : memijah, bertelur dan beranak, seperti kepiting, ikan dan udang memijah di ekosistem mangrove dan di perairan agak dalam, namun setelah menetas larva dan benihnya dibawa oleh arus dan angin ke ekosistem mangrove. Kelimpahan dan Biomassa Jenis Makrofauna Akuatik

Pola sebaran makrofauna akuatik di Kawasan Mangrove Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan ditemukan adanya pengelompokan ikan berdasarkan sifat hidupnya yaitu ikan pelagis (permukaan dan kolom air laut) dan ikan demersal (dasar air laut) yang menetap dan berkembang di kawasan mangrove sehingga dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya. Faktor lingkungan berupa kondisi perairan yang fluktuatif dan tekstur tanah menyebabkan sifat hidup makrofauna akuatik yang beradaptasi di Kawasan Mangrove Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan bervariasi, hal ini terkait dengan keberadaan mangrove di stasiun penelitian dalam menyediakan makanan berupa bahan organik seperti serasah daun sebagai daerah asuhan (nursery grounds) dan daerah mencari makan (feeding grounds). Akan tetapi pada setiap stasiun penelitian ini masih kurang dari penuturan diatas tersebut dikarenakan banyaknya lahan mangrove yang mengalami kerusakan sehingga menguragi habitat untuk biota tersebut. Zahid

(2011) menyatakan, bahwa kelimpahan ikan di perairan mangrove terkait erat dengan kebiasaan makan herbivora dan karnivora sehingga peran fungsional estuari sebagai daerah pemijahan, pembesaran, perlindungan dan lumbung makanan, oleh karenanya ikan-ikan ini lebih banyak dijumpai pada daerah mangrove.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi ekologi pada ekosistem mangrove di Kawasan Pesisir Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai tergolong jarang. Kemudian pada tingkat kelimpahan, biomassa, keanekaragaman dan kemerataan makrofauna akuatik tergolong jarang karena pada kawasan mangrove di stasiun penelitian sudah mulai mengalami kerusakan dan jarang masuknya pasang surut air laut, kecuali pada stasiun 3 yang berdekatan dengan muara sungai.

2. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pola sebaran makrofauna akuatik di Kawasan Mangrove Desa Kampung Nipah Sei Nagalawan tergolong jarang dikarenakan banyaknya lahan mangrove yang mengalami kerusakan sehingga menguragi habitat untuk biota.

Saran

Mengingat potensi Kawasan Hutan Mangrove yang sangat besar, sebaiknya diadakan penyuluhan tentang bagaimana pentingnya kawasan mangrove terhadap pola hidup biota serta adanya kesadaran dan peran mansyarakat dalam

(9)

mengurangi aktivitas yang dapat merusak kawasan mangrove sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat terhadap hasil tangkapan di daerah kawasan mangrove. Kemudian perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kelimpahan, biomassa, keanekaragaman dan kemerataan makrofauna akuatik sehingga dapat diketahui pola sebaran terhadap biota yang terdapat dikawasan mangrove.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1). 15-21.

Kepmen LH No. 51 Tahun 2004. Kordi,K.M.G.H. 2012. Ekosistem

Mangrove : Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta. Penerbit: Rineka Cipta, 256 Hal.

Kusmana, C. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan

Mangrove, IPB Press,Bogor.

Noor, Y. R., Muhammad, K., dan I.N.N, Suryadiputra. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia, Cetakan Ketiga. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar

Ekologi. Edisi ketiga . Gajah mada University Press. Jogjakarta. H. 134-162.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan Jilid II . Jakarta: Bina Cipta.

Setyawan, A. D. 2002. Ekosistem Mangrove Sebagai Kawasan Peralihan Ekosistem Perairan Tawar dan Perairan Laut. Enviro. 2 (1) : 25-40.

Umayah, S., H. Gunawan dan M, N. Isda. 2016. Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Jurnal Riau Biologia. 1 (4) : 24-30.

Zahid, A., Simanjuntak, C. P. H., M. F. Rahardjo, Sulistiono. 2011. Iktiofauna Ekosistem Estuari Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):77-85.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian  Prosedur Penelitian
Gambar 2. Kerapatan Pohon, Pancang dan Semai
Tabel 1. Kelimpahan dan Biomassa Jenis Makrofauna Akuatik
Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan  Parameter  St 1  St 2  St 3  Baku  Mutu  Suhu ( 0 C)  DO  (mg/L)  Salinitas  ( 0 / 00 )  pH  29,7  31,8  28,3  28-32 4 16,75 7,60 3,7 3,2 &gt;5 20,5 7,53 14,25 7,65  s/d 34   6,8-8,5  Kondisi Ekosistem Mangrove  Kerapa

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan pesisir Sei Nagalawan adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan

Arif Setiandi, 2016, Kontestasi Masyarakat Nelayan (Studi Etnografi Mengenai Polemik Dalam Pengelolaan Lahan Mangrove di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,

Di Desa Sei Nagalawan suku bangsa Banjar menjadi suku bangsa yang pertama kali mendiami wilayah ini, khususnya di Dusun III tempat dimana pengelolaan hutan

Hasil identifikasi fauna ikan di Kawasan Mangrove Teluk Pangpang ditemukan kelimpahan dan biomassa yang tinggi pada jenis ikan bedul ( A. caninus ) sebanyak 975 ind sebesar 18.299,56

Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove

Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu.. Studi Zonasi Mangrove di Kampung Gisi Desa Tembeling Kecamatan

MARYENTA MANIK: Accumulation of Heavy Metal Plumbum (Pb) on Mangrove Avicennia marina in Nipah’s Mangrove, Sei Nagalawan Village, Serdang Bedagai North Sumatera.. In

Daya Serap Pohon Mangrove Avicennia marina Terhadap Logam Berat Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) di Kampung Nelayan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara.. Univrsitas