• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Analisis Sosial

Penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya yang ada saat ini pada umumnya bersifat netral gender, tanpa membedakan kelompok sasaran pelaku dan penerima manfaat pembangunan. Meskipun demikian, infrastruktur Cipta Karya ternyata memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap peningkatan kesejahteraan wanita dan anak, oleh karena itu upaya pengarusutamaan gender perlu didorong dalam setiap perumusan kebijakan dan perencanaan sehingga menjamin pembangunan yang inklusif.

Gender merupakan hubungan peran, tanggung jawab dan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh sosial budaya, dan dapat berubah sesuai waktu dan zaman, dengan dukungan dari masyarakat itu sendiri. Dalam banyak aspek, konstruksi gender membentuk ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, serta kesenjangan dalam menikmati manfaat pembangunan. Intinya kesenjangan gender adalah ketidakseimbangan hubunga antara laki-laki dan perempuan, contoh perempuan, karena peran gendernya, dianggap tidak perlu terlibat dalam pertemuan masyarakat dan pengambilan keputusan berkaitan dengan pembangunan.

Dalam pembangunan infrastruktur keciptakaryaan di kabupaten Lamandau, pengatasutamaan gender seharusnya lebih diperhatikan, sebagai contoh ketika diadakan musrembang untuk menggali isu dan keinginan masyarakat di bidang pembangunan yang salah satunya pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, perempuan tidak ikut datang padahal banyak fakta sebagai berikut :

 Dengan sambungan saluran air limbah, perempuan menginginkan lingkungan sehat bagi keluarga.

 Perempuan ingin mendapatkan informasi langsung supaya mereka mengetahui semua informasi dan bisa langsung menanyakan. Perempuan ingin tahu cara mengajukan keluhan dan merawat saluran pembuangan limbah secara sederhana jika terjadi kemampetan.  Pembayaran tarif akan dibebankan pada keuangan rumah tangga yang dikelola perempuan.

Mereka perlu terlibat untuk menimbang, berpendapat dan berhitung. Akibatnya, aspirasi

BAB 4

ANALISIS SOSIAL,

EKONOMI DAN

(2)

dan kebutuhan perempuan tidak tersampaikan dan terabaikan dalam program pembangunan.

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender mengamanatkan semua Kementerian, dan Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, sehingga seluruh proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dan kegiatan di seluruh sektor pembangunan mempertimbangkan aspek gender. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkomitmen untuk mendukung kebijakan tersebut dengan membentuk Tim Pokja IV Kegiatan Pengarusutamaan Gender Direktorat Jenderal Cipta Karya dan BPPSPAM No. 108/KPTS/DC/2015.

Interaksi gender dalam pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya digambarkan dalam gambar berikut ini :

(3)

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk mengindentifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya. Langkah langkah yang bisa ditempuh sebagai berikut :

 Mengundang laki-laki dan perempuan baik dalam sosialisasi hal teknis maupun manfaat program dengan proporsi seimbang mencapai 50% atau minimal perempuan 40%.

 Melibatkan petugas laki-laki dan perempuan dari instansi terkait dalam porses konsultasi  Memilih waktu sosialisasi dan konsultasi yang tepat agar laki-laki dan perempuan dapat

sama-sama hadir. Konsultasi dilakukan dengan memperhatikan waktu perempuan supaya mereka bisa berpartisipasi, bisa pula menggunakan pertemuan rutin mereka. Jika perlu, adakan pertemuan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.

Perlunya konsultasi masyarakat diatas bisa diterapkan misalnya dalam penanganan wilayah kumuh di kota Nanga Bulik. Untuk wilayah pemukiman kumuh perkotaan di kota Nanga Bulik, pembangunan infrastruktur di kawasan permukiman kumuh dapat menyebabkan pemindahan pemukiman penduduk akibat ketiadaan lahan tanah yang sangat terbatas. Proyek penanangan kawasan kumuh yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,

(4)

pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali. Salah satu kebutuhan penanganan sosial yang diperlukan pasca pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya misalnya kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

4.2 Analisis Ekonomi

Angka penduduk miskin di Indonesia, walaupun setiap tahun terus mengalami penurunan, bisa dikatakan masih cukup besar, yaitu mencapai 28 juta jiwa (11,25% dari total penduduk Indonesia). Faktor kemiskinan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap pelayanan air minum dan perumahan. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di kawasan permukiman kumuh yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dan aksesibilitas infrastruktur permukiman yang tidak memadai.

Persoalan kemiskinan merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang kronis dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterakan.

Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial

(5)

menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.

Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

Pembangunan infrastruktur permukiman pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu: a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal; b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja; c) meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan kawasan permukiman dan meningkatkan pelayanan infrastruktur permukiman.

Terkait untuk mencapai goal di bidang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur permukiman diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional seperti penanggulangan kemiskinan, pengembangan kota hijau, dan penataan kawasan strategis. Dalam hal penanggulangan kemiskinan, Ditjen Cipta Karya turut berkontribusi dengan melaksanakan program pemberdayaan masyarakat (P2KP, PPIP, Pamsimas, dan Sanimas), serta program pro rakyat klaster 4 sesuai dengan Direktif Presiden RI. Dalam hal pengembangan kota hijau, Ditjen Cipta Karya turut berperan dengan menginisasi penyelenggaraan green waste (TPA Sanitarylandfill dan TPST 3R), green water (IPA Reverse Osmosis dan Pamsimas), green building dan green open space (revitalisasi kawasan). Ditjen Cipta Karya juga mendapatkan mandat membangun infrastruktur permukiman pada kawasan strategis seperti daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Pada kawasan tersebut telah dilaksanakan peningkatan kualitas lingkungan permukiman serta pembangunan prasarana air minum dan sanitasi. Untuk kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan, maka telah dilaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan melalui Program PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan di 11.066 kelurahan di Indonesia. Kegiatan P2KP ini memadukan prinsip tri-bina,

(6)

yaitu bina fisik lingkungan, bina ekonomi, dan bina sosial masyarakat. Dengan pendekatan tri-bina, kemiskinan perkotaan dapat dikurangi secara komprehensif.

Pada akhirnya peranan infrastruktur permukiman seperti air minum dan sanitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas penduduk sehingga dapat keluar dari jurang kemiskinan. Untuk itu, kebijakan pembangunan kawasan permukiman haruslah memberdayakan masyarakat dan berkontribusi terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di tanah air

4.3 Analisis Lingkungan

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4)

(7)

penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan, jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan surat pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM. Di Kabupaten Lamandau, diidentifikasikan bahwa rencana/program dalam RPIJM belum berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas.

Isu-isu pembangunan berkelanjutan bidang Cipta Karya di kabupaten Lamandau diidentifikasikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 17 : Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Lamandau

No PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT 4.1 Sosial

1 Pelayanan pembangunan infrastruktur Keciptakaryaan perlu diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) khususnya perempuan, lansia, penyandang disabilitas dan anak anak.

Perempuan, lansia, penyandang disabilitas dan anak anak merupakan pihak yang lebih lama tinggal di rumah, rentan terkena dampak dari sanitasi yang buruk. Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan kesempatan mereka mengklaim haknya, berpartisipasi dalam pengelolaan infrastruktur Keciptakaryaan dan melakukan pengaduan.

2 Kurangnya kesadaran masyarakat telah menyebabkan sampah dan air limbah yang belum diolah mengalir ke badan air sehingga terjadi pencemaran.

Sebagai akibatnya air permukaan tidak bisa lagi digunakan sebagai air baku. Pembangunan fisik infrastruktur saja tidak dapat menyelesaikan masalah secara menyeluruh, tetapi juga diperlukan adanya perubahan sikap masyarakat yang sadar akan perilaku hidup bersih.

3 Kemungkinan terjadi pemindahan pemukiman penduduk di kawasan kumuh dalam rangka penataan kawasan kumuh

Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemin-dahan dan pembangunan kembali kehidu-pannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, .

(8)

No PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA PENJELASAN SINGKAT

prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan

4.2 Ekonomi

1 Masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di kawasan permukiman kumuh yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dan aksesbilitas infrastruktur permukiman yang tidak memadai

Diperlukan dukungan infrastruktur untuk masyarakat tidak mampu agar mendapatkan fasilitas yang layak di bidang pemukiman dan sanitasi yang baik.

2 Tingginya potensi pendapatan dari sumber daya alam yang berlimpah di kabupaten Lamandau

menyebabkan pencemaran sumber air baku

Potensi pendapatan dari PETI emas menyebabkan pencemaran di air sungai, demikian juga usaha penyedotan pasir menyebabkan sumber air baku PDAM di kota Nanga Bulik menjadi keruh.

4.3. Lingkungan

1 Pencemaran sungai sebagai akibat penambangan emas liar yang kebanyakan menggunakan merkuri

Menyebabkan sumber air baku masyarakat menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi, selain menyebabkan biaya penyediaan air minum menjadi lebih tinggi untuk pengolahan sumber air agar layak untuk dikomsumsi.

2 Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan kea-nekaragaman hayati

Pembangunan Infrastruktur harus memperhatikan kelestarian hayati yang ada sebelumnya sehingga tidak menimbulkan efek buruk pada kelestarian hayati yang sudah ada di wilayah pembangunan infrastruktur.

Gambar

Gambar 6 :  Interaksi gender dalam Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Tabel 17 : Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Lamandau  No  PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN

Referensi

Dokumen terkait

Tahu n Jumlah Penduduk yang Memanfaatkan Keterangan 1 Pengembangan Permukiman Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Kota Tasikmalaya 2016

Program pengembangan infrastruktur kawasan kumuh untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kumuh, sehingga diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk

Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan

Pembangunan Infrastruktur Permukiman pada kawasan strategis (kawasan perbatasan, KSN, PKN, WPS) atau kawasan khusus (kawasan kumuh perkotaan, kawasan nelayan, kawasan rawan

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan

RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan, ekonomi dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang

Menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh.. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah.. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan 2.

Kegiatan identifikasi terhadap implikasi dan dampak yang mungkin muncul sebagai akibat dilaksanakannya Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur