• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

Makalah/Paper

MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA

Oleh:

Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd

Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ditulis dalam Rangka Lomba Karya Ilmiah IPTEK Olahraga

yang Diselenggarakan 0leh Asdep IPTEK Olahraga

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI

Tahun 2007

(2)

commit to user

MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA

*)

Oleh: Agus Kristiyanto

Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

A. Pendahuluan

Prestasi olahraga sebenarnya merupakan produk dari adanya akumulasi upaya sistematis berbagai faktor, yang perwujudannya harus dikawal melalui proses ilmiah. Ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan merupakan sesuatu yang harus teraplikasikan secara baik dalam sebuah rangkaian usaha mencapai keunggulan di bidang olahraga tersebut. Keunggulan yang dicapai berkorelasi kuat dengan derajat ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkuasai. Penguasaan Iptek keolahragaan bukan merupakan persoalan teknis belaka, melainkan terkait dengan persoalan “cara pandang” dan “cara hidup” masyarakat secara kolektif. Tantangan ke depan adalah mengupayakan terbentuknya masyarakat yang cinta olahraga sekaligus masyarakat melek Iptek keolahragaan.

Dengan demikian, Iptek olahraga tidak sebatas dikuasai oleh para teknokrat dan

scientist olahraga, melainkan harus didifusikan dan disosialisasikan secara luas pada seluruh

elemen masyarakat terdidik. Oleh karena itu, sepertinya bangsa Indonesia perlu menyusun orientasi baru pengembangan Iptek olahraga ke depan dengan berbasis pada peningkatan partisipasi masyarakat yang lebih melek Iptek olahraga. Partisipasi masyarakat justru akan memberikan dampak yang sangat luar biasa dalam menopang kemajuan olahraga. Partisipasi masyarakat yang melek Iptek olahraga merupakan bagian tak terpisahkan dengan pemahaman

(3)

commit to user

Membangun olahraga berarti membangun sebuah peradaban masyarakat yang mengedepankan keunggulan obyektif, kompetitif, dan sportivitas. Dengan demikian, memajukan masa depan olahraga tidak dapat ditempuh dengan hanya sekadar memperjuangkan usaha instan mencetak medali kemenangan. Membangun olahraga berarti membangun segala sesuatu yang terkait dengan dimensi lengkap keunggulan masyarakat. Keunggulan tersebut hanya dapat dicapai melalui usaha keras, di antaranya dengan menguasai Iptek olahraga.

Salah satu aspek yang paling mendasar adalah usaha sistematis untuk membangun partisipasi masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga. Membumikan nilai positif Iptek olahraga hanya dapat dilakukan dengan mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang cinta olahraga dan melek Iptek. Gerakan Sport for All (Olahraga untuk semua orang) yang telah dirintis mulai tahun 1980-an di Indonesia sudah seharusnya diimplementasikan lebih baik lagi ke depan. Gerakan nasional yang melahirkan panji olahraga: ”memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” tersebut harus mampu membumi dan mengakar hingga mengkondisikan terbentuknya budaya penguasaan Iptek olahraga di masyarakat.

B. Orientasi Pengembangan Iptek Olahraga

Orientasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan ke depan, telah ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, khususnya Pasal 74, bahwa: (1) pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan untuk memajukan keolahragaan nasional; (2) pemerintah, pemerintah daerah,

(4)

commit to user

pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang bermanfaat untuk memajukan pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional; (3) pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diselenggarakan melalui penelitian, pengkajian, alih teknologi, sosialisasi, pertemuan ilmiah, dan kerjasama antar lembaga penelitian, baik nasional maupun internasional yang memiliki spesialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan; (4) hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disosialisasikan dan diterapkan untuk kemajuan olahraga; dan (5) ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007, khususnya pada Bab IX Pasal 74, telah dijabarkan secara lebih operasional, bahwa : (1)

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan diarahkan untuk

mengembangkan ilmu dasar (basic science) dan ilmu terapan (applied science) dalam bidang keolahragaan, (2) pengembangan ilmu dasar keolahragaan ditujukan untuk menggambarkan, memahami, dan menjelaskan aspek keolahragaan dengan memperhatikan susunan batang tubuh ilmu keolahragaan melalui pendekatan multidisipliner, interdisipliner, atau lintas ilmu; (3) pengembangan ilmu terapan ditujukan untuk meningkatkan kualitas pembinaan dan pengembangan olahraga.

C. Mengembangkan Sport for All Menjadi Sport Science for All

Gerakan Sport for All di Indonesia lebih dikenal dengan “Gerakan Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat”. Gerakan tersebut secara resmi pertama kali dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia di depan sidang DPR RI pada tanggal 15 Agustus 1983. Pada awalnya, gerakan tersebut dapat disambut dan dilaksanakan oleh masyarakat secara

(5)

commit to user

baik. Hal demikian dapat terjadi karena secara bersamaan pemerintah juga membentuk Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga. Kementerian tersebut yang kemudian merancang implementasi gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat di seluruh Indonesia. Pada tahun yang sama pemerintah juga menetapkan bahwa tanggal 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional (Haornas).

Kantor Menpora RI pada waktu awal pencanangan Sport for All telah merumuskan suatu Pola Dasar Pembangunan Olahraga. Pola Dasar tersebut merupakan arah pentahapan pembangunan olahraga yang seiring dan seirama dengan titik berat tujuan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pentahapan tersebut meliputi: (1) akhir Repelita IV terwujud keluarga berolahraga, (2) akhir Repelita V terwujud masyarakat berolahraga, dan (3) akhir Repelita VI terwujud bangsa berolahraga.

Inti Sport for All memang lebih mengarah pada bagaimana menggerakkan masyarakat agar memiliki budaya berolahraga secara lebih baik. Kesadaran masyarakat dalam berolahraga memiliki arti yang amat penting bagi proses berseminya kemajuan prestasi olahraga. Namun ketika iklim globalisasi telah berhembus ke seluruh dunia, maka semua sektor pembangunan banyak dikelola dengan pola Research and Development (R & D). Pola pengembangan masyarakat ungggul dengan R & D dipersyarati oleh mentalitas masyarakat rasional, yang berperilaku Scientific Oriented. Dengan demikian, untuk memajukan olahraga ke depan, kiranya gerakan Sport for All perlu dikembangkan menjadi gerakan Sport Science for All.

D. Penguasaan Iptek Olahraga dan Budaya Masyarakat

(6)

commit to user

dapat dilakukan hanya dengan menyebarkan dasar-dasar ilmu olahraga dalam kelompok masyarakat terbatas, melainkan dilakukan dengan cara mempersiapkan cara berfikir dan cara pandang masyarakat. Cara berfikir dan cara pandang berkaitan dengan mentalitas kolektif masyarakat yang terkait dengan persoalan budaya. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila kemudian perlu pengembangan rencana inovasi pada aspek budaya. Inovasi pada aspek budaya bukan merupakan suatu proses yang hasilnya cepat teramati. Inovasi pada aspek budaya lebih merupakan proses yang berkesinambungan dan mewadahi setiap upaya-upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam berolahraga, sekaligus dalam penguasaan Iptek olahraga.

Dalam pandangan inovasi budaya, penggarapan olahraga harus ditempatkan pada konteks pluralitas. Selama penggarapan olahraga dilakukan secara atomistik dan sektoral, selama itu pula partisipasi olahraga tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang pernah dilakukan selama ini. Dengan kata lain, perlu adanya upaya yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Upaya tersebut seharusnya menampung segenap potensi nilai, pandangan maupun akal budi yang bersemayam dalam perikehidupan masyarakat yang kemudian dikristalisasikan. Kristalisasi nilai merupakan suatu pendekatan yang bersifat holistik Pendekatan itu kemudian disebut sebagai pendekatan budaya. Kesadaran akan pentingnya pendekatan budaya didasari oleh pemahaman yang tepat bahwa bagaimanapun strategisnya suatu kebijakan, unsur manusia (manpower) tetap sebagai tujuan dan subyek penciptaan motivasi berpartisipasi dan berprestasi olahraga melalui partisipasinya dalam penguasaan Iptek olahraga.

Budaya adalah sebagai suatu latar yang menciptakan suasana kondusif pencapaian partisipasi dan prestasi olahraga. Mengapa perlu pembudayaan? Karena budaya partisipasi dan prestasi olahraga banyak dipercayai sebagai sisi lemah yang belum tergarap dalam kesemestaan pembinaan olahraga nasional. Membangun prestasi olahraga dengan cara apapun tidak akan

(7)

commit to user

berhasil maksimal tanpa adanya keterbentukan budaya yang kondusif. Budaya partisipasi berolahraga dan penguasaan Iptek olahraga selalu menjadi persemaian bagi terbentuknya budaya prestasi olahraga di masyarakat. Dengan kata lain, partisipasi akan memfasilitasi terbentuknya prestasi di masyarakat, seperti diilustrasikan pada gambar 1 berikut:

Gambar 1. Iklim Partisipasi Memfasilitasi Terbentuknya Prestasi

Upaya pengukuhan sikap mental masyarakat dalam suatu kerangka pembudayaan, oleh Fuad Hasan (1992) ditegaskan sebagai apresiasi tinggi terhadap usaha-usaha prestatif, produktif, dan kreatif. Dengan cara ini pula maka ciri-ciri masyarakat yang berorientasi pada status berangsur-angsur dapat dialihkan ke ciri yang lebih berorientasi pada karya dan prestasi. Orientasi pada status lebih mementingkan pada "gaya", sedangkan orientasi pada prestasi lebih mengutamakan pada "karya".

Tinjauan masyarakat atas dasar faktor kebutuhannya, kemudian menjadi motivasi atas perilaku budaya, adalah termasuk pada kajian fungsi masyarakat sebagai pelaku (actor). Lebih lanjut, fungsi masyarakat sebagai actor terwujud dalam dua dimensi yaitu : (1) dimensi having

(8)

commit to user

yang mencakup pertumbuhan ekonomi dan kekayaan serta kelengkapan yang telah dimiliki masyarakat, dan (2) dimensi being mencerminkan pertumbuhan diri masyarakat untuk memerangi segala bentuk keterbelakangan.

Masyarakat sebagai struktur (structure) terwujud dalam pola-pola serta relasi-relasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pengkajian fungsi masyarakat sebagai struktur akan mengarah pada analisis nilai dasar yang perlu dibina. Nilai dasar itu adalah : (1) solidaritas bangsa, (2) partisipasi masyarakat, (3) pemerataan, dan (4) otonomi. Nilai dasar ini memperlihatkan adanya swadaya masyarakat untuk berusaha dan berprestasi, serta kemandirian. Solidaritas bangsa mengandung usaha mencegah setiap bentuk perpecahan.

Partisipasi masyarakat dapat membuka komunikasi timbal balik yang mendorong dinamika

bangsa. Pemerataan menghindarkan dari berbagai bentuk tekanan-tekanan yang kurang konstruktif. Sedangkan otonomi mengandung pengertian kemampuan untuk mencegah segala bentuk ketergantungan.

Tabel 1. Strategi Pembudayaan Partisipasi Masyarakat dalam Penguasaan Iptek Olahraga

R e a l i s a s i

Strategi Masyarakat sebagai pelaku Masyarakat sebagai struktur

Keterbentukan substansi dan karakteristik budaya partisipasi masyarakat dalam penguasaan Iptek Olahraga

Having Being Pola Relasi

Sarana dan prasarana pendukung pencapaian partisipasi dalam Iptek Olahraga (Pertumbuhan Ekonomi) Memerangi keterbelakangan budaya partisipasi dalam Iptek Olahraga (Pertumbuhan Diri)

Solidaritas bangsa Pemerataan

Partisipasi masyarakat

Otonomi

Akselerasi pertumbuhan partisipasi masyarakat dalam penguasaan Iptek Olahraga (Keberhasilan Sport for All dan Sport Science for All)

(9)

commit to user

E. Penutup

1. Kebijakan Sport for All (Olahraga untuk semua orang) berkonotasi bahwa olahraga hanya berkembang karena dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat. Karena itu partisipasi masyarakat harus dioptimalkan melalui gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Sementara itu kebijakan Sport Science for All perlu difikirkan dari berkembangnya tata baru iklim global yang mengharuskan olahraga dibangun dengan pola Scientific Oriented.

2. Kantor Menpora RI pada waktu awal pencanangan Sport for All telah merumuskan suatu Pola Dasar Pembangunan Olahraga. Pola Dasar tersebut merupakan arah pentahapan pembangunan olahraga yang seiring dan seirama dengan titik berat tujuan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pentahapan tersebut meliputi: (1) akhir Repelita IV terwujud keluarga berolahraga, (2) akhir Repelita V terwujud masyarakat berolahraga, dan (3) akhir Repelita VI terwujud bangsa berolahraga.

3. Mengacu pada kebutuhan akan perlunya Sport Scientific for All, maka Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga ke depan perlu mencanangkan kisi-kisi pengembangan Iptek Olahraga dengan pentahapan mewujudkan: (1) Keluarga Sadar Iptek Olahraga, (2) Sekolah Sadar Iptek Olahraga, (3) Masyarakat Sadar Iptek Olahraga, dan akhirnya (4) Bangsa Sadar Iptek Olahraga.

4. Pelaksanaan Sport Science for All akan mengarah pada terbentuknya masyarakat rasional yang lebih cepat dalam proses penguasaan Iptek Olahraga, melalui pemahaman: (1) masyarakat sebagai pelaku dan (2) masyarakat sebagai struktur.

(10)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Agus Kristiyanto, (1998). “Substansi Budaya Olahraga “ dalam Jurnal Ilmiah Terakreditasi

DWIJAWARTA, Jilid 5 Nomor 9, Nopember 1998.

__________________, (1999). “Strategi dan Inovasi Pembudayaan Prestasi Olahraga “ dalam Jurnal Ilmiah Terakreditasi DWIJAWARTA, Jilid 5 Nomor 10, Mei 1999.

Fuad Hasan, (1992), Renungan Budaya. Jakarta : Balai Pustaka

Harsuki, (2003), Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Koentjaraningrat, (1990), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.

Santoso Sastropoetro, (1988), Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam

Pembangunan Nasional, Bandung : Penerbit Alumni.

Soerjanto Poespowardojo, (1993), Strategi Kebudayaan : Suatu Pendekatan Filosofis, Jakarta: GramediaPustakaUtama.

Tim Sport Development Index (SDI) Pusat, (2007). Laporan Nasional Sport Development

Index (SDI) 2006: Menyoal Budaya Prestasi Olahraga di Masyarakat. Jakarta:

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Jakarta: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.

Gambar

Gambar 1.  Iklim Partisipasi Memfasilitasi Terbentuknya Prestasi
Tabel 1. Strategi Pembudayaan Partisipasi Masyarakat dalam Penguasaan Iptek Olahraga

Referensi

Dokumen terkait

“Analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan

Hasil nilai probabilitas menunjukan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari level of significant 5% (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa dukungan

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan workshop di SMK Bina Insan Siak Hulu dapat kami simpulkan bahwa program Abdimas ini telah mampu memberikan manfaat yang sangat

Air I Tahun Anggaran 2017 yang saat ini telah sampai pada tahap pembuktian kualifikasi dokumen, maka dengan ini kami mengundang saudara selaku Calon Penyedia

Location Manager Freelance Location Manager atau sering disebut dengan Manager Lokasi berperan dalam pencarian lokasi yang sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh director..

Until present, several therapeutic modalities were available to treat Achalasia, among them was pharmacology therapy, botulinum toxin injection via endoscopy, pneumatic

Kecelakaan radiasi tersebut akan di lakukan penelitian untuk memaksimalkan pemantau dosis pekerja akan tetapi tidak dapat dilakukan secara eksperimen dikarenakan aktivitas

Peran European Court of Justice dalam Decision Making Procedure adalah sebagai Implementation, dimana lembaga ini menafsirkan hukum yang berlaku bagi Uni Eropa dan