• Tidak ada hasil yang ditemukan

Neuropati Perifer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Neuropati Perifer"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit neuropati perifer sangat umum untuk ditemukan pada masyarakat. Secara definisi penyakit ini memiliki pengertian yang sangat luas. Hal ini sangat bergantung terhadap bagian mana dari sistem saraf tepi yang terkena dan kerusakan macam apa yang terjadi. Klasifikasi dari neuropati perifer sangat bermacam, kalsifikasi dasar dibagi atas kelainan saraf somatik perifer ,saraf otonom perifer, maupun kedua bagian saraf tersebut. Dasar pembagian yang lain adalah berdasarkan anatomis kerusakan yang terjadi pada saraf, yaitu mononeuropati, mononeuropati multipleks dan poli neuropati1.

Pengertian yang sangat luas berdasar definisi dan klasifikasi neuropati menjadikan prevalensi yang tinggi dikalangan masyarakat. Menururt NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) penerita neuropati perifer yang ditandai dengan rasa kesemutan, tebal maupun nyeri mencapai 16,8% dari seluruh masyarakat US2. Pada penelitian prevalensi di daerah Bombay dan Sicilia, ditemukan kesimpulan bahwa keadaan nueropati perifer banyak ditemukan di masyarakat. Pada daerah india, menurut survey terdapat 2-4% pasien yang mengalami neuropati perifer. Prevalensi neuropati perifer di sicilia mencapai 7% dengan 3% diantaranya merupakan akibat dari komplikasi diabetes mellitus2.

Guillain barre syndrome merupakan penyakit polyneuropathy yang dicuragi disebabkan oleh infkesi dan reaksi inflamasi tubuh. Insidensi dalam 50 tahun terakhir diseluruh dunia dapat dikatakan cukup rendah dibandingkan dengan jenis neuropati yang lainya. Penyakit ini dapat mengenai pada usia dengan rentang yang sangat luas, dari bayi sampai dengan usia tua yang sangat ekstrim dapat mengalami penyakit ini. insidensi penyakit ini adalah 2.7 per 100.000 populasi, angaka ini terus meningkta pada keadaan tertentu. Guillain barre syndrome meningkat angka kejadianya pada pasien yang terinfeks campylobacter jejuni2.

Bell’s palsy adalah keadaan unilateral sistem sraf tepi pada bagian wajah yang mengalami paralisis, kondisi ini umum melibatkan nervus fasialis. Angka insidensi kasar di daerah US dan Jepang menunjukan prevalensi kejaidan penyakit 25 per 100.000 populasi. Ratio kejadian antara masing-masing jenis kelamin ditemukan nyaris sama dan tidak menjadi faktor resiko tertentu. Bell’s palsy secra umum memiliki prognosis yang baik, namun pada beberapa kasus ditemukan ketidaksembuhan total dimana hipertensi menjadi slaah satu faktor predisposisinya. Bell’s palsy dicurigai berkatian dengan kejadian herpes simpleks2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi

Sistem saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf serabut otak ( saraf cranial ) yang terdiri dari 3 pasang saraf sensorik, 5 pasang saraf motorik dan 4 pasang saraf gabungan, Selanjutnya 31 pasang saraf sumsum tulang belakang ( saraf spinal ) yang terdiri dari 8 pasang saraf cervical ,12 pasang saraf thoracal, 5 pasang saraf Lumbal, 5 pasang saraf lumbal dan 1 pasang saraf coccygeus1.

Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh melalui cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf tulang belakang). Saraf-saraf tersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat dan membawa pesan-pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik (somatic nervous system). Selain dari kedua macam saraf perifer yang termasuk sistem saraf somatic di atas, juga terdiri dari sistem saraf autonomik (autonomic nervous system). 12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik, kedua belas tersebut adalah4 :

1. Nervus Olfaktorius ( CN I )

Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada.

2. Nervus Opticus ( CN II )

Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel aksonyang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melalui foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan. 3. Nerus Occulomotorius ( CN III )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak

(2)

mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.

4. Nervus Trochlearis ( CN IV )

Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak.

5. Nervus Trigeminal ( CN V )

Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buccinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi :

o Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.

o Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum.

o Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala.

6. Nervus Abdusen ( CN VI )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.

7. Nervus Fasialis ( CN VII )

Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah.

8. Nervus Vestibulocochlearis( CN VIII )

Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.

9. Nervus glossopharyngeus ( CN IX )

Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring ; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.

10. Nervus Vagus ( CN X )

Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen.Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.

11. Nervus Accecorius ( CN XI )

Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.

12. Nervus Hypoglossus ( CN XII )

Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah.

Bagian dari saraf tepi selain saraf cranial adalah 31 pasang saraf spinal berawal dari kornu melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.

Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut, yaitu4 :

 Nervus serviks ; 8 pasang, C1 – C8.  Nervustoraks ; 12 pasang, T1 – T12.  Nervus lumbal ; 5 pasang, L1 – L5.  Nervus sacral ; 5 pasang, S1 – S5.  Nervus koksigis; 1 pasang.

(3)

Setelah saraf spinal meninggalkan kornu melalui foramen intervertebral, saraf kemudian bercabang menjadi empat divisi yaitu : cabang meningeal, ramus dorsal, cabang ventral dan cabang viseral. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal4.

Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP. Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi yaitu divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis, araf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis. Sebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis4.

B. Definisi

Neuropati perifer adalah penyakit pada saraf perifer. Saraf tersebut adalah semua saraf selain yang ada di enchepalon dan medulla spinalis (perifer berarti jauh dari pusat).Sebagian Neuropati perifer diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf (akson), yang mengirimkan perasaan pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf (mielin). Ini mempengaruhi isyarat nyeri (sakit) yang dikirim ke otak3.

Neuropati perifer dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang melumpuhkan. neuropati perifer biasanya dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati rasa atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari kaki, tetapi juga dapat dialami pada tangan dan jari, Juga dapat dirasa dikitik-kitik, nyeri tanpa alasan, atau rasa yang tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala neuropati perifer dapat bersifat sementara: kadang sangat sakit, dan tiba-tiba hilang. Neuropati perifer berat dapat mengganggu waktu berjalan kaki atau berdiri3.

Guillian barre syndrome adalah kumpulan gejala polineuropati yang mengalami inflamasi akut. Keadaan ini muncul sebagai keadaan lanjutan dari keadaan infeksi yang sebelumnya pernah terjadi. Gejala neuropati yang terjadi akan lebih dominan pada keadaan motorik, keadaan motorik tersebut sering mengenai otot pernapasan dan bulbar. Pada keadaan tertentu memerlukan tindakan medis yang cepat karena kegawatdaruratan dari keadaan penyakit tersebut5.

Bell’sPalsy adalah kelainan mononeuropati pada nervus fasialis yang mengendalikan motorik otot wajah dan pengecapan pada 2/3 anterior dari lidah. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan kelemahan pada sebagian sisi wajah dan mempengaruhi fungsi kerja seperti makan dan menutup mata. Bell’s palsy merupakan kelainan autoimunitas yang disebabkan oleh adanya infeksi sebelumnya. Gejala yang muncul biasanya dalam keadaan yang mendadak6.

C. Klasifikasi

Klasifikasi Neuropati perifer dapat diklasifikasikan mengikut jumlah saraf yang terkena atau jenis sel saraf yang terkena (motorik, sensorik, otonom), atau proses yang memberi afek pada saraf (peradangan misalnya dalam neuritis)1.

1. Mononeuropati

Mononeuropati adalah jenis neuropati yang hanya mempengaruhi saraf tunggal.Penyebab paling umum mononeuropati adalah melalui kompresi fisikal pada saraf yang dikenal sebagai neuropati kompresi. Salah satu contoh dari neuropati kompresi adalahCarpal tunnel syndrome. Cedera langsung ke saraf, gangguan suplai darah (iskemia), atau peradangan juga dapat menyebabkan mononeuropati1.

2. Multipleks Mononeuritis

Multipleks mononeuritis adalah kondisi dua atau lebih mononeuropati yang berkembang secara berdekatan yang terjadi akibat infeksi primer. Pola keterlibatan adalah asimetris, walaubagaimanapun, apabila penyakit ini berkembang, defisit menjadi lebih terimpit dan simetris, sehingga sulit untuk membedakan dari polineuropati.Oleh karena itu, perhatian terhadap pola dari gejala awal adalah penting.

Mononeuritis multipleks juga dapat menyebabkan rasa sakit, yang dicirikan sebagai nyeri yang sangat dalam, nyeri yang lebih buruk di malam hari, sering di punggung bawah, pinggul, atau kaki. Pada pasien dengan diabetes mellitus, multipleks mononeuritis biasanya ditemui sebagai akut, nyeri unilateral, nyeri paha parah diikuti oleh kelemahan otot anterior dan kehilangan refleks lutut1.

3. Polineuropati

Dalam polineuropati, sel-sel saraf di berbagai bagian tubuh yang terkena, tanpa memperhatikan saraf mana yang dilalui. Tidak semua sel saraf yang terkena dalam kasus tertentu.Dalam aksonopati distal, satu pola umum, badan sel neuron tetap utuh, tapi akson yang terpengaruh secara proporsional panjangnya. Neuropati

(4)

diabetes adalah penyebab paling umum dari pola ini. Dalam polineuropati demielinasi, selubung mielin sekitar akson rusak, yang mempengaruhi kemampuan akson untuk mengkonduksi impuls listrik. Pola lain yang terjadi yaitu mempengaruhi sel tubuh dari neuron secara langsung. Hal ini biasanya terjadi pada neuron motorik (dikenal sebagai penyakit neuron motorik) atau neuron sensorik (dikenal sebagai neuronopati sensorik atau ganglionopati akar dorsal)1.

Efek dari ini menyebabkan gejala di lebih dari satu bagian tubuh, sering secara simetris pada sisi kiri dan kanan. Adapun neuropati apapun, gejala utama termasuk kelemahan atau kejanggalan gerakan (motor), sensasi yang tidak biasa atau tidak menyenangkan seperti kesemutan atau terbakar, pengurangan kemampuan untuk merasakan tekstur, suhu, dan gangguan keseimbangan ketika berdiri atau berjalan (sensorik ). Pada kebanyakan polineuropati, gejala-gejala ini dirasakan dahulu dan paling parah pada kaki. Gejala otonom juga dapat terjadi, seperti pusing ketika berdiri, disfungsi ereksi dan kesulitan mengendalikan buang air kecil1.

4. Neuropati Otonom

Neuropati otonom merupakan bentuk polineuropati yang mempengaruhi sistem involunter, sistem saraf non-sensorik (sistem saraf otonom) yang mempengaruhi sebagian besar organ internal seperti otot-otot kandung kemih, sistem kardiovaskular, saluran pencernaan, dan organ kelamin. Saraf-saraf ini tidak berada di bawah kendali kesadaran seseorang dan berfungsi secara otomatis. Serabut saraf otonom membentuk koleksi besar di toraks, abdomen dan panggul di luar medula spinalis, namun mereka memiliki hubungan baik dengan medula spinalis dan otak. Umumnya neuropati otonom terlihat pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 dalam jangka panjang. Dalam sebagian besar tapi tidak semua kasus, neuropati otonom terjadi bersama bentuk-bentuk neuropati yang lain, seperti neuropati sensorik1.

D. Etiologi dan Predisposisi

Terdapat beberapa penyebab neuropati perifer. Antaranya cedera mendadak, tekanan berkepanjangan pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau keracunan. Penyebab tersering neuropati perifer adalah diabetes mellitus, defisiensi vitamin, alkoholisme yang bersamaan dengan gizi buruk, dan kelainan bawaan. Tekanan pada saraf dapat akibat tumor, pertumbuhan tulang abnormal, postur paksa karena kekakuan untuk jangka yang lama. Artritis rematoid, vibrasi berlebihan dari peralatan berat, perdarahan pada saraf, herniasi diskus, terpapar dingin atau radiasi, dan berbagai jenis kanser juga dapat menekan saraf1.

Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk logam berat (timbal, air raksa, arsen), karbon monoksida, dan pelarut. Keseluruhan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

 Otoimmunitas(poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori).  Vaskulitis (kelainan jaringan ikat).

 Kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, myxedema, akromegali).  Kanser (neuropati paraneoplastik).

 Infeksi (leprosi, kelainan Lyme, AIDS, herpes zoster).  Disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia).  Defisiensi nutrisional serta alkoholisme.  Kompresi dan trauma.

 Bahan industri toksik serta obat-obatan.  Neuropati keturunan.

(5)

Neuropati perifer adalah kondisi yang dapat dipicu oleh berbagai hal. Secara epidemiologis kelaianan neuropati perifer yang palingsering adalah diabetes mellitus, keadaan itu akan memberikan komplikasi neuropati diabetik. Ada beberapa patofisiologi yang diyakini menjelaskan kejadian neuropati yang disebabkan oleh diabetes. Ada 4 jalur utama yang menyebabkan terjadi neuropati perifer yaitu peningkatan stress oksidatif akibat peningkatan produk glikolisasi, peningkatan kadar sorbitol dalam sel saraf yang menurunkan aktivitas enzim na/k ATP-ase, kadar karnitine dan myo inositol. Penurunan NO dan peningkatan homosistein juga di curigai mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel yang menyebabkan terjadinya neurpati perifer akibat kurangnya aliran darah menuju sel syaraf7.

Keadaan lain yang secara umum dapat mengakibatkan neuropati perifer adalah konsumsi alcohol yang berlebihan. Penelitian yang dilakukan ammendola menunjukan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara asupan alcohol dengan kejadian neuropati perifer. Kelainan thyroid diketahui berhubungan dengan kejadian neropati perifer dikarenakan berlebihnya hormaon yang mengakibatkan proliferasi dari jaringan subperineural dan hilangnya myelin. Penderita AIDS yang mengalami defisiensi imun berat mengalami defisiensi vit B12 disebabkan mekanisme yang belum diketahui, namun hal ini mengakibatkan jaringan saraf mengalami kelainan. Terdapat beberapa obat yang diketahui memberikan efek yang buruk bagi jaringan saraf seperti obat-obatan antiviral, antikanker dan penurun lemak tubuh. Oabt tersebut diketahui memberikan efek yang menyebabkan terjadinya neuropati perifer, pada pemakaian statin pada pada penderita diabetes meningkatkan kemungkinan terjadinya neuropati perifer. Pada pemakaian oabat anti kanker seperti cisplatin mengakibatkan insidensi dari neuropati perifer meningkat, hal ini dikarenakan kelainan microtubules yang mempengaruhi saraf-saraf perifer7.

1. Guillain barre syndrome

Pada penderita SGB diketahui ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala tersebut. Kelainan neuropati ini disebabkan oleh setidak 4 faktor kunci yaitu antibodi antiganglionside, mimikri molekul bakteri serta reaksi silang tubuh, aktivasi komplemen antibody, dan faktor host itu sendiri8.

Pada penderita SGB berbagai antibody ditemukan pada ganglionsides pada saraf perifernya. Ganglionside merupakan jaringan saraf spesifik yang terdistribusi pada saraf perifer, jaringan ini memiliki fungsi untuk mempertahankan struktur membran sel melalui fungsi lipid rafts. Berbagai antibody secara spesifik tersebar pada ganglionside yang menempati daerah tertentu seperti otot-otot ekstra ocular dan axon motorik murni.

Keberadaan antibody antiganglionside ini sangat berhubungan dengan kelamahan yang terjadi pada pasien dengan SGB8.

Keunikan dari bakteri C.jejuni pada mimikri molekulnya mengakibatkan respon reaktif tersendiri pada tubuh manusia. Kemiripan antara molekul lipooligosakarida bakteri tersebut dengan unsur karbohidrat pada ganglionside menimbulkan spesifisitas kerja antibodi terhadap ganglionside. Pada penderita SGB diketahui terdapat gen spesifik yang mengeluarkan enzim menyerupai mimikri molekul bakteri tersebut. Sehingga bakteri menyerang bagian ganglioside mengakibatkan kerusakan membran sel saraf. Hal ini yang mengakibatkan demyelinisasi pada penderita SGB8.

2. Bell’s Palsy

Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan bell’s palsy, yaitu iskemik vascular, virus, bakteri, herediter dan imunologi. Teori virus lebih banyak dibahas sebagai patofisiologi terjadinya penyakit ini. Burgees et al mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion ganikulatum seorang pria usia lanjur yang meninggal enam minggu setelah mengalami bell’s palsy9.

Penelitian lain menguatkan adanya hipotesa tersebut, penelitian yang dilakukan murakami et al pada 14 pasien yang mengalami kasus bell’s palsy berat yang diambil jaringan cairan endoneural disekitar nervus fasialisnya menunjukan adanya genom virus HSV tipe 1. Selanjutnya murakami menanamkan HSV pada telinga dan lidah tikus yang hasil akhirnya menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus HSV ditemukan pada nervus fasialisnya dan ganglion genikulatum9.

Gambaran yang terjadi sama seperti reaksi tubuh terhadap sistem imun. Gambaran patologis dan mikroskopis menunjukan adanya proses demielenisasi, edema dan gangguan vaskular saraf. Proses yang terjadi diakibatkan oleh adanya reaksi imun terhadap virus yang menempel disekitaran nervus fasialis yang menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut.

F. Penegakan Diagnosis

Gejala klinis yang muncul pasien-pasien dengan disfungsi nervus perifer adalah masalah pada fungsi normal saraf perifer tersebut. Seperti pada fungsi sensorik, biasanya terdapat gejala kehilangan fungsi ( simtom negatif), yang disertai dengan kekebasan, tremor dan abnormalitas cara berjalan1.

Gejala pertambahan fungsi (simtom positif) termasuk kesemutan, nyeri, gatal dan merangkak. Nyeri dapat menjadi cukup kuat sehingga perlu penggunaan opioid (narkotika)

(6)

obat (misalnya, morfin, oksikodon). Kulit dapat menjadi begitu hipersensitif sehingga pasien dilarang menyentuh apa pun bagian-bagian dari tubuh mereka, terutama kaki. Orang dengan tingkat sensitivitas ini tidak dapat memakai kaus kaki atau sepatu, dan akhirnya menjadi tidak dapat keluar dari rumah1.

Gejala motorik termasuk kehilangan fungsi (negatif) gejala kelemahan, kelelahan, terasa berat, dan kelainan gaya berjalan, dan mendapatkan fungsi (positif) gejala kram, tremor, dan muscle twitch.Dari pemeriksaan fisik, pasien dengan neuropati perifer umum biasanya kehilangan sensori distal atau motorik dan kehilangan sensori, meskipun mereka yang memiliki patologi (masalah) pada saraf tepi dapat normal; mungkin menunjukkan kelemahan proksimal, seperti pada neuropati inflamasi seperti Guillain- Barre syndrome, atau mungkin menunjukkan gangguan fokal sensorik atau kelemahan, seperti di mononeuropati1.

Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, hilangnya sensasi atau perubahan sensasi (nyeri, parestesia), dan kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan konduksi saraf dapat membedakan neuropati demielinatif (perlambatan kecepatan konduksi atau blok konduksi) pada neuropati aksonal (amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi (EMG) dapat membedakan atrofi denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan LCS membantu terutama pada neuropati demielinatif inflamatori. Karena akar kranial dan spinal terendam pada LCS, neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian protein LCS. Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleositosis LCS. Pengambilan riwayat teliti dengan penekanan pada riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta penyakit sistemik, dikombinasi dengan pemeriksaan neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada kebanyakan neuropati saraf tepi. Bila diagnosis meragukan, biopsi saraf dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, morfometri, dan preparat berkas serabut dapat memberikan informasi definitif lebih banyak. Saraf sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural meninggalkan bercak hipestesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditolerasi dengan baik1.

Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang tidak bermielin yang menghantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada ‘neuropati serabut kecil’ ini mengenai serabut saraf bagian yang paling distal yang dijumpai pada berbagai organ dan jaringan (serabut somatik) dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf serta EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa sulit diinterpretasikan. Diagnosis bisa ditegakkan dengan biopsi kulit. Sekitar 3-4 mm kulit

diambil dengan punch dan dipotong dengan mikrotom. Potongan diuji dengan antibodi terhadap Protein Gene Product 9.5 yang menampilkan serabut saraf kecil yeng menembus epidermis. Kepadatan serabut ini berkurang pada neuropati serabut kecil.

Perubahan patologis pada kebanyakan neuropati saraf tepi (degenerasi aksonal, demielinasi aksonal atau kombinasinya) tidak spesifik. Pada neuropati aktif makrofag membuang debris mielin dan akson. Kebanyakan neuropati aksonal lanjut memperlihatkan hilangnya akson yang bermielin serta bertambahnya kolagen endoneurial. Beberapa neuropati demielinatif kronik memperlihatkan perubahan hipertrofik. Karenanya pada kebanyakan neuropati, biopsi saraf sural hanya dapat menentukan diagnosis neuropati dan membedakan neuropati aksonal dari demielinatif serta neuropati akut dari yang kronis, namun tidak dapat menentukan penyebab neuropati. Hanya beberapa neuropati memperlihatkan perubahan patologis yang khas untuk kelainannya setelah diagnosis yang spesifik. Neuropati ini antaranya neuropati demielinatif inflamatori akut dan kronik, neuropati motor dan sensori herediter, vaskulitis, neuropati sarkoid, leprosi, neuropati amiloid, invasi neoplastik kesaraf tepi, leukodistrfi metakhromatik, adrenomieloneuropati, dan neuropati aksonal raksasa.

1. Guillain Barre Syndrome (SGB)

Sebagian besar kasus Guillain barre syndrome 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya . Sisanya oleh keadaan seperti setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi influenza. Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul10.

Penderita SGB datang dengan gejala klinis yang khas yaitu kelemahan dan ketebalan pada daerah kaki yang selanjutnya bersifat naik atau ascending pada kedua daerah yang simetris. Progresifitas dari kelemahan pada penyakit ini sangat bervariasi. Kelemahan dapat pula terjadi dari tangan dan kaki bagian distal yang perlahan semakin naik ke arah proksimal. Pada penyakit ini penderita cenderung mengalami kelemahan dibandingkan dengan mengalami kelumpuhan. Pada dua pertiga dari kasus yang ditemukan menunjukan gejala disfungsi otonom atau sensorik, namun hal ini tidak

(7)

terjadipada semua kasus. Kelainan dari fungsi otonom dapat muncul dengan berbagai variasi seperi hipertensi atau hipotensi, aritmia jantung dan berbagai gejala lainya10.

Diagnosa SGB terutama dapat ditegakan secara klinis. SGB ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor, gangguan sensorik dan motorik primer. Kriteria diagnose umum yang dipakai adalah kriteria dari National institute of neurological and communicative disorder and stroke (NINCDS), yaitu11 :

a. Gejala klinis khas :

1) Terjadi kelemahan yang progresif 2) Hiporefleksi

b. Gejala klinis yang kuat menyokong diagnose SGB : 1) tanda dan gejala

a) progresifitas : gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu , 80% dalam 3 minggu dan 90% dalam 4 minggu

b) relative simetris

c) gajala gangguan sensibilitas ringan

d) gejala saraf cranial 50% terjadi parase nervus facialis dan sering bilateral. Saraf cranial alin yang sering terkena adalah nervus hypoglossus. Pada 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler. e) Masa pemulihan dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,

dapat memanjang sampai beberapa bulan. f) Disfungsi otonom

g) Tidak terdapat demam saat onset gejala neurologis. 2) Pemeriksaan laboratorium

a) LCS : peningkatan protein dalam 1 minggu, jumlah sel <10 MN/mm3

b) Varian LCS : tidak terdapat peningkatan protein, jumlah sel LCS 11-50 MN/mm3

c) Gambaran elktrodiagnostik : perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.

2. Bell’s palsy

Gejala klinis pada bell’s palsy sangat bergantung terhadap dimana letak lesi tersebut, lesi yang terletak pada foramen stylomastoideus akan menyebabkan paralisis semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi. Saat menutup kelopak mata maka kedua mata akan melakukan rotasi ke atas, gerakan yang khas pada penyakit bell’s palsy ini dinamakan bell’s phenomenon. Gejala klinis berupa epifora atau keluarnya cairan terus menerus dikarenakan terganggunya aliran air mata menuju sakus orbitalis diakibatkan melemahnya muskulus orbikularis okuli. Menifestasi komplit lainya adalah adanya makan yang tersimpan antari gigi dan pipi akibar gangguan gerakan wajah dan air liur yang keluar dari mulut12.

Lesi pada kanalis fasialis akan menunjuk semua gejala seperti lesi diforamin stylomastoideus ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga anterior lidah pada sis yang sama. Lesi terdapat pada saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat terjadi hiperakusis (sensitivitas nyeri pada suara keras), selain itu lesi pada ganglion genikulatum akan menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salvias serta dapat melibatkan saraf ke-delapan12.

Pada pemeriksaan fisik paralisis fasialis mudah didiagnosis dengan pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Pemeriksaan ini akan menemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Pemeriksaan yang selanjutnya adalah melihat adanya bell’s phenomenon dan hiperakusis. Pemeriksaan bell’s phenomenon adalah pemeriksaan yang meminta pasien untuk menutup mata dan mata pasien pada sisi yang mengalami kelumpuhan akan mengalami rotasi ke atas. Tanda klinis yang

(8)

membedakan antara bell’s palsy dengan stroe atau kelaianan saraf yang bersifat sentral lainya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstrimitas dalam batas normal dan pasien tang tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh9.

Pemeriksaan penunjang pada bell’s palsy hanya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan lain dari paralisis fasialis. Pemeriksaan CT-scan dan radiografi polos dilakukan untuk menyingkirkan adanya fraktur, metastasis tulang dan keterlibatan siatem saraf pusat. Pemeriksaan MRI dapat dilakukann pada pasien yang dicurigai adnaya neoplasma pada tulang temporal,otak, glandula parotis dan mengevaluasi sklerosis multiple. Terdapat pemeriksaan penunjang yang lain yang bersifat prognostik seperti EMG (Elektromiografi) yang diketahui mempunyai positive predictif value 100% dan negative predictive value 96%9.

G. Penatalaksanaan

Pada pasien neuropati secara umum digunakan obat-obatan konvensional yang berfungsi untuk menghilangkan gejala-gejala yang timbul. Beberapa tatalaksana yang sering digunakan secara umum untuk mengatasi keluhan nyeri, baal atau kesemutan adalah antidepresan (tricyclics – TCA dan serotonin selective reuptake inhibitors-SSRIs), antikejang, antiaritmia (sodium channel blokckers;mexiletine), analgesik opioid dan non opioid. Terapi yang dianjurkan untuk neuropati perifer adalah yang sesuai dengan penyebab penyakit itu sendiri. Pasien dengan neuropati perifer akibat obat maka menghentikan atau menurunkan dosis pemakaian dapat mengurangi efek neuropatinya. Pada penderita neuropati akibat alkohol dapt diberikan vitamin b12 untuk menghilangkan defisensi yang dialaminya, pada beberapa kasus dapat diberikan thiamine secara intravena7.

Studi yang mencoba membandingkan efikasi penggunaan obat-obatan terhadap placebo yang diberikan untuk terapi neuropati perifer menunjukan hasil bahwa gabapentin sebagai antikejang memiliki efikasi yang baik dengan sedikitnya efek samping yang muncul dan interaksi obat. Beberapa terapi alternatif dan tambahan diketahui dapat memberikan efek yang baik pada pasien dengan neuropati perifer, seperti pemberian asam folat, vitamin E, B1, B6, B12, alpha lipoic acid, L arginine7.

1. Guillain Barre Syndrome

Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama13.

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi)13.

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tanpa penambahan immune globulin dinilai tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Terapi kortikosteroid dapat diberikan dengan methyl prednisolone 500 mg selama 5 hari berturut, ketidakpekaan steroid terhadap SGB dinilai disebabkan oleh rendahnya efek steroid terhadap toksisitas yang ditimbulkan antibody ganglionside13.

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan13: a. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:  6 merkaptopurin (6-MP)

(9)

 Azathioprine  cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

2. Bell’s palsy

Peran dokter umum menangani kasus bell’s palsy adalah mengidentifikasi secara dini dan melakukan rujukan pada spesialis saraf apabila terdapat kelainan neurologis yang mengarah pada diagnosis banding dari penyakit bell’s palsy. Terapi yang dapat diberikan seorang dokter umum adalah terapi secara farmakologis dan secara non farmakologis9.

a. Terapi farmakologis

Inflamasi dan edema saraf fasialis adalah penyebab yang paling mungkin dalam pathogenesis dari bell’s palsy. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf fasialis di kanalis fasialis yang sempit. Steroid, terutama prednisoslon yang dimulai 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi dari hasil pengobatan. Dosis pemberian prednisone (maksimal 40-60mg perhari ) dan prednisolon (maksimal 70mg perhari) adalah 1 mg/kgbb perhari peroral selama enam hari dan diikuti empat hari tapering off14.

Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari dua minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes , ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh dan cushing syndrome. Ditemukanya genom virus pada penderita bell’s palsy mengindikasikan pemberian antiviral yaitu asiklovir/valasiklovir. Pemberian asiklovir atau vasiklovir dan prednisolon menunjukan hasil yang lebih baik pada penelitian retrospektif Hato et al14.

Dosis pemberian asiklovir untuk usia lebih dari 2 tahun adalah 80 mg/kg perhari melalui peraoral dibagi dalam empat kali pemberian 10 hari. Sementara untuk dewasa diberikan dosis oral 2000-4000 mg perhari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian vasiklovir untuk dewasa adalah 1000-300 mg perhari secara oral

dibagi 2-3 kali selam alima hari. Efek samping jarang ditemukan pada penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa mual, diare dan sakit kepala14.

b. Terapi non farmakologi

Tindakan untuk menutupi mata yang sulit menutup pada penyakit ini menjadi penting untuk dilakukan agar pasien lebih merasa nyaman. Proteksi yang dapat diberikan adalah pemberian cairan mata buatan, kaca mata, dan plester mata. Selain menutup kelopak mata yang mengalami paralisis, pemijatan dari otot yang lemah dapat dilakukan. Pemijatan dilakukan dengan cara yang halus mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan melingkar9.

Rehabilitasi fasial secara komprehensif selama empat bulan terbukti memperbaiki fungsi pasien dengan paralisis fasialis. Namun diketahui pula bahwa 95% pasien sembuh dengan pengobatan prednison dan valasiklovir tanpa terapi fisik. Rehabilitasi fasialis meliputi edukasi, pelatihan meuro-muskular, masase, meditasirelaksasi, dan program pelatihan dirumah. Terdapat empat kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan dan relaksasi9. H. Prognosis

1. Guillain barre syndrome

Fungsional : dubia ad bonam

Sanam : dubia ad bonam

Vitam : bonam 2. Bell’s Palsy Fungsional : bonam Sanam : bonam Vitam : bonam BAB III KESIMPULAN

1. Neuropati perifer adalah penyakit serabut saraf perifer selain di enchepalon dan medulla spinalis

(10)

2. Neuropati perifer dapat diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi yaitu mononeuropati, mononeuropati multipleks, polineuropati dan neuropati otonom.

3. Guillain barre syndrome adalah polineuropati yang memiliki gejala klinis kelemahan simetris dan hiporefleksi.

4. Bell’s Palsy adalah mononeuropati yang memiliki gejala klinis parase pada nervus fasialis perifer.

5. Penatalaksanaan dari neuropati perifer secara umum adalah menghilangkan simtom yang dirasakan utamanya adalah antiinflamasi, guillain barre syndrome dan bell’s palsy memiliki respon yang baik terhadap kortikosteroid.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, Ika Resti. (2011, Agustus 09). Penatalaksanaan Pasien Dengan Stroke Non Hemoragik. UMY e-Case, Retrieved March 11, 2012.

Baehr, Mathias., M. Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologu Duus: anatomi, fisiologi, tanda, gejala edisi 4. Jakarta: EGC.

Sidharta. 2009Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum . Cetakan ke-15. Jakarta: Dian Rakyat. Price, Sylvia dan Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

jilid 2, edisi 6. Jakarta: EGC.

Sherwood, L.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC

Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6.Jakarta : EGC. Gofir, A. 2009. Definisi Stroke. In Manejemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta:

Pustaka Cendikia Press.

Price, SA, Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC

Ginsberg, L.2005. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Shin D.H., Lee P.H. and Bang O.Y. 2005. Mechanisms of Recurrence in Subtypesof Ischemic Stroke. AMA.pp. 62:1232-1237

Iskandar, Japardi. 2002. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. MKN. 39: 211-218

Gilroy J. 2000. Cerebrovascular Disease. In Basic Neurology. Third edition. Editor Gilroy J. The Mc Graw-Hill Companies. pp 225-77

Referensi

Dokumen terkait

Otorisasi dan pengesahan oleh manajemen, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, atau, jika relevan, pemegang saham atas transaksi signifikan pihak berelasi di luar

Dari pencitraan melaui reality TV PM, cerita yang dinarasikan telah mentranskodekan tema kemiskinan melalui bangunan struktur narasi, dimana bangunan tersebut menarasikan

Ketika konsep kematian menurut Islam Wetu Telu ditinjau dari perspektif Psikologi Islam, makan dapat diketahui bahwa ketika nafs berpisah dengan tubuh, nafs akan tetap ada

CT Thorax dengan kontras memperlihatkan intralobar bronchoplumonary sequester (A,B)panah kuning memperlihatkan daerah hiperdens pada lobus kiri bawah paru dengan lesi kistik

Berdasarkan hasil dari analisa data, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil sesuai hipotesa dimana ada pengaruh pemberian metode NDT terhadap perkembangan motorik

Bentuk edukasi terstruktur dengan konten pemeriksaan kaki komprehensif serta rekomendasi klinis perawatan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien merupakan hasil

Kosgey (2004) mengemukakan bahwa pola inti terbuka cocok digunakan untuk pemuliaan domba di negara berkembang (tropik), keuntungan pola ini antara lain adalah mengurangi

Dilihat dari hitungan R square = 0,4585, yang berarti motivasi belajar siswa mempengaruhi prestasi belajar PAI sebesar 45,85% , dengan demikian bahwa variabel motivasi