• Tidak ada hasil yang ditemukan

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK

DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG

PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

oleh

Dwi Priyanto

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2008

(2)

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

FEASIBILITY SCALE OF THE PATTERN OF SHEEP BREEDING FARM IN THE VILLAGE TO SUPPORT FARMERS INCOME

Dwi Priyanto

Balai Penelitian Ternak, Bogor Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor

ABSTRAK

Usahaternak domba di pedesaan masih dikelola sebagai usaha campuran dengan manejemen masih berbasis sumberdaya lokal yang tersedia di lokasi, dan merupakan alternatif biaya rendah (low external input). Pengaturan produksi dalam mendukung kinerja pendapatan peternak secara kontinue belum dilakukan, khususnya dalam menentukan skala usaha. Penelitian target kelayakan skala usaha dilakukan terhadap 20 peternak domba (survei terstruktur) untuk mengetahui kinerja usahaternak dan faktor-faktor penentu yang diduga berpengaruh terhadap skala usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usahaterrnak model pembibitan di pedesaan masih rendah (6,05 ekor/peternak), dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun, serta kinerja ekonomi sebesar Rp.776.315,-/peternak/tahun. Hasil analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skala usahaternak adalah jumlah induk yang dipelihara sangat nyata berpengaruh (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula jumlah anggota keluarga, harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumahtangga juga positif sebagai penentu rekomendasi pengembangan skala usahaternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) merupakan usaha kompetitif terhadap pengembangan skala usaha, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga dalam usahatani di pedesaan. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan, disarankan peternak memelihara sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang mampu memberikan pendapatan usahaternak mencapai Rp.254.421,-/peternak/bulan. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usaha, tetapi kendala modal usaha masih dominan.

Kata kunci : Skala usahaternak, Pola pembibitan, Pendapatan petani

ABSTRACT

Sheep farming system in villages is carried out managed in mixed farming model and managed base on locally resources available as an alternative for low external input. Management production to support farmer income continually was not carried out yet, especially in determining sheep population scale which should be raised by farmers, so that sheep productivity could generate routine income. Research on sheep population target scale raised by farmer was conducted on 20 sheep farmer’s with structural survey. The objectives of the study were to get information on sheep farming productivity and determinant factors that affected sheep population scale. Result showed that scale of animal population in breeding model in village was 6,05 head/farmer, with ewes the number of raised was 2,35 head/farmer, and the number of animal sold was 3,05 head/year. This activity can generate farmer income of Rp.776.315/year. Research showed that ewes population raised had generate positive relation respectively (P<0.01) with sheep population. It also showed that number of family, price of sheep, land owner ship, and farmer total income were the determinant factors that could be

(3)

should sell 1 sheep/moth, the farmer should raised 9,08 ewes, and total population scale is 23,80 head, so it will be able to support farmer income of Rp.254.4212,-/farmer/month. The study shows that the farmer willing to increased of their sheep population, but was limited by their capital.

Keywords : Scale of population, Breeding pattern, Farmer income

PENDAHULUAN

Usahaternak domba yang dikelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola pembibitan yang sifatnya sebagai tabungan ekonomi, yang merupakan usaha campuran (divesifikasi) dalam mendukung keberlanjutan ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian peternak memelihara ternak belum mempertimbang-kan manajemen pengelolaan sehingga target kontinuitas sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih terbatas yakni berbasis sumberdaya pakan yang tersedia di lokasi yang merupakan alternatif dalam model biaya rendah (Low External Input), bahkan dapat dinyatakan tanpa adanya biaya produksi (zero cost).

Fakta membuktikan bahwa peran ternak domba/kambing di pedesaan cukup banyak berkontribusi dalam mendukung pendapatan petani diluar usaha pokoknya yakni usaha pertanian (tanaman). Tetapi peran ternak tersebut umumnya diperuntukkan dalam menutup kebutuhan ekonomi yang sifatnya mendadak (uang sekolah, perbaiki rumah dan lainnya). Secara umum kontribusi pendapatan usahaternak masih menduduki proporsi rendah dibandingkan total pendapatan keluarga (PRIYANTO. et.al., 2004 ; SUBANDRIYO et.al., 1995). Secara umum kriteria usahaternak masih dinyatakan sebagai usaha sambilan, dimana berbagai macam komoditas pertanian masih dominan (tanaman pangan) dan ternak masih sebagai usaha subsisten (SOEHADJI, 1992).

Untuk mendukung pendapatan usahaternak sangat ditentukan oleh kapasitan penjualan hasil produksi anak yang dilahirkan pada kurun periode tertentu. Semakin banyak penjualan, maka akan semakin besar pula pendapatan dari usahaternak. Besar kecilnya hasil produksi anak yang dilahirkan dipengaruhi oleh skala pemeliharaan ternak yang dikelola petani khususnya pemilikan induk. Faktor pemilikan induk sangat terkait dengan Laju Reproduksi Induk (LRI) yakni rataan jumlah anak hidup sampai sapih per induk per tahun dirumuskan (GATENBY, 1986), yang menggambarkan bahwa semakin banyak induk yang dipelihara semakin besar pula anak yang didapatkan, dan mampu dilakukan penjualan pada periode tertentu. Maka dari itu target skala usaha perlu dilakukan pengamatan kaitannya dengan besaran pendapatan usahaternak pada

(4)

kondisi usahaternak pola pembibitan, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan skala usahaternak yang diusahakan.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan terhadap 20 peternak domba melalui survei berstruktur di Desa Gekbrong, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Lokasi tersebut adalah merupakan wilayah kantong ternak domba yang potensial dilakukan penjualan ke luar daerah melalui pasar hewan di lokasi. Di wilayah tersebut dikembangkan usahatani hortikultura yang potensial sebagai pendukung ekonomi rumah tangga. Pendapatan usahaternak dianalisis berdasarkan analisis margin kotor. Dalam menganalisis faktor – faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan dalam menentukan skala usaha digunakan teknik Ordinary Least Aquares (OLS) sesuai petunjuk (JUDGE, 1988), dan dilakukan analisis dengan program Statistical Analysis System (SAS, 1987) melalui model persamaan :

SKALUS = c +c1AKEL + c2PUT+c3POPIN + c4JUTER + c5HARJU + c6PDTER +c7LLAHAN + c8PDRT + c9PDTANI + c10

Dimana : SKALUS = Skala pemilikan domba (ekor) AKEL = Jumlah keluarga (jiwa)

PUT = Pengalalam usahaternak domba (th) POPIN = Jumlah populasi induk (ekor) JUTER = Jumlah domba dijual setahun (ekor) HARJU = Harga jual domba (Rp/ekor)

PDTER = Nilai penjualan domba (Rp) LLAHAN = Luas pemilikan lahan (m2)

PDRT = Total pendapatan peternak setahun (Rp) PDTANI = Pendapatan pertanian setahun (Rp) co = Intersep

c1 – c9 = koefisien regresi c10 = peubah pengganggu

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Aset yang Dikuasai Peternak

Dalam melakukan kegiatan sistem usahatani, peternak memiliki variasi aset sumberdaya yang dianggap mampu mempengaruhi kegiatan dalam mendukung pendapatan rumah tangga. Secara umum rataan jumlah keluarga mencapai 4,21 jiwa/KK (antara 2-7 jiwa), dan terlihat bahwa ada responden yang masih belum memiliki anak (relative muda), tetapi sebaliknya ada petani yang memiliki jumlah keluarga 7 jiwa dalam satu rumah (Tabel 1). Sistem usahatani di pedesaan peran tenaga kerja yang bersumber dari anggota keluarga merupakan aset potensial, karena sistem tenaga kerja upahan masih sedikit yang menerapkan akibat faktor keterbatasan ekonomi. Khususnya dalam sistem usahaternak domba/kambing curahan tenaga kerja keluarga sangat dominan dan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja perempuan (ibu rumah tangga) dalam hal mencari pakan ternak sampai merawat ternak dikandang (WAHYUNI dan SUPARYANTO, 1992).

Dilihat dari pengalaman dalam pemeliharaan ternak domba terlihat sudah cukup lama, yakni mencapai rataan 16 tahun, dan bahkan ada yang sudah 50 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa usahaternak domba cukup lama berkembang di desa tersebut. Rataan skala pemilikan domba yang dikuasai peternak mencapai 6,05 ekor/peternak, dengan pemilikan induk mencapai 2,31 ekor dengan sistem pemeliharaan dikangkan penuh (intensif). Skala maksimal yang dipelihara peternak masih relatif kecil yakni hanya mencapai 11 ekor, yang hal tersebut masih merupakan usaha yang sifatnya sambilan. Berbeda dibanding kasus manajemen digembalakan (ektensif) di Kabupaten Majalengka, hasil penelitian PRIYANTO dan YULISTIANI, (2005) bahwa skala usaha mencapai rataan 19 ekor/peternak, dengan rataan pemilikan induk sebesar 9,24 ekor, yang merupakan usaha pokok penduduk dengan kontribusi pendapatan utama. Faktor lain adalah karena kondisi status peternak yang cenderung tidak memilki lahan sebagai usahatani. Aset lain berupa penguasaan lahan yang dikuasai peternak mancapai rataan 2.994 m2, bahkan ada peternak yang tidak memiliki lahan, tetapi mereka mampu menggarap lahan berasal dari sewa.

(6)

Tabel 1. Rataan aset yang dimiliki peternak domba di pedesaan

Peubah Rataan Minimum Maksimum Jumlah Anggota keluarga (jiwa)

Pengalaman beternak (tahun) Pemilikan induk (ekor) Skala usaha (ekor) Luas lahan (m2) 4,21 16,89 2.31 6.05 2.994 2,00 1,00 1.00 3.00 400 7,00 50,00 4.00 11.00 12.500

Kinerja Ekonomi Usahaternak Domba di Pedesaan

Harga jual domba yang belaku di lokasi menunjukkan bahwa harga jual maksimal mencapai Rp.500.000,-/ekor yang terjadi pada ternak jantan, yang berlaku pada saat hari biasa (tidak pada hari raya Qurban) (Tabel 2). Harga terendah mencapai Rp.75.000,-/ekor, yang menggambarkan bahwa penjualan yang dilakukan peternak dilakukan juga pada domba anak. Penjualan anak domba tersebut umumnya dilakukan sekaligus dengan induknya. Rataan penjualan domba mencapai 3,05 ekor/peternak/tahun (antara 1-9 ekor) tergantung dari skala usaha yang dipelihara peternak. Hasil inventarisasi penjualan ternak dalam setahun mencapai Rp. 776.315,-/peternak/tahun (Rp.200.000,- - Rp. 2.000.000,-), walaupun masih relatif kecil tetapi cukup mendukung ekonomi keluarga dalam mendapatkan uang tunai yang cepat. Pengamatan penjualan ternak kambing di daerah sumber bibit (Kabupaten Purworejo) sangat potensial yakni dinyatakan bahwa penjualan ternak di lakukan peternak dalam menutup kebutuhan yang sifatnya insidentil dinyatakan oleh 86,66 persen, 6,67 persen dijual untuk kebutuhan hari besar, dan 6,67 persen untuk menutup ekonomi rumah tangga dimusim kemarau pada saat penghasilan pertanian (tanaman pangan) rendah (SUBANDRIYO. et.al., 1995).

Hasil pengamatan total pendapatan peternak mencapai Rp.4.531.421,-/peternak/tahun dengan kisaran minimal Rp. 1.520.000 sampai tertinggi Rp. 11.200.000,-/tahun. Hal tersebut didukung oleh penghasilan usaha pertanian yang dikelola oleh peternak yakni umumnya berusaha bidang hortikulura (kentang, kool, cabe), yang cukup intensif mencapai Rp. 2.006.315 dengan kisaran penghasilan antara Rp.1.000.000,- – Rp. 10.500.000,-/peternak/tahun, tergantung besar kecilnya areal budidaya.

(7)

Tabel 2. Kinerja ekonomi usahaterrnak domba di pedesaan

Peubah Rataan Minimum Maksimum Penjualan ternak (Ekor)

Harga jual (Rp/ekor) Nilai jual domba (Rp) Pendapatan pertanian (Rp) Total Pendapatan (Rp) 3.05 265.500 776.315 2.006.315 4.531421 1.00 75.000 200.000 1.000.000 1.520.000 9.00 500.000 2.000.000 10.500.000 11.200.000

Analisis Faktor-faktor Pengaruh Skala Usahaternak Domba.

Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan dalam menentukan target skala usahaternak domba secara umum menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05), dengan nilai R2 sebesar 0,76. Secara rinci terlihat bahwa peubah skala pemilikan induk sangat nyata (P<0.01) berhubungan positif terhadap skala usaha. Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan meningkatnya pemeliharaan 1 ekor induk akan mampu meningkatkan skala usaha 1,71 ekor (Tabel 3). Faktor pemilikan induk pada pola usaha pembibitan sangat menentukan dalam keberhasilan usahaternak, sebagai faktor penentu produksi anak. Salah satu ukuran untuk menentukan tingkat produksi usahaternak domba adalah ditentukan besaran nilai laju reproduksi induk (LRI). LRI adalah jumlah anak yang hidup sampai sapih per induk per tahun, yang menggambarkan kemampuan induk merawat anaknya sampai sapih (GATENBY, 1986). Semakin besar nilai LRI maka kinerja produksi usahaternak semakin menguntungkan, dan semakin besar skala induk yang dipelihara peternak, maka akan semakin banyak jumlah anak yang dapat dihasilkan.

Demikian halnya bahwa dengan meningkatnya 1 orang anggota keluarga nyata (P<0,05) mampu meningkatkan 0, 65 skala usahaternak. Kondisi demikian terjadi karena

usahaternak domba di pedesaan sangat tergantung dari peran tenaga kerja keluarga. Dari laporan sebelumnya menunjukkan bahwa alokasi tenaga kerja usahaternak domba tertinggi adalah pada kegiatan mengambil rumput yakni mencapai 115 hari orang kerja (HOK) dan 84,31 HOK masing-masing di Desa Kalaparea dan Citamiang, Kabupaten Sukabumi, yang hal demikian tergantung pada banyak sedikitnya ketersediaan sumber pakan (hijauan) di lokasi (SUBANDRIYO, et. al., 1994). Keputusan peternak untuk memperbesar skala usaha tidak hanya tergantung pada

(8)

ketersediaan tenaga kerja, tetapi juga dipengaruhi faktor lainnya, walaupun fakta bahwa tenaga kerja potensial mendukung peningkatan skala usaha.

Tabel 3. Parameter dugaan dalam mempengaruhi skala usahaternak domba di pedesaan. Peubah Parameter Estimasi Prob > |T| Prob>F

INTERSEP AKEL PUT POPIN JUTER HARJU PDTER LLAHAN PDRT PDTANI -2.194291 0.696683 0.054211 1.715942 -0.604473 0.000002334 0.000001517 0.000112 7.1920005E-8 -9.391305E-8 0.4817 0.0319(*) 0.1266 0.0074(**) 0.4329 0.8060 0.6004 0.3934 0.8596 0.7556 0.0530(*) R2 R adj. 0.7568 0.5136 Keterangan : (*) : menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

(**) : menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Peubah pengalaman usahaternak juga cukup mendukung pengembangan skala usaha. Dibuktikan hasil analisis bahwa semakin meningkat pengalaman usahaternak ada kecenderungan peternak memutuskan untuk memperbesar skala usaha (P>0,05). Faktor peubah harga jual ternak, pendapatan dari usahaternak, luas lahan yang dikelola peternak, dan total pendapatan rumah tangga terlihat berhubungan positif dengan peubah skala usaha, walaupun tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05). Hal demikian menggambarkan bahwa pengaruh harga jual ternak yang tinggi, pemilikan aset lahan, dan pendapatan peternak cukup berperan dalam mendukung pengembangan usahaternak sebagai asset modal usahaternak di pedesaan. Semakin tinggi harga jual ternak dan pendapatan total peternak cenderung memacu peternak dalam meningkatkan skala usahaternak yang harus dipelihara.

Sebaliknya peubah penjualan ternak dan pendapatan dari usaha pertanian (hortikultura) terlihat berhubungan negatif terhadap skala usaha (P>0,05), yang menunjukkan bahwa factor penjualan ternak akan menurunkan jumlah populasi ternak

(9)

yang digeluti peternak tersebut merupakan usaha yang kompetitif dengan usahaternak domba di pedesaan. Semakin meningkat pendapatan dari usaha pertanian cenderung peternak mengalihkan usahanya ke usaha pertanian yakni usaha tanaman hortikultura yang fakta di lapangan usaha tersebut cukup dominan memberikan kontribusi pendapatan peternak. Hal demikian terkait langsung dengan bersaingnya alokasi tenaga kerja karena masih dominant dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga dalam usahatani di pedesaan. Sesuai hasil pengamatan sebelumnya bahwa pada kondisi kedepan usahaternak berbasis lahan dihadapkan pada pola persaingan dengan usaha non peternakan dalam penggunaan sumberdaya lahan dan tenaga kerja, baik pada tanaman semusim maupuan tanaman tahunan (SIMATUPANG dan HADI, 2004).

Dari analisis aset yang dikuasai peternak, kinerja ekonomi usahaternak, dan factor-faktor yang diduga mempengaruhi skala usaha yang dikaitkan dengan target skala usaha terlihat bahwa, dengan skala pemeliharaan induk 2,31 ekor, peternak mampu menjual ternak 3,05 ekor/tahun dan penerimaan usahaternak mencapai Rp.776.315,-/peternak/tahun. Berdasar hasil kinerja usahaternak di lapangan, dalam upaya merancang target penjualan 1 ekor/bulan (12 ekor/tahun) maka pemeliharaan induk yang harus dipelihara peternak adalah 9,08 ekor (12/3.05 x 2.31), sedangkan skala usaha yang dipelihara mencapai 23,8 ekor (12/3.05 x 6.05), sedangkan pendapatan usahaternak mencapai Rp. 3.054.354,-/tahun (6/3.05 x Rp. 776.315,-) atau Rp.254.529,-/bulan.

Hasil pengamatan pada domba di pedesaan (kasus di Desa Kalaparea, Jawa Barat) diperoleh nilai LRI sebesar 2.63 ekor (SUBANDRIYO. et.al., 1994). Berdasar kasus di Jawa Barat tersebut, dengan pemilikan induk 2,31 ekor maka dalam satu tahun akan diperolah anak domba 6,07 ekor anak lepas sapih (2,31 x 2,63 ekor). Dari hasil tersebut target pendapatan 1 ekor penjualan anak/bulan dapat dicapai bila peternak memelihara skala induk 4,5 ekor (12/6,07 x 2,35). Kondisi di lokasi menunjukkan bahwa kinerja reproduksi yang dihasilkan masih lebih rendah dibanding penelitian sebelumnya. Target yang dirancang sangat tergantung dari tingkat reproduksi induk, kondisi agro-ekosistem lokasi, dan faktor lainnya, sehingga perlu dirancang skala pemeliharaan induk yang tepat untuk mencapai target penjualan secara rutin. Rekomendasi tersebut disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja yang tersedia, disamping potensi daya dukung pakan di lokasi, dan sumberdaya lainnya.

(10)

Persepsi Peternak Terhadap Pengembangan Skala Uaaha

Berdasarkan persepsi peternak, menunjukkan bahwa sebagian besar peternak (90 persen) memiliki minat untuk menambah skala usaha domba yang dipelihara, sebaliknya hanya 10 persen peternak yang tidak berminat untuk menambah ternak yang dipelihara (Tabel 4). Alasan peternak tidak mau menambah skala usaha dengan alasan faktor tenaga kerja yang tidak tersedia, disamping modal pembelian ternak khususnya induk. Curahan tenaga kerja usaha pola intensif cukup tinggi mencapai 104 -154 hari orang kerja (HOK) per tahun (setara 1-2 jam/hari) yang merupakan tenaga kerja keluarga, hhususnya pengambilan rumput (cut nad carry) (SUBANDRRIYO et al., 2004). Pada rumah tangga yang mengusahakan usaha pertanian intensif (lahan cukup luas) cenderung membatasai jumlah domba yang dipelihara.

Peternak yang berminat menambah skala usaha dengan alasan bahwa, dengan menambah skala usaha keuntungan akan lebih besar (dinyatakan 100 persen) peternak, faktor tenaga kerja yang masih berlebih (89 persen) peternak, sumberdaya pakan mudah diperoleh di pedesaan (100 persen) peternak, dan faktor penjualan ternak yang relatif mudah (78 persen). Sumberdaya pakan di lokasi pengamatan dominan bersumber dari limbah tanaman hortikultura (kobis, wortel dan kentang), disamping rumput lapangan yang cukuip tersedia sehingga cukup mendukung pengembangan. Disamping itu didukung sarana pasar hewan di kota Cianjur, yang merupakan pusat pasar ternak yang banyak diserbu pedagang luar kota, khususnya pasokan Jakarta dan sekitarnya.

Faktor kendala dalam pengembangan usahaternak adalah modal usaha yang dinayatakan 18 peternak (100 persen), dan faktor lahan sebagai sarana kandang dinyatakan 4 peternak (22 persen responden). Usahaternak yang dilakukan di lokasi pengamatan adalah merupakan usaha sambilan disamping usaha pokok tanaman hortikultura yang cukup potensial pendukung pendapatan utama penduduk. Lahan yang diusahakan umumnya adalah lahan sewaan, karena sebagian besar peternak tidak memiliki lahan dan hidup dalam perkampungan padat penduduk sehingga lahan pembuatan kandang sangat terbatas.

(11)

Tabel 4. Persepsi peternak tentang pengembangan usaahaternak domba di pedesaan Jumlah peternak menjawab

Peubah

Ya Tidak

Minat peternak untuk meningkatkan skala usaha 18 (90) 2 (10) Alasan keputusan mnat usaha - Menguntungkan 18 (100) - Tenaga kerja tersedia 16 (89) - Sumberdaya pakan mudah 18 (100) - Pejualan ternak mudah 16 (78)

-Tenaga kerja tidak ada 2 (100)

- Modal tidak ada 2 (100)

Kendala dalam pengembangan usahaternak

- Modal usaha 18 (100)

- Lahan untuk kandang terbatas 4 (22)

-Keterangan : ( ) = Menunjukkan persen peternak

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang target skala usaha ternak domba yang dilakukan peternak di pedesaan dapat disimpulkan bahwa :

1. Skala usahaterrnak domba dengan model usaha pembibitan di pedesaan masih rendah yakni mencapai 6,05 ekor/peternak dengan pemilikan induk 2,31 ekor/peternak, dengan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun. Hal tersebut terkait langsung dengan kinerja ekonomi sebesar Rp.776.315,-/peternak/tahun. 2. Hasil analisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skala usahaternak

menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah induk yang dipelihara, sangat nyata (P<0,01) berpengaruh dalam meningkatkan skala usaha. Demikian pula peubah jumlah anggota keluarga sebagai penentu dalam pertimbangan rekomendasi skala usaha, karena umumnya usahaternak dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Peubah aset harga jual domba, luas lahan, dan total pendapatan rumah tangga berhubungan positif terhadap skala usahaternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian (hortikultura) di lokasi terlihat merupakan usaha kompetitif terhadap usahaternak domba, kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja.

(12)

3. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan di lokasi, disarankan peternak memiliki asset sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai 23,80 ekor, yang diharapkan memberikan pendapatan usahaternak mencapai Rp.254.421,-/peternak/bulan. Target kinerja usaha tersebut perlu disesuaikan dengan daya dukung pakan di lokasi, ketersediaan tenaga kerja keluarga, disamping factor lainnya.

4. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan skala usahaternak yang dipelihara, tetapi faktor modal adalah sebagai kendala utama disamping keterbatasan lahan untuk alokasi kandang ternak.

DAFTAR PUSTAKA

GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropic and Sub-Tropic. Tropical Agriculture Series. Longman, London and New York.

JUDGE, J.J., R.C. HILL, W.E. ERIFFITHS, H. LUTKEPOHL, and T.C. LEE. 1988. Introduction to the theory and practice of econometrics. 2rd Ed. John Wiley and Sons, Inc., New York, USA.

PRIYANTO, D. dan D. YULISTIANI. 2005. Estimasi dampak ekonomi penelitian partisipatif penggunaan obat cacing dalam peningkatan pendapatan peternak domba di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penlitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor hlm. 512-520. PRIYANTO, D., M. MARTAWIJAYA, dan B. SETIADI. 2004. Analisis kelayakan

usahaternak domba lokal pada berbagai skala pemilikan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 433-442.

SETIADI, B., D. PRIYANTO, dan SUBANDRIYO. 1999. Karakteristik morfologik dan produktivitas induk kambing Peranakan Etawah di Daerah Sumber Bibit, Kabupaten Purworejo. Prosiding Seminar Nasional. Kiat Usaha Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Soedirman, Purwokero : hlm 114-127.

SIMATUPANG, P., dan P.U. HADI. 2004. Daya Saing Usaha Peternakan Menuju 2020. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Tahun 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 45-57.

STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM, 1987. SAS/STAT Guide for Personal Computer Version 6 th ed., SAS. Institute Inc., Carry, NC. USA.

SOEHADJI. 1992. Pengembangan Peternakan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Prosiding Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balai penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor : hlm 1-32

(13)

SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, L.H. PRASETYO, P. SITORUS, T.D. SOEDJANA, A. MULYADI, A. SEMALI, W.K. SEJATI, D. YULISTIANI, O.S. BUTAR-BUTAR, dan B. UTOMO. 1994. Penelitian pengembangan pemuliaan domba prolifik di pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional. Bogor. 104 hlm.

SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, RIASARI, HASTONO, dan O.S. BUTAR-BUTAR. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumberdaya di Daerah Sumber Bibit Pedesaan. Pusat Penlitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. 112 hlm.

WAHYUNI, S. dan A. SUPARYANTO. 1992. Changes in women’s small ruminant management and impact on family labour pattern. Proccedings of the International Seminar. Brawijaya University. Malang. hlm 506-512.

Gambar

Tabel 1.  Rataan aset yang dimiliki peternak domba di pedesaan
Tabel 2. Kinerja ekonomi usahaterrnak domba di pedesaan
Tabel 3. Parameter dugaan dalam mempengaruhi skala usahaternak domba di pedesaan.
Tabel 4. Persepsi peternak tentang pengembangan usaahaternak domba di pedesaan Jumlah peternak menjawab

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun jika dicermati secara mendalam, penanganan pengembangan diri peserta didik secara utuh dan maksimal itu lebih banyak terkait dengan wilayah layanan guru, yaitu

Diperlukan ilmu sosiologi yaitu ilmu pengetahuan positif yang mempelajari tentang masyarakat pertama kali diperkenalkan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian adalah ada pengaruh yang positif dan signifikan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dari

Perkembangan investasi PMA dan investasi PMDN secara simultan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pembangunan ekonomi provinsi Sulawesi Utara yang tercermin

Pengumpulan data dilakukan secara terstruktur dengan mengumpulkan data tahun anggaran sebelumnya, berdasarkan data sekunder dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, yaitu

Salah satu teori yang mendukung untuk menyelesaikan masalah keamanan dengan permainan ruang adalah defensible space, yaitu lingkungan hunian yang dapat mencegah

Imamiyah yang disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat yang bermula pada Ja’far ash-shadiq yang melimpahkan imamah kepada putranya Ismail, yang lebih dikenal