• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 057f8f07a3 BAB IVBAB 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 057f8f07a3 BAB IVBAB 4 Analisis Sosial Ekonomi dan Lingkungan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1 AnalisisSosial

Dalam penyusunan dokumen Perencanaan pembangunan infrastruktur

bidang cipta karya juga perlu mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang

akan ditimbulkan dalam rangka mengintegrasikan pelaksanaan program

kegiatan terhadap lingkungan permukiman baik permukiman perkotaan

maupun permukiman perdesaan. Analisis dampak sosial tersebut

dilaksanakan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pasca pembangunan

dalam hal ini pengelolaan hasil pembangunan agar tetap terjaga dan

terpelihara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan.

Padataraf perencanaan,pembangunan infrastruktur permukiman

seharusnya menyentuh aspek-aspeksosialyangterkaitdansesuaidenganisu-isu

yangmaraksaatini,sepertipengentasan kemiskinan serta pengaruh

gender.Sedangkanpadasaatpembangunan kemungkinan

masyarakatterkenadampaksehinggadiperlukanproses

konsultasi,pemindahanpendudukdanpemberiankompensasi,maupun

permukiman kembali.Kemudianpadapascapembangunan atau pengelolaan

perludiidentifikasi apakahkeberadaaninfrastruktur Bidang

CiptaKaryatersebutmembawa manfaatataupeningkatan tarafhidup

bagikondisisosialekonomimasyarakatsekitarnya.

Analisis terhadap pengarusutamaan gender sangatlah diperlukan untuk

melihat seberapa besar keterlibatan atau peran perempuan dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pasca pembangunan. Selain itu

perlu pula dilaksanakan identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca

pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang cipta karya dalam rangka

mengurangi resiko-resiko yang mungkin ditimbulkan sebagai implikasi dari

pelaksanaan pembangunan tersebut.

Berdasarkan data yang ada, beberapa program bidang cipta karya yang

dilaksanakan di Kabupaten Banggai yang sebelumnya masih bergabung

dengan Kabupaten Induk Morowali antara lain Program Pemberdayaan

Masyarakat adalah PNPM, PAMSIMAS dan PPIP; dan program non

pemberdayaan meliputi penyusunan RISPAM dan SSK. Dari keseluruhan

(2)

Masyarakat Setempat (OMS) dan kontrol pengambilan keputusan terhadap

hal-hal yang akan dilaksanakan dengan tingkat partisipasi mencapai 30% sampai

40%. Keterlibatan perempuan tersebut manfaatnya cukup besar karena

keberadaan keseharian sebagian besar di lingkungannya sehingga

memudahkan pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan untuk

kebutuhan dan manfaatnya dalam jangka panjang.

Hal-hal yang juga perlu diperhitungkan dalam pelaksanaan

pembangunan infrastruktur bidang cipta karya, karena proses pembangunan

memerlukanlokasi,besaran kegiatan,dandurasi waktu sehingga akan

berdampakterhadap masyarakat. Untuk meminimalisir

terjadinyakonflikdenganmasyarakat penerimadampak makaperludilakukan

beberapa langkahantisipasi, seperti konsultasi, pengadaanlahandanpemberian

kompensasiuntuktanahdan bangunan,sertapermukimankembali.

1. Konsultasi Masyarakat

Konsultasimasyarakatdiperlukanuntukmemberikan informasi kepada

masyarakat, terutamakelompokmasyarakatyangmungkin

terkenadampakakibatpembangunan BidangCiptaKaryadi wilayahnya.

Halinisangatpentinguntukmenampungaspirasi

merekaberupapendapat,usulansertasaran-saran untukbahan pertimbangan

dalamprosesperencanaan.Konsultasi masyarakat perludilakukan

padasaatpersiapan program BidangCiptaKarya,

persiapanAMDALdanpembebasanlahan.

2. Pengadaan Lahan dan Pemberian Kompensasi Untuk Tanah dan

Bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas

tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya

berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh

swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan

tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk

meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga

yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut.

3. Permukiman Kembali Penduduk(resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus

mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak

(3)

rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga

penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat

proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya,

serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya

di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan

kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai

persyaratan.

Output kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya seharusnya

memberi manfaatbagimasyarakat. Manfaattersebutdiharapkan

minimaldapatterlihatsecara kasatmatadansecarasederhana dapat

terukur,sepertikemudahan mencapailokasipelayananinfrastruktur,

waktutempuhyangmenjadilebihsingkat,hinggapengurangan biaya yang harus

dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanantersebut.

4.2. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi dalam penyusunan RPI2JM sangat diperlukan untuk

mengetahui dampak pembangunan infrastruktur bidang cipta karya terhadap

kehidupan penduduk miskin serta pengaruhnya terhadap perekonomian lokal

masyarakat.

MenurutstandarBPSterdapat14 kriteria yangdipergunakanuntuk

menentukankeluarga/rumahtanggadikategorikanmiskin, yaitu :

1) Luaslantaibangunantempattinggalkurangdari8m2perorang.

2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3) Jenisdindingtempattinggaldaribambu/rumbia/kayuberkualitas

rendah/temboktanpadiplester.

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-samadengan

rumahtanggalain.

5) Sumberpeneranganrumahtanggatidakmenggunakanlistrik.

6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/airhujan.

7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyaktanah.

8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam

seminggu.

9) Hanyamembelisatustelpakaianbarudalamsetahun.

(4)

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12) Sumberpenghasilankepalarumahtanggaadalah:petanidengan luaslahan

500m2,buruhtani,nelayan,buruhbangunan, buruh perkebunan

danataupekerjaan lainnyadenganpendapatan dibawahRp.600.000,-per

bulan.

13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak

tamatSD/hanyaSD.

14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal

Rp.500.000,- sepertisepedamotorkredit/nonkredit,

emas,ternak,kapalmotor,ataubarangmodallainnya.

Jika minimal 9 variabel tersebut di atas terpenuhi maka suatu rumah

tangga dikategorikansebagairumahtanggamiskin.

Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)

Tahun 2012, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Banggai

mencapai jumlah 8.014 rumah tangga, jumlah ini setara dengan 29,3% dari

27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) namun jumlah tersebut telah menurun

menjadi 15,09 % atau 17.350 jiwa (BPS 2015).

RTM tergolong dalam tiga kategori yaitu (1) RTM/individu dengan

kondisi kesejahteraan sampai dengan 10% terendah; (2) RTM/individu dengan

kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah; (3) RTM/individu dengan

kondisi kesejahteraan antara 21% - 30% terendah.

Sebagaimana disajikan pada gambar 4.1, di Kabupaten Banggai,

jumlah RTM dengan kondisi kesejahteraan 10% terendah mencapai 3.975

buah atau sekitar 49,60% dari jumlah total RTM yang ada. Sekitar 67,52%

jumlah RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 10%

terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan, masing-masing adalah

Kecamatan Bungku Utara, Kecamatan Mamosalato, Mori Utara, Petasia

Timur, dan Kecamatan Mori Atas. Pada kelompok RTM/individu dengan

kondisi kesejahteraan antara 11 – 20% terendah mencapai 2.127 buah atau

sekitar 26,54% dari jumlah total RTM yang ada. Sekitar 65,49% dari jumlah

RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 11% - 20%

terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan, masing – masing

adalah Kecamatan Bungku Utara, Mamosalato, Petasia Timur, Lembo, dan

Kecamatan Petasia. Sedangkan pada kelompok RTM/individu dengan kondisi

kesejahteraan antara 21% - 30% terendah mencapai 1.912 buah atau sekitar

(5)

Sumber :PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial), 2012. Data diolah Gambar 4.1Sebaran RTM Berdasarkan Kategori Kondisi Kemiskinan

MenurutKecamatan di Kabupaten Morowali Banggai

Sekitar 65,48% dari jumlah RTM/individu dengan kondisi

kesejahteraan sampai dengan 21% - 30% terendah terkonsentrasi di 5 (lima)

wilayah kecamatan, masing – masing adalah Kecamatan Bungku Utara,

Petasia, Mamosalato, Lembo, dan Kecamatan Petasia Timur. Dengan , kondisi

ini menjadi penanda bahwa kemiskinan di wilayah ini terkonsentrasi pada

tingkat kemiskinan yang paling rendah. Kemiskinan yang terjadi diwilayah ini

secara umum dapat terdeteksi melalui keadaan RTM sebagai berikut.

Pertama, teridentifikasinya RTM dalam tigak Kategori yaitu, mereka yang terkelompok dalam pendapatan 10% terendah, terkelompok dalam

pendapatan 11-20% terendah, dan terkelompok dalam pendapatan 21-30%

terendah, keadaan ini menjadi pertanda bahwa bagia terbesar kelompok RTM

berada pada kelompok termiskin dan terkonsentrasi pada Kecamatan Bungku

Utara, Mamosalato, Petasia Timur dan Lembo.

Kedua, masih terdapat sebanyak 10,34% RTM tidak memiliki pekerjaan. Meskipun sebagian besar kelompok RTM memiliki pekerjaan,

namun karena proporsi mereka sangat besar bergantung pada Lapangan

Usaha Pertanian (padi dan palawija), Perkebunan, dan Perikanan (tangkap).

Dengan karakteristik lapangan usaha demikian disertai oleh 76,78% kepala 842

(6)

sebanyak 13,8% adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai swasta, kelompok

RTM berpotensi memiliki resiko tinggi kegagalan menerima pendapatan

potensial.

Ketiga, teridentifikasinya sebanyak 76,6% kepala RTM berpendidkan rendah, selain itu kemiskinan telah meluas pula hingga menyentuh mereka

berpendidikan tinggi. Beban RTM relatif berat karena masih terdapat 57%

menanggung pembiayaan pendidikan anak usia Wajar, banyaknya RTM yang

menanggung pembiayaan pendidikan ini terdapat 86% menanggung minimal 1

orang anak usia wajar dan 14% menanggung minimal 3 anak usia Wajar.

Keadaan RTM seperti demikian akan menimbulkan resiko tinggi dalam

pembiayaan pendidikan ART usia Wajar ketika mereka mengalami kegagalan

dalam pendapatan potensial.

Keempat, meskipun teridentifikasi sebesar 98,1% RTM tidak terbebani oleh keadaan kecacatan ART dan 89,4% RTM tidak menghadapi masalah

kesehatan ART. Namun demikian masih terdapat RTM yang teridentifikasi

mengalami masalah kecacatan dan masalah penyakit ART, mereka masih

menghadapi cacat tubuh, tuna netra, dan tuna rungu, selain itu mereka

menghadapi pula penyakit hipertensi, rematik, dan asma. Keadaan demikian

menandai bahwa RTM selain menghadapi masalah pekerjaan dan pendidikan

kepala RTM, mereka terbebani pula oleh biaya pendidikan dan biaya

kesehatan ART.

Berdasarkan pada identifikasi masalah kemiskinan pada kelompok

RTM di Wilayah Kabupaten Banggai tersebut diatas, dapat diidentifikasi pula

penyebab kemiskinan dalam dua kelompok besar sebagai berikut. Pertama,

kemiskinan tercipta karena keadaan sumberdaya manusia dalam RTM

terutama kepala keluarga memiliki kualitas pendidikan yang relatif rendah,

keadaan demikian menciptakan akses mereka terhadap pekerjaan yang dapat

menjamin penghidupan lebih layak menjadi terbatas. Kedua, beban

tanggungan dalam keluarga relatif berat karena mereka memiliki jumlah

keluarga yang relatif besar dibarengi oleh adanya beban tambahan

pembiayaan pendidikan dan kesehatan anggota keluarga.

Permasalahan mendasar yang dihadapi masyarakat miskin di

Kabupaten Banggai :

1. Belum meratanya pembangunan hingga ke perdesaan;

a. Kesempatan berusaha di perdesaan dan perkotaan belum dapat

mendorong penciptaan pendapatan terutama bagi masyarakat miskin

(7)

b. Masih tingginya pengangguran terbuka di perdesaan dibandingkan

dengan daerah perkotaan karena keterampilan penduduk miskin yang

sangat terbatas;

c. Masih terbatasnya akses permodalan bagi masyarakat miskin yang

menggantungkan diri pada usaha mikro;

2. Masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas

dasar;

a. Masih terdapatnya kasus kurang gizi dan gizi buruk;

b. Cakupan jaminaan sosial bagi rumah tangga sasaran masih jauh dari

memadai;

c. Masih kurangnya sarana dan prasarana transportasi terutama di

daerah-daerah terisolir;

d. Masih kurangnya dukungan penciptaan kegiatan ekonomi produktif

bagi masyarakat miskin.

3. Harga kebutuhan bahan pokok cenderung berfluktasi sehingga

mempengaruhi daya beli masyarakat miskin.

4. Belum maksimalnya dukungan dan kebijakan ekonomi dan politik yang

berorientasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

5. Masih lemahnya manajemen dan administrasi di tingkat desa/kelurahan

berkaitan dengan pendataan jumlah penduduk miskin.

6. Koordinasi di antara para pemangku kepentingan, seperti Pemerintah

Kabupaten Banggai, Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan Tinggi, Pers,

dan para kelompok peduli lainnya dalam penanggulangan kemiskinan

belum dilaksanakan secara maksimal.

7. Penataan lingkungan pemukiman terutama pada kantong-kantong

penduduk miskin, belum memenuhi standar lingkungan pemukiman yang

memadai dengan ketersediaan prasarana dan sarana baik perkotaan

maupun di perdesaan yang memadai (jalan setapak, sanitasi, pembuangan

sampah, listrik dan penerangan jalan).

8. Masih terbatasnya kemampuan pemberian pelayanan kesehatan bagi

penduduk miskin karena wilayah kerja Puskesmas sangat luas dan belum

meratanya bidan desa di semua kecamatan.

9. Masih terbatasnya kemampuan pemberian subsidi/bantuan pendidikan

bagi penduduk miskin, baik pendidikan formal maupun untuk pendidikan

luar sekolah. Kondisi ini menyebabkan masalah kemiskinan di Kabupaten

(8)

10. Terbatasnya kemampuan penyediaan sarana air bersih bagi penduduk

pada komunitas masyarakat miskin.

Jika dilihat penurunan angka kemiskinan dari tahun 2012 sebesar

29,3% dari 27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) menjadi 15,09 % atau 17.350

jiwa (BPS 2015) hal ini merupakan implikasi atau dampak dari pelaksanaan

pembangunan seluruh sektor di Kabupaten Banggai termasuk pembangunan

infrastruktur bidang cipta karya. Melalui pola pendekatan pembangunan yang

melibatkan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) terutama dalam program

PAMSIMAS, PPIP yang mengelola keuangan pelaksanaan kegiatan, hal ini

berdampak terhadap perkembangan ekonomi lokal masyarakat terutama

untuk pengeluaran biaya pemeliharaan terhadap kerusakan bangunan tidak

lagi membebani masyarakat tetapi telah dapat dilakukan secara mandiri

melalui pengelolaan keuangan kelompok masyarakat yang telah dibentuk.

4.3. AnalisisLingkungan

Kajianlingkungandibutuhkanuntukmemastikan bahwadalam

penyusunan RPI2JMBidangCiptaKaryaolehpemerintah

kabupaten/kotatelahmengakomodasi prinsipperlindungandan pengelolaan

lingkunganhidup.Salah satu isu penting dalam KLHS adalah Isu

Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup.

Pembangunan Berkelanjutan didefinisikan oleh World Commision on Environment and Development (WCED) dalam Our Common Future yang diterbitkan tahun 1987 sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan

generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Salah satu faktor yang harus dihadapi

untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki

kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan

ekonomi dan keadilan sosial. Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan

pembangunan berkelanjutan terdiri dari 3 (tiga) tiang utama (ekonomi, sosial

dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Pembangunan

berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana

mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa

menghabiskan modal alam.

Terjaminnya kelestarian lingkungan merupakan salah satu tujuan

pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) yang

(9)

ke-9, yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan

kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya

lingkungan yang hilang, merupakan bagian dari pencapaian pelaksanaan

pembangunan lingkungan hidup (Bappenas, 2007).

Walaupun konsep pembangunan berkelanjutan ini telah diperkenalkan

sejak tahun 1987 dan komitmen pemerintah mencapai MDGs sejak tahun

2000, kerusakan lingkungan terus berlanjut. Krisis lingkungan hidup yang

semakin luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena antara lain

perencanaan pembangunan yang lebih cenderung mengarahkan pertumbuhan

ekonomi ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade

terakhir ini kita seperti menuai bencana lingkungan. Teridentifikasi 6 masalah

lingkungan di Indonesia yaitu lahan kritis, tekanan dan pertambahan

penduduk, pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan ilegal serta

pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, luas areal pertanian yang

tidak sesuai dan perladangan berpindah, eksploitasi pertambangan, kerusakan

lingkungan pesisir dan laut.

Hasil identifikasi awal terhadap lingkungan di Kabupaten Banggai

menunjukkan bahwa sektor yang berpotensi memberikan tekanan terhadap

lingkungan hidup yaitu kependudukan, permukiman, pertanian, industri,

pertambangan, energi, transportasi dan pariwisata. Pariwisata merupakan

salah satu sektor potensial yang dimiliki Kabupaten Banggai sebagai salah

satu sumber daya ekonominya. Walaupun sektor ini memberikan dampak

positif, juga berpotensi memberikan tekanan terhadap lingkungan hidup dalam

hal sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.

KLHS menurut UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah rangkaian analisis yang sistematis,

menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu

wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Dengan

menempatkan evaluasi dampak lingkungan dan prinsip keberlanjutan secara

strategis di tahap kebijakan, rencana, atau program, maka prinsip

keberlanjutan dan evaluasi dampak lingkungan diintegrasikan secara penuh

dalam pengambilan keputusan. Konteks ini dapat dikatakan bahwa KLHS

tidak hanya merupakan kajian dampak lingkungan yang bersifat formal dan

mengikuti tata prosedur tertentu, tetapi lebih dari itu juga merupakan suatu

(10)

4.3.1. Muatan KLHS

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan suatu kerangka

kerja atau framework pada tahap dini perencanaan pembangunan dengan

maksud agar di masa mendatang dapat dicapai harmoni antara pembangunan

dengan lingkungan hidup. KLHS dapat dimanfaatkan sebagai kerangka

integratif bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat. Muatan KLHS yang terdapat dalam Pasal 16 UU No. 32 Tahun 2009 adalah :

Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk

pembangunan

Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup

Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem

Efisisensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi terhadap Perubahan Iklim

Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati

Muatan KLHS dari ke enam isu pembangunan berkelanjutan tersebut,

maka yang digunakan dalam Telaah dampak dari Kebijakan Rencana dan

Program RPI2JM Kabupaten Banggai adalah tiga muatan KLHS yaitu:

 Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk

pembangunan.

Analisis daya dukung lingkungan dilakukan melalui pendekatan analisis

kesesuaian dan kemampuan lahan. Pertimbangan utama adalah

fisiografi/bentuk lahan dan lereng.

Analisis daya tampung dilakukan dengan mempertimbangkan

kawasan-kawasan konservasi seperti Kawasan hutan lindung; Kawasan pelestarian

alam; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

bawahannya; kawasan perlindungan setempat; Ruang Terbuka Hijau

(RTH) kota; Kawasan suaka alam dan cagar budaya; Kawasan rawan

bencana alam; dan kawasan lindung lainnya.KRP RTRW ditelaah dengan

mempertimbangkan faktor yang disebut di atas. Berdasarkan hasil

telaahan ini disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.

 Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup

Telaah dampak dan risiko lingkungan dilakukan dengan menggunakan

pendekatan ABC (Abitic, Biotic dan Culture). Berdasarkan hasil assessment ini disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.

(11)

Telaah efisiensi pemanfaatan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan

potensi sumber daya alam yang ada. Berdasarkan hasil assessment ini

disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.

4.3.2. Issu Strategis

Mengacu pada isu pembangunan dan isu lingkungan hidup, maka

ditetapkan isu strategis Kabupaten Banggai sebagai berikut :

a. Isu peningkatan intensitas pemanfaatan lahan

Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan adalah merupakan suatu

proses pertumbuhan kota sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya

kebutuhan penduduk akan sarana dan prasarana untuk aktifitas perkotaan.

Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap fisik kota yang pada gilirannya

akan terjadi pengembangan fisik kota baik secara intensif maupun ekstensif.

Kondisi demikian bukan saja terjadi di Kabupaten Banggai tetapi terjadi di

semua kota-kota yang sedang berkembang. Dengan demikian maka isu

peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dapat dijadikan sebagai isu KLHS.

b. Isu konversi dan alih fungsi kawasan hutan

Alih fungsi dan konversi lahan ke peruntukan lainnya merupakan salah

satu isu strategis yang berdampak negatif bagi lingkungan. Konversi lahan

fungsi lindung ke lahan budidaya (industry, pertanian, permukiman dan

lainnya), akan menimbulkan dampak negatif bagi fungsi hidrorologis hutan.

Fungsi hidrologis ini dipengaruhi oleh antara lain oleh jenis vegetasi, tanah,

bentangan alam dan iklim. Berubahnya komposisi tutupan vegetasi hutan

menyebabkan kerusakan siklus air. Akibatnya di musim penghujan apabila

intensitas curah hujan tinggi, akan terjadi banjir dan di musim kemarau ketika

intensitas curah hujan yang sangat rendah, akan terjadi kekeringan. Erosi dan

sedimentasi terjadi sebagai akibat perubahan tutupan lahan di kawasan

hutan. Ketersediaan air tanah juga turut terpengaruh akibat terganggunya

keseimbangan fungsi ekologis hutan. Kondisi demikian banyak terjadi di

Kabupaten Banggai seiring dengan perkembangannya. Berdasarkan hal

demikian, maka isu alih fungsi lahan dan konversi lahan adalah isu strategis

KLHS.

c. Isu meningkatnya tekanan pada ruang terbuka hijau

Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

(12)

sebesar 30% dari total kawasan. Jumlah RTH tersebut dibagi atas 20% RTH

publik (non privat) dan 10% RTH privat.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimaksud meliputi; fasilitas olahraga,

open space, penghijauan halam rumah (privat), penghijauan jalan, lahan

konservasi/jalur hijau di sekitar waduk/sungai/pantai dan peruntukan

kuburan.

Meningkatnya kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan sarana

dan prasararana perkotaan menyebabkan tekanan pada ruang terbuka hijau.

Berkurangnya ruang terbuka jihau (bervegetasi) dan bentukan ruang terbuka

lainnya, akan berdampak pada berkurangnya kenyamanan serta kesegaran

lingkungan kota. Hal tersebut antara lain dapat dirasakan dalam bentuk suhu

yang relatif tinggi, meningkatnya kebisingan, meningkatnya kadar pencemaran

di lingkungan fisik kota, berkurangnya kesuburan tanah dan berkurangnya

ketersediaan oksigen. Mengingat ketersediaan RTH perkotaan memegang

peranan yang sangat penting, maka isu tekanan pada ruang terbuka hijau

Kabupaten Banggai perlu dijadikan sebagai isu strategis KLHS.

d. Isu berkurangnya kawasan resapan air

Pengembangan kota akan berpengaruh terhadap lingkungan fisik kota,

terutama perubahan guna lahan dari areal non terbangun berubah menjadi

kawasan terbangun. Perubahan guna lahan yang terjadi akan berakibat pada

penurunan kualitas lingkungan alam seperti berkurangnya daerah resapan air,

perubahan drainase alam dan ekosistem lingkungan. Perubahan-perubahan

seperti ini perlu diantisipasi untuk mengurangi kemungkinan resiko yang

dapat terjadi sebagai akibat dari aktivitas pembangunan tersebut dengan

mengarahkan pembangunan berdasarkan daya dukung lahannya.

Kabupaten Banggai dalam perkembangannya saat ini juga tidak

terlepas dari permasalahan demikian, mengingat Kabupaten Banggai adalah

merupakan salah satu Kabupaten pemekaran di Provinsi Sulawesi Tengah

yang mengalami perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan deskripsi ini

maka Isu berkurangnya kawasan resapan air dapat dijadikan sebagai salah

satu isu strategis KLHS.

e. Isu meningkatnya Tekanan Pada Wilayah Pesisir & Laut

Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan

pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, pelabuhan,

pembangunan infrastruktur jalan, dan lain-lain), maka tekanan ekologis

(13)

Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan

kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut. Berdasarkan

deskripsi tersebut diatas, terbukti bahwa Isu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Laut menjadi isu strategis KLHS Kabupaten Banggai.

f. Isu kualitas sumber mata air dan sungai-sungai utama

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air

juga semakin meningkat baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

maupun untuk kebutuhan lainnya. Peningkatan kebutuhan air tersebut perlu

diiringi dengan ketersediaan air baku yang memadai serta memenuhi syarat

kualitas. Keterbatasan air baku baik air permukaan, air hujan maupun air

tanah diakibatkan antara lain oleh pembangunan dan perubahan tata guna

lahan di DAS bagian hulu, yang sering kurang mempertimbangkan kelestarian

ekosistem disekitarnya. Hal ini diperburuk dengan perubahan iklim global

dimana terjadi peningkatan suhu bumi dan semakin panjangnya musim

kemarau.

Seiring dengan perkembangan Kabupaten Banggai saat ini serta

peningkatan kebutuhan air, maka isu kualitas sumber mata air dan

sungai-sungai utama dapat dijadikan sebagai isu strategis KLHS.

g. Isu Risiko bencana

Kabupaten Banggai termasuk wilayah rawan bencana dengan kategori

sedang. Kabupaten Banggai memiliki berbagai kawasan rawan bencana alam

seperti kawasan rawan tanah longsor, abrasi, dan rawan banjir.

Terjadinya longsor sangat tergantung pada kestabilan/kemiringan

lereng, topografi, geomorfologi dan kondisi geologi. Daerah yang memiliki

kemiringan lereng yang curam, > 25% ditambah curah hujan yang tinggi

sangat berpotensi untuk terjadinya gerakan massa dan akhirnya menimbulkan

longsor. Kawasan rawan longsor di wilayah Kabupaten Banggai tersebar di

kawasan, yaitu di kawasan Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo jaya,

Kecamatan Bungku Utara dan kecamatan Mamosalato.

Kawasan rawan abrasi adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan

berpotensi tinggi mengalami gelombang pasang. Kawasan rawan abrasi

terdapat di Kecamatan Bungku Utara.

Daerah rawan banjir di wilayah Kabupaten Banggai meliputi daerah

muara sungai dan dataran banjir terutama di sepanjang Sungai. Faktor-faktor

(14)

berkurang karena sedimentasi dan topografis daerah. Kawasan rawan banjir di

Kabupaten Banggai yaitu di Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo Jaya dan

Kecamatan Bungku Utara.

Berdasarkan data yang ada maka terbukti bahwa pengelolaan risiko

bencana adalah isu strategis KLHS yang meliputi risiko bencana longsor,

rawan abrasi dan rawan banjir.

h. Isu menurunnya mutu air dan udara termasuk ketersediaan air bersih

Kabupaten Banggai memiliki Kawasan Peruntukan Industri di

Kecamatan Petasia, Kecamatan Petasia Timur, Kecamatan Petasia Barat dan

Kecamatan Mori Atas dan Kawasan industri kecil/usaha mikro tersebar

diseluruh wilayah Kabupaten Banggai. Hal ini akan sangat berpotensi

terjadinya pencemaran lingkungan dari kegiatan-kegiatan industry tersebut

terutama pencemaran sumber daya air. Potensi pencemaran lingkungan

lainnya adalah dapat berupa pencemaran tanah, dan air akibat limbah padat

dan cair domestik, medis, industri dan pertambangan. Juga pencemaran udara

yang diakibatkan kegiatan aktivitas transportasi darat.

Dari deskripsi data-data yang ada maka terbukti bahwa isu kerusakan

dan pencemaran lingkungan adalah sebagai isu strategis KLHS.

i. Isu meningkatnya Migrasi Penduduk

Fenomena mobilitas penduduk yang diperkirakan akan terus

mengalami peningkatan di wilayah Kabupaten Banggai seiring dengan

perkembangan kotanya, mengingat Kabupaten Banggai saat ini menjadi salah

satu tujuan migrasi penduduk khususnya pencari kerja. Kondisi demikian

harus disikapi dengan arif dan demokratis, tanpa pembatasan yang

bersinggungan dengan hak azasi manusia. Pemerintah Kabupaten Banggai

harus mampu merumuskan kebijakan dalam upaya mengarahkan dan

merangsang mobilitas penduduk ini ke arah yang memberikan dampak positif,

meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tingginya arus migrasi ke wilayah

Kabupaten Banggai ini akan meningkatkan beban wilayah baik secara sosial,

ekonomi maupun lingkungan.

Mengingat fenomena tersebut diatas adalah merupakan suatu hal yang

tidak dapat terhindarkan, maka Isu meningkatnya migrasi penduduk ini

adalah merupakan salah satu isu strategis di dalam KLHS

(15)

Lingkungan perkotaan Kabupaten Banggai sudah menjadi hal yang

penting dan mendesak untuk dikelola mengingat kawasan perkotaan Banggai

merupakan salah satu wilayah dengan konsentrasi penduduk yang cukup

tinggi. Kondisi itu akan menimbulkan dampak besar terhadap tidak hanya

pada aspek sosial dan ekonomi, namun tentu saja terhadap lingkungan juga.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Banggai di masa

mendatang, maka jumlah limbah yang mencemari lingkungan pasti semakin

besar. Disamping itu, ketersediaan infrastruktur perkotaan yang sangat

terbatas menyebabkan kualitas lingkungan menjadi menurun yang berakibat

pada munculnya kantong-kantong kumuh perkotaan.

Permasalahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Banggai ini

memberikan ilustrasi akibat perkembangan dan pertumbuhan perkotaan yang

secara langsung terkait kepada pengelolaan lingkungan perkotaan, sehingga

diperlukan penanganan yang serius dari Pemerintah Kabupaten Banggai.

Mengingat pentingnya penanganan lingkungan Perkotaan Banggai,

maka Isu penurunan kualitas lingkungan permukiman perlu dijadikan sebagai

salah satu isu strategis KLHS.

Secara lebih spesifik hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan

bidang cipta karya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta

Karya di Kabupaten Banggai

ber air bakudari air terjun

(16)

Isu3: dampakkawasankumuh terhadap

- Kws. pesisir di Kab.

Banggai identik dengan Berdasarkan hasil KLHS RTRW Kabupaten Banggai, juga telah

mengarahkan beberapa rekomendasi yang terkait dengan perbaikan kebijakan,

rencana dan/program (KRP) khususnya yang berhubungan dengan bidang

cipta karya sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No. KomponenKebijakan, Rencanadan/atauProgram

RekomendasiPerbaikanKRP dan

PengintegrasianHasilKLHS

(1) (2) (3)

1. PengembanganPermukiman a. Pembangunan sarana dan prasarana permukiman

3. PengembanganAirminum Penyusunan identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan

(17)

4. PengembanganPenyehatan LingkunganPermukiman

a. Penyusunan Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Hidup

b. Penyusunan Master Plan

Pengelolaan Lingkungan Hidup c. Penyusunan Rencana

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)

KLHS merupakan instrument lingkungan yang diterapkanpada tataran

rencanaprogram. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan,

instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL dan SPPLH.

4.3.3 Amdal,UKL-UPL,danSPPLH

Pengelompokanatau kategorisasiproyek mengikuti ketentuan yang telah

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5

Tahun2012tentangjenisrencanausahadan/ataukegiatan Wajib

AMDALdanPeraturanMenteriPekerjaanUmumNo.8Tahun2008

tentangPenetapan JenisRencanaUsahadan/atauKegiatanBidang Pekerjaan

UmumyangWajibDilengkapidenganUpayaPengelolaan

LingkunganHidupdanUpayaPemantauanLingkunganHidup,yaitu:

1. ProyekwajibAMDAL

2. ProyektidakwajibAMDALtapi wajibUKL-UPL

(18)

Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan Amdal

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

a) Rujukan Peraturan

Perundangan

i.UU32tahun2009tentangPerlindungandanPengelol

aanLingkunganHidup

ii.PermenLH09/2011tentangPedomanumum

KLHS

i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

danPengelolaan Lingkungan Hidup

ii. Permen PPU 8/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang

PU wajib UKL UPL

iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha

dan/atau kegiatan Wajib AMDAL

b) PengertianUmum Rangkaiananalisisyangsistematis,menyeluruh,dan

partisipatif untuk memastikan bahwaprinsip

pembangunanberkelanjutan telah menjadidasar

danterintegrasi dalam pembangunan suatu

wilayahdan/ataukebijakan, rencana, dan/atau

program.

Kajianmengenaidampakpentingsuatuusahadan/ataukegiatan

yang direncanakan pada lingkungan hidup yang

diperlukanbagiproses pengambilankeputusantentang

penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.Usaha dan/atau

Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat

menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta

menyebabkan dampakterhadap lingkungan.

c) Kewajiban

pelaksanaan

PemerintahdanPemerintahDaerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan

(19)

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

d) Keterkaitan studi

lingkungan dengan:

i.PenyusunanatauevaluasiRTRW,RPJPdan RPJM

ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang

berpotensi menimbulkan dampak dan/atau

resikolingkungan

Tahap perencanaansuatuusaha dan ataukegiatan

e) Mekanisme

pelaksanaan

i. pengkajian pengaruh kebijakan,rencana, dan/

atau program terhadap kondisi lingkungan

hidupdisuatuwilayah;

i. Pemrakarsadibantuolehpihaklainyangberkompeten

sebagaipenyusunAMDAL

ii. perumusan alternatif penyempurnaan

kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan

keputusan kebijakan, rencana, dan/atau

program yang mengintegrasikan prinsip

pembangunan berkelanjutan.

ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang

dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota

sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.

iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikanrekomendasi berupa

kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri,

gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya.

iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan

(20)

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

f) Muatan Studi

Lingkungan

i. Isu Strategis terkait

PembangunanBerkelanjutan

ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan

isu-isu strategis terkait pembangunan

berkelanjutan

iii. Alternatif rekomendasi untuk

rencana/program

i. Kerangka acuan;

ii. Andal; dan

iii. RKL-RPL.

Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.

Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

dan/atau rencana tata ruang kawasan.

g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana,

dan/atauprogram pembangunan dalam suatu

wilayah.

Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota

sesuaikewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan

(21)

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat

untuk melakukan perbaikan kebijakan,

rencana, dan/atau program pembangunan yang

melampaui daya dukung dan daya tampung

lingkungan.

ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah

melampaui daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak

diperbolehkan lagi.

i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak

layakan lingkungan

ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang

diwajibkan

iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang

tercantum dalam RKL RPL.

i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)

didanai oleh pemrakarsa,

ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat

Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD

iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL

dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.

iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran

instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan

(22)

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

j) Partisipasi Masyarakat Masyarakat adalah salah satu komponen

dalamkabupaten/kota yang dapat mengakses

dokumen pelaksanaan KLHS

Masyarakat yang dilibatkan adalah:

i. Yang terkena dampak;

ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau

iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam

proses AMDAL k) Atribut Lainnya:

a. Posisi Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan

b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif

c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan

pembangunanBerkelanjutan

Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan

d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas

e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam,

pembangunanBerkelanjutan

Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative

f. Alternatif Banyak alternative Alternatif terbatas jumlahnya

g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk

mengarahkan visi dan kerangka umum

Sempit, dalam dan rinci

h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih

komponen,KRP merupakan proses iteratif dan

(23)

Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)

i. Fokus pengendalia

dan dampak

Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan

j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang

berwenangmemberikan penilaian dan persetujuan

KLHS

Diperlukan institusi yang berwenang

memberikanpenilaian dan persetujuan AMDAL

(24)

JenisKegiatanBidangCiptaKaryadanbatasankapasitasnyayang

wajibdilengkapidokumenAMDALadalahsebagaiberikut:

Tabel4.4Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No. JenisKegiatan Skala/Besaran d. keperluansettlementtransmigrasi > 2.000 ha C. Air LimbahDomestik D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer

dan/atau sekunder)di permukiman

a.Kotabesar/metropolitan,panjang: >5km

b.Kotasedang, panjang: >8km

(25)

No. JenisKegiatan Skala/Besaran

- Luaslayanan > 500ha

b.Pembangunan jaringan transmisi

- panjang > 8km

PeraturanMenteriPekerjaanUmumNo.8Tahun2008

JenisKegiatanBidangCiptaKaryayangkapasitasnya masihdibawah

batasmenjadikannyatidak wajibdilengkapidokumenAMDALtetapi wajib

dilengkapidengan dokumenUKL-UPL.Jenis kegiatan bidang

Ciptakaryadanbatasankapasitasnyayangwajibdilengkapi dokumen

UKL-UPLtercermindalamTabelberikut.

Tabel 3.5 Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL

Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya

a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansipenunjang:

 Luas kawasan, atau <8 Ha

 Kapasitas total <8.000 ton ii. TPA daerah pasang surut

 Luas landfill, atau < 5 Ha

 Kapasitas total < 5.000 ton iii. PembangunanTransfer Station

 Kapasitas < 1.000 ton/hari

ii. PembangunanInstalasi/PengolahanSampahTerpadu  Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator  Kapasitas < 500 ton/hari

iii. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos  Kapasitas > 50 s.d. <80 ton/ha

b. Air Limbah Domestik/ Permukiman

i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang

 Luas < 2 ha

 Atau kapasitas < 11 m3/hari

ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah  Luas < 3 ha

 Atau bahan organik < 2,4 ton/hari

iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah

(sewerage/off-site sanitation system)

diperkotaan/permukiman  Luas < 500 ha

(26)

Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya

c. Drainase Permukaan Perkotaan

i. Pembangunan saluran primer dan sekunder  Panjang < 5 km

ii. Pembangunan kolam retensi / polder diarea / kawasan pemukiman

 Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha iii. Pembangunan jaringan distribusi:

 Luas layanan : 80 ha s.d. < 500 ha

d. Air Minum ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi  Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <8 km  Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 8 km  Pedesaan, Panjang :

-iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)

 Sungai Danau : 50 lps s.d. < 250 lps  Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps

iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap  Debit : > 50 lps s.d. < 80 lps

v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:

 Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps

 Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps

e. Pembanguna n Gedung

i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2

2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2

3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2

4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk AmdalmakawajibdilengkapiUKL danUPL

(27)

Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya

Prasaranadanatausaranaumum:

1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian,

2) perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2

3) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2

4) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2

5) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:

1) Fungsiusahameliputibangunangedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan,wisata dan rekreasi,terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2s.d.8.000m2

2) Fungsikeagamaan,meliputi bangunanmasjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunanpura, bangunanvihara,dan bangunankelenteng:5000m2 s.d. 8.000m2

3) Fungsisosialdanbudaya, meliputibangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum: 5000 m2 s.d.8.000m2

(28)

Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya

f. Pengemban gan kawasan permukiman baru

i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 8 ha

ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 8 ha

iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)

 Jumlah hunian: < 500 unit rumah;  Luas kawasan: < 8 ha

g. Peningkatan Kualitas Permukiman

i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;

 Luas kawasan: < 8 ha

ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;

 Luas kawasan: < 8 ha

iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)

 Luas kawasan: < 8 ha berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun.

 Luas kawasan: < 5 ha

Sumber : Peraturan MenteriPekerjaanUmum No.8Tahun2008

JenisKegiatanBidangCiptaKaryayangkapasitasnya masihdibawah

bataswajibdilengkapidokumenUKL-UPLmenjadikannya tidakwajib dilengkapi

dokumenUKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat

PernyataanKesanggupanPengelolaan danPemantauanLingkungan

(29)

Gambar

Gambar 4.1Sebaran RTM Berdasarkan Kategori Kondisi KemiskinanMenurutKecamatan di Kabupaten Morowali Banggai
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta
Tabel 4.2 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel  3.5 Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan hal di atas jawaban responden mengenai somasi yang diberikan pihak Rumah Sakit Woodward Palu, dapat diketahui setelah somasi atau surat teguran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi: Ada Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap Sosial

Salah satu karunia dari-Nya adalah terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu prasyarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Hasil kompilasi dari arduino software dapat dipergunakan dan dijalankan tidak hanya pada arduino board tetapi juga dapat dijalankan di sistem mikrokontroler avr yang

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi impulse buying , agar permasalahan yang diteliti lebih terfokus maka dalam

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rachman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah,

Evaluasi yang diterapkan dalam kemampuan psikomotorik siswa pada mata pelajaran fiqih materi praktek ibadah sholat kelas II MI NU Sabilul Khoirot Jojo Mejobo

Lokal Kitab Fathul Qorib dalam Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Fiqih (Studi Kasus di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus) ”.