• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struma Toksik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Struma Toksik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui dileher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energy, membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormone lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol.

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

Struma / gondok adalah pembesaran dari kelenjar tiroid. Struma merupakan penyakit kelenjar tiorid yang dapat dijumpai dalam praktek sehari-hari. Anamnesis yang tepat , pemeriksaan fisik dan penilaian klinis memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid baik yang disertai dengan hipotiroid atau hipertiroid.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

1.1. Kelenjar Tiroid

1.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

(3)

1.1.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.

Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.

Nodus Limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran kega

(4)
(5)

1.1.3. Histologi Kelenjar Tiroid

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).

1.1.4. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari

(6)

saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid

(7)

(TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)

Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid : 1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

(8)

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

2.2 STRUMA

2.2.1 DEFINISI

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

2.2.2 EPIDEMIOLOGI Distribusi dan frekuensi

a. Orang

Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).

b. Tempat dan Waktu

Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak (8,0%) mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti pada tahun 2009

(9)

menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa Mejaya (daerah non endemik).

2.2.3. ETIOLOGI

Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama. Yaitu :

1.Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).

2.Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.

3.Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemic

2. 2.4 FAKTOR RESIKO

a. Host

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.

(10)

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara berlebih.

Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian.

c. Environment

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi

2.2.5 KLASIFIKASI STRUMA Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

(11)

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

(12)

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukannya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

(13)

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) dipercaya disebabkan oleh suatu antibodi yang merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.

2.3.1 PATOGENESIS

Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.

2.3.2 MANIFESTASI KLINIS

Penyakit Graves umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/ struma difus, discrtai tanda dan gejala tirotoksikosis dan seringkali juga disertai oftalmopati (terutama eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati. Manifestasi kardiovaskular pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan merupakan karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis. Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:

1. Hiperaktivitas, iritabilitas 2. Palpitasi

3. Tidak tahan panas dan keringat berlebih 4. Mudah lelah

5. Berat badan turun meskipun makan banyak 6. Buang air besar lebih sering

(14)

 Takikardi, fibrilasi atrial

 Tremor halus, refleks meningkat  Kulit hangat dan basah

 Rambut rontok

Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan 3 gejala tambahan khusus :

 Seluruh kelenjar terangsang sehingga kelenjar sangat membesar, menyebabkan suatu benjolan di leher (gondok, goiter).

 Eksoftalmus (mata menonjol). Hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat di dalam orbit mata.

 Penonjolan kulit diatas tulang kering.

2.3.4. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik kelenjar tiroid digambarkan pada gambar dibawah. Tiroid melekat erat pada trakea anterior, dipertengahan antara cekungan sternum dan kartilago tiroid, biasanya mudah dilihat dan diraba.

Ada tiga langkah pemeriksaan;

1. Dengan penerangan baik yang datang dari belakang pemeriksa, pasien disuruh menelan seteguk air. Perhatikan kelenjar saat naik atau -turun. Pembesaran dan penonjolan (nodul) biasanya dapat dilihat.

2. Raba kelenjar dari anterior. Secara lembut tekan dengan jempol satu sisi kelenjar untuk memutar lobus lain ke depan dan raba saat pasien menelan.

3. Raba kelenjar dari belakang pasien dengan tiga jari tengah masing-masing lobus sementara pasien menelan. Suatu gambaran kelenjar dapat diketahui pada kulit leher dan diukur. Nodul-nodul dapat diukur dengan cara yang sama. Jadi perubahan-perubahan ukuran pada kelenjar atau pada nodul nodul dapat diikuti.

Pada pemeriksaan fisik, bagian bulbus masing-masing lobus yang teraba dari kelenjar tiroid normal berukuran kira-kira 2 cm pada dimensi vertikal. dan kira-kira 1 cm pada dimensi horizontal di atas istmus. Pembesaran kelenjar tiroid disebut goiter. Pembesaran yang menyeluruh disebut goiter difus; pembesaran yang tidak beraturan atau

(15)

bertonjol-tonjol disebut goiter nodular.

2.3.5. DIAGNOSIS

1. Anamnesa

a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan

jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).

c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak malignancy 33-37% d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas

membesar dengan cepat (minggu/bulan)

e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)

f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai) g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga i. Struma toksik :

 Kurus, irritable, keringat banyak  Nervous

 Palpitasi

 Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.

Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut :

 Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus  Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler  Jumlah : uninodusa atau multinodusa

 Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal  Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak

(16)

 Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan b. Palpasi

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi :

 Perluasan dan tepi

 Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya.

 Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan

 Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.

 Limfonodi dan jaringan sekitar c. Auskultasi

Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.

2.3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

 Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

2. Radiologi

Thorax : adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy (folikuler).

(17)

Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan. 3. USG

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus.

4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Memakai uptake I yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.

 Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

(18)

Goiter toksik difusa (Penyakit Graves), penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadi pada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema pretibial). Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

Diagnosis Banding 4,5,6

1. Goiter Toksik Multinodular

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves

disease. Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama.

Oftalmopati sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmiadan kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan membesar sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak terlalu menyolok. Scan radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercak-bercak. Hipertiroidisme pada pasien-pasien depgan goiter multinodular sering dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek "jodbasedow" atau hipertiroidisme yang diinduksi oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak mengalami efek efek ini didorong oleh kelebihan produksi hormon karena kadar iodida sirkulasi yang tinggi. Ini adalah mekanisme untuk berkembangnya hipertiroidisme setelah pemberian obat antiaritmia amiodaron . Penanganan goiter nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid dengan hipertiroid dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan menjadi terapi pilihan, namun sering pasien-pasien ini sudah tua dan memiliki penyakit lain sehingga pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien dengan risiko operasi yang buruk. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan 131-I, tapi goiter multinodular akan tetap ada, dan

(19)

nodul-nodul lain dapat menjadi toksik, sehingga dibutuhkan dosis ulangan 131-I. Amiodaron adalah obat antiaritmia yang mengandung 37,3% iodin. Dalam tubuh, obat ini disimpan dalam lemak, miokardium, hepar dan paru-paru dan memiliki waktu paruh kira-kira 50 hari. Kira-kira 2% pasien diobati dengan amiodaron mengalami tirotoksis. Hal ini menimbulkan masalah yang paling sukar. Pasien yang mendapat amiodaron mempunyai penyakif jantung serius yang mendasari, dan pada banyak kasus obat ini tidak dapat dihentikan. Jika tirotoksikosis ringan, dapat dikendalikan dengan metimazol 40-60 mg sehari, sementara terapi amiodaron diteruskan. Jika penyakit berat, KClO4 dengan dosis 250 mg tiap 6 jam dapat ditambahkan untuk menjenuhkan iodida trap dan mencegah ambilan iodida lebih lanjut. KClO4 jangka panjang telah dihubungkan dengan anemia aplastik dan butuh pemamtauan. Satu-satunya jalan untuk menghilangkan cadangan hormon tiroid yang besar adalah pembedahan untuk mengangkat goiter.

2. Karsinoma tiroid adalah suatu pertumbuhan yang ganas dari kelenjar tiroid. Keganasan tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik, yaitu bentuk papiler, folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma berdiferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai.

Perubahan dari struma endemik menjadi kasinoma anaplastik dapat terjadi terutama pada usia lanjut. Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan FNAB belum dapat menggantikan pemeriksaan ini.

Etiologi 1,3

Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita; sindrom ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas termasuk hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan pasien memiliki imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut juga basedow’s, flajani’s, parry’s disease, dan difuse toxic goiter.

Penyebab Tirotoksikosis

Hipertiroidisme Tiroksikosis tanpa Hipertiroidisme sekunder

(20)

Penyakit graves Tiroiditis subakut TSH-secreting Gondok multinoduler Silent tiroiditis Tiroksikosis gestasi toksik Destruksi kelnjar: amiodarone Resistensi Hormon Adenoma toksik I-131, radiasi, adenoma, infark tiroid

Obat: yodium lebih, litium hormon tiroid berlebih Karsinoma tiroid

yang berfungsi

Struma ovarii (ektopik) Faktor resiko 4,5,6

Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah. Dari kasus-kasus hipertiroidisme yang paling banyak adalah penyakit grave. Insidensi tertinggi pada kelompok usia 15-40 tahun. Terdapat kecenderungan familial dan hubungan dengan antigen histokompatibilitas HLA-DR3 dan B8 pada ras Kaukasia, HLA-Bw36 pada orang Jepang, dan HLA-Bw46 pada orang Cina. Penderita penyakit grave sering menderita penyakit autoimun lain (misal, anemia pernisiosa) dan terjadi tumpang tindih dengan penyakit hashimoto. Penyakit grave adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya autoantibodi kelas IgG dalam serum yang ditujukan untuk melawan reseptor Tsh pada sel tiroid. Kombinasi antibodi dengan reseptor TSH menyebabkan stimulasi sel untuk

menghasilkan hormon tiroid.

Epidemiologi 4,5,6

 Graves penyakit adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus disebabkan oleh tirotoksikosis penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun.

 Insiden penyakit Graves dan beracun perubahan multinodular goiter dengan asupan yodium. Dibandingkan dengan daerah dunia dengan asupan yodium yang kurang,

(21)

Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan lebih sedikit kasus gondok multinodular beracun.

 Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama di Kaukasia, Hispanik, dan Asia dan dengan frekuensi kurang dalam populasi kulit hitam. Semua penyakit tiroid terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit Graves autoimun memiliki rasio laki-perempuan 1:5-10. Rasio laki-perempuan untuk multinodular goiter beracun dan beracun adalah adenoma 1:2-4. Ophthalmopathy Graves lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Multinodular gondok beracun terjadi pada pasien yang biasanya memiliki sejarah panjang gondok beracun dan yang karena itu biasanya hadir ketika mereka lebih tua dari usia 50 tahun. Pasien dengan adenoma beracun hadir pada usia yang lebih muda daripada pasien dengan goiter multinodular beracun.

2.3.7 PENATALAKSANAAN

1. Bed rest

2.  PTU 100-200 mg (propilthiouracil)

Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.

 Lugol 5 – 10 tetes

Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.

 Iodium 5. Radioterapi

(22)

Biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.

6. Operatif

a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat

d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri. e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan

sebaliknya.

7. RND (Radical Neck Dissection),

Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap penambahan kecepatan akan berpengaruh pada kondisi cup yang akan terbentuk, setiap peningkatan kecepatan flensa yang terbentuk akan tetap sama yaitu 0,74 mm, diameter dalam

1) Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode

Berdasarkan hasil pengambilan keputusan yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2021 bahwa PT Taliabu Godo Maogena ditetapkan “MEMENUHI” standar Verifikasi Legalitas

Penelitian menunjukkan bahwa aroma, warna, dan rasa tempe dari enam varietas yang dicoba, sebelum dan setelah disimpan beku, me- menuhi standar yaitu dengan kriteria normal khas..

Kandungan amilosa mempengaruhi pola absorpsi airnya, beras dengan amilosa tinggi relatif lebih mudah menyerap air dibanding beras amilosa rendah pada suhu kurang

Untuk bisa menggunakan aplikasi tentu Anda harus memiliki user login baik user login dari email utama (user yang sudah ada ketika daftar) ataupun Anda bisa membuat user login

Teknik dan taktik dalam bermain tunggal daam permainan tenis terdiri dari: teknik umum (hindari membuat kesalahan dalam bermain, lakukan pukulan-pukulan bervariasi, hindari

papan berdasarkan standar JIS A 5908:2003 Analisa data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial.. Penelitian tahap 2 dilakukan untuk mengetahui kadar air yang optimal