• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN BERBEBAN UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN. Bagian 2. Oleh : Slamet Sudarsono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN BERBEBAN UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN. Bagian 2. Oleh : Slamet Sudarsono"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 15 PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN BERBEBAN UNTUK

MENINGKATKAN KEKUATAN Bagian 2

Oleh : Slamet Sudarsono

Sambungan….

6. Dosis Pelatihan Berbeban

Pelatihan berbeban merupakan pelatihan fisik dengan beban dalam maupun beban luar. Menyusun program pelatihan fisik, khususnya program pelatihan berbeban bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Dalam menyusun program pelatihan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap hasil pelatihan. Suatu hal yang sangat penting dan sangat menentukan terhadap hasil yang akan dicapai dalam pelatihan adalah penentuan dosis (takaran) beban yang tepat. Dngan pemberian pelatihan dengan dosis yang tepat maka peningkatan kemampuan kondisi tidak akan dapat dicapai.

Pelatihan berbeban yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu dengan dosis yang tepat, akan memberikan pengaruh (efek) yang sangat positif terhadap tubuh. Menurut Sajoto M (1995:33-35), hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan dosis pelatihan beban yaitu : (1)Jumlah beban, (2) Repetisi dan set, 93) Frekuensi dan lama pelatihan”.

a. Jumlah beban

Jumlah beban yang harus diberikan dalam pelatihan harus tepat. Pedoman jumlah beban yang dapat diberikan dalam pelatihan beban, menurut Sajoto M (1995 : 34) yaitu :

a). Untuk pelatihan kekuatan otot paha, beban awal yang diberikan : 50 % - 100 % berat badan.

b). Untuk pelatihan kekuatan otot betis, beban awal yang diberikan : 40 % - 60 % berat badan.

c). Untuk pelatihan kekuatan otot punggung, beban awal yang diberikan : 40 % - 60 % berat badan.

(2)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 16 d). Untuk pelatihan kekuatan otot perut, beban awal yang diberikan : 0 %

- 20 % berat badan.

e). Untuk pelatihan kekuatan otot bahu, lengan dan dada, beban awal yang diberikan : 20 % - 30 % berat badan.

Menurut Bompa (1990 : 280 ) jumlah beban pelatihan yang dianjurkan sebagai berikut :

Gambar 2 : Beban Pelatihan

Menurut Thompson (1991 : 71) Pengembangan kekuatan dapat digambarkan sebagai berikut :

(3)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 17 b. Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan yang mengangkat suatu beban, sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi. Pnentuan jumlah repetisi dan set yang harus dilakukan atlet, harus ditentukan dengan tepat. Menurut Sajoto M (1995 : 34) Pelatihan dengan beban dapat dilakukan dengan “8 – 12 repetisi untuk 3 – 5 set”. Harsono (1988 : 106) menyatakan bahwa pelatihan dengan weight training dilakukan antara “12 – 15 repetisi”.

Suatu hal yang harus diperhatikan dalam pelatihan berbeban yaitu istirahat antar set. Antar set dari pelatihan yang dilakukan harus terdapat waktu interval istirahat dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pada tubuh untuk pemulihan. Menurut Sajoto M (1995 : 35) “waktu istirahat antar setnya yaitu “antara 1 sampai 2 menit dimungkinkan kondisi tubuh sudah siap kembali untuk melakukan pelatihan berikutnya”.

Secara lebih rinci, mengenai dosis pelatihan kekuatan menurut Suharno (1993 : 29) adalah sebagai berikut :

1. Volume beban pelatihan 3 – 4 set.

2. Intensitas 80 % - 100 % dari kemampuan maksimal. 3. Ulangan angkatan 8 – 12 kali/per set

4. Recovery antar set 2 – 4 menit”.

Menurut Bompa (1990 : 280) jumlah ulangan/jumlah set dapat dinyatakan dalam table berikut :

Tabel 2 : Jumlah ulangan dan set dalam pelatihan berbeban. EXERCISE FOR

Maximum Strength Power Muscular Endurance LOAD H M L M # REPETITIONS L M H # SETS H M L RHYTHM OF L H L M PERFORMANCE REST INTERVAL H H M L

Berdasarkan uraian di atas, maka pelatihan beban yang dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot adalah dengan jumlah repetisi 8 – 12, dalam 3 – 4 set, dengan istirahat antar set selama 2 menit.

(4)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 18 c. Frekuensi dan Lamanya Pelatihan

Frekuensi adalah jumlah berapa kali pelatihan dilakukan tiap minggunya. Lamanya pelatihan yaitu lama waktu yng diperlukan untuk melatih hingga terjadi perubahan yang nyata. Untuk mendapatkan pengaruh pelatihan yang nyata dapat dilakukan pelatihan dengan frekuensi 3 kali seminggu, selama 6 minggu atau lebih. b.Bentuk Pelatihan Kekuatan

Di samping pelatihan yang dilakukan harus sesuai dengan karakteristik kondisi fisik yang terkait, bentuk pelatihannya pun juga harus sesuai. Jenis pelatihan yang paling efektif untuk meningkatkan kekuatan adalah dengan pelatihan berbeban (weight training). Bentuk gerakan dalam pelatihan kekuatan tersebut dapat berupa mendorong, menahan, mengangkat dan menggendong.

Adapun bentuk pelatihannya, jika dilihat dari bentuk dasar kontraksi otot yang terlibat, menurut Pete R., Rotella R. dan McClenaghan B. (1993 : 300) dibedakan menjadi 3 yaitu “Isometrik, isotonic dan isokenetik”. Sedangkan Sajoto M (1995 : 33) menyatakan bahwa, “Ada empat bentuk dasar kontraksi otot yang isotonic, isometric, eccentric, dan isokinetic”. Sedangkan menurut Beachle (1997 : 5) mengatakan : “terdapat tiga jenis kontraksi otot yang terjadi saat melakukan pelathan beban : statis, konsentris, dan eksentris”. Kerja otot-otot selama melakukan kegiatan kekuatan yang manapun terjadi dengn dua cara yaitu : statis dan dinamis. Nossek (1982 : 42).

Bentuk-bentuk pelatihan yang dikembangkan dalam pelatihan kekuatan dapat mengacu pad jenis kontraksi otot tersebut. Jenis-jenis kontraksi otot dan bentuk pelatihan berbeban tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kerja otot yang statis dan pelatihan berbeban statis a. Kontraksi Isometrik

Menurut Pete R., Rotella R. & McClenaghan B. (1993 : 300) bahwa “Kontraksi isometrik adalah kontraksi dimana otot dipakai sementara panjang otot tetap”. Dalam kontraksi ini otot-ototnya mengadakan kontraksi akan tetapi tidak memanjang dan memendek. Selama pengulangan gerak suatu pelatihan, suatu titik puncak akan tercapai dimana terjadi penghentian dari

(5)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 19 semua gerakan. Ototnya pada saat ini dapat disebut sebagai dalam posisi kontraksi statis.

b. Bentuk Pelaksanaan Pelatihan Berbeban Statis

Pelatihan berbeban statis merupakan salah satu bentuk pelatihan yang efektif untuk meningkatkan kekuatan otot. Pelatihan berbeban statis merupakan pelatihan beban yang didasarkan pada kontraksi ototsecara isometric, dimana dalam kontraksi otot-otot yang berkontraksi (bekerja) tidak ada gerakan, tidak memanjang atau memendek. Dalam hal ini Harsono (1988 : 179) mengemukakan bahwa, “ Bentuk pelatihan beban, dalam kontraksi statis (isometrik) otot-otot tidak memanjang atau memendek, sehingga tidak akan nampak suatu gerakan yang nyata atau dengan kata lain tidak ada jarak yang ditempuh.

Dalam pelatihan berbeban statis ini gerakan dalam pelatihan tidak diulang-ulang, tetapi harus dipertahankan selama beberapa detik, contoh pelatihannya bench press, upright row, curl, bent over row, squat dan sebagainya. Mengenai berapa lama kontraksi ini dipertahankan, menurut Bompa, seperti dikutip Harsono (1988 : 180) menganjurkan bahwa “Kontraksi dipertahankan selama 6 – 12 detik dan intensitasnya antara 70 % - 100 % dari kekuatan maksimal”. Untuk menentukan beban awal menurut Sajoto M (1988 : 66), “Menggunakan metode trial dan error”. Metode trial and error adalah suatu metode dimana bebanpelatihan yang akan diberikan kepada atlet, disuruh mencoba-coba terlebih dahulu sampai ditemukan beban yang tepat untuk atlet tersebut.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Beban Berat Statis

Setiap jenis pelayihan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan dari tiap jenis pelatihan sangat tergantung pada karakteristik dari pelatihan itu sendiri. Berdasarkan pada pelaksanaan pelatihannya, pelatihan berbeban statis dapat dianalisis mengenai kelebihan (keuntungan) dan kekurangannya.

Adapun keuntungan pelatihan berbeban statis menurut Harsono (1988 : 181) adalah :

(6)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 20 1. Pelatihan bisa dilakukan dalam sembarang posisi : berdiri, duduk,

tidur dan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.

2. Tidak memerlukan alat-alat yang khusus dan mahal : kursi, meja, dinding, seutas tali, dapat dipakai untuk memberikan tahanan. 3. Tidak memerlukn waktu yang lama.

4. Dapat memperkembang kekuatan pada setiap sudut sendi yang diperlukan misalnya pada sudut 30, 45, 90 derajat dan seterusnya. 5. Tidak menimbulkan sakit otot

6. Pada waktu atlet istirahat karena cidera, pelatihan berbeban statis (isometric) dapat dilakukan sehingga kondisi kekuatan otot tidak menurun.

Keuntungan yang menonjol dari pelatihan berbeban statis adalah praktis dan kemungkinan cidera dapat dihindarkan. Karena pelatihan ini dilakukan dengan kontraksi isometric (statis), maka pelathan ini akan meningkatkan kekuatan statis dengan baik.

Disamping memiliki kelebihan atau keuntungan pelatihan berbeban statis juga memiliki kekurangan (kelemahan). Berdasarkan pada karakteristik pelaksanaannya, pelatihan berbeban statis memiliki kekurangan sebagai berikut

1). Pelaksanaan pelatihan berbeban statis adalah konstraksi otot secara terus menerus dalam waktu tertentu tanpa ada waktu relaksasi, hal ini menyebabkan mudah lelah dan membosankan.

2). Pelaksanaan pelatihan ini kurang dinamis sehingga pembentukan unsure gerakan yang kurang berkembang. Hal ini kurang cocok bagi peningkatan prestasi olahraga, sebab kekuatan yang sangat diperlukan dalam olahraga terutama adalah kekuatan yang dinamis.

2. Kerja otot yang dinamis dan pelatihan berbeban dinamis a. Kontraksi Isotonik

Menurut Pete R., Rotella R. & McClenaghan B. (1993 : 300) bahwa “Kontraksi isotonic adalah kontraksi dimana panjang otot berubah ketika otot

(7)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 21 digunakan”. Dalam kontraksi isotonic ini akan terlihat adanya perubahan sikap atau gerakan-gerakan dari anggota tubuh yang disebabkan memanjang atau memendeknya otot. Oleh karena adanya perubahan panjangnya otot terjadi pula gerakan secara dinamis. Itulah sebabnya kontraksi ini disebut kontraksi secara dinamis.

b.Kontraksi Konsentrik

Kontraksi otot konsentrik terjadi bilamana terjadi tegngan pada sebuah otot dan otot itu ngerut. Jenis kontraksi ini terjadi misalnya pada otot bisep pada saat Dumbell digerakkan ke atas kea rah bahu. Bila mana terbentuk tegangan dalam otot serta terjadi kontraksi konsentrik, terjadilah sebuah “pelatihan positif”. Beacle (1997 : 6).

c.Kontraksi Eksentrik

Kontraksi elektrik yaitu kontraksi otot dimana pada saat menahan beban otot tersebut memanjang, misalnya saat menurunkan dumbbell. Pelatihan beban denganjenis kontraksi eksentrik ini jarang digunakan oleh para pelatih. Sebab Kontraksi otot Eksentrik adalah suatu tindakan menyerah, dicirikan dengan jenis kekuatan “negative”, yang di dalamnya otot-otot mengembang. Nossek (1982 : 42) Kontraksi otot eksentrik termasuk kontraksi secara dinamis.

d.Kontraksi Isokinetik

Yang dimaksud dengan kontraksi otot secara isokinetik adalah “suatu kontraksi otot secara maksimal dengan kecepatan kontraksi konstan”. Sajoto M (1988 : 158). Sedangkan menurut Pete R., Rotella R. & McClenaghan B. (1993 : 300) bahwa,

Kontraksi isokinetik ditampilkan pada kecepatan tetap terhadap beban dari luar yang beragam sebanding dengan tenaga yang digunakan. Kontraksi isokinetik hanya terjadi dengan penggunaan alat yang dirancang secara keseluruhan.

Pelatihan dengan kontraksi isokinetik sangat baik dalam peningkatan prestasi olahraga, namun biasanya kesulitan dalam hal peralatan.

(8)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 22 e. Bentuk Pelaksanaan Pelatihan Berbeban Dinamis.

Pelatihan berbeban dinamis (isotonic) dikembangkan pertama kali oleh Delorme dan Walkins. Menurut Sajoto M (1995 : 33) pelatihan berbeban dinamis (isotonic) adalah “Suatu otot dimana serabut otot memendek selagiterjadi tegangan otot tersebut : Misalnya dengan membawa beban ditangan, lengan ditekuk ke atas dan diluruskan kembali pada persendian siku. Sedangkan menurut Harsono (1998 : 183) pelatihan berbeban dinamis adalah “Terjadinya suatu gerakan dari anggota-anggota tubuh yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot shingga terdapat perubahan dalam panjang otot”. Jadi gerakan dalam pelatihan berbeban dinamis ini diulang-ulang, contoh pelatihannya military press, press behind nec, incline press, dumbbell curl, reserve curl, pull, down, good morning exercise, squat dan sebagainya. Mengenai ulangan atau repetisi dalam pelatihan berbeban dinamis

menurut Sajoto M (1995 : 34) bahwa “Dengan beban mendekati maksimal (kira-kira 90 persennya), dengan repetisi 5 – 6 kali untuk 3 – 4 set”. Perlu diperhatikan mengenai pemberian kesempatanotot untuk beristirahatdiantara set dianjurkan antara 1 – 2 menit.

f. Kelebihan dan Kekurangan Pelatihan Berbeban Dinamis

Berdasarkan karakteristik dan pelaksanaannya pelatihan berbeban dinamis dapat dianalisis mengenai kelebihan dan kekurangannya. Adapun keuntungan pelatihan berbeban dinamis menurut Harsono (1988 : 18) adalah sebagai berikut :

1. Ruang geraknya lebih luas, sehingga menjamin tetap terlatihnya fleksibilitas. 2. Turut berkembang daya tahan bersamaan dengan perkembangan kekuatan. 3. Secara psikologis lebih memberikan kepuasan oleh karena atlet dapat

melihat dan merasakan hasil pelatihannya yang sedikit demi sedikit bertambah. Hal ini mungkin dilihat dan dirasakan dalam pelatihan isometric meskipun yang kita keluarkan adalah tenaga maksimal kita.

4. Mengerakkan anggota-anggota tubuh terhadap suatu beban beban lebih, memberikan kepuasan dibandingkan hanya dengan menekan atau menarik suatu tahanan tanpa gerakan.

(9)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 23 5. Gerakan-gerakan lebih menjamin fungsi peredaran zat-zat dalam alt-alat

tubuh kita, sehingga sama-sama pembakaran lebih cepat terbuang.

Sesuai dengan pelaksanaannya pelatihan berbeban dinamis sangat baik untuk meningkatkan kekuatan dinamis, dimana kekuatan ini sangat diperlukan dalama berbagai cabang olahraga. Dengan demikian pelatihan kekuatan secara dinamis lebih cocok untuk meningkatkan kekuatan otot yang diperlukan dalam berbagai cabang olahraga.

Disamping memiliki kelebihan atau keutungan pelatihan berbeban dinamis juga memiliki kekurangan (kelemahan). Berdasarkan pada karakteristik pelaksanaannya pelatihan, berbeban dinamis memiliki kekurangan sebagai berikut 1). Pelaksanaan pelatihan berbeban dinamis adalah gerakan melawan beban untuk menempuh jarak tertentu. Jika pelaksanaan pelatihan ini tidak dengan hati-hati akan dapat menyebabkan cidera otot.

2). Pelaksanaan pelatihan ini kurang praktis, sebabmenuntut adanya pola gerak tertentu dimana gerakan tersebut tidak benar akan sangat mudah terjadi cidera otot.

3.Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam pelatihan Berbeban

Pelatihan berbeban merupakan pelatihan yang cukup berat. Agar efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari pelatihan berbeban yang dilakukan dapat efektif, pelatihan berbeban harus dilakukan dengan hati-hati. Pelatih harus dengancermat dan seksama memperhitungkan dengan tepat beban yang harus dilakukan oleh atlet. Disamping itu pelatih harus memperhatikan kondisi fisik yang dimiliki oleh atletnya.

Dalam pelatihan berbeban perlu pula diperhatikan mengenai umur berapa seseorang boleh pelatihan beban. Harsono (1988 : 208) berpendapat bahwa :

Cukup “aman” kalau melalui weight training pada umur 14 tahun asal mulai dengan beban-beban yang ringan, oleh Karen (a) tulang-tulang masih lunak dan belum sempurna perkembangannya dan (b), sendi-sendi anak-anak muda belum tumbuh secara sempurna serta belum stabil.

(10)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 24 Selain itu dalam mempergunakan peralan, pelatih dan atlet harus

berhati-hati. Hal ini demi kebaikan dan keselamatan bagi atletnya. Adapun petunjukpengamanan dalam penggunaan peralatan pelatihan berbeban menurut Harsono (198 : 195-96) antara lain :

1. Barbells (bobot-bobot besi) harus diteliti sehingga tidak mungkin bergeser-geser, karena itu untuk kunci penahanan harus kencang.

2. Sikap permulaan adalah penting, perhatikan pada waktu mengangkat beban dari lantai, kepala, bahu, punggung harus lurus dan pinggang rendah. 3. Tiap bentuk pelatihan harus dilakukan dengan gerakan yang benar. 4. Atlet harus belajar untuk secara sadar merifleksikan otot-otot yang tidak

bekerja.

5. Motivasi atlet merupakan faktor yang sangat penting.Konsentrasi penting untuk mampu mengeluarkan tenaga maksimal.

6. Konsentrasi penting untuk mampu mengeluarkan tenaga maksimal. 7. Gerakan harus smooth dan penuh tenaga, bukan mendadak atau kaku. 8. Setelah setiap set, istirahat sebentar sambil meregangkan otot-otot yang baru

bekerja

9. Setiap berlatih catatlah jumlah beban yang diangkat dan repetisi yang telah dilakukan.

10. Setiap kali berlatih sebaiknya tidak lebih dari 12 bentuk pelatihan. 11. Tidak perlu risau apabila dirasakan perkembangan pelatihan tidak lancer 12. Setiap session pelatihan sebaiknya diakhiri dengan pelatihan peregangan

statis dan pelatihan relaksasi.

Pelatihan kekuatan yang dilakukan dengan program pelatihan yang benar serta dengan pelaksanaan yang hati-hati akan dapat diperoleh hasil secara optimal. Disamping itu kemungkinan terjadinya cidera akan dapat dihindari.

(11)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 25 4. Contoh Program Pelatihan Berbeban Statis (dengan jenis latihan Half Squat) Minggu ke Hari Waktu

Kontraksi Set Istirahat (menit) Intensitas I Senin Rabu Jum’at 8 detik 3 2 menit 80 % II Senin Rabu Jum’at 10 detik 3 2 menit 80 % III Senin Rabu Jum’at 12 detik 3 2 menit 80 % IV Senin Rabu Jum’at 8 detik 4 2 menit 80 % V Senin Rabu Jum’at 10 detik 4 2 menit 80 % VI Senin Rabu Jum’at 12 detik 4 2 menit 80 % Keterangan :

1. Intensitas : 80 % - 90 % dari kemampuan maksimal. 2. Peningkatan beban dilakukan dengan meningkatkan :

a. Waktu kontraksi : 8 – 12 detik b. Set : 3 – 4 detik 3.Waktu latih 3 kali seminggu

5. Contoh Program Pelatihan Berbeban Dinamis (jenis latihan Half Squat) Minggu ke Hari Repetisi Set Intensitas Irama I Senin Rabu Jum’at 8 kali 3 80 % Lambat II Senin Rabu Jum’at 10 kali 3 80 % Lambat III Senin Rabu Jum’at 12 kali 3 80 % Lambat IV Senin Rabu Jum’at 8 kali 4 80 % Lambat V Senin Rabu Jum’at 10 kali 4 80 % Lambat VI Senin Rabu Jum’at 12 kali 4 80 % Lambat

(12)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 26 Keterangan :

1. Intensitas : 80 % - 90 % dari kemampuan maksimal 2. Peningkatan beban dilakukan dngan meningkatkan :

a. Repetisi : 8 – 12 detik. b. Set : 3 – 4 detik. 3. Waktu latih 3 kali seminggu. D. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kekuatan dapat ditingkatkan dengan pelatihan berbeban statis dan pelatihan berbeban dinamis.

2. Pelatihan berbeban statis cukup mudah dilaksanakan dan praktis, karena dapat dilakukan dilakukan sembarang posisi serta tidak memerlukan waktu yang lama, selain itu kemungkinan cidera dapat dihindarkan. Karena pelatihan ini dapat dilakukan dengan kontraksi isometric (statis), maka pelatihan ini juga akan meningkatkan kekuatan dengan baik.

3. Pelatihan berbeban statis merupakan pelatihan beban yang didasarkan pada kontraksi otot secara isometric, dimana dalam kontraksi isometric otot-otot yang berkontraksi (bekerja) tidak ada gerakan, tidak memanjang atau memendek.

E. Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan :

1. Bagi seorang pelatih, dalam menyusun program pelatihan hendaknya dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam pelatihan.

2. Program pelatihan yang telah dibuat, hendaknya dijalankan secara baik, sehingga diharapkan bisa mencapai sasaran yang dituju.

(13)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 27 Baechle R Thomas, Groves, R, Barney. 1997. Weight Traininng Step to Success. Razi

Siregar , Penerjemah Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Bompa, TO. 1990. Theory and Methodology of Training. The Key to Athelethic Performance, Dubuque, Lowe Kendal / Hunt Publishing company.

Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hamidsyah Noer A 1995. Kepelatihan Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah, Dorektorat Pendidikan Guru dan Tenaga Bagian Proyek Peningkatan Mutu

GuruPendidikan Jasmani dan Kesehatan.

Harsono, 1988. Choaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam Choaching. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjendikti.

Jonath. U, Haag E and Krempel R. 1987. Atletik l, Alih Bahasa Suparmo, Jakarta : ……….., 1988. Pembinaan Kondisi Fisik dan Olahraga. Jakarta Dirjendikti. Lutan RUsli, 1992. Manusia dan OLahraga. Bandunng : ITB Press.

Mulyono B. `1992. Tes dan Pengukuran Dalam Olahraga Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

Nossek J. 1982. General Theory of Training. Lagos : Pan African Press.

Pete R. R., MsClenaghan B, and Ratella R., 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan Alih Bahasa Kasiyo Dwikowinoto, Semarang : IKIP Semarang Press.

Sajoto M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik DalamOlahraga. Semarang : Dahara Prize. Soekarman. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan ATlet. Jakarta : Inti

Idayu Press.

Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. Sugiyanti, 1993. Belajar Gerak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

Suharno HP. 1985. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta : FPOK IKIP Yogyakarta. Thompson Peter jl. 1991. Pengembangan kepada Teori Pelatihan PASI Penerjemah

Jakarta : Program Pendidikan dan Sertifikasi Pelatih Atletik

Biodata Penulis

(14)

Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 12 No. 1 Tahun 2012 28 Pendidikan : S1 Universitas Sebelas Maret Surakarta

S2 UNESSA Surabaya

Pengalaman Pekerjaan : Dosen POK FKIP UTP Surakarta th 1993- Sekarang Ketua Jurusan POK FKIP UTP Ska Periode th 2006 – 2010, Periode th 2010- 2014

Alamat Kantor : FKIP UTP Surakarta Jl. M. Walanda Maramis No.31 Cengklik Surakarta Telp./Fac. : 0271854188

Referensi

Dokumen terkait

PENGENALAN DAN PELATIHAN SOFTWARE ANALISIS BUTIR SOAL PILIHAN GANDA MELALUI PROGRAM EXCEL UNTUK.. MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DI SDN