BAB IV
ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
4.1 AnalisisSosial
Dalam penyusunan dokumen Perencanaan pembangunan infrastruktur
bidang cipta karya juga perlu mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang
akan ditimbulkan dalam rangka mengintegrasikan pelaksanaan program
kegiatan terhadap lingkungan permukiman baik permukiman perkotaan
maupun permukiman perdesaan. Analisis dampak sosial tersebut
dilaksanakan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pasca pembangunan
dalam hal ini pengelolaan hasil pembangunan agar tetap terjaga dan
terpelihara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan.
Padataraf perencanaan,pembangunan infrastruktur permukiman
seharusnya menyentuh aspek-aspeksosialyangterkaitdansesuaidenganisu-isu
yangmaraksaatini,sepertipengentasan kemiskinan serta pengaruh
gender.Sedangkanpadasaatpembangunan kemungkinan
masyarakatterkenadampaksehinggadiperlukanproses
konsultasi,pemindahanpendudukdanpemberiankompensasi,maupun
permukiman kembali.Kemudianpadapascapembangunan atau pengelolaan
perludiidentifikasi apakahkeberadaaninfrastruktur Bidang
CiptaKaryatersebutmembawa manfaatataupeningkatan tarafhidup
bagikondisisosialekonomimasyarakatsekitarnya.
Analisis terhadap pengarusutamaan gender sangatlah diperlukan untuk
melihat seberapa besar keterlibatan atau peran perempuan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pasca pembangunan. Selain itu
perlu pula dilaksanakan identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca
pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang cipta karya dalam rangka
mengurangi resiko-resiko yang mungkin ditimbulkan sebagai implikasi dari
pelaksanaan pembangunan tersebut.
Berdasarkan data yang ada, beberapa program bidang cipta karya yang
dilaksanakan di Kabupaten Banggai yang sebelumnya masih bergabung
dengan Kabupaten Induk Morowali antara lain Program Pemberdayaan
Masyarakat adalah PNPM, PAMSIMAS dan PPIP; dan program non
pemberdayaan meliputi penyusunan RISPAM dan SSK. Dari keseluruhan
Masyarakat Setempat (OMS) dan kontrol pengambilan keputusan terhadap
hal-hal yang akan dilaksanakan dengan tingkat partisipasi mencapai 30% sampai
40%. Keterlibatan perempuan tersebut manfaatnya cukup besar karena
keberadaan keseharian sebagian besar di lingkungannya sehingga
memudahkan pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan untuk
kebutuhan dan manfaatnya dalam jangka panjang.
Hal-hal yang juga perlu diperhitungkan dalam pelaksanaan
pembangunan infrastruktur bidang cipta karya, karena proses pembangunan
memerlukanlokasi,besaran kegiatan,dandurasi waktu sehingga akan
berdampakterhadap masyarakat. Untuk meminimalisir
terjadinyakonflikdenganmasyarakat penerimadampak makaperludilakukan
beberapa langkahantisipasi, seperti konsultasi, pengadaanlahandanpemberian
kompensasiuntuktanahdan bangunan,sertapermukimankembali.
1. Konsultasi Masyarakat
Konsultasimasyarakatdiperlukanuntukmemberikan informasi kepada
masyarakat, terutamakelompokmasyarakatyangmungkin
terkenadampakakibatpembangunan BidangCiptaKaryadi wilayahnya.
Halinisangatpentinguntukmenampungaspirasi
merekaberupapendapat,usulansertasaran-saran untukbahan pertimbangan
dalamprosesperencanaan.Konsultasi masyarakat perludilakukan
padasaatpersiapan program BidangCiptaKarya,
persiapanAMDALdanpembebasanlahan.
2. Pengadaan Lahan dan Pemberian Kompensasi Untuk Tanah dan
Bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas
tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya
berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan
tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga
yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut.
3. Permukiman Kembali Penduduk(resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus
mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak
rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat
proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya,
serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
Output kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya seharusnya
memberi manfaatbagimasyarakat. Manfaattersebutdiharapkan
minimaldapatterlihatsecara kasatmatadansecarasederhana dapat
terukur,sepertikemudahan mencapailokasipelayananinfrastruktur,
waktutempuhyangmenjadilebihsingkat,hinggapengurangan biaya yang harus
dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanantersebut.
4.2. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dalam penyusunan RPI2JM sangat diperlukan untuk
mengetahui dampak pembangunan infrastruktur bidang cipta karya terhadap
kehidupan penduduk miskin serta pengaruhnya terhadap perekonomian lokal
masyarakat.
MenurutstandarBPSterdapat14 kriteria yangdipergunakanuntuk
menentukankeluarga/rumahtanggadikategorikanmiskin, yaitu :
1) Luaslantaibangunantempattinggalkurangdari8m2perorang.
2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3) Jenisdindingtempattinggaldaribambu/rumbia/kayuberkualitas
rendah/temboktanpadiplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-samadengan
rumahtanggalain.
5) Sumberpeneranganrumahtanggatidakmenggunakanlistrik.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/airhujan.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyaktanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam
seminggu.
9) Hanyamembelisatustelpakaianbarudalamsetahun.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12) Sumberpenghasilankepalarumahtanggaadalah:petanidengan luaslahan
500m2,buruhtani,nelayan,buruhbangunan, buruh perkebunan
danataupekerjaan lainnyadenganpendapatan dibawahRp.600.000,-per
bulan.
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak
tamatSD/hanyaSD.
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp.500.000,- sepertisepedamotorkredit/nonkredit,
emas,ternak,kapalmotor,ataubarangmodallainnya.
Jika minimal 9 variabel tersebut di atas terpenuhi maka suatu rumah
tangga dikategorikansebagairumahtanggamiskin.
Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)
Tahun 2012, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Banggai
mencapai jumlah 8.014 rumah tangga, jumlah ini setara dengan 29,3% dari
27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) namun jumlah tersebut telah menurun
menjadi 15,09 % atau 17.350 jiwa (BPS 2015).
RTM tergolong dalam tiga kategori yaitu (1) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan sampai dengan 10% terendah; (2) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah; (3) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 21% - 30% terendah.
Sebagaimana disajikan pada gambar 4.1, di Kabupaten Banggai,
jumlah RTM dengan kondisi kesejahteraan 10% terendah mencapai 3.975
buah atau sekitar 49,60% dari jumlah total RTM yang ada. Sekitar 67,52%
jumlah RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 10%
terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan, masing-masing adalah
Kecamatan Bungku Utara, Kecamatan Mamosalato, Mori Utara, Petasia
Timur, dan Kecamatan Mori Atas. Pada kelompok RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 11 – 20% terendah mencapai 2.127 buah atau
sekitar 26,54% dari jumlah total RTM yang ada. Sekitar 65,49% dari jumlah
RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 11% - 20%
terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan, masing – masing
adalah Kecamatan Bungku Utara, Mamosalato, Petasia Timur, Lembo, dan
Kecamatan Petasia. Sedangkan pada kelompok RTM/individu dengan kondisi
kesejahteraan antara 21% - 30% terendah mencapai 1.912 buah atau sekitar
Sumber :PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial), 2012. Data diolah Gambar 4.1Sebaran RTM Berdasarkan Kategori Kondisi Kemiskinan
MenurutKecamatan di Kabupaten Morowali Banggai
Sekitar 65,48% dari jumlah RTM/individu dengan kondisi
kesejahteraan sampai dengan 21% - 30% terendah terkonsentrasi di 5 (lima)
wilayah kecamatan, masing – masing adalah Kecamatan Bungku Utara,
Petasia, Mamosalato, Lembo, dan Kecamatan Petasia Timur. Dengan , kondisi
ini menjadi penanda bahwa kemiskinan di wilayah ini terkonsentrasi pada
tingkat kemiskinan yang paling rendah. Kemiskinan yang terjadi diwilayah ini
secara umum dapat terdeteksi melalui keadaan RTM sebagai berikut.
Pertama, teridentifikasinya RTM dalam tigak Kategori yaitu, mereka yang terkelompok dalam pendapatan 10% terendah, terkelompok dalam
pendapatan 11-20% terendah, dan terkelompok dalam pendapatan 21-30%
terendah, keadaan ini menjadi pertanda bahwa bagia terbesar kelompok RTM
berada pada kelompok termiskin dan terkonsentrasi pada Kecamatan Bungku
Utara, Mamosalato, Petasia Timur dan Lembo.
Kedua, masih terdapat sebanyak 10,34% RTM tidak memiliki pekerjaan. Meskipun sebagian besar kelompok RTM memiliki pekerjaan,
namun karena proporsi mereka sangat besar bergantung pada Lapangan
Usaha Pertanian (padi dan palawija), Perkebunan, dan Perikanan (tangkap).
Dengan karakteristik lapangan usaha demikian disertai oleh 76,78% kepala 842
sebanyak 13,8% adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai swasta, kelompok
RTM berpotensi memiliki resiko tinggi kegagalan menerima pendapatan
potensial.
Ketiga, teridentifikasinya sebanyak 76,6% kepala RTM berpendidkan rendah, selain itu kemiskinan telah meluas pula hingga menyentuh mereka
berpendidikan tinggi. Beban RTM relatif berat karena masih terdapat 57%
menanggung pembiayaan pendidikan anak usia Wajar, banyaknya RTM yang
menanggung pembiayaan pendidikan ini terdapat 86% menanggung minimal 1
orang anak usia wajar dan 14% menanggung minimal 3 anak usia Wajar.
Keadaan RTM seperti demikian akan menimbulkan resiko tinggi dalam
pembiayaan pendidikan ART usia Wajar ketika mereka mengalami kegagalan
dalam pendapatan potensial.
Keempat, meskipun teridentifikasi sebesar 98,1% RTM tidak terbebani oleh keadaan kecacatan ART dan 89,4% RTM tidak menghadapi masalah
kesehatan ART. Namun demikian masih terdapat RTM yang teridentifikasi
mengalami masalah kecacatan dan masalah penyakit ART, mereka masih
menghadapi cacat tubuh, tuna netra, dan tuna rungu, selain itu mereka
menghadapi pula penyakit hipertensi, rematik, dan asma. Keadaan demikian
menandai bahwa RTM selain menghadapi masalah pekerjaan dan pendidikan
kepala RTM, mereka terbebani pula oleh biaya pendidikan dan biaya
kesehatan ART.
Berdasarkan pada identifikasi masalah kemiskinan pada kelompok
RTM di Wilayah Kabupaten Banggai tersebut diatas, dapat diidentifikasi pula
penyebab kemiskinan dalam dua kelompok besar sebagai berikut. Pertama,
kemiskinan tercipta karena keadaan sumberdaya manusia dalam RTM
terutama kepala keluarga memiliki kualitas pendidikan yang relatif rendah,
keadaan demikian menciptakan akses mereka terhadap pekerjaan yang dapat
menjamin penghidupan lebih layak menjadi terbatas. Kedua, beban
tanggungan dalam keluarga relatif berat karena mereka memiliki jumlah
keluarga yang relatif besar dibarengi oleh adanya beban tambahan
pembiayaan pendidikan dan kesehatan anggota keluarga.
Permasalahan mendasar yang dihadapi masyarakat miskin di
Kabupaten Banggai :
1. Belum meratanya pembangunan hingga ke perdesaan;
a. Kesempatan berusaha di perdesaan dan perkotaan belum dapat
mendorong penciptaan pendapatan terutama bagi masyarakat miskin
b. Masih tingginya pengangguran terbuka di perdesaan dibandingkan
dengan daerah perkotaan karena keterampilan penduduk miskin yang
sangat terbatas;
c. Masih terbatasnya akses permodalan bagi masyarakat miskin yang
menggantungkan diri pada usaha mikro;
2. Masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas
dasar;
a. Masih terdapatnya kasus kurang gizi dan gizi buruk;
b. Cakupan jaminaan sosial bagi rumah tangga sasaran masih jauh dari
memadai;
c. Masih kurangnya sarana dan prasarana transportasi terutama di
daerah-daerah terisolir;
d. Masih kurangnya dukungan penciptaan kegiatan ekonomi produktif
bagi masyarakat miskin.
3. Harga kebutuhan bahan pokok cenderung berfluktasi sehingga
mempengaruhi daya beli masyarakat miskin.
4. Belum maksimalnya dukungan dan kebijakan ekonomi dan politik yang
berorientasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
5. Masih lemahnya manajemen dan administrasi di tingkat desa/kelurahan
berkaitan dengan pendataan jumlah penduduk miskin.
6. Koordinasi di antara para pemangku kepentingan, seperti Pemerintah
Kabupaten Banggai, Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan Tinggi, Pers,
dan para kelompok peduli lainnya dalam penanggulangan kemiskinan
belum dilaksanakan secara maksimal.
7. Penataan lingkungan pemukiman terutama pada kantong-kantong
penduduk miskin, belum memenuhi standar lingkungan pemukiman yang
memadai dengan ketersediaan prasarana dan sarana baik perkotaan
maupun di perdesaan yang memadai (jalan setapak, sanitasi, pembuangan
sampah, listrik dan penerangan jalan).
8. Masih terbatasnya kemampuan pemberian pelayanan kesehatan bagi
penduduk miskin karena wilayah kerja Puskesmas sangat luas dan belum
meratanya bidan desa di semua kecamatan.
9. Masih terbatasnya kemampuan pemberian subsidi/bantuan pendidikan
bagi penduduk miskin, baik pendidikan formal maupun untuk pendidikan
luar sekolah. Kondisi ini menyebabkan masalah kemiskinan di Kabupaten
10. Terbatasnya kemampuan penyediaan sarana air bersih bagi penduduk
pada komunitas masyarakat miskin.
Jika dilihat penurunan angka kemiskinan dari tahun 2012 sebesar
29,3% dari 27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) menjadi 15,09 % atau 17.350
jiwa (BPS 2015) hal ini merupakan implikasi atau dampak dari pelaksanaan
pembangunan seluruh sektor di Kabupaten Banggai termasuk pembangunan
infrastruktur bidang cipta karya. Melalui pola pendekatan pembangunan yang
melibatkan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) terutama dalam program
PAMSIMAS, PPIP yang mengelola keuangan pelaksanaan kegiatan, hal ini
berdampak terhadap perkembangan ekonomi lokal masyarakat terutama
untuk pengeluaran biaya pemeliharaan terhadap kerusakan bangunan tidak
lagi membebani masyarakat tetapi telah dapat dilakukan secara mandiri
melalui pengelolaan keuangan kelompok masyarakat yang telah dibentuk.
4.3. AnalisisLingkungan
Kajianlingkungandibutuhkanuntukmemastikan bahwadalam
penyusunan RPI2JMBidangCiptaKaryaolehpemerintah
kabupaten/kotatelahmengakomodasi prinsipperlindungandan pengelolaan
lingkunganhidup.Salah satu isu penting dalam KLHS adalah Isu
Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup.
Pembangunan Berkelanjutan didefinisikan oleh World Commision on Environment and Development (WCED) dalam Our Common Future yang diterbitkan tahun 1987 sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Salah satu faktor yang harus dihadapi
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki
kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan
ekonomi dan keadilan sosial. Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan
pembangunan berkelanjutan terdiri dari 3 (tiga) tiang utama (ekonomi, sosial
dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Pembangunan
berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana
mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa
menghabiskan modal alam.
Terjaminnya kelestarian lingkungan merupakan salah satu tujuan
pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) yang
ke-9, yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan
kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya
lingkungan yang hilang, merupakan bagian dari pencapaian pelaksanaan
pembangunan lingkungan hidup (Bappenas, 2007).
Walaupun konsep pembangunan berkelanjutan ini telah diperkenalkan
sejak tahun 1987 dan komitmen pemerintah mencapai MDGs sejak tahun
2000, kerusakan lingkungan terus berlanjut. Krisis lingkungan hidup yang
semakin luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena antara lain
perencanaan pembangunan yang lebih cenderung mengarahkan pertumbuhan
ekonomi ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade
terakhir ini kita seperti menuai bencana lingkungan. Teridentifikasi 6 masalah
lingkungan di Indonesia yaitu lahan kritis, tekanan dan pertambahan
penduduk, pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan ilegal serta
pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, luas areal pertanian yang
tidak sesuai dan perladangan berpindah, eksploitasi pertambangan, kerusakan
lingkungan pesisir dan laut.
Hasil identifikasi awal terhadap lingkungan di Kabupaten Banggai
menunjukkan bahwa sektor yang berpotensi memberikan tekanan terhadap
lingkungan hidup yaitu kependudukan, permukiman, pertanian, industri,
pertambangan, energi, transportasi dan pariwisata. Pariwisata merupakan
salah satu sektor potensial yang dimiliki Kabupaten Banggai sebagai salah
satu sumber daya ekonominya. Walaupun sektor ini memberikan dampak
positif, juga berpotensi memberikan tekanan terhadap lingkungan hidup dalam
hal sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.
KLHS menurut UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Dengan
menempatkan evaluasi dampak lingkungan dan prinsip keberlanjutan secara
strategis di tahap kebijakan, rencana, atau program, maka prinsip
keberlanjutan dan evaluasi dampak lingkungan diintegrasikan secara penuh
dalam pengambilan keputusan. Konteks ini dapat dikatakan bahwa KLHS
tidak hanya merupakan kajian dampak lingkungan yang bersifat formal dan
mengikuti tata prosedur tertentu, tetapi lebih dari itu juga merupakan suatu
4.3.1. Muatan KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan suatu kerangka
kerja atau framework pada tahap dini perencanaan pembangunan dengan
maksud agar di masa mendatang dapat dicapai harmoni antara pembangunan
dengan lingkungan hidup. KLHS dapat dimanfaatkan sebagai kerangka
integratif bagi semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat. Muatan KLHS yang terdapat dalam Pasal 16 UU No. 32 Tahun 2009 adalah :
Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan
Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup
Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Efisisensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati
Muatan KLHS dari ke enam isu pembangunan berkelanjutan tersebut,
maka yang digunakan dalam Telaah dampak dari Kebijakan Rencana dan
Program RPI2JM Kabupaten Banggai adalah tiga muatan KLHS yaitu:
Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan.
Analisis daya dukung lingkungan dilakukan melalui pendekatan analisis
kesesuaian dan kemampuan lahan. Pertimbangan utama adalah
fisiografi/bentuk lahan dan lereng.
Analisis daya tampung dilakukan dengan mempertimbangkan
kawasan-kawasan konservasi seperti Kawasan hutan lindung; Kawasan pelestarian
alam; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya; kawasan perlindungan setempat; Ruang Terbuka Hijau
(RTH) kota; Kawasan suaka alam dan cagar budaya; Kawasan rawan
bencana alam; dan kawasan lindung lainnya.KRP RTRW ditelaah dengan
mempertimbangkan faktor yang disebut di atas. Berdasarkan hasil
telaahan ini disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.
Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup
Telaah dampak dan risiko lingkungan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan ABC (Abitic, Biotic dan Culture). Berdasarkan hasil assessment ini disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.
Telaah efisiensi pemanfaatan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi sumber daya alam yang ada. Berdasarkan hasil assessment ini
disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.
4.3.2. Issu Strategis
Mengacu pada isu pembangunan dan isu lingkungan hidup, maka
ditetapkan isu strategis Kabupaten Banggai sebagai berikut :
a. Isu peningkatan intensitas pemanfaatan lahan
Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan adalah merupakan suatu
proses pertumbuhan kota sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya
kebutuhan penduduk akan sarana dan prasarana untuk aktifitas perkotaan.
Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap fisik kota yang pada gilirannya
akan terjadi pengembangan fisik kota baik secara intensif maupun ekstensif.
Kondisi demikian bukan saja terjadi di Kabupaten Banggai tetapi terjadi di
semua kota-kota yang sedang berkembang. Dengan demikian maka isu
peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dapat dijadikan sebagai isu KLHS.
b. Isu konversi dan alih fungsi kawasan hutan
Alih fungsi dan konversi lahan ke peruntukan lainnya merupakan salah
satu isu strategis yang berdampak negatif bagi lingkungan. Konversi lahan
fungsi lindung ke lahan budidaya (industry, pertanian, permukiman dan
lainnya), akan menimbulkan dampak negatif bagi fungsi hidrorologis hutan.
Fungsi hidrologis ini dipengaruhi oleh antara lain oleh jenis vegetasi, tanah,
bentangan alam dan iklim. Berubahnya komposisi tutupan vegetasi hutan
menyebabkan kerusakan siklus air. Akibatnya di musim penghujan apabila
intensitas curah hujan tinggi, akan terjadi banjir dan di musim kemarau ketika
intensitas curah hujan yang sangat rendah, akan terjadi kekeringan. Erosi dan
sedimentasi terjadi sebagai akibat perubahan tutupan lahan di kawasan
hutan. Ketersediaan air tanah juga turut terpengaruh akibat terganggunya
keseimbangan fungsi ekologis hutan. Kondisi demikian banyak terjadi di
Kabupaten Banggai seiring dengan perkembangannya. Berdasarkan hal
demikian, maka isu alih fungsi lahan dan konversi lahan adalah isu strategis
KLHS.
c. Isu meningkatnya tekanan pada ruang terbuka hijau
Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
sebesar 30% dari total kawasan. Jumlah RTH tersebut dibagi atas 20% RTH
publik (non privat) dan 10% RTH privat.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimaksud meliputi; fasilitas olahraga,
open space, penghijauan halam rumah (privat), penghijauan jalan, lahan
konservasi/jalur hijau di sekitar waduk/sungai/pantai dan peruntukan
kuburan.
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan sarana
dan prasararana perkotaan menyebabkan tekanan pada ruang terbuka hijau.
Berkurangnya ruang terbuka jihau (bervegetasi) dan bentukan ruang terbuka
lainnya, akan berdampak pada berkurangnya kenyamanan serta kesegaran
lingkungan kota. Hal tersebut antara lain dapat dirasakan dalam bentuk suhu
yang relatif tinggi, meningkatnya kebisingan, meningkatnya kadar pencemaran
di lingkungan fisik kota, berkurangnya kesuburan tanah dan berkurangnya
ketersediaan oksigen. Mengingat ketersediaan RTH perkotaan memegang
peranan yang sangat penting, maka isu tekanan pada ruang terbuka hijau
Kabupaten Banggai perlu dijadikan sebagai isu strategis KLHS.
d. Isu berkurangnya kawasan resapan air
Pengembangan kota akan berpengaruh terhadap lingkungan fisik kota,
terutama perubahan guna lahan dari areal non terbangun berubah menjadi
kawasan terbangun. Perubahan guna lahan yang terjadi akan berakibat pada
penurunan kualitas lingkungan alam seperti berkurangnya daerah resapan air,
perubahan drainase alam dan ekosistem lingkungan. Perubahan-perubahan
seperti ini perlu diantisipasi untuk mengurangi kemungkinan resiko yang
dapat terjadi sebagai akibat dari aktivitas pembangunan tersebut dengan
mengarahkan pembangunan berdasarkan daya dukung lahannya.
Kabupaten Banggai dalam perkembangannya saat ini juga tidak
terlepas dari permasalahan demikian, mengingat Kabupaten Banggai adalah
merupakan salah satu Kabupaten pemekaran di Provinsi Sulawesi Tengah
yang mengalami perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan deskripsi ini
maka Isu berkurangnya kawasan resapan air dapat dijadikan sebagai salah
satu isu strategis KLHS.
e. Isu meningkatnya Tekanan Pada Wilayah Pesisir & Laut
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan
pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, pelabuhan,
pembangunan infrastruktur jalan, dan lain-lain), maka tekanan ekologis
Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan
kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut. Berdasarkan
deskripsi tersebut diatas, terbukti bahwa Isu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Laut menjadi isu strategis KLHS Kabupaten Banggai.
f. Isu kualitas sumber mata air dan sungai-sungai utama
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air
juga semakin meningkat baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
maupun untuk kebutuhan lainnya. Peningkatan kebutuhan air tersebut perlu
diiringi dengan ketersediaan air baku yang memadai serta memenuhi syarat
kualitas. Keterbatasan air baku baik air permukaan, air hujan maupun air
tanah diakibatkan antara lain oleh pembangunan dan perubahan tata guna
lahan di DAS bagian hulu, yang sering kurang mempertimbangkan kelestarian
ekosistem disekitarnya. Hal ini diperburuk dengan perubahan iklim global
dimana terjadi peningkatan suhu bumi dan semakin panjangnya musim
kemarau.
Seiring dengan perkembangan Kabupaten Banggai saat ini serta
peningkatan kebutuhan air, maka isu kualitas sumber mata air dan
sungai-sungai utama dapat dijadikan sebagai isu strategis KLHS.
g. Isu Risiko bencana
Kabupaten Banggai termasuk wilayah rawan bencana dengan kategori
sedang. Kabupaten Banggai memiliki berbagai kawasan rawan bencana alam
seperti kawasan rawan tanah longsor, abrasi, dan rawan banjir.
Terjadinya longsor sangat tergantung pada kestabilan/kemiringan
lereng, topografi, geomorfologi dan kondisi geologi. Daerah yang memiliki
kemiringan lereng yang curam, > 25% ditambah curah hujan yang tinggi
sangat berpotensi untuk terjadinya gerakan massa dan akhirnya menimbulkan
longsor. Kawasan rawan longsor di wilayah Kabupaten Banggai tersebar di
kawasan, yaitu di kawasan Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo jaya,
Kecamatan Bungku Utara dan kecamatan Mamosalato.
Kawasan rawan abrasi adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami gelombang pasang. Kawasan rawan abrasi
terdapat di Kecamatan Bungku Utara.
Daerah rawan banjir di wilayah Kabupaten Banggai meliputi daerah
muara sungai dan dataran banjir terutama di sepanjang Sungai. Faktor-faktor
berkurang karena sedimentasi dan topografis daerah. Kawasan rawan banjir di
Kabupaten Banggai yaitu di Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo Jaya dan
Kecamatan Bungku Utara.
Berdasarkan data yang ada maka terbukti bahwa pengelolaan risiko
bencana adalah isu strategis KLHS yang meliputi risiko bencana longsor,
rawan abrasi dan rawan banjir.
h. Isu menurunnya mutu air dan udara termasuk ketersediaan air bersih
Kabupaten Banggai memiliki Kawasan Peruntukan Industri di
Kecamatan Petasia, Kecamatan Petasia Timur, Kecamatan Petasia Barat dan
Kecamatan Mori Atas dan Kawasan industri kecil/usaha mikro tersebar
diseluruh wilayah Kabupaten Banggai. Hal ini akan sangat berpotensi
terjadinya pencemaran lingkungan dari kegiatan-kegiatan industry tersebut
terutama pencemaran sumber daya air. Potensi pencemaran lingkungan
lainnya adalah dapat berupa pencemaran tanah, dan air akibat limbah padat
dan cair domestik, medis, industri dan pertambangan. Juga pencemaran udara
yang diakibatkan kegiatan aktivitas transportasi darat.
Dari deskripsi data-data yang ada maka terbukti bahwa isu kerusakan
dan pencemaran lingkungan adalah sebagai isu strategis KLHS.
i. Isu meningkatnya Migrasi Penduduk
Fenomena mobilitas penduduk yang diperkirakan akan terus
mengalami peningkatan di wilayah Kabupaten Banggai seiring dengan
perkembangan kotanya, mengingat Kabupaten Banggai saat ini menjadi salah
satu tujuan migrasi penduduk khususnya pencari kerja. Kondisi demikian
harus disikapi dengan arif dan demokratis, tanpa pembatasan yang
bersinggungan dengan hak azasi manusia. Pemerintah Kabupaten Banggai
harus mampu merumuskan kebijakan dalam upaya mengarahkan dan
merangsang mobilitas penduduk ini ke arah yang memberikan dampak positif,
meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tingginya arus migrasi ke wilayah
Kabupaten Banggai ini akan meningkatkan beban wilayah baik secara sosial,
ekonomi maupun lingkungan.
Mengingat fenomena tersebut diatas adalah merupakan suatu hal yang
tidak dapat terhindarkan, maka Isu meningkatnya migrasi penduduk ini
adalah merupakan salah satu isu strategis di dalam KLHS
Lingkungan perkotaan Kabupaten Banggai sudah menjadi hal yang
penting dan mendesak untuk dikelola mengingat kawasan perkotaan Banggai
merupakan salah satu wilayah dengan konsentrasi penduduk yang cukup
tinggi. Kondisi itu akan menimbulkan dampak besar terhadap tidak hanya
pada aspek sosial dan ekonomi, namun tentu saja terhadap lingkungan juga.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Banggai di masa
mendatang, maka jumlah limbah yang mencemari lingkungan pasti semakin
besar. Disamping itu, ketersediaan infrastruktur perkotaan yang sangat
terbatas menyebabkan kualitas lingkungan menjadi menurun yang berakibat
pada munculnya kantong-kantong kumuh perkotaan.
Permasalahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Banggai ini
memberikan ilustrasi akibat perkembangan dan pertumbuhan perkotaan yang
secara langsung terkait kepada pengelolaan lingkungan perkotaan, sehingga
diperlukan penanganan yang serius dari Pemerintah Kabupaten Banggai.
Mengingat pentingnya penanganan lingkungan Perkotaan Banggai,
maka Isu penurunan kualitas lingkungan permukiman perlu dijadikan sebagai
salah satu isu strategis KLHS.
Secara lebih spesifik hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan
bidang cipta karya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta
Karya di Kabupaten Banggai
ber air bakudari air terjun
Isu3: dampakkawasankumuh terhadap
- Kws. pesisir di Kab.
Banggai identik dengan Berdasarkan hasil KLHS RTRW Kabupaten Banggai, juga telah
mengarahkan beberapa rekomendasi yang terkait dengan perbaikan kebijakan,
rencana dan/program (KRP) khususnya yang berhubungan dengan bidang
cipta karya sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. KomponenKebijakan, Rencanadan/atauProgram
RekomendasiPerbaikanKRP dan
PengintegrasianHasilKLHS
(1) (2) (3)
1. PengembanganPermukiman a. Pembangunan sarana dan prasarana permukiman
3. PengembanganAirminum Penyusunan identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan
4. PengembanganPenyehatan LingkunganPermukiman
a. Penyusunan Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Hidup
b. Penyusunan Master Plan
Pengelolaan Lingkungan Hidup c. Penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
KLHS merupakan instrument lingkungan yang diterapkanpada tataran
rencanaprogram. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan,
instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL dan SPPLH.
4.3.3 Amdal,UKL-UPL,danSPPLH
Pengelompokanatau kategorisasiproyek mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun2012tentangjenisrencanausahadan/ataukegiatan Wajib
AMDALdanPeraturanMenteriPekerjaanUmumNo.8Tahun2008
tentangPenetapan JenisRencanaUsahadan/atauKegiatanBidang Pekerjaan
UmumyangWajibDilengkapidenganUpayaPengelolaan
LingkunganHidupdanUpayaPemantauanLingkunganHidup,yaitu:
1. ProyekwajibAMDAL
2. ProyektidakwajibAMDALtapi wajibUKL-UPL
Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan Amdal
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
a) Rujukan Peraturan
Perundangan
i.UU32tahun2009tentangPerlindungandanPengelol
aanLingkunganHidup
ii.PermenLH09/2011tentangPedomanumum
KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
danPengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 8/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang
PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b) PengertianUmum Rangkaiananalisisyangsistematis,menyeluruh,dan
partisipatif untuk memastikan bahwaprinsip
pembangunanberkelanjutan telah menjadidasar
danterintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayahdan/ataukebijakan, rencana, dan/atau
program.
Kajianmengenaidampakpentingsuatuusahadan/ataukegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukanbagiproses pengambilankeputusantentang
penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.Usaha dan/atau
Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta
menyebabkan dampakterhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
PemerintahdanPemerintahDaerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
d) Keterkaitan studi
lingkungan dengan:
i.PenyusunanatauevaluasiRTRW,RPJPdan RPJM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
resikolingkungan
Tahap perencanaansuatuusaha dan ataukegiatan
e) Mekanisme
pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan,rencana, dan/
atau program terhadap kondisi lingkungan
hidupdisuatuwilayah;
i. Pemrakarsadibantuolehpihaklainyangberkompeten
sebagaipenyusunAMDAL
ii. perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikanrekomendasi berupa
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
f) Muatan Studi
Lingkungan
i. Isu Strategis terkait
PembangunanBerkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan
isu-isu strategis terkait pembangunan
berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk
rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.
Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana,
dan/atauprogram pembangunan dalam suatu
wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota
sesuaikewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat
untuk melakukan perbaikan kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan yang
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak
diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak
layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang
diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat
Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL
dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran
instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
j) Partisipasi Masyarakat Masyarakat adalah salah satu komponen
dalamkabupaten/kota yang dapat mengakses
dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses AMDAL k) Atribut Lainnya:
a. Posisi Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan
pembangunanBerkelanjutan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam,
pembangunanBerkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternative Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih
komponen,KRP merupakan proses iteratif dan
Deskripsi KajianLingkunganHidupStrategis(KLHS) Analisis MengenaiDampakLingkungan(Amdal)
i. Fokus pengendalia
dan dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang
berwenangmemberikan penilaian dan persetujuan
KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang
memberikanpenilaian dan persetujuan AMDAL
JenisKegiatanBidangCiptaKaryadanbatasankapasitasnyayang
wajibdilengkapidokumenAMDALadalahsebagaiberikut:
Tabel4.4Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. JenisKegiatan Skala/Besaran d. keperluansettlementtransmigrasi > 2.000 ha C. Air LimbahDomestik D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder)di permukiman
a.Kotabesar/metropolitan,panjang: >5km
b.Kotasedang, panjang: >8km
No. JenisKegiatan Skala/Besaran
- Luaslayanan > 500ha
b.Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 8km
PeraturanMenteriPekerjaanUmumNo.8Tahun2008
JenisKegiatanBidangCiptaKaryayangkapasitasnya masihdibawah
batasmenjadikannyatidak wajibdilengkapidokumenAMDALtetapi wajib
dilengkapidengan dokumenUKL-UPL.Jenis kegiatan bidang
Ciptakaryadanbatasankapasitasnyayangwajibdilengkapi dokumen
UKL-UPLtercermindalamTabelberikut.
Tabel 3.5 Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL
Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya
a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansipenunjang:
Luas kawasan, atau <8 Ha
Kapasitas total <8.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha
Kapasitas total < 5.000 ton iii. PembangunanTransfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
ii. PembangunanInstalasi/PengolahanSampahTerpadu Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator Kapasitas < 500 ton/hari
iii. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos Kapasitas > 50 s.d. <80 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/ Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/off-site sanitation system)
diperkotaan/permukiman Luas < 500 ha
Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya
c. Drainase Permukaan Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi / polder diarea / kawasan pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha iii. Pembangunan jaringan distribusi:
Luas layanan : 80 ha s.d. < 500 ha
d. Air Minum ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <8 km Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 8 km Pedesaan, Panjang :
-iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
Sungai Danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap Debit : > 50 lps s.d. < 80 lps
v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembanguna n Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk AmdalmakawajibdilengkapiUKL danUPL
Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya
Prasaranadanatausaranaumum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian,
2) perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
5) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsiusahameliputibangunangedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan,wisata dan rekreasi,terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2s.d.8.000m2
2) Fungsikeagamaan,meliputi bangunanmasjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunanpura, bangunanvihara,dan bangunankelenteng:5000m2 s.d. 8.000m2
3) Fungsisosialdanbudaya, meliputibangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum: 5000 m2 s.d.8.000m2
Sektor TeknisCK KegiatandanBatasanKapasitasnya
f. Pengemban gan kawasan permukiman baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 8 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 8 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 8 ha berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun.
Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Peraturan MenteriPekerjaanUmum No.8Tahun2008
JenisKegiatanBidangCiptaKaryayangkapasitasnya masihdibawah
bataswajibdilengkapidokumenUKL-UPLmenjadikannya tidakwajib dilengkapi
dokumenUKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat
PernyataanKesanggupanPengelolaan danPemantauanLingkungan